Advertising

Sunday 25 July 2010

Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

 

----- Original Message -----
From: "Abdul Muiz" <muizof@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, July 25, 2010 06:57
Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

QS 2:2 merupakan khabar dari Allah ini lho kitab dari Allah yang Maha Benar, jangan berpaling atau meragukannya bukan berarti melarang skeptis, karena manusia itu dho'if dan pengetahuannya sedikit maka perlu menggali info lebih jauh dengan bertanya dan terus bertanya sampai mantab (tathmainnah dan sakinah) menuju haqqul yaqin. Kecuali malaikat begitu given gak perlu lagi banyak tanya, sayangnya kita bukan malaikat :).

Jadi menurut hemat saya skeptis dengan tujuan mencari info lebih dalam justru akan memperkuat makna "laa rayba fiih ...." Agak sulit mencari redaksi yang pas, intinya adalah Allah membebaskan hamba-Nya untuk bertanya dan bertanya : what, why, who, where, how dsb sampai ketemu jawabannya tidak hanya terbatas masalah kawniyah tetapi juga masalah tauhid, mosok sie Allah tidak membukakan pintu jawaban ?? Contoh sederhana begitu sulitnya nalar memahami mukjizat isra' dan mi'raj namun dengan kajian metafisikanya almarhum KH Bahaudin Mudhary saya (gak tahu orang lain ya) mendapatkan pencerahan (wallahu a'lam).
###########################################################################################
HMNA:
Boleh bertanya dan bertanya tanpa bersikap skeptis terhadap Wahyu (ayat Qawliyah, ayat verbal). Mengenai peristiwa Isra-Mi'raj juga kita dapat bertanya dan bertanya tanpa sikap skeptis terhadap ayat:
-- SBhN ALDzY ASRY B'ABDH LYLA MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD ALAQShA ALDzY BRKNA hWLH LNRYH MN aAYTNA ANH HW ALSMY'A ALBShYR (S. BNY ASRAaYL 17:1), dibaca:
-- subha-nal ladzi- asra- bi'abdih- lailam minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqsha- alladzi- ba-rakna- haulahu- linuriyahu- min aya-ya-tina- nnahu- huwas sami-'ul bashi-ru (s. bani isra-i-l), artinya:
-- Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjid Al-Haram ke Al-Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan sebahagian dari tanda-tanda kebesaran Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Contohnya di bawah:
******************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
065 Mi'raj dengan Angkasa Luar

Tulisan ini saya ambil dari penggalan ceramah saya di Masjid Raya dalam rangka Peringatan Isra'-Mi'raj yang diselenggarakan oleh Panitia Hari-Hari Besar Islam, pada malam Sabtu, 29 Rajab 1413 / 22 Januari 1993.

Angkasa luar, atau ruang alam syahadah ini (physical world) relatif sifatnya. Relatif terhadap waktu, relatif terhadap tempat dan relatif terhadap kecepatan gerak. Makin cepat geraknya makin berkurang ukuran panjangnya dalam arah gerak, makin bertambah besar massanya dan waktu berjalan makin lambat. Selain waktu relatif terhadap kecepatan gerak, waktu juga relatif terhadap medan gravitasi. Makin besar medan gravitasi, waktu makin berjalan lebih lambat. Di Saturnus misalnya, yang medan gravitasinya lebih besar dari medan gravitasi bumi, waktu di sana berjalan lebih lambat dari di sini. Ruang alam syahadah ini lengkung ibarat bola berdimenasi empat, [panjang x lebar x tinggi x waktu x i]. Cahaya yang dipancarkan terus menerus akan tiba di tempat semula dalam waktu 200 bilyun tahun, apabila ruang alam syahadah ini statis. Dalam kenyataannya menurut pengamatan alam kita ini sedang berekspansi, mengembang.

Dengan begitu jelaslah bahwa RasuluLlah SAW pada waktu Mi'raj bukanlah merupakan perjalanan angkasa luar di alam syahadah ini, karena kecepatan cahaya di alam syahadah adalah kecepatan maximum, lagi pula Mi'rajnya RasuluLlah hanya kurang dari 12 jam padahal jarak seperti yang dipaparkan di atas menyangkut waktu bilyunan tahun, lagi pula ruang ini lengkung. Walhasil RasuluLlah SAW Mi'raj menembus ruang alam syahadah yang nisbi ini. Menembus masuk alam ghaib yang mutlak, tidak nisbi, alam yang bebas dari ruang dan waktu. Pertanyaan DI MANA tidak punya arti sama sekali, juga pertanyaan KAPAN tidak punya arti juga, yang lalu, sekarang dan yang akan datang "menyatu". Hanya Allah yang Maha Tahu yang mengetahui keadaan ghaib yang demikian itu. Jadi tidak usah pusing-pusing memikirkan bagaimana bisa RasuluLlah "bertemu" dengan Nabi-Nabi terdahulu, melihat surga dan neraka, yang bagi kita di alam syahadah ini surga dan neraka itu sebagai tempat yang akan berisi kelak di waktu yang akan datang.

Janganlah akal kita disuruh berpikir melampauai batas kapasitasnya. Karena kapasitas akal hanya sebatas informasi yang dapat dideteksi oleh pancaindera. Berpikir melampaui batas kapasitas akal minimal tidak efisen maksimal akan merusak iman. Allah berfirman dalam S. Banie Israiel ayat 1:

-- SBhN ALDzY ASRY B'ABDH LYLA MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD ALAQShA ALDzY BRKNA hWLH LNRYH MN aAYTNA ANH HW ALSMY'A ALBShYR (S. BNY ASRAaYL 17:1), dibaca:
-- subha-nal ladzi- asra- bi'abdih- lailam minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqsha- alladzi- ba-rakna- haulahu- linuriyahu- min aya-ya-tina- nnahu- huwas sami-'ul bashi-ru (s. bani isra-i-l), artinya:
-- Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjid Al-Haram ke Al-Masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan sebahagian dari tanda-tanda kebesaran Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Asra dalam ayat tersebut, artinya memperjalankan. Bentuk-bentuk yang lain adalah asri terletak dalam 5 ayat dan yasri dalam sebuah ayat. Dari kelima ayat yang memuat asri semuanya berhubungan dengan perjalanan malam, yaitu perjalanan Nabi Luth AS serta dengan pengikutnya (S. Hud,81 dan S. Al Hijr,65), dan perjalanan Nabi Musa AS dengan ummatnya keluar dari Mesir (S. Taha,77, dan S. Asy Syu'ra',52, dan S. Ad Dukhan, 23). Dan bentuk yasri menyangkut perjalanan mengenai malam itu sendiri (S. Al Fajr,4). Adapun perjalanan malam Nabi Luth AS dan Nabi Musa AS mengandung pengertian yang biasa saja. Tidak sama dengan pengertian asra' bagi Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kekhususan, yang pertama tidak diikuti oleh manusia lain dan yang kedua seperti telah dikemukakan di atas yakni dari segi proses bukanlah suatu proses yang alamiayah, melainkan proses yang ghaib, karena S.Banie Israiel,1 dimulai dengan Subhana, suatu pernyataan ta'jub, bahwa asra itu bukan proses alamiyah biasa.

Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya Mi'raj adalah bagian dari Isra. Memang ada pendapat, dan pada umumnya pendapat itu demikian, bahwa yang dimaksud dengan Isra adalah perjalanan RasuluLlah dari Makkah ke Palestina dan selanjutnya dari Palestina Mi'raj naik ke langit. Dan karena S. Banie Israiel ayat 1 tentang Isra' ini turunnya berbeda sekitar 5 tahun dengan turunnya S. AnNajm, bahkan ada yang berspekulasi behwa peristiwa Isra dengan Mi'raj itu terjadi dalam waktu yang berbeda.

Coba dipikir jika pengertian Isra dipersempit menjadi sekadar perjalanan di atas bumi, yaitu dari Makkah ke Darussalam (Jerusalem), lalu apa peranan kalimah Subhana pada permulaan ayat, dan linuriyahu min ayatina, untuk memperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Kata Subhana pada permulaan ayat menunjukkan bahwa peristiwa asra bi'abdihi bukan proses 'alamiyah yang normal, dan juga tanda-tanda kebesaran apa yang disaksikan RasuluLlah SAW kalau Isra itu hanya sekadar jarak antara Makkah dan Darussalam saja, RasuluLlah SAW tidak akan menyaksikan al ayah al Kubra, ayat yang maha besar yang disaksikan RasuluLlah dalam Mi'raj.

Di dalam matan Hadits tidak dipakai istilah Al-Masjidu l-Aqsha untuk yang di Palestina melainkan Al-Baytu l-Maqdis. Jadi Rasulullah diperjalankan malam oleh Allah dari Al-Masjidi l-Haram ke Bayti l-Maqdis tempat transit, di atas permukaan bumi sehingga mempergunakan "mekanisme" transportasi, yaitu buraq. Lalu dari tempat transit itu RasuluLlah menembus ke alam ghaib, Mi'raj ke tempat sujud yang terjauh, Al-Masjid Al-Aqsha. Al-Aqsha adalah ism tafdhiel, superlatif, yang terjauh.

-- GhLBT ALRWM * FY ADNY ALARDh WHM MN B'AD 'ALYHM SYGhLBWN (S. ALRWM, 20:2-3), dibaca:
-- ghulbatir ru-m * fi- adnal ardhi wahum mim ba'di 'alaihim sayaghlibu-na (s. arru-m), artinya:
-- telah dikalahkan bangsa Rumawi * di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang

Ayat (30: 2-3) tersebut menunjuk pada kejadian sejarah, yaitu Hiraqla (575? - 641)M., Kaisar Rum (610 - 641)M. dikalahkan pasukannya di Chalcedon oleh pasukan Khosrau Parvez, Raja Sassan (590 - 628)M. Chalcedon itu terletak di mulut Asia Kecil hanya dipisahkan oleh selat Bosporus dari ibu kota Kerajaan Rum, Konstantinopel. Jadi kalau kita ada di Makkah, maka Chalcedon lebih jauh letakknya dari Baytu l-Maqdis. Mengapa bagi Chalcedon yang lebih jauh dikatakan adna, dekat sedangkan Palestina yang lebih dekat dikatakan aqsha? Itu artinya Al-Masjid Al-Aqsha(*) tidak di Palestina, yang ada di Palestina adalah Al Baytu l-Maqdis.

Al-Baytu l-Maqdis lokasinya lebih luas dari lokasi masjid yang sekarang dinamakan "Masjid al Aqsha". Sedangkan Al-Masjid Al-Aqsha dalam S. Banie Israiel ayat 1 adalah di ujung perjalanan Mi'raj Raulullah SAW, waktu beliau sujud dihadapan Allah SWT untuk menerima secara langsung kewajiban shalat, yang juga di situlah di Al-Masjidi l-Aqsha berlangsung dialog antara Allah SWT dengan Rasulullah SAW yang terpateri di dalam shalat, yang kita ucapkan dalam shalat:
- Nabi: Attahiyatu liLlahi wa shshalawatu wathhayyibatu
- Allah: Assalamu 'alayka ayyuhannabiyyu wa RahmatuLlahi wa Barakatuhu
- RasuluLlah: Assalamu 'alayna wa 'ala 'ibadi Llahi shshalihiyna . Asysyahadu an la ilaha illaLlah
- Allah SWT: Asysyahdu anna MuhammadarRasulullah.

Alhasil, Isra terdiri atas dua bahagian, yaitu bagian perjalanan dalam physical world dari Makkah ke Al-Baytu l-Maqdis, dan bagian "perjalanan" menembus alam ghaib yang disebut Mi'raj. Tanda kutip dalam tulisan "perjalanan" bermakna bahwa "perjalanan" itu tidaklah bersifat "space-time like", melainkan "perjalanan" yang bebas dari ruang dan waktu. Mi'raj adalah bagian dari Isra menempuh alam ghaib, artinya Mi'raj itu sekali-kali bukan perjalanan angkasa luar. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 24 Januari 1993
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
--------------------------------------
(*)
Bangunan Al-Masjid Al-Aqsha di Jeruzalem itu adalah proyeksi ke alam nyata dari Al-Masjid Al-Aqsha di alam ghaib "tempat" RasuluLlah SAW sujud kehadhirat Allah SWT, di mana terjadi dialog yang kita ucapkan di dalam shalat seperti dijelaskan di atas.
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/065-miraj-dengan-angkasa-luar.html

*******

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
113. Pendekatan Ilmiyah terhadap Isra?

Ini adalah sebagian dari isi makalah yang saya sajikan dalam diskusi panel tentang Isra Mi'raj di lantai 3 Gedung Harian Fajar, yang bertemakan: Benarkah Peristiwa Isra Mi'raj Itu Tak Ada Hubungan Dengan Iptek?. Teknologi tidak saya singgung, karena teknologi itu adalah proses yang memberikan nilai tambah pada suatu komoditi, jadi terlalu teknis-ekonomis, sehingga tidak relevan untuk mengambil tempat dalam pembahasan.

Tradisi ilmu Mesir Kuno dan Sumaria yang hanya berasaskan observasi diperkembang oleh para pakar Yunani Kuno dengan menambahkan unsur penafsiran yang logis dan sistematis terhadap hasil observasi itu. Akhirnya disempurnakan oleh para pakar Muslim Kuno dengan menambahkan unsur ujicoba terhadap bercorak ragam hasil penafsiran observasi. Maka terbentuklah asas pendekatan ilmiyah berikut ini:
1) bersikap ragu,
2) pengamatan,
3) penafsiran,
4) ujicoba.

Sikap ragu akan berakhir dengan menerima, atau menolak, tergantung hasil ujicoba teori hasil penafsiran observasi.

Dapatkah dilakukan Pendekatan Ilmiyah terhadap Isra?
Langkah pertama, meragukan penistiwa Isra. Ini sangat berbahaya karena menyangkut aqidah. Orang Islam yang meragukan kebenaran Al Quran walaupun satu kalimah saja maka rusakla aqidahnya lalu menjadi murtadlah ia. Jadi secara asasi, orang Islam kalau tidak mau jadi murtad, jangan sekali-kali melakukan pendekatan ilmiyah terhadap Isra.

Langkah kedua, observasi, ini menyangkut teknis. Obyek yang dapat diobservasi adalah proses yang sinambung dan di mana saja, artinya bersifat terbuka bagi siapa saja yang akan mengobservasi. Isra hanya satu kali, atas seorang saja yaitu Nabi Muhammad SAW, dan tak seorang juapun yang menyaksikannya. Apanya yang akan diobservasi? Jadi secara teknis, langkah kedua mustahil.

Langkah ketiga, apa yang mau ditafsirkan, kalau observasi tidak mungkin!

Langkah keempat, apa yang mau diujicoba, tafsiran observasi tidak ada!

Maka perlu membuat redefinisi tentang Ilmu Pengetahuan. Melepaskan Ilmu Pengetahuan dari kungkungan sekularisme, agnostisisme dan atheisme, warisan budaya Renaissance. Redefinisi Ilmu Pengetahuan ini bertolak dan asas tawhid. Allah SWT adalah Sumber Ilmu dan Sumber Informasi. Allah SWT memberikan rahmat kepada manusia dengan memberikan informasi yang disebut ayat. Ada dua jenis ayat, yaitu isi Al Quran (S. Al Baqarah 41) disebut Ayat Qawliyah, ayat verbal dan alam syahadah (S. Ar Ruwm 24), disebut Ayat Kawniyah, ayat kosmologis.

Dengan redefinisi itu , maka terbentuklah Pendekatan Imaniyah-llmiyah seperti berikut:
a) berlandaskan tawhid,
b) pengamatan,
c) penafsiran,
d)bersikap ragu terhadap pemikiran manusia,
e) ujicoba.

Hasil pengamatan ditafsirkan. Penafsiran membuahkan teori. Teori adalah hasil pemikiran manusia, dan itu perlu diragukan, artinya belum tentu benar. Jadi harus diujicoba, yaitu dengan jalan merujukkannya pada sumber informasi. Ujicoba penafsiran Al Quran dirujukkan pada ayat-ayat Al Quran (Ayat Qawliyah) yang lain dan Hadits yang shahih. Bila mungkin dirujukkan pula pada ayat ayat alam (Ayat Kawniyah). Demikian pula bjicoba terhadap penafsiran alam dirujukkan kepada ayat-ayat alam yang lain, dan bila mungkin dirujukkan kepada ayat Al Quran.

Dengan pendekatan baru hasil redefinisi Ilmu Pengetahuan dapatlah kita bahas Isra. Tidak seluruh pembahasan dalam makalah itu disajikan dalam kolom ini. Kita akan terus mulai dari langkah ketiga, yaitü penafsiran.

Di samping istilah Isra juga dikenal istilah yang dipakai dalam Hadits, yaitu Mi'raj, yang kata dasarnya 'araja, artinya naik. Pengertian naik bukan menuju ke atas kepala, artinya bukan menuju ke angkasa luar. Akhir dari Isra yaitu Al-Masjidu l-Aqsha di Sidratu I-Muntaha tatkala RasuluLlah sujud. Dalam Hadits di katakan RasuIuLlah Isra ke Al-Bayti l-Maqdis. Kalau Hadits ini shahih, maka Al-Baytu l-Maqdis tidak identik dengan Al-Masjidu l-Aqsha. Artinya pada waktu RasuluLlah diisrakan ialah dari Al-Masjidi l-Haram ke Al-Bayti l-Maqdis dan seterusnya ke Al-Masjidi l-Aqsha.

Penafsiran di atas itu layak diragukan, karena itu adalab pendapat manusia. Jadi perlu diujicoba. Tidak semua ujicoba dalam makalah saya dalam diskusi panel itu yang akan dikemukakan dalam kolom ini, melainkan hanya masing-masing satu ujicoba yang dirujukkan pada ayat Al-Quran dan ayat alam.

Mi'raj walaupun ini istilah yang dipakai dalam Hadits, akan tetapi pokok katanya 'araja, adalah bahasa Al Quran. Dalam S. Al Ma'a-rij 4 dapat kita baca:
-- Ta'ruju lMala-ikatu wa rRuwhu ilayhi fiy Yawmin Kaana Miqdaaruhu- Khamsiyna Alfa Sanatin.
-- Para malaikat dan ruh (Jibril) naik kepadaNya dalam sehani yang setara dengan Iima puluh ribu tahun.

Artinya Mi'raj itu bukanlah suatu proses yang alamiyah, melainkan proses yang ghaib, menembus keluar meninggalkan alam syahadah, bahkan meninggalkan alam malakut. Dalam Hadits dikatakan bahwa Jibril tidak mampu menemani terus RasuluLlah, artinya Jibril tidak mampu keluar meninggalkan alam malakut; itulah makna kalimah Subhana dalam S.Baniy Isra-iyl, 1. Jadi Al- Masjidu l-Aqsha tidaklah di alam syahadah, artinya tidak di Palestina.

Alam syahadah ini relatif sifatnya. Relatif terhadap waktu, tempat, dan kecepatan gerak. Makin cepat gerak benda, makin berkurang ukuran panjangnya dalam arah gerak, makin bertambah besar massanya dan waktu berjalan makin lambat. Alam syahadah ini lengkung ibarat bola berdimenasi empat, (panjang, lebar, tinggi, waktu). Cahaya yang dipancarkan terus menerus akan tiba di tempat semula dalam waktu 200 bilyun tahun, apabila alam syahadah ini statis. Dalam kenyataannya menurut pengamatan alam kita ini sedang berekspansi, mengembang.

Rasulullah Mi'raj kurang dari 8 jam, padahal jarak di alam syahadah ini menyangkut waktu bilyunan tahun, dan kecepatan cahaya di alam syahadah adalah kecepatan maximum. Kalau RasuluLlah Mi'raj ke angkasa luar, akan tetap terkungkung dalam alam ini, karena ruang ini lengkung. Jadi jelaslah bahwa RasuluLlah SAW pada waktu Mi'raj bukanlah merupakan perjalanan angkasa luar di alam syahadah ini. RasuluLlah SAW Mi'raj menembus ruang alam syahadah yang nisbi ini. Menembus masuk alam ghaib yang mutlak, tidak nisbi, alam yang bebas dan ruang dan waktu.

*** Makassar, 23 Januari 1994
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/113-pendekatan-ilmiyah-terhadap-isra.html

###############################################################################################

Wassalam
Abdul Mu'iz

--- Pada Ming, 25/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id> menulis:

Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Minggu, 25 Juli, 2010, 5:26 AM

----- Original Message -----

From: "papabonbon" <masarcon@gmail.com>

To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>

Sent: Saturday, July 24, 2010 19:42

Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

beda definisi skeptis antara pak muiz dan pak hmna.

####################################################################

HMNA:

Pokok perbincangan : "terhadap obyek iman yaitu terhadap ayat Qawliyah (verbal, wahyu, Al-Quran) dilarang bersikap skeptis.

Definisi skeptis dan dalil dilarang skeptis menurut ayat:

-- DzLK ALKTB LA RYB FYH HDY LLMTQYN (S. ALBQRt, 2:2), dibaca: dza-likal kita-bu la- rayba fi-hi hudal lilmuttaqi-n (tanda - dipanjangkan membacanya), artinya:

-- Inilah Al-Kitab(*), tidak ada syak / skeptis padanya, ia pula menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa;

-----------------

(*)

Dari akar kata [KTB = tulis] artinya yang ditulis, nama lain dari Al-Quran dari akar kata [QRA = baca] artinya yang dibaca.

-- This is the Book; In it is guidance sure, without skeptical, to those who fear Allah.

#################################################################################

btw, saya merasa lebih

akrab dengan contoh contoh skeptis ala pak muiz. boleh jadi saya setuju

dengan pandangan pak muiz tentang masalah skeptis ini.

karena beragama dan percaya Tuhan buahnya adalah ketenangan. dan ketenangan

didapatkan setelah ada keyakinan.keyakinan hadir ketika kita gelisah,

bertanya, skeptis, mendapatkan pencerahan.

salam,

papabonbon.wordpress.com

2010/7/24 Abdul Muiz <muizof@yahoo.com>

>

>

> Abah HMNA,

>

> 1) apakah ada dalil naqli yang menjelaskan bahwa menerima iman itu tanpa

> melibatkan aqal, bukankah banyak al qur'an itu menganjurkan supaya : ......

> afala atau la'allakum ta'qilun/tatafakkarun/ta'lamun dsb atau ..............

> inna fii zalika laayatun li ulil albab atau ulil abshar dsb dsb ??.

> Rasa-rasanya hanya doktrin komunis saja yang menuntut warganya untuk menelan

> dan menerima dogma tanpa boleh bersikap kritis menggunakan aqal. Kalau

> mengesampingkan aqal berarti tidak mukallaf dong, bukankah orang yang

> menjadi terbebani kewajiban syari'at adalah salah satu syaratnya adalah

> orang tsb haruslah beraqal sehat ??

>

> 2) Ada sebuah riwayat yang menyebutkan kisah seorang perampok yang membunuh

> 99 orang di saat kegalauannya dia mencoba tobat dan mendatangi berbagai

> ulama' yang diharapkan dapat membantu dirinya keluar dari kemelut jiwanya

> yang goncang dan tentunya ingin kembali ke jalan yang benar. Namun ketika

> curhat kepada salah seorang ulama' dia mendapat jawaban yang justru membuat

> batinnya makin gelisah, karena menadapat jawaban, "taubatmu tidak diterima

> karena dosamu sudah keterlaluan alias melampau batas normal", maka sang

> penjahat ini membunuh sang ulama' tsb sehingga genap total yang dibunuh

> berjumlah 100 orang. Wal hasil diapun menemui ajal sebelum tobat sesuai

> tuntunan syar'i.

>

> Disebutkan pula dalam riwayat tersebut, setelah malaikat pencabut nyawa

> menjalankan tugasnya, malaikat penjaga neraka dan malaikat penjaga syurga

> saling mengklaim bahwa sang penjahat (atau mantan penjahat) tsb masuk neraka

> apa syurga. Malaikat jibril diriwayatkan menengahi perseteruan tsb yaitu

> dengan cara menyuruh kedua malaikat yang berebut tsb supaya mengukur jarak

> perjalan si penjahat saat menemui ajal dengan tujuan yang dia tempuh. Akhir

> kisah ternyata sang penjahat tsb lebih dekat ke masjid (niat yang hendak

> dituju) dibanding jarak tempat maksiat (tempat membunuh orang terakhir).

> Sehingga diputuskan si penjahat tsb masuk syurga. (mohon koreksi atas

> kebenaran riwayat tsb).

>

> Apa tanggapan abah HMNA atas kisah tersebut berkaitan dengan sikap skeptis,

> bukankah sang penjahat yang berniat tobat tersebut mencari pencerahan dari

> seorang ulama' yang ternyata jawaban tsb meragukan batin dia yang bergejolak

> alias si penjahat tsb bersikap skeptis pada keterangan ulama' tsb. Semoga

> analagi ini pas,

>

> Dengan sopan saya memohon koreksi dari member WM sekalian :)

>

>

> Wassalam

> Abdul Mu'iz

>

> --- Pada Sab, 24/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>>

> menulis:

>

> Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>

> >

> Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

> Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

> Tanggal: Sabtu, 24 Juli, 2010, 5:16 PM

>

>

>

>

> ----- Original Message -----

>

> From: "Abdul Muiz" <muizof@yahoo.com <muizof%40yahoo.com>>

>

> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>

>

> Sent: Saturday, July 24, 2010 11:59

>

> Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> Saya kok gak merasa ada yang bertentangan atas apa yang saya tulis, bahwa

> pada batas-batas tertentu boleh saja skeptis pada iman perlu saya

> klarifikasi demikian ;

>

> Iman itu kan percaya pada semua yang datang dari Allah, yang datang dari

> Allah itu kan secara verbal ya yang tertulis di kitab suci, tetapi yang non

> verbal itu kan banyak ayat-ayat ilahi yang bertebaran di jagat raya sehingga

> perlu effort untuk menguak banyak misteri.

>

>

> #################################################################################

>

> HMNA:

>

> Saya cuplik dari Seri 004:

>

> Memang benar, Iman itu kan percaya pada semua yang datang dari Allah. Yang

> datang dari Allah itu adalah ayat Qawliyah (ayat verbal, Al-Quran) dan ayat

> Kawniyah (ayat kosmologik, ayat non-verbal), yaitu physical world, alam

> syahadah, universe. Ayat Qawliyah adalah obyek iman dan ayat Kauwinyah

> adalah obyek ilmu.

>

> Sikap kita harus skeptik, jika kita menghadapi obyek ilmu. Skeptik berarti

> ragu, tidak menolak, tetapi belum menerima, dan sebaliknya tidak menerima,

> tetapi belum menolak. Sikap ragu itu akan berakhir dengan menerima, atau

> menolak, tergantung hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: Betulkah

> begitu? Apa fakta-fakta yang menguatkan pembuktian itu?

>

> Sebalikanya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman.

> Terhadap apa yang harus diimani, akal kita tidak boleh bertanya seperti

> rentetan pertanyaan dalam berilmu di atas itu.

>

>

> ###############################################################################

>

> Maka untuk percaya itu tidak cukup hanya menelan dan menerima iman saja

> tanpa melibatkan aqal, karena pesan ilahi yang verbalpun bisa memiliki

> banyak penafsiran atau pemahaman, ada pemahaman ala sunni, ala syi'ah, ala

> muktazilah dsb dsb.

>

>

> ############################################################################

>

> HMNA:

>

> Betul sekali, ayat Qawliyah (verbal) bisa memiliki banyak penafsiran atau

> pemahaman. Akan tetapi penafsiran atau interpretasi dari ayat Qawliyah itu

> tidak bertitik tolak dari sikap skeptis (meragukan) akan kebenaran ayat

> Qawliyah tsb, melainkan bertitik tolak dari keimanan (sama sekali tidak

> meragukan, sama sekali tidak skeptis) akan ayat Qawliyah tsb. Penafsiran itu

> tujuannya untuk menjelaskan makna ayat Qawliyah, bukan untuk membuktikan

> kebenaran ayat Qawliyah tsb. Jadi harus dapat dibedakan antara sikap skeptis

> yang menghendaki pembuktian dengan sikap menerima kebenaran tanpa pembuktian

> dalam hal penafsiran.

>

>

> ############################################################################

>

> Makanya Iman kepada 6 perkarapun sebenarnya menyisakan pertanyaan yang

> beraneka ragam, terutama yang menyangkut persoalan furu' atau cabang bukan

> persoalan ushul atau pokok. Contoh misalnya kabar mengenai turunnya nabi isa

> pada saat menjelang kiamat adalah persoalan iman tetapi ada yang percaya dan

> ada yang tidak. Semua sepakat bahwa yang percaya atau tidak perihal turunnya

> Nabi Isa pada saat menjelang kiamat tidak akan mengubah predikat keimanan

> seseorang.

>

>

> ###############################################################################

>

> HMNA:

>

> Percaya atau tidak perihal turunnya Nabi Isa pada saat menjelang kiamat

> tidak akan mengubah predikat keimanan seseorang, karena kedudukan Hadits ttg

> turunnya Nabi Isa adalah Hadits Ahad dan telah disepakati bahwa yang bisa

> dijadikan dalil dalam hal aqidah adalah Hadits mutawatir (kolektif).

>

> Selanjutnya kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan saya sampaikan sekedar

> menambah info bahwa iman itu perlu effort untuk meraih dan mencapainya. Iman

> itu tidak tiba-tiba nongol di hati begitu saja tanpa melalui proses, nah

> proses itu adalah berangkan dari dzon atau prasangka yang tidak lain adalah

> skeptis itu yang tidak boleh berhenti pada level dzon maka perlu dilanjutkan

> dengan ainul yaqin, diupgrade terus hingga mencapai yang namanya haqqul

> yaqin.

>

>

> ##############################################################################

>

> HMNA:

>

> Saya sudah kemukakan dalam postingan lalu, bahwa berbahaya sikap skeptis

> demikian itu terhadap obyek iman, karena ajal di tangan Allah. Kalau

> sementara dalam keadaan skpetis lalu meninggal dunia, maka matinya dalam

> keadaan menyangsikan Kebenaran wahyu Allah, dan itu kematian yang celaka.

> Semua orang yang waras tentu menginginkan dalam keadaan husnul khatimah

> tatkala menjelang maut.

>

>

> ######################################################################################

>

> Tentang kisah Nabi Ibrahim saat meminta kepada Allah supaya diperlihat

> bagaimana Allah menghidupkan orang mati (QS 2:260) menunjukkan bahwa Ibrahim

> sedang dilanda kegundahan spiritual sehingga meskipun ia sudah merasa

> beriman tetap meminta bukti, ini ada unsur skeptis bagaimana Allah

> menghidupkan orang mati, makanya Allah bertanya "apakah kamu belum percaya"

> yang dijawab oleh Ibrahim, " balaa yang artinya benar, akan tetapi agar

> bertambah tetap (tathmainna) hati saya" ini kan menunjukkan bahwa ada unsur

> skeptis yang berlanjut pada pembuktian sehingga tercapailah apa yang

> dinamakan haqqul yaqin itu. Allahpun menjawab kegundahan Nabi Ibrahim ini

> dengan kisah burung tersebut. Seharusnya kalau tidak skeptis alias gundah

> tersebut ya Allah tidak perlu menunjukkan dan memerintahkan dengan

> melibatkan cerita burung tersebut.

>

> #################################################################

>

> HMNA:

>

> Itu bukan sikap skeptis, melainkan sikap haqqa tuqatihi.

>

> #################################################################

>

> Tentu saja kalau sudah diinformasikan Allah petunjuk yang jelas kemudian

> ditolak atau masih meragukan hingga ajal tiba itulah yang disebut su'ul

> khotimah alias bukan khusnul khotimah.

>

> Mohon maaf kalau pengalaman spiritual para nabi yang berangkat dari

> kegundahan saya sebut sebagai "skeptis"

>

>

> ##############################################################################

>

> Saya tidak menyangkal bahwa SEBELUM menjadi nabi Nabi Idrahim bersikap

> skeptis terhadap keyakinan kaumnya (termasuk) ayahnya ada yang menyembah

> bintang, bulan dan matahari. Keyakinan kaumnya itulah disikapi dengan

> skeptis oleh pemuda Ibrahim

>

>

> ##################################################################################

>

> tidak disepakati abah HMNA. Karena berangkat dari kegundahan atau keresahan

> hati itulah maka wahyu itu datang, Contohnya ya Nabi Ibrahim ketika mencari

> Tuhan, Nabi Musa yang berkeinginan melihat ujud fisik Tuhan di bukit

> thursina, adalah upaya mencari dan meraih serta menemukan al haq itu.

> Termasuk nabi Muhammadpun yang perna didera berbagai penderitaan :

> meninggalnya pamanda Abu Thalib yang sering bertindak sebagai support

> pelindung dan meninggalnya istri terkasih Khadijah sebagai tulang punggung

> ekonomi serta ketika gagal berdakwah di Mekkah yang dilanjutkan berdakwah di

> Thaif pun ditolak bahkan dilempari batu dan dihina habis-habisan. Merasa

> gagal total itulah Rasulullah berada pada titik nadir dalam curhat beliau

> mengadu kepada Allah bahwa beliau merasa gagal dan tidak pantas dibebani

> menyebarkan islam, ini kan tidak lain sudah menjadi fitrah

>

> ####################################################################

>

> HMNA:

>

> Itukan BUKAN sikap skeptis

>

> ##############################################################

>

> manusia butuh atau merindukan "sesuatu kekuatan/power/spirit" untuk

> meneguhkan dirinya melalui proses perenungan atau muhasabah ini, ada semacam

> keraguan jangan-jangan gagal beneran nih, jangan-jangan saya tidak pantas

> menjadi Nabi (ada unsur skeptis -- sekali lagi kalau istilah ini kurang pas

> -- atau was-was yang terus diupayakan menuju mencapai yang namanya

> keyakinan/kemantaban itu) yakni kalau tidak ada bantuan dari Yang Maha Kuat

> niscaya manusia tidak ada artinya. Sehingga turunlah hadiah dari Allah yaitu

> peristiwa Isra' dan Mi'raj itu.

>

> Wassalam

>

> Abdul Mu'iz

>

> --- Pada Sab, 24/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>>

> menulis:

>

> Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>

> >

>

> Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

>

> Tanggal: Sabtu, 24 Juli, 2010, 9:33 AM

>

> ----- Original Message -----

>

> From: "Abdul Muiz" <muizof@yahoo.com <muizof%40yahoo.com>>

>

> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>

>

> Sent: Saturday, July 24, 2010 09:14

>

> Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> lho, Abah HMNA menyebut Ibrahim tidak skeptis itu kan setelah menerima

> firman Allah sebagaimana yang disebutkan di Al qur'an tsb. Sebelumnya, Nabi

> Ibrahim itu ya skeptis (saat wahyu belum diterima) dengan mencari dan

> mencari sang kebenaran, coba simak di qur'an ketika Ibrahim mencari Tuhan

> dengan bertanya dan mengira-ngira, semula yang paling hebat disangka Ibrahim

> sebagai Tuhan adalah Matahari, ternyata matahari terbenam sore hari,

> kemudian menyangka rembulan yang terang di malam hari ternyat juga tidak

> nampak saat berganti siang, maka sampailah pada kesimpulan Iman, setelah

> menerima wahyu, bahwa dirinya (Nabi Ibrahim) berlindung kepada Allah dari

> syirik (hal-hal yang menyekutukan Allah), sekiranya Nabi Ibrahim tidak

> diberitahu Allah maka dirinya akan terjerumus dalam kegelapan.

>

>

> ##############################################################################################

>

> HMNA:

>

> Apa yang Pak Muiz tulis sekarang: "Sebelumnya, Nabi Ibrahim itu ya skeptis

> (saat wahyu belum diterima) dengan mencari dan mencari sang kebenaran, coba

> simak di qur'an ketika Ibrahim mencari Tuhan dengan bertanya dan

> mengira-ngira, semula yang paling hebat disangka Ibrahim sebagai Tuhan

> adalah Matahari dst." Apa yang Pak Muiz tulis sekarang itu memang benar:

> "Nabi Ibrahim itu ya skeptis saat wahyu belum diterima."

>

> Dan itu bertentangan dengan apa yang Pak Muiz tulis dalam postingan lalu:

> "Dalam batas-batas tertentu boleh saja skeptis pada iman. " Lalu Pak Muiz

> beri contoh: Dan [ingatlah] ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku,

> perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah

> berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya,

> akan tetapi agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]".

>

> Contoh ini yang saya bantah, bahwa Nabi Ibrahim tidak skeptis setelah

> menerima wahyu. Jadi dalam BATAS TERTENTUPUN tidak boleh skeptis terhadap

> obyek iman. Ini saya ulangi apa yang telah tulis dalam postingan lalu :

>

> Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya," itu BUKAN suatu pernyataan yang

> menunjukkan Ibrahim skeptis. Lebih-lebih didahului dengan kata bala, yang

> tidak ikut diterjemahkan. Bala itukan artinya BAHKAN, itu tegas menyatakan

>

> TIDAK skeptis.

>

>

> #################################################################################

>

> .

>

> Pengalaman spiritual Nabi Ibrahim ya rada mirip dengan pengalaman Nabi Musa

> saat berdialog dengan Tuhan di bukti Thursina, untuk meyakinkan diri

> (meneguhkan imannya) maka nabi Musa meminta agar diberikan kesempatan

> melihat Allah dengan mata fisiknya, ini juga dikisahkan di Al qur'an.

>

> Sikap penasaran untuk mencari tahu tentang kebenaran itu pada hakekatnya

> adalah skeptis makanya kalau sikap ragu ini diupgrade terus ya akan mencapai

> atau menuju yang namanya al haq atau haqqul yaqin.

>

> #########################################################################

>

> HMNA:

>

> Nabi Musa juga seperti Nabi Ibrahim, beliau juga tidak dalam keadaan

> skeptis tatkala meminta agar diberikan kesempatan melihat Allah. Hanya untuk

> menambah keyakinan saja. Pada pokoknya terhadap OBYEK IMAN yaitu wahyu,

> orang tidak boleh skeptis, karena dalam keadaan skeptis terhadap wahyu lalu

> meninggal dunia, dia meninggal dalam keadaan ragu terhadap Kebenaran Allah,

> dan itu meninggal dalam kedaan celaka (bukan husnulkhatimah).

>

> #########################################################################################

>

>

> Wassalam

>

> Abdul Mu'iz

>

> --- Pada Sab, 24/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>>

> menulis:

>

> Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>

> >

>

> Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

>

> Tanggal: Sabtu, 24 Juli, 2010, 7:17 AM

>

> ----- Original Message -----

>

> From: "Abdul Muiz" <muizof@yahoo.com <muizof%40yahoo.com>>

>

> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>

>

> Sent: Saturday, July 24, 2010 07:41

>

> Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> Dalam batas-batas tertentu boleh saja skeptis pada iman, contohnya Nabi

>

> ibrahim ketika ingin meneguhkan imannya, Nabi Ibrahim mencari bukti dengan

>

> observasi, sebagaimana disebutkan di al qur'an :

>

> ??????

>

> ????? ????????????? ????? ??????? ?????? ?????? ????????????? ?????

>

> ???????? ????????? ????? ?????? ????????? ??????????????? ?????????

>

> ????? ?????? ??????????? ????? ????????? ??????????? ???????? ?????

>

> ??????? ?????? ????? ??????? ?????????? ???????? ????? ??????????

>

> ??????????? ?????????? ????????? ????? ??????? ??????? ???????? (????

>

> Dan

>

> [ingatlah] ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku

>

> bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum

>

> yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi

>

> agar hatiku tetap mantap [dengan imanku]".

>

>

> #################################################################################

>

> HMNA:

>

> Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya," itu BUKAN suatu pernyataan yang

>

> menunjukkan Ibrahim skeptis. Lebih-lebih didahului dengan kata bala, yang

>

> tidak ikut diterjemahkan. Bala itukan artinya BAHKAN, itu tegas menyatakan

>

> TIDAK skeptis.

>

>

> ##################################################################################

>

> Allah berfirman: "[Kalau

>

> demikian] ambillah empat ekor burung, lalu cingcanglah [kata "fashurhunna"

>

> ada yang menafsirkan "jinakkanlah" ada yang menafsirkan "potonglah"]

>

> semuanya

>

> olehmu. [Allah berfirman]: "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit

>

> satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya

>

> mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha

>

> Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS 2: 260)

>

> Wassalam

>

> Abdul Mu'iz

>

> --- Pada Sab, 24/7/10, H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>>

>

>

> menulis:

>

> Dari: H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id<mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>

> >

>

> Judul: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

>

> Tanggal: Sabtu, 24 Juli, 2010, 6:16 AM

>

> ----- Original Message -----

>

> From: "papabonbon" <masarcon@gmail.com <masarcon%40gmail.com>>

>

> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>

>

> Sent: Friday, July 23, 2010 14:32

>

> Subject: Re: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> ngeri juga yah. secara kuliah s2 dan s3 wajib ikutan mata kuliah filsafat

>

> ilmu. doktor juga kalau di luar negeri gelarnya Ph.D doktor filsafat.

>

> jadi pada tersesat tuh. ngeri bener. (memperingatkan dengan sopan supaya

>

> berhati hati bagi yang sekolah s2 dan s3 ataupun yang ingin sekolah lagi).

>

> metode ilmiah juga ketika s1 bahkan dalam pelajaran biologi dan fisika di

>

> smp mengajarkan supaya skeptis.

>

>

> ####################################################################################

>

> HMNA:

>

> Dalam hal apa orang mesti skeptis? Silakan Simak Seri 004 di bawah:

>

> ********************************************************

>

> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

>

> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU

>

> [Kolom Tetap Harian Fajar]

>

> 004. Kursi Iman dan Kursi Ilmu. Dibedakan Tetapi Tidak Dipisahkan

>

> Di dalam diri kita harus disediakan dua kursi, yaitu kursi iman dan kursi

>

> ilmu. Kedua kursi itu harus dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan,

>

>

> karena keduanya merupakan satu sistem. Kedua kursi itu harus dibedakan,

> oleh

>

> karena apabila kita menempatkan sesuatu hal tidak pada kursinya, misalnya

>

> suatu hal yang harus didudukkan pada kursi ilmu, tetapi kita dudukkan pada

>

> kursi iman, pikiran kita akan beku, tidak berkembang, karena sesuatu yang

>

> patut kita pertanyakan, kita tidak berani mempertanyakannya. Sebaliknya,

>

> jika sesuatu hal yang seharusnya didudukkan pada kurasi iman, tetapi kita

>

> dudukkan pada kursi ilmu, maka iman kita akan cacat, karena kita akan

>

> mempertanyakan sesuatu, yang sepatutnya kita tidak boleh mempertanyakannya.

>

> Uraian di atas itu berpangkal pada perbedaan sikap dalam beriman dan

>

> berilmu. Sikap kita harus skeptik, jika kita menghadapi obyek ilmu. Apakah

>

> yang menjadi obyek llmu itu? Yang menjadi obyek ilmu adalah produk akal

>

> manusia. Yaitu fakta dan hasil penafsiran manusia terhadap fakta itu, yang

>

> lazim disebut dengan teori ataupun hipotesa. Dan apakah fakta itu? Fakta

>

> adalah hasil observasi dari sumber informasi yang dapat ditangkap oleh

>

> pancaindera secara langsung, maupun secara tidak langsung. Maksudnya

>

> dideteksi terlebih dahulu oleh instrumen dalam laboratorium. Skeptik

> berarti

>

> ragu, tidak menolak, tetapi belum menerima, dan sebaliknya tidak menerima,

>

> tetapi belum menolak. Sikap ragu itu akan berakhir dengan menerima, atau

>

> menolak, tergantung hasil jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut: Betulkah

>

> begitu? Apa fakta-fakta yang menguatkan pembuktian itu?

>

> Sebalikanya, kita tidak boleh bersikap skeptik terhadap obyek iman.

> Terhadap

>

> apa yang harus diimani, akal kita tidak boleh bertanya seperti rentetan

>

> pertanyaan dalam berilmu di atas itu. Dan apakah obyek iman itu? Obyek iman

>

>

> itu berasal dari sumber informasi berupa wahyu dari Allah SWT yang

>

> diturunkan kepada para nabi dan rasul. Informasi wahyu ini tentu saja yang

>

> otentik berasal dari nabi dan rasul yang menerima wahyu itu. Apakah

> kriteria

>

> sumber informasi wahyu yang otentik itu? Tidak boleh ada

>

> penafsiran/interpretasi manusia yang disisipkan ke dalamnya. Tidak boleh

> ada

>

> perubahan kalimat ataupun kata, baik berupa penambahan, atau pengurangan.

>

> Harus dalam bahasa asli bangsa dari rasul yang diutus itu. Satu-satunya

>

> sumber informasi wahyu yang dapat memenuhi kriteria itu adalah Al Quran.

>

> Semua wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW ada dalam Al Quran yang

>

> dituliskan oleh para juru tulis Rasulullah. Itulah sebabnya Al Quran (yang

>

> dibaca) disebut pula Al

>

> Kitab (yang dituliskan). Dan tak ada satupun yang bukan wahyu yang ikut

>

> dimasukkan dalam Al Quran. Dan Al Quran itu adalah dalam bahasa Arab yang

>

> dipergunakan oleh suku bangsa Quraisy, yaitu suku bangsa di mana Nabi

>

> Muhammad SAW tergolong dalam suku itu.

>

> -- Inna anzalnahu Quranan Arabiyyan la'allakum ta'qilun.

>

> -- Sesungguhnya Kami turunkan Al Quran dalam bahasa Arab, mudah-mudahan

> kamu

>

> pergunakan akalmu (S.Yusuf 1).

>

> Keadaan Al Quran yang dapat bertahan keotentikannya terhadap zaman, adalah

>

> konsekwensi logik bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW adalah nabi dan rasul

>

> yang terakhir, Khatamun Nabiyyien, penutup para nabi.

>

> Telah disebutkan di atas iman dan ilmu harus dibedakan, tetapi tidak boleh

>

> dipisahkan. Karena memisahkan iman dengan ilmu akan mengakibatkan pecahnya

>

> kepribadian seseorang. Di satu saat ia akan bicara sebagai seorang ilmuwan,

>

>

> di satu saat yang lain akan bicara sebagai seorang yang beriman. Misalnya

> di

>

> satu saat sebagai seorang pakar kebudayaan, akan memasukkan agama ke dalam

>

> kebudayaan, artinya agama itu adalah bagian dari kebudayaan, dan di suatu

>

> saat yang lain ia bicara sebagai orang beriman lalu mengatakan bahwa agama

>

> itu bukan bagian dari kebudayaan, karena agama itu sumbernya dari wahyu

>

> Allah SWT. Apabila ia menjumpai adanya pertentangan antara apa yang mesti

>

> dia imani dengan yang mesti dia ilmui, dia akan bingung. Salah satu

>

> alternatif ini yang akan terjadi, ia akan berhenti menjadi pakar dan akan

>

> frusturasi, lalu ia akan beragama secara dogmatik, akalnya beku, yang akan

>

> menjerumuskannya ke dalam taklid buta. Atau sebaliknya ia akan memilih

>

> ilmunya dan mencapakkan imannya, dan menjadi acuh tak acuh terhadap

>

> agamnya, menjadi orang agnostik.

>

> Apabila iman dan ilmu tidak kita pisahkan, kepribadian kita akan menjadi

>

> utuh, sehingga kita tidak akan terjerumus ke dalam sikap beragama yang

>

> bertaklid buta, dan juga tidak terjerumus ke dalam sikap yang agnostik.

>

> Kalau suatu saat kita melihat adanya pertentangan di antara keduanya, kita

>

> tambah ilmu untuk mendapatkan informasi yang relevan untuk iman kita. Atau

>

> kita tinjau kembali ilmu kita, melakukan reinterpretasi, penafsiran

> kembali,

>

> karena kebenaran ilmiyah itu sifatnya sementara, artinya relatif dalam arti

>

>

> menurut tempat, situasi, waktu dan peralatan ilmu bantu. Untuk contoh di

>

> atas, kalau kita sedikit jeli, mengapa terjadi pertentangan, karena ada

>

> agama yang berasal dari akar yang historik, maka itu adalah agama

>

> kebudayaan, ia termasuk dalam bagian kebudayaan. Ada agama yang berasal

> dari

>

> akar yang non-historik, yaitu wahyu, maka itu adalah agama wahyu, ia bukan

>

> bagian dari kebudayaan. Dan ada agama yang sebagian mempunyai akar historis

>

>

> dan

>

> sebagian bersumber dari wahyu. Agama jenis ketiga ini, sebagiannya menjadi

>

> bagian dari kebudayaan, dan sebagiannya bukan bagian dari kebudayaan.

>

> Di dalam berilmu ada sebuah pendekatan yang dirasa perlu dikemukakan di

>

> sini, yaitu pendekatan sistem. Melihat obyek ilmu secara kaffah

> (totalitas),

>

> yang mempunyai fungsi dan tujuan, yang terdiri atas komponen-komponen yang

>

> mempunyai kaitan tertentu antara satu dengan yang lain, dan yang kaffah itu

>

>

> melebihi dari sekadar kumpulan komponen-komponen itu semuanya. Pendekatan

>

> ini dapat diterapkan dalam obyek iman, oleh karena pendekatan ini tidak

> akan

>

> merusak iman kita, bahkan Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk

> memegang

>

> prinsip kaffah ini, seperti firmanNya dalam S. Al Baqarah, ayat 208:

>

> -- Ya ayyuhalladziena amanu udkhulu fie ssilmi kaffah, artinya:

>

> -- Hai orang-orang beriman, masukilah keselamatan secara kaffah/totalitas.

>

> Maka dengan metode pendekatan sistem ini, dapatlah kita menjadikan iman dan

>

>

> ilmu menjadi satu sistem, dan terlepaslah klita insya Allah, yang pakar dan

>

>

> bukan pakar, dari bahaya pecahnya kepribadian, terhindarlah kita dari

>

> alternatif atau beragama yang dogmatik, atau bersikap agnostik, acuh tak

>

> acuh mencuekkan agama.

>

> WaLlahu a'lamu bishshawab.

>

> *** Makassar, 10 November 1991

>

> [H.Muh.Nur Abdurrahman]

>

>

> http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/004-kursi-iman-dan-kursi-ilmu-dibedakan.html

>

>

> ##################################################################################

>

> 2010/7/22 Yudi Yuliyadi <yudi@geoindo.com <yudi%40geoindo.com>>

>

> >

>

> >

>

> > Bingung pa maksudnya

>

> >

>

> > Yang jelas ilmu filsafat banyak menyesatkan manusia, seperti kata imam

>

> > al-ghazaly( sesungguhnya ada 2 ilmu yang kita dapatkan dari barat, yang

>

> > satu

>

> > sesat dan yang satu baik, yang sesat itu ilmu filsafat, kita tidak bisa

>

> > memkirkan tentang zat ALLAH dengan akal kita) kita bisa merenungi tentang

>

> > adanya ALLAH melalui ciptaanya yang ada di langit dan dibumi

>

> >

>

> > _____

>

> >

>

> > From: wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com><wanita-muslimah%

> 40yahoogroups.com>

>

> > [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com<wanita-muslimah%40yahoogroups.com>

> <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>]

>

> > On Behalf Of H. M. Nur Abdurahman

>

> > Sent: Wednesday, July 21, 2010 7:25 PM

>

> >

>

> > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com><wanita-muslimah%

> 40yahoogroups.com>

>

> > Subject: [wanita-muslimah] Allah itu Personal?

>

> >

>

> >

>

> > Allah itu Personal?

>

> > Haqiqat Allah (Al-Haqq) tidak mungkin dapat dicapai oleh manusia dengan

>

> > kekuatan akalnya. Haqiqat Al-Haqq tidak mungkin diperoleh dengan upaya

>

> > akal

>

> > yang berpikir dengan mekanisme otak yang berwujud filsafat. Juga Haqiqat

>

> > Al-Haqq tidak dapat dicapai manusia dengan upaya akal yang merenung

>

> > memakai

>

> > mekanisme qalbu dalam wujud tasawuf. Haqiqat Al Haqq tidak dapat dicapai

>

> > melalui filsafat ataupun tasawuf:

>

> > -- Al Haqqu min rabbikum (Suarh Al-Kahf, 18:29), artinya: Al Haqq itu

> dari

>

> > Rabb kamu.

>

> >

>

> > Haqiqat Al Haqq tidak mungkin diketahui manusia dengan kekuatan akalnya.

>

> >

>

> > Sekali lagi ditekankan: Haqiqat Al Haqq tidak dapat dicapai melalui

>

> > filsafat

>

> > ataupun tasawuf. Oleh sebab itu Haqiqat Al-Haqq itu, karena tidak dapat

>

> > dicapai melalui filsafat ataupun tasawuf, maka Haqiqat Al-Haqq itu

>

> > didatangkan kepada manusia melalui wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, dalam

>

> > redaksional yang sekadar dapat dicerna oleh pikiran dan direnungkan qalbu

>

> > manusia melalui ayat Al-Quran seperti di bawah:

>

> >

>

> > Allah, tiada Tuhan melainkan Dia, Yang tetap hidup, Yang kekal

>

> > selama-lamanya mentadbirkan/mengurus (sekalian makhlukNya). Yang tidak

>

> > mengantuk usahkan tidur. Yang memiliki segala yang ada di langit dan yang

>

> > ada di bumi. Tiada sesiapa yang dapat memberi syafaat / pertolongan di

>

> > sisiNya melainkan dengan izinNya. Yang mengetahui apa yang ada di hadapan

>

> > mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang mereka tidak

> mengetahui

>

> > sesuatu pun dari (kandungan) ilmu Allah melainkan apa Yang Allah

> kehendaki

>

> > (memberitahu kepadanya). Luasnya Kursi Allah (ilmuNya dan kekuasaanNya)

>

> > meliputi langit dan bumi; dan tiadalah menjadi keberatan kepada Allah

>

> > menjaga serta memelihara keduanya. dan Dia-lah Yang Maha Tinggi (darjat

>

> > kemuliaanNya), lagi Maha Besar (kekuasaanNya). [Surah Al-Baqarah, 2:255]

>

> >

>

> > Allah Yang menerangi langit dan bumi. bandingan Nur / Cahaya itu adalah

>

> > sebagai sebuah "misykaat" / relung yang berisi sebuah lampu; lampu itu

>

> > dalam

>

> > geluk kaca (qandil), geluk kaca itu pula (jernih terang) laksana bintang

>

> > yang bersinar cemerlang; lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pokok

>

> > yang

>

> > banyak manfaatnya, (Iaitu) pokok zaitun yang yang tumbuh tidak di sebelah

>

> > timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah baratnya(*); hampir-hampir

>

> > minyaknya itu - dengan sendirinya - memancarkan cahaya bersinar (kerana

>

> > jernihnya) walaupun ia tidak disentuh api; (Sinaran Nur hidayah Yang

>

> > demikian bandingannya adalah Sinaran Yang berganda-ganda): Nur berlapis

>

> > Nur.

>

> > Allah memimpin sesiapa yang mau dipimpin (menurut undang-undang dan

>

> > peraturanNya) kepada Nur hidayahNya itu; dan Allah mengemukakan

>

> > berbagai-bagai misal perbandingan untuk umat manusia; dan Allah Maha Tahu

>

> > akan tiap-tiap sesuatu. [Surah An-Nur, 24:35]

>

> > -----------------------------------------------

>

> > (*)

>

> > Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar

> matahari

>

> > bukan sahaja disinari matahari semasa naiknya dan bukan sahaja semasa

>

> > turunnya, tetapi ia sentiasa terdedah kepada matahari, sehingga pohonnya

>

> > subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik

>

> >

>

> > Salam

>

> > HMNA

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment