Advertising

Wednesday 21 July 2010

[wanita-muslimah] Krisis Etika Politik

 


[ GATRA Printed Edition ]

Krisis Etika Politik

Indonesia berada dalam lumpur krisis etika politik (publik). Puncak gunung es krisis ini terlihat ketika para pejabat publik lebih mementingkan kariernya ketimbang menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya menyukseskan dan memuliakan jabatan yang diembannya. Kasus Andi Nurpati yang meninggalkan KPU merupakan salah satu yang mencolok dari kecenderungan pengabaian etika politik itu.

Setidaknya ada tiga prinsip etis yang harus dijunjung tinggi oleh setiap pejabat publik. Pertama, menghormati institusi karena institusi lebih besar dari pribadinya. Kedua, pejabat publik harus mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadinya. Ketiga, dalam menunaikan tugasnya, pejabat publik harus bersifat imparsial.

Ketika bersedia --bahkan mendaftarkan diri-- untuk jabatan-jabatan tertentu, mestinya mereka menyadari bahwa kewajiban untuk menunaikan tugas itu hingga berakhirnya masa jabatan. Dengan meninggalkan jabatan sebelum waktunya, timbul kesan bahwa jabatan baru jauh lebih diinginkan dan lebih terpandang, yang secara tidak langsung merupakan pelecehan terhadap jabatan yang akan ditinggalkannya. Mereka juga lupa, ketika terpilih menduduki jabatan yang akan ditinggalkannya itu, mereka telah menutup kesempatan orang lain yang barangkali lebih bertanggung jawab.

Bagi Andi Nurpati, situasinya lebih buruk. Pertama, cara menampilkan dirinya yang secara simbolik menunjukkan kesalehan formal ternyata tidak memenuhi ekspektasi publik dalam esensi kesalehan etiknya. Kedua, menjadi aktivis partai pada umumnya merupakan stasiun perlintasan untuk menduduki jabatan publik. Akan halnya Andi Nurpati, jabatan publik justru jadi perlintasan untuk menjadi aktivis partai. Bukan saja hal itu merupakan bentuk pelecehan terhadap institusi KPU, melainkan juga menimbulkan tanda tanya ihwal kenetralan dan imparsialitasnya selaku komisioner KPU selama ini.

Krisis etika politik itu juga tidak hanya terjadi pada agen-agen masyarakat politik, melainkan juga melanda agen-agen masyarakat sipil. Bagaimana media, khususnya televisi, menayangkan kasus video porno Ariel Peterpan secara vulgar dan over-exposure merupakan puncak gunung es krisis etika dalam kehidupan masyarakat sipil.

Contoh lain yang bisa diajukan adalah ketidakmampuan masyarakat sipil untuk tidak hanyut dalam politik uang. Masyarakat sipil dibangun atas dasar keikhlasan-kesukarelaan (voluntarism). Karena itu, kecenderungan melibatkan kuasa uang dalam pemilihan pimpinan ormas-ormas sosial-keagamaan merupakan bentuk pembunuhan terhadap watak dasar masyarakat sipil, yang membuatnya kehilangan kewibawaan eksistensial.

Dengan demikian, tampak jelas bahwa krisis etika politik itu meliputi dan melibatkan republik secara keseluruhan. Istilah republik, "res publica" (urusan publik), sendiri meliputi seluruh institusi, komunitas, dan wacana yang membentuk tatanan kehidupan publik; berarti jauh lebih luas ketimbang ranah pemerintah. Hollenbach berargumen, jika yang dimaksud dengan ranah politik itu meliputi keseluruhan aktivitas manusia dalam kehidupan publik, maka hal itu jauh lebih luas ketimbang sebatas institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Dengan demikian, institusi civil society --media, komunitas agama, dan lain-lain-- memiliki peran publik yang dapat mempengaruhi kebijakan publik dan kehidupan republik melalui pengaruhnya terhadap berbagai komunitas, wacana, serta pada pemahaman budaya warga negara.

Karena itu, usaha mengatasi krisis etika politik itu harus mengerahkan koreksi total atas karakter suprastruktur dan infrastruktur kehidupan publik. Pada tingkat suprastruktur, perlu diperkuat pemahaman pejabat publik mengenai "deontologi", yakni prinsip-prinsip kewajiban dan tanggung jawab pejabat publik. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 (Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab) mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

Etika politik dapat membantu usaha aparatur negara untuk membumikan falsafah dan ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata. Etika politik mempersoalkan tanggung jawab manusia sebagai manusia serta manusia sebagai warga negara --terhadap negara, hukum yang berlaku, dan tatanan publik lainnya.

Dengan demikian, pendidikan moral seperti yang diajarkan oleh agama tidak cukup mengajarkan kesalehan personal. Perhatian perlu diluaskan ke arah kesalehan sosial (publik). Moral publik bukanlah penjumlahan jutaan moral perseorangan, melainkankan dibangun melalui pemupukan "modal moral" secara kolektif, dengan menginvestasikan potensi kebajikan perseorangan ini ke dalam mekanisme politik yang bisa mempengaruhi perilaku masyarakat.

Yudi Latif
Cendekiawan Muslim
[Perspektif, Gatra Nomor 34 Beredar Kamis, 1 Juli 2010]

----------------------------------------------------------

URL: http://www.gatra.com/versi_cetak.php?id=139705

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment