Advertising

Thursday 6 May 2010

[wanita-muslimah] TUGAS DAKWAH

 



Oleh

Ustadz Abu Isma'il Muslim al-Atsari

Mengajak manusia menuju agama Allah merupakan salah satu ibadah yang agung,
manfaatnya menyangkut orang lain. Bahkan dakwah menuju agama Allah merupakan
perkataan yang paling baik. Allah Azza wa Jalla berfirman:

 مَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى
اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَ

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju
Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri". [Fushshilat:33].

Dakwah mengajak kepada agama Allah merupakan tugas para nabi, maka cukuplah
sebagai kemuliaan bahwa para da'i mengemban tugas para nabi. Allah Azza wa
Jalla memerintahkan RasulNya untuk mengatakan, dakwah merupakan jalan Beliau,
dengan firmanNya:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي
أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ
وَ مَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

"Katakanlah: "Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan
keyakinan). Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik". [Yusuf:108].

Karena dakwah merupakan ibadah, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan
mengikuti Sunnah Nabi. Sebagaimana telah maklum, dua perkara ini merupakan
syarat diterimanya ibadah.

IKHLAS DALAM DAKWAH

Seorang da'i harus memurnikan niatnya untuk mengajak kepada agama Allah,
semata-mata mencari ridhaNya, bukan mengajak kepada dirinya sendiri,
kelompoknya, atau pendapat dan fikirannya. Juga tidak dengan niat untuk
mengumpulkan harta, meraih jabatan, mencari suara, atau tujuan dunia lainnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ
يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلَ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ
وَجْهُهُ

"Sesungguhnya Allah tidak akan menerima dari semua jenis amalan kecuali
yang murni (ikhlas) untukNya dan untuk mencari wajahNya. [HR Nasa-i, no. 3140.
Lihat Silsilah Ash Shahihah, no. 52; Ahkamul Janaiz, hlm. 63].

Oleh karena itulah, Allah k memerintahkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk mengatakan, bahwa Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak meminta upah
dalam menyampaikan Al Qur`an kepada mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُل لآ أَسْئَلُكُمْ
عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

"Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al
Qur`an)". Al Qur`an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala
umat." [Al An'am : 90].

Karena, jika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam meminta upah, maka hal itu
akan menyebabkan umat menjadi keberatan dan menjauh. Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As Sa'di t berkata di dalam tafsirnya: "Yaitu: Aku tidak meminta pajak
atau harta dari kamu sebagai upah tablighku dan dakwahku kepada kamu; karena
itu akan menjadi sebab-sebab penolakan kamu. Tidaklah upahku, kecuali atas
tanggungan Allah". [Taisir Karimir Rahman, surat Al An'am : 90].

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:

أَمْ تَسْئَلُهُمْ
أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ

"Ataukah engkau meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan
hutang". [Ath Thur : 40].

Dakwah dengan tanpa meminta upah, itu merupakan bukti kebenaran dakwah
tersebut. Allah Azza wa Jalla mengisahkan tiga rasulNya yang diutus
bersama-sama, kemudian semuanya diingkari oleh kaum mereka. Selanjutnya:

وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا
الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ
اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ

"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota dengan bersegera, ia
berkata: "Hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tidak
meminta upah (balasan) kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk". [Yasin : 20-21].

Nabi-nabi zaman dahulu juga tidak meminta upah kepada kaum mereka. Allah Azza
wa Jalla memberitakan bahwa Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Luth, Nabi
Syu'aib -'alaihimus salam- berkata kepada kaumnya masing-masing:

 لَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى
رَبِّ الْعَالَمِينَوَمَآ أَسْئَلُكُمْ عَ

"Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu;
upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam". [Asy Syu'ara' ayat
109, 127, 145, 164, 180].

Maka fenomena pada zaman ini, yang sebagian "mubaligh" membuat tarif untuk
tablighnya, merupakan perkara yang menyelisihi syari'at. Sebagian ada yang
memasang tarif untuk berceramah di kota yang dekat dengan Rp. 500.000,00 setiap
jamnya. Jika bersama group musiknya (rebana!) tarifnya meningkat menjadi
1.500.000,00. Semakin jauh tempat yang dituju untuk berceramah, semakin tinggi
pula tarifnya!

Seandainya yang disampaikan oleh para mubaligh itu merupakan kebenaran, maka
memasang tarif dalam dakwah itu merupakan kesalahan, apalagi jika yang
disampaikan di dalam ceramah-ceramah itu ternyata dongeng-dongeng,
lelucon-lelucon dan nyanyian-nyanyian yang dibumbui dengan nasihat-nasihat
agama, maka itu merupakan kemungkaran, walaupun dinamakan dengan nama yang
indah. Karena hal itu bertentangan dengan jalan para nabi dalam berdakwah.

Namun, jika seseorang berdakwah dengan benar dan ikhlas, kemudian dia diberi
harta, sedangkan dia tidak mengharapkannya dan tidak memintanya, tujuannya
hanyalah berdakwah, baik dia mendapatkan harta itu atau tidak, maka –insya
Allah- menerimanya tidak mengapa. Umar Radhiyallahu 'anhu berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْطِينِي الْعَطَاءَ فَأَقُولُ أَعْطِهِ مَنْ
هُوَ أَفْقَرُ إِلَيْهِ مِنِّي فَقَالَ خُذْهُ إِذَا جَاءَكَ مِنْ هَذَا الْمَالِ
شَيْءٌ وَأَنْتَ غَيْرُ مُشْرِفٍ وَلَا سَائِلٍ فَخُذْهُ وَمَا لَا فَلَا
تُتْبِعْهُ نَفْسَكَ

"Dahulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan pemberian
kepadaku, kemudian aku mengatakan: "Berikan kepada orang yang lebih miskin daripadaku,"
maka Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Ambillah itu! Jika datang
kepadamu sesuatu dari harta ini, sedangkan engkau tidak memperhatikan (yakni
mengharapkan, Pen) dan tidak meminta, maka ambillah itu! Dan yang tidak, maka
janganlah engkau mengikuti hawa-nafsumu terhadapnya!" [HR Bukhari, no.
14734].

Dengan demikian maka sepantasnya seorang da'i juga memiliki pekerjaan dan usaha
untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga dia tidak menggantungkan kepada umat.
Karena sesungguhnya makanan terbaik yang dimakan oleh seseorang ialah hasil
keringatnya sendiri. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ
طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ
اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

"Tidaklah seorangpun memakan makanan sama sekali yang lebih baik daripada
dia makan dari pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Allah, Dawud
Alaihissallam, dia makan dari pekerjaan tangannya" [HR Bukhari, no. 2072].

Selain ikhlas, di dalam berdakwah wajib mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Sehingga seseorang berdakwah berdasarkan ilmu, hikmah dan
kesabaran. Tidak berdakwah dengan bid'ah dan kemaksiatan. Karena memang
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan panutan terbaik bagi umat
Islam dalam segala perkara, termasuk di dalam berdakwah menuju agama Allah.
Allah Azza wa Jalla berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ
اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagi kamu (umat Islam, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(pahala) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah". [Al Ahzab:21].

DAKWAH, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Setelah kita mengetahui keutamaan dakwah menuju agama Allah, kemudian apakah
hukum dakwah ini dan siapakah yang bertanggung jawab terhadapnya?

Sesungguhnya para ulama sepakat bahwa dakwah menuju agama Allah hukumnya wajib.
Hal ini berdasarkan perintah Allah untuk berdakwah sebagaimana terdapat di
beberapa tempat di dalam Al Qur`an.

وَلْتَكُن مِّنكُمْ
أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Dan
hendaklah ada dari kamu satu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang
yang beruntung". [Ali Imran:104].

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ
أَحْسَنُ

"Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik". [An Nahl:125].

وَلاَ يَصُدَّنَّكَ عَنْ
ءَايَاتِ اللهِ بَعْدَ إِذْ أُنزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلاَ
تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

"Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan)
ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka
ke (jalan) Rabb-mu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Rabb". [Al Qashshash:87].

 لهِرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِالكُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْ

"Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah". [Ali
Imran:110].

Ayat-ayat di atas secara tegas memerintahkan berdakwah, oleh karenanya para
ulama sepakat tentang kewajiban dakwah ini. Akan tetapi, kemudian mereka
berselisih menjadi dua pendapat:

1). Hukum dakwah adalah fardhu kifayah.

2). Hukum dakwah adalah fardhu 'ain, sesuai dengan kemampuan setiap orang.

Perbedaan pendapat ini, antara lain disebabkan oleh pemahaman terhadap firman
Allah Azza wa Jalla surat Ali Imran ayat 104, artinya : Dan hendaklah ada dari
kamu satu umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.

Ada dua pendapat ulama tentang tafsir ayat ini:

1). Bahwa مِنْ di dalam firman Allah مِنْكُمْ
(dari kamu) untuk menjelaskan jenis. Yaitu, "jadilah kamu semua demikian",
bukan satu orang tanpa yang lain. Dan yang sama semisal ayat ini ialah firman
Allah Ta'ala:

وَإِن مِّنكُمْ إِلاَّ
وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا

"Dan tidak ada seorangpun dari kamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal
itu bagi Rabb-mu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan".
[Maryam:71].

Ayat di atas tidak membedakan antara manusia satu dengan lainnya, tetapi
ditujukan kepada umat semuanya, masing-masing orang sesuai dengan kemampuan dan
kesanggupannya.

2). Bahwa مِنْ di sini untuk menunjukkan sebagian. Maknanya ialah, bahwa
orang-orang yang menyuruh (kepada yang ma'ruf) wajib menjadi ulama, dan tidak
setiap orang itu ulama.[1]

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: "Umat di sini (pada ayat 104 surat Ali Imran)
adalah umat ulama, orang-orang yang Allah menjadikan baik kebanyakan umat
dengan mereka (ulama itu)".[2]

Di antara ulama yang berpendapat hukum berdakwah fardhu kifayah ialah Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, beliau rahimahullah menyatakan: "Dan dengan ini telah
menjadi jelas, dakwah menuju (agama) Allah wajib atas setiap muslim. Akan
tetapi kewajiban itu adalah fardhu kifayah. Dan sesungguhnya, hal itu menjadi
wajib 'ain atas seseorang yang dia mampu, jika tidak ada orang lain yang
melakukannya. Inilah urusan amar ma'ruf (memerintahkan kebaikan), nahi mungkar
(melarang kemungkaran), tabligh (menyampaikan) yang dibawa oleh Rasul, jihad fi
sabililah, mengajarkan iman dan Al Qur`an".[3]

Demikian juga Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, beliau rahimahullah berkata:
"Para ulama telah menerangkan, bahwa dakwah menuju (agama) Allah Azza wa Jalla
(hukumnya) fardhu kifayah berkaitan dengan daerah-daerah yang para da'i tinggal
padanya. Karena sesungguhnya setiap daerah dan penjuru membutuhkan dakwah dan
kegiatan padanya. Maka hukumnya adalah fardgu kifayah. Jika orang yang telah
mencukupi telah melakukan dakwah, kewajiban itu gugur dari orang-orang yang
lain. Dan jadilah hukum dakwah atas orang-orang yang lain itu menjadi sunnah
muakaddah (sunnah yang ditekankan) dan sebuah amalan shalih yang agung".
[4]

Adapun di antara ulama yang berpendapat hukum dakwah fardhu 'ain, sesuai dengan
kemampuan setiap orang, yaitu Imam Ibnu Katsir. Dalam tafsirnya, beliau t
berkata: Allah Ta'ala berfirman, hendaklah ada dari kamu satu umat yang bangkit
untuk melaksanakan perintah Allah di dalam dakwah (mengajak) menuju kebaikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah
orang-orang yang beruntung. Adh Dhahhak mengatakan, mereka adalah para sahabat
Nabi yang khusus, dan para perawi (hadits) yang khusus, yakni para mujahidin
dan ulama… Dan maksud dari ayat ini (ialah), hendaklah ada sekelompok dari umat
ini yang mengurusi perkara ini, walaupun itu merupakan kewajiban atas setiap
pribadi dari umat ini sesuai dengan (keadaan atau kemampuan) nya. Sebagaimana
telah disebutkan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu [5],
dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

 

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan
tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya, jika dia tidak mampu,
maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman.

Dalam satu riwayat disebutkan :

وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ
مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ

"Dan tidak ada di belakang itu keimanan seberat sebiji sawi". [6]

Imam Ahmad meriwayatkan dari Hudzaifah bin Al Yaman, bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ
الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ
عِنْدِهُ ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ

"Demi (Allah) Yang jiwaku di tanganNya, sungguh benar-benar kamu
memerintahkan yang ma'ruf dan sungguh benar-benar kamu melarang yang mungkar,
atau sungguh benar-benar Allah hampir akan mengirimkan siksaan kepada kamu dari
sisiNya, kemudian kamu sungguh-sungguh akan berdoa kepadaNya, namun Dia tidak
mengabulkan bagi kamu".

Juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah dari hadits Amr bin Abi Amr
dengan hadits ini. Tirmidzi mengatakan: "Hasan".[7] Dan hadits-hadits dalam
masalah ini banyak, serta ayat-ayat yang mulia sebagaimana akan datang
tafsirnya pada tempat-tempatnya. Lihat Tafsir Al Qur'anil Azhim, surat Ali
Imran ayat 104.

KAPAN DAKWAH MENJADI FARDHU 'AIN?

Kemudian hukum dakwah yang asalnya fardhu kifayah, (atau fardhu 'ain sesuai
dengan kemampuan setiap orang, sebagaimana telah dijelaskan di atas) menjadi
fardhu 'ain dalam keadaan-keadaan tertentu.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata: "Dan terkadang
kewajiban (dakwah) itu menjadi fardhu 'ain, jika engkau berada di suatu tempat
yang di sana tidak ada orang yang menunaikannya selainmu".[9]

Beliau rahimahullah juga menjelaskan: "Di saat sedikitnya da'i, di saat
banyaknya kemungkaran-kemungkaran, di saat dominannya kebodohan, seperti
keadaan kita hari ini, dakwah menjadi fardhu 'ain atas setiap orang sesuai
dengan kemampuannya".

Jika keadaan kita pada zaman ini demikian, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh
Bin Baz rahimahullah, maka siapakah yang akan ikut berlomba di dalam kebaikan,
berdakwah menuju agama Allah, dengan ilmu, ikhlas dan mengikuti Sunnah? Hanya
Allah tempat mohon pertolongan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

________

Footnote

[1]. Lihat Ad Dakwah Ila Allah, hlm. 115-116, Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi Al
Atsari.

[2].
Hukmul Intima', hlm. 132.

[3].
Majmu' Fatawa (15/166).

[4].
Wujubu Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du'at, hlm. 16, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah
bin Baz, Penerbit Darul Wathan.

[5].
Beginilah yang tertulis di dalam Tafsir Ibnu Katsir, namun yang benar ialah
dari Abu Sa'id Al Khudri sebagaimana tersebut di dalam Shahih Muslim, no. 49,
Pen.

[6].
Hadits ini bukan lafazh lain dari hadits di atas, tetapi hadits lain riwayat
Muslim, no. 50, dari Abdullah bin Mas'ud, Pen.

[7].
Syaikh Salim Al Hilali menyatakan, hadits ini berderajat hasan dengan seluruh
penguatnya. Lihat Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhush Shalihin (1/283), no.
Hadits 193.

[8].
Yakni dakwah, amar ma'ruf dan nahi munkar merupakan fardhu 'ain sesuai dengan
kemampuan setiap orang, Pen.

[9].
Wujubu Dakwah Ila Allah wa Akhlaqud Du'at, hlm. 17, Syaikh Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz, Penerbit: Darul Wathan.

 

 

sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2713/slash/0

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment