Advertising

Sunday 18 July 2010

[wanita-muslimah] Re: Perang Unta dan Kepemimpinan Perempuan

 

Dear All,

kayaknya yang beginian urusan Mia dech

salam
./STS

----- Original Message -----
From: H. M. Nur Abdurahman
Sent: 07/19/10 05:57 AM
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Perang Unta dan Kepemimpinan Perempuan <= Re: [wanita-muslimah] Re: Kaum muslim Tiongkok bersama dengan non muslim membangun sebuah khilafah Islam yang dikenal dengan Dinasti Ming (1368-1644M).

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
640 Perang Unta dan Kepemimpinan Perempuan

Saat Nabi Muhammad SAW mendengar kabar suksesi kekaisaran Persia kepada putri Kaisar, beliau bersabda:
-- Lan Yufliha Qawmun Wallaw Amrahumu Mraatan [H.R. Bukhariy], artinya: Sekali-kali tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. Hadits ini, seperti dinyatakan oleh Imam Ibn Hajar, diungkapkan berkaitan dengan hadits-hadits lain tentang kisah kesewenang-wenangan Kaisar Persia. Ia kemudian di kudeta dan dibunuh, dan kemudian terjadi pelimpahan kekuasaan ketangan puteri Kaisar. Dalam pandangan Muhammad al-Syawaribi, hadits tersebut tidak bisa dijadikan rujukan untuk hal yang ilzamiyah (normatif), karena diriwayatkan secara ahad (individual). Hadits ahad hanya bersifat ikhbariyah (informatif), sehingga tidak memiliki konsekwensi hukum apapun. Dalam kaidah Ushul Fiqh untuk hal-hal yang sangat prinsip yaitu ilzamiyah, haruslah berlandaskan kepada teks yang diriwayatkan secara mutawatir (kolektif).

Dalam penelusuran DR. Wahbah al-Zuhaili, tak ditemukan satupun ulama terdahulu yang membenarkan kepemimpinan perempuan dalam konteks di bidang politik. Dikatakan bahwa ulama Islam telah konsensus (ijma') dengan pernyataan bahwa kelelakian merupakan salah satu syarat utama bagi kepemimpinan tertinggi dalam lapangan politik (alFiqh alIslami, VII: 6179). Sementara pemikir Islam kontemporer juga tidak sedikit yang menyuarakan hal yang sama. Sebutlah misalnya Syah Waliyullah alDahlawi, alMawdudi dan yang lain. Dengan demikian, berarti bahwa perempuan dalam pandangan Syari'ah tidak dibenarkan untuk menduduki kepemimpinan politik tertinggi. Jamaluddin Al Afghani dalam bukunya yang berjudul 'Aisyah wa alSiyasah, menulis secara lengkap tentang biografi St Aisyah dan mencoba memberikan nasehat bagi generasi mendatang tentang keberadaan perempuan dalam politik praktis.

Itu dalam wacana. Bagaimana di lapangan?
1. Kenyataan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menyerahkan kepemimpinan beliau kepada puteri beliau, Siti Fathimah, ataupun kepada Ummu lMu'minin St 'Aisyah yang keduanya-duanya adalah cerdas dan bijak. Keduanya memang cerdas dan bijak dalam konteks ukuran keseharian, namun bukan dalam konteks bidang siyasah (politik).
2. Siti 'Aisyah, walaupun sukses dapat memimpin puluhan ribu pasukan perang di bawah kendali perintahnya, tetapi ujung-ujungnya beliau kalah, karena tidak matang menterjemahkan situasi politik sebagai dasar untuk bertindak. St 'Aisyah menunjukkan terpuruknya peran perempuan di wilayah politik, yaitu menarik sekelompok orang untuk membangkang dan terjun ke dalam perang memimpin sebuah pasukan yang menentang keabsahan khalifah keempat, 'Ali bin Abu Thalib. Peperangan ini terjadi di Basrah pada hari Ahad 12 Jumadil Akhir 36 H / 4 Desember 656 M. menentang khalifah 'Ali bin Abi Thalib.

Ketika Khalifah 'Utsman bin Affan wafat, warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah bersepakat memilih 'Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Sebermula beliau menolak penunjukan itu. Namun semua mendesak untuk memimpin ummat. Pembaiatan beliaupun berlangsung di Masjid Nabawi. Sebagai Khalifah beliau mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Khalifah ketiga, 'Utsman bin Affan. Keluarga Umayyah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Iraq yaitu Abu Musa Al Asyari yang bukan keluarga Umayyah. Mereka menuntut Khalifah 'Ali bin Abu Thalib untuk mengadili pembunuh Khalifah 'Utsman. Tuntutan demikian juga diajukan St 'Aisyah. Namun Khalifah berpandangan bahwa pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Khalifah bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, beliau mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan, Gubernur Syam, yang juga pimpinan keluarga Umayyah untuk segera berbaiat kepadanya.

Muawiyyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Khalifah 'Ustman dihukum. Bahkan Muawwiyah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar untuk menentang Khalifah. Maka Khalifah segera menyusun pasukan. Khalifah berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Khalifah. Beliau tinggalkan ibu kota Madinah sepenuhnya. Sementara itu St 'Aisyah, telah bergerak memimpin 30 ribu pasukan dari Makkah. Pasukan Khalifah yang semula diarahkan ke Syam terpaksa dibelokkan untuk menghadapi pasukan St 'Aisyah, yang memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta, sehingga pasukan itu dari pihak St 'Aisyah disebut Ashhab alJamal (Pasukan Unta). Maka perang itu disebut Perang Unta. St 'Aisyah tertawan setelah tandunya penuh dengan anak panah. Adapun dari pihak Khalifah 'Ali pasukan 'Aisyah disebutnya An Nakits (N-K-TS), yang diambil dari Firman Allah:
-- FMN NKTS FANMA YNKTS 'ALY NFSH (S. ALFTh, 48:10), dibaca: faman nakatsa fainnama- yankutsu 'ala- nafsihi-, artinya barangsiapa yang menebas (bai'ah), maka (bahaya) penebasannya atas dirinya sendiri.

Kerugian peperangan itu sangat besar.
-- Pertama, kerugian jiwa, yaitu dari pihak St 'Aisyah sejumlah 16,796 orang terbunuh, dan dari pihak Khalifah 1,070 orang.
-- Kedua, perpecahan mazdhab, mereka para penyokong St 'Aisyah dan Muawiyah disebut Ahlussunnah, dan para penyokong Khalifah disebut Syi'ah (partai) 'Ali, dan yang menyedihkan ialah yang pada mulanya hanya berupa mdzhab politik, namun ujung-ujungnya menjadi madzhab theologi, yaitu Madzhab Ahlussunnah dan Madzhab Syi'ah (tanpa menyebutkan 'Ali lagi).

***

Ala kulli hal, dalam Hadits yang telah dikutip di atas, ungkapan "urusan mereka" (Amruhum), adalah urusan dalam konteks kancah politik. Alhasil, tidak akan beruntung kaum yang mendiami sebuah negeri, tidak terkecuali Indonesia ini, jika dipimpin oleh perempuan dalam urusan politik. Sedangkan St 'Aisyah yang begitu cerdas dan bijak dalam kehidupan keseharian, akan tetapi gagal dalam kepemimpinan politik, maka betapa pula oleh perempuan yang biasa-biasa saja. WaLlahu a'lamu bisshwab.

*** Makassar, 29 Agusutus 2004
http://waii-hmna.blogspot.com/2004/08/640-perang-unta-dan-kepemimpinan.html

----- Original Message -----
From: "Abdul Muiz" <muizof@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, July 19, 2010 04:51
Subject: Bls: [wanita-muslimah] Re: Kaum muslim Tiongkok bersama dengan non muslim membangun sebuah khilafah Islam yang dikenal dengan Dinasti Ming (1368-1644M).

Pada era khalifah Ali bin Abi Thalib, perang saudara terjadi dua kali :

Pertama perang Jamal, antara Aisyah (Janda Nabi Muhammad sekaligus putri Abu Bakar) Vs Ali bin Abi Thalib (menantu Nabi Muhammad sekaligus saudara sepupu Nabi Muhammad). Satu kubu dengan Aisyah adalah Thalha dan Zubair bin Awwam dua sahabat Nabi ini disebut hadist Nabi sebagai penghuni syurga termasuk lawan perang mereka yaitu Ali bin Abi Thalib. Penyebab pecahnya Perang Jamal karena tidak tercapai deal (kesepakatan) mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan. Khalifah Ali menghendaki menciptakan stabilitas negara lebih dulu baru mengadili pembunuh Utsman, sedangkan kubu Aisyah menghendaki kasus pembunuhan Khalifah Utsman lebih diutamakan. Konon siti Aisyah pada masa Nabi Muhammad masih hidup di awal pernikahannya bersama Kanjeng Nabi Muhammad terjadi fitnah ketika Aisyah ketinggalan rombongan (kafilah) karena ketiduran dan kafilah Nabi mengira Aisyah ikut serta. Rombongan Kafilah baru menyadari kalau Aisyah ketinggalan saat
menyusul kafilah mereka Aisyah disertai sahabat Nabi yang bernama Shafwan bin Muatthol yang menemukan Aisyah ketiduran di tengah jalan sendirian, sehingga timbul desas-desus (kayak berita gosip infotaintment di TV Indonesia) bahwa Aisyah selingkuh. Maka Nabi meminta pendapat sahabat-sahabat terdekatnya, bagaimana beliau sebaiknya menyikapi Aisyah, Ali pada saat itu berpendapat, "masih ada wanita lain yang lebih baik........" maksudnya ceraikan saja Aisyah. Sikap dan saran Ali ini sampai juga ke telinga siti Aisyah. Fitnahpun tidak terbukti dan Aisyah masih menjadi Istri Kanjeng Nabi Muhammad sampai akhir hayat beliau.

Akhir perang Jamal adalah dari Kubu Aisyah, terbunuh thalha dan zubair. Sedangkan Aisyah dilumpuhkan Ali dengan memotong kedua kaki onta (jamal) yang ditunggangi Aisyah. Perang berakhir dengan kemenangan di pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib, selanjutnya kubu Ali sendiri mengantarkan Aisyah ke Mekkah sehingga Aisyah tidak terdengar lagi terlibat dalam kancah politik hingga akhir hayat.

Perang yang kedua adalah perang Shiiffin, yaitu perang antara kubu Khalifah Ali bin Abi Thalib VS kubu Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Penyebabnya hampir sama dengan perang Jamal tidak ada kesepakatan (deal) tentang penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman. Dua kubu ini memang berseteru sejak nenek moyang mereka terutama penguasaan Ka'bah di Mekkah. Ali bin Abi Thalib adalah keturunan Bani Hasyim sedangkan Muawiyah adalah keturunan Bani Umayyah. Mu'awiyah adalah kerabat dekat dengan Utsman bin Affan yang menjadi isyu persoalan konflik perang shiffin. Perang saudara ini berakhir imbang dengan sama-sama menderita.

Sebenarnya secara militer kubu Ali hampir menang namun kubu Mu'awiyah melalui Amr bin 'Ash menancapkan Mushaf Qur'an di atas tombak menawarkan damai dengan berunding kembali kepada Kitabullah Al qur'an. Ali yang tahu persis sikap dan kelakuan Amr bin 'Ash menolak berunding, akan menuntaskan perang, namun para pengikutnya banyak yang menolak melanjutkan perang karena kelelahan setelah perang Jamal yang menghabiskan banyak energi. Maka Ali tidak mempunyai pilihan kecuali berunding. Disepakati kedua kubu mengirimkan delegasi untuk maju di meja perundingan. Dari kubu Muawiyah menunjuk Amr bin Ash sebagai juru bicara, sementara dari kubu Khalifah Ali bin Abi Thalib semula ingin menunjuk Abdulllah bin Abbas namun ditolak pengikutnya, yang kemudian mayoritas pengikutnya menghendaki Abu Musa al asy'ari sebagai juru bicara sekaligus juru runding. Ali mengetahui persis kepiawaian Amr bin Ash dan keluguan Abu Musa al Asy'ari. Wal hasil Amr bin Ash berhasil
mensiasati Abu Musa supaya sepakat memecat pemimpin kedua kubu yang berseteru : Ali bin abi Thalib maupun Mu'awiyah. Amr bin Ash mempersilakan Abu Musa Al 'Asy'ari untuk tampil lebih dulu mengumumkan pemecatan kedua pemimpin yang berseteru ini. Giliran Amr bin Ash tampil dia justru menampilkan sebagai Muawiyah sebagai pemimpin. Perundingan pun berakhir dengan kisruh tanpa ada penyelesaian berarti.

Maka muncullah gerakan Khawarij yang artinya keluar dari kelompok yang berseteru. Kelompok ini sebenarnya kebanyakan berasal dari kubu Khalifah Ali bin Abi Thalib, pasca perundingan tsb tidak setuju dengan Ali bin Abi Thalib maupun Muawiyah, maka mereka memutuskan supaya membunuh tiga orang sebagai biang kerok konflik tidak jelas tsb yaitu : Khalifah Ali bin Abi Thalib, Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Amr bin Ash. Eksekutor pun sudah disiapkan kaum Khawarij namun yang berhasil menjalankan tugas cuma membunuh Ali bin Abi Thalib, sedangkan Mu'awiyah selamat yang akhirnya sepeninggal Khalifah Ali, mendirikan dinasti kekhalifahan Bani Umayyah, sedangkan untuk membalas jasa juru bicaranya, Amr bin Ash diangkat menjadi Gubernur Mesir (dulu pernah menjadi amir di Mesir namun dipecat oleh Khalifah Umar bin Khattab).

Tidak lama setelah muncul gerakan khawarij muncul pula firqah Syi'ah yang mengagungkan Ali bin Abi Thalib beserta keturunannya dari Fatimah putri Kanjeng Nabi Muhammad. Sebenarnya aliran Syi'ah ini muncul karena konflik politik namun akhirnya bergeser menjadi aliran theologi sampai sekarang tetap exist dengan mayoritas ada i Iran. Juga muncul gerakan mur'ji'ah namun gerakan ini kecil dan hilang ditelan sejarah.

Nah uniknya, Ibnu taymiyah dan pengikutnya mengharamkan bertanya siapa yang salah dalam konfilik perang jamal mupun perang shiffin.

Wassalam
Abdul Mu'iz

--- Pada Sen, 19/7/10, Waluya <waluya@plasa.com> menulis:

Dari: Waluya <waluya@plasa.com>
Judul: [wanita-muslimah] Re: Kaum muslim Tiongkok bersama dengan non muslim membangun sebuah khilafah Islam yang dikenal dengan Dinasti Ming (1368-1644M).
Kepada: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Tanggal: Senin, 19 Juli, 2010, 12:44 AM

> Wikan Danar Sunindyo <wikan.danar@...> wrote:

> baguslah kalau ada sejarawan muslim yang objektif

> saya juga pengin tahu apa yang penulis itu tulis mengenai konflik

> ali vs muawiyah, pembunuhan hussain, terbunuhnya khalifah umar dan

> utsman, etc

Menurut buku sejarah Islam yang saya punya, persaingan Ali dan Muawiyyah tidak lepas dari akarnya, yaitu persaingan Bani Hasyim dengan Bani Umayyah yang terjadi sejak sebelum Islam lahir. Persaingan ini dimulai dari UMAYYAH yang menentang dan akan merebut kekukasaan sang paman HASYIM dalam memperebutkan kekuasaan di Makkah (termasuk pengelolaan Ka'bah). Ummayah kalah dalam medan perkelahian dengan Hasyim, dan akibatnya dia dibuang keluar kota selama 10 tahun.

Ummayah berputra HARB, sedangkan HASYIM berputra SYABIH dalam perkawinnanya dengan wanita Madinah. SYABIH akhirnya dipanggil ABDUL MUTHTHALIB, karena waktu beliau ikut pamannya MUTHTHALIB ke Madinah, Orang-orang Madinah menyangka SYABIH itu budaknya MUTHTHALIB. ABDUL MUTHTHALIB akhirnya menjadi "penguasa Makkah" juga seperti bapaknya. HARB, seperti juga bapaknya, tidak menerima kepemimpinan ABDUL MUTHTHALIB. Akhirnya dia juga diusir ke luar kota. Benih-benih permusuhan sudah mulai bersemai.

Abdul Muththalib berputra Abdullah (menurunkan Nabi Muhammad), Abu Thalib (menurunkan Ali) dan Abbas (kelak keturunannya mendirikan dinasti Abbasyiah). Sedangkan Umayyah, selain berputra HARB yang menurunkan ABU SUFYAN (menurunkan MUawiyyah--> Yazid), juga mempunyai putra bernama ABU AL-AS yang berputra AFFAN dan berputra USMAN (Khalifah Rasyidin ke 3).

Di jaman Kangjeng Nabi, permusuhan dua Bani ini akhirnya dapat diredam dengan masuk Islamnya Abu Sufyan dan putranya Muawiyah karena kecerdasannya dijadikan "sekretaris" Kangjeng Nabi. Tetapi sepeninggal Kangjeng Nabi, permusuhan ini muncul kembali, apalagi waktu Khalifah Usman, permusuhan ini makin menjadi-jadi.

Gitu katanya jalan ceritanya. Entahlah, saya cuma orang yang hobi baca buku sejarah, tapi paling tidak saya bisa mafhum kenapa Khalifah Usman yang sebenarnya sama-sama beristri putri Nabi seperti Ali, tidak terlalu dianggap/ tidak diakui oleh orang Syiah.

Mohon maaf jika ada yang keliru dan terimakasih sekali jika dikoreksi.

Sumber: Sejarah Islam (Tarik Pramodern). K. Ali, penterjemah Ghufron A. Mas'adi, PT RajaGRafindo Persada, Jakarta, cetakan 2, 1997

Salam,

WALUYA

[Non-text portions of this message have been removed]

---
email : X1123@gmx.com

sent by Mobile Device on Gentoo Linux

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment