Advertising

Wednesday 21 April 2010

[wanita-muslimah] Negeri Tidak Toleran Mengajari Umat Islam Toleransi

 



sumber:
http://www.hidayatullah.com/berita/cover-story/134-cover-story/11459-negeri-tidak-toleran-mengajari-umat-islam-toleransi


Negeri Tidak Toleran Mengajari Umat Islam Toleransi



Tuesday, 20 April 2010 20:24






 




Banyak dana dari Barat mengalir ke Indonesia untuk mengembangkan
sikap moderat pada umat Islam. Anehnya, di negeri Barat justru sedang
berkembang sikap memusuhi Islam

 Hidayatullah.com—Aktivisi
Islam liberal Ulil Abshar Abdalla ikut maju dalam pencalonan Ketua Umum
PBNU pada Muktamar NU ke-32 NU di Makassar, 23-28 Maret 2010. Ia maju
bersama sejumlah calon lainnya, Said Aqil Siradj, Salahuddin Wahid,
Masdar F Masudi, Ali Maschan Moesa, dan Slamet Effendy Yusuf.

Namun
langkah Ulil kemudian terganjal oleh tata tertib pencalonan Ketua Umum
PBNU. Sebagian isi tata tertib itu menyebutkan calon ketua umum tidak
terlibat Jaringan Islam Liberal. Disebutkan dalam Pasal 22 Ayat 3
bahwa, "Seorang calon tidak sedang menjabat sebagai pengurus harian
partai politik dan tidak merangkap ormas yang secara langsung dan tidak
langsung bertentangan dengan paham ahlusunnah wal jamaah dan Jaringan
Islam Liberal."

Ulil pun sempat kecewa dengan munculnya pasal
"penghadangan" ini.  "Seharusnya anak muda NU perlu mendapat bimbingan.
Bukan malah dibuang," ujarnya dikutip Kompas.com. Namun ia 
mengaku lega, persyaratan tidak pernah terlibat pada organisasi
Jaringan Islam Liberal (JIL) akhirnya dihapus dalam Tatib, walau
langkahnya untuk maju tetap tidak mulus. Terpilih sebagai Ketua Umum
periode 2010-2015 KH Dr. Said Aqil Siradj.

Kehadiran Ulil Abshar
Abdalla dalam bursa pemilihan Ketua Umum PBNU ini bukan datang secara
tiba-tiba. Sebagaimana dimuat dalam portal Washington Post pada 25
Oktober 2009, Ulil sudah mempersiapkan diri maju jauh hari sebelumnya.
Disebutkan, Ulil agaknya capek dijuluki antek Amerika. Untuk itu ia
ikut pemilihan Ketua Umum PBNU. Ia memang tidak terlalu berharap
menang, tapi ingin "terlibat dalam arus utama dan bukan hanya sebagai
orang pinggiran saja."

Ulil antek Amerika Serikat? Julukan ini
mungkin saja tidak salah. Ia memang digadang-gadang oleh Amerika
sebagai model dari kelompok Islam moderat. Pada tahun 2002 Ulil
diterbangkan ke Washington untuk bertemu dengan para pejabat di
Kementerian Luar Negeri dan Pentagon, termasuk Paul D Wolfowitz, yang
ketika itu menjadi Deputi Menteri Pertahanan dan mantan Dubes AS di
Jakarta.

Sebelumnya pada 2001 atas pendanaan dari Asia
Foundation, ia mendirikan Jaringan Islam Liberal. Kegiatan organisasi
itu di antaranya menyiarkan acara di radio 1 kali sepekan, yang di
antara materinya mempertanyakan tafsir literal ayat-ayat suci tentang
wanita, homoseksual, dan doktrin-doktrin dasar.

JIL juga membeli
jam siar televisi nasional untuk menayangkan video yang menggambarkan
Islam sebagai agama yang memiliki "banyak warna" dan menyebarkan
selebaran yang mengusung ideologi liberal di masjid-masjid.  "Kami
ingin melawan pemikiran kelompok garis keras," kata Ulil Abshar
Abdalla, sebagaimana ditulis pada portal WP itu.

Intervensi AS

Setelah
berakhirnya Perang Dingin antara negara-negara Barat dan negara-negara
penganut ideologi Komunis pada awal tahun 1990-an, berkaitan runtuhnya
negara Uni Sovyet dan berubahnya ideologi negara-negara Eropa Timur,
tampaknya Barat mulai memusatkan perhatiannya pada (negara-negara)
Islam. Ini sejalan dengan teori yang disampaikan Samuel P. Huntington
dalam buku Clash of Civilizations, ketika perang ideologi antara negara
penganut ekonomi pasar bebas dan komunis berakhir, maka poros konflik
utama di dunia berikutnya berkaitan dengan faktor kultural dan
keyakinan agama, di antaranya Islam.

Persoalan terhadap (negara)
Islam mulai dapat dirasakan saat konflik antara AS dan Irak pada tahun
1991. Pendanaan untuk "menghadapi" dunia Islam pun mulai dipersiapkan.
Asia Foundation yang didirikan sebagai lembaga non-governmental
organization pada tahun 1950 untuk memberikan bantuan guna melawan
komunisme, mengalihkan misinya melakukan perlawanan terhadap Islam
garis keras di Indonesia, sebagai bagian dari program USAID yang diberi
nama Islam dan Masyarakat Beradab. Program itu dimulai sebelum
terjadinya serangan 11/9 (serangan terhadap gedung WTC di New York pada
11 September 2001), namun menjalankan aktivitasnya setelah peristiwa
itu.

Ini akan sangat berbeda jika melihat kebijakan AS pada
tahun 1980-an. Ada satu cerita menarik mengenai hal ini. Di 1980-an
itu, Nasir Tamara, seorang cendekiawan muda Indonesia memerlukan uang
untuk membiayai sebuah studi tentang Islam dan politik. Dia mendatangi
kantor yayasan AS, Ford Foundation, di Jakarta meminta bantuan.

Namun ia pulang dengan tangan hampa. AS mengatakan padanya, "tidak tertarik dengan Islam."

Penampikan
kasar itu datang dari ibunda Presiden Obama, Ann Dunham, seorang pakar
antropologi AS yang tinggal di Indonesia selama lebih dari satu dekade.
Dunham, yang wafat tahun 1995, memusatkan perhatian pada isu-isu
pembangunan ekonomi, bukan pada masalah agama dan politik --sebuah
subyek sensitif di negara yang ketika itu dipimpin seorang otokrat
sekular.

"Pada saat itu mengkaji Islam tidak lazim," kata Tamara
mengenang. Sekarang, Indonesia adalah negara demokrasi dan peran Islam
menjadi salah satu isu terpenting bagi kebijakan AS terhadap negara
yang jumlah muslimnya melebihi Mesir, Suriah, Yordania, dan gabungan
seluruh negara Arab dan Teluk Persia. Praktik-praktik Islam di
Indonesia saat ini menjadi perhatian sangat penting bagi AS, agar
kepentingan negara itu di negara ini tidak terganggu.

"Ini
adalah perang pemikiran, seperti apa Indonesia diinginkan di masa
depan," kata Walter North, Kepala U.S. Agency for International
Development (USAID) Jakarta. North mengenal Dunham ketika ia tinggal di
Indonesia tahun 1980-an.

Kebijakan yang diterapkan AS ini lantas
memicu pertanyaan: haruskah Amerika menjaga jarak atas dunia Islam di
seluruh dunia, atau ikut terjun untuk mendukung muslim yang memiliki
kesamaan pandangan dengan Amerika?

Nyatanya untuk mendapatkan
mendapatkan cara pandang yang sama antara negara Islam dan kebijakan
AS, guna AS dapat melaksanakan kepentingannya di negara-negara muslim
tersebut, akhirnya ikut terjun memberikan dukungan terhadap muslim yang
memiliki pandangan sama dengan AS.

Segera setelah serangan 11
September, Washington mengucurkan uang dan janji guna menyokong
kelompok muslim 'moderat' untuk melawan apa yang disebut Bush sebagai
"ideologi yang nyata dan mendalam" dari Islam-fasis. Di samping The
Asia Foundation, C. Holland Taylor, bekas eksekutif bidang
telekomunikasi dari Winston-Salem, Carolina Utara, lewat lembaganya
LibForAll Foundation mempromosikan "budaya kebebasan dan toleransi".

Taylor,
yang bisa berbahasa Indonesia, mendapatkan dukungan dari orang-orang
ternama, termasuk mantan Presiden RI Adurrahman Wahid, dan seorang
artis pop yang mengeluarkan lagu hit Laskar Cinta, dengan semboyannya
"No to the warriors of jihad! Yes to the warriors of love" (Katakan
tidak untuk Laskar Jihad , katakan ya untuk Laskar Cinta).

Taylor
lalu membawa  Wahid ke Washington, bertemu dengan Wolfowitz, Wakil
Presiden AS Richard B. Cheney, dan lainnya. Taylor juga merekrut
seorang sarjana Quran reformis dari Mesir untuk membantu mempromosikan
"kebangkitan pluralisme Islam, toleransi, dan berpikir kritis."

Dana
datang dari orang-orang kaya AS, termasuk pewaris kekayaan pengusaha
pakaian dalam Hanes dan beberapa organisasi Eropa. Taylor dalam
pernyataannya di Jakarta, menolak menyebutkan penyumbang terbesarnya
yang berasal dari AS.

Dia mengatakan, dirinya telah berulang
kali meminta uang kepada pemerintah AS, tapi hanya mendapatkan 50.000
dollar, hadiah dari Unit Kontraterorisme Departemen Luar Negeri.

"Anda
tidak bisa memenangkan perang dengan uang segitu," kata Taylor. Ia pun
membuat 26 seri film dokumenter dengan tujuan menghilangkan doktrin
Islam garis keras. "Orang-orang di Washington lebih suka berpikir,
bahwa jika kita tidak melakukan apa-apa, maka kita akan baik-baik saja:
penggal saja kepala-kepala para teroris dan semuanya akan beres."

Agaknya
tidak salah adanya asumsi tangan-tangan asing mengobok-obok
praktik-praktik keagamaan umat Islam. Obok-obok itu rupanya tidak hanya
sebatas dalam praktik politik dan ekonomi saja, tetapi lebih dari itu.
Sayangnya ada dari kalangan umat Islam yang justru patuh pada "Tuan
Besar"nya.
Sejatinya sikap radikalisme dalam umat Islam hanya
sebatas reaksi dari "kekotoran tangan" yang dilakukan pihak luar. Dalam
sejarah hubungan antaragama dan sosial, justru umat Islam lebih menjaga
toleransi terhadap pihak lain. Di pihak yang merasa jawara dalam
praktik demokrasi dan mengaku beradab, justru antidemokrasi dan
antiperadaban dengan praktik memusuhi umat Islam di negeri mereka
sendiri. Itulah yang sedang terjadi saat ini di AS dan negara-negara
Eropa saat ini. [Washington Post/si/www.hidayatullah.com]

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Welcome to Mom Connection! Share stories, news and more with moms like you.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment