Advertising

Monday 6 June 2011

Re: [wanita-muslimah] Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

Jahat gitu, orang ahmadi gak boleh sholat, puasa, zakat, haji, baca quran.


salam,

Ari
- status : pelajar -

-----Original Message-----
From: "Yudi Yuliyadi" <yudi@geoindo.com>
Sender: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Date: Mon, 6 Jun 2011 14:40:42
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Reply-To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

Hak Beribadah non-Muslim dalam Negara Khilafah

Negara Khilafah, meski merupakan negara kaum Muslim di seluruh dunia, tidak
berarti rakyatnya harus semuanya Muslim. Karena itu, keislaman bukanlah
syarat mutlak diterimanya seseorang sebagai warga Negara Khilafah. Seseorang
bisa menjadi rakyat Negara Khilafah menetap di wilayah Khilafah, serta loyal
pada negara dan sistemnya. Seorang Muslim yang tinggal di luar wilayah Islam
tidak dianggap sebagai warga negara Khilafah. Sebaliknya, orang non-Muslim
yang tinggal di wilayah Islam dan tunduk pada hukum Islam (kafir dzimmi)
dianggap sebagai warga Negara Khilafah.1

Non-Muslim yang menjadi warga Negara Khilafah akan mendapatkan perlakuan
yang sama dengan kaum Muslim. Terhadap mereka diberlakukan hukum Islam sama
dengan kaum Muslim. Sebab, hukum Islam pada dasarnya ditujukan kepada
seluruh umat manusia, bukan hanya untuk kaum Muslim saja. Dalam QS Saba'
(34) ayat 28 dijelaskan bahwa orang kafir juga diseru untuk terikat dengan
hukum Islam, baik dalam perkara ushul, seperti seruan untuk beriman kepada
Allah, sebagaimana dijelaskan dalam banyak ayat yang lain, ataupun dalam
masalah furu', yaitu dengan melaksanakan syariah Islam. Dalam al-Quran
dijelaskan pula bahwa kelak orang kafir, ketika di dalam neraka, ditanya:

ãóÇ Óóáóßóßõãú Ýöí ÓóÞóÑó¡ ÞóÇáõæÇ áóãú äóßõ ãöäó ÇáúãõÕóáöøíäó¡ æóáóãú äóßõ
äõØúÚöãõ ÇáúãöÓúßöíäó

Apa gerangan yang membuat kalian terjerumus ke Neraka Saqar? Mereka
menjawab, "Kami (ketika di dunia) tidak pernah melakukan shalat, juga tidak
memberi makan orang miskin." (QS al-Mudatstsir [74]: 42-44).

Allah SWT juga dengan keras mengancam mereka yang meninggalkan hukum Islam,
termasuk dalam aspek furu' tersebut, sebagaimana firman-Nya:

æóæóíúáñ áöáúãõÔúÑößöíäó¡ ÇáøóÐöíäó áÇ íõÄúÊõæäó ÇáÒøóßóÇÉó æóåõãú
ÈöÇáÂÎöÑóÉö åõãú ßóÇÝöÑõæäó

Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu)
orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka mengingkari (kehidupan)
akhirat (QS Fushilat [41]: 6-7).

Jika dalam perkara furu' tersebut tidak ada kewajiban bagi mereka, tentu hal
itu tidak akan menyebabkan mereka masuk neraka, dan tidak menjadi alasan
bagi Allah mengecam mereka. Karena itu, ini menjadi dalil, bahwa kaum kafir
pun diseru dalam perkara furu'.2 Ini dari aspek khithab (seruan) atau taklif
(beban hukum).

Adapun dalam aspek penerapan hukum Islam oleh negara, maka Islam telah
membedakannya menjadi dua. Pertama: hukum Islam yang dalam pelaksanaannya
membutuhkan syarat harus Muslim. Dalam hal ini, orang non-Muslim tidak boleh
melaksanakannya. Bahkan mereka harus dicegah dan dilarang. Misal: shalat,
puasa, zakat, haji, membaca al-Quran, dan sejenisnya. Orang kafir tidak
boleh melaksanakannya. Ini seperti kasus kaum Ahmadi, yang jelas murtad;
mereka harus dicegah untuk mengerjakan shalat, puasa, haji dan membaca
al-Quran. Sebab, untuk melakukan semua itu disyaratkan harus Muslim.

Kedua: hukum Islam yang dalam pelaksanaannya tidak membutuhkan syarat harus
Muslim. Dalam hal ini, orang non-Muslim dibolehkan melaksanakannya, seperti
jihad, misalnya; bahkan adakalanya wajib, seperti sistem ekonomi,
pendidikan, sanksi hukum, pemerintahan, politik luar negeri, dan sebagainya.
Karena itu, mereka pun wajib menerapkan hukum Islam.3 Allah SWT berfirman:

ÝóÇÍúßõãú Èóíúäóåõãú ÈöãóÇ ÃóäúÒóáó Çááøóåõ æóáÇ ÊóÊøóÈöÚú ÃóåúæóÇÁóåõãú
ÚóãøóÇ ÌóÇÁóßó ãöäó ÇáúÍóÞöø

Hukumilah mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu (QS al-Maidah [5]: 48).

æóÃóäö ÇÍúßõãú Èóíúäóåõãú ÈöãóÇ ÃóäúÒóáó Çááøóåõ æóáÇ ÊóÊøóÈöÚú
ÃóåúæóÇÁóåõãú

Hukumilah perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (QS al-Maidah [5]: 49).

Kata ganti (dhamir) hum pada frasa fahkum baynahum terkait dengan orang
Yahudi yang menjadi warga Negara Islam yang ketika itu terikat perjanjian
dengan Rasalullah saw. Ketentuan ini berlaku umum bagi seluruh warga negara
non-Muslim yang tinggal di wilayah Negara Islam. Kendati demikian keumuman
perintah bagi Rasulullah saw, yang juga berlaku bagi setiap kepala Negara
Islam untuk menerapkan hukum Islam tersebut di-takhsish dengan
perkara-perkara yang menyangkut akidah dan hukum yang mereka anggap sebagai
akidah. Ini termasuk pengecualian yang ditetapkan oleh Rasulullah saw.
sendiri. Takhsis itu merupakan hak yang diberikan kepada mereka oleh negara.


Hak Beribadah dan Berakidah

Meskipun kaum kafir menjadi obyek seruan (al-mukhathab) seruan Islam, baik
dalam perkara ushul maupun furu', dalam implementasinya tidak demikian.
Mereka, misalnya, tidak boleh dipaksa untuk memeluk Islam, dan tetap
dibiarkan memeluk agama serta keyakinan mereka (Lihat: QS al-Baqarah [2]:
256). Sebaliknya, mereka akan mendapatkan jaminan untuk tetap memeluk agama
dan akidah mereka, termasuk kebebasan dan jaminan untuk melaksanakan ritual
agama mereka tanpa ada intimidasi, paksaan maupun yang lain.

Dalam sebuah hadis yang dikeluarkan Abu Ubaid dalam kitabnya, Al-Amwal,
melalui jalur Urwah, Rasulullah saw. bersabda:

Åöäøóåõ ãóäú ßóÇäó Úóáóì íóåõæÏöíøóÉò Ãóæú äóÕúÑóÇäöíøóÉò ÝóÅöäøóåõ áÇó
íõÝúÊóäõ ÚóäúåóÇ ¡ æóÚóáóíúåö ÇáúÌöÒúíóÉõ

Siapapun yang beragama Yahudi atau Nasrani (berkedudukan sebagai dzimmi),
maka dia tidak diganggu untuk melaksankan ajaran agamanya. Mereka dikenakan
jizyah.4

Karena itu, setiap perkara yang terkait dengan akidah, walaupun bagi kita
bukan, harus dibiarkan dan mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya.
Begitu juga dalam perkara yang ditetapkan Rasulallah saw. seperti kebolehan
meminum khamr dalam lingkungan khusus mereka, termasuk melaksanakan tatacara
pernikahan sesuai dengan ajaran mereka. Hanya saja, ini berlaku jika
keduanya non-Muslim. Jika pengantin prianya Muslim dan perempuannya
non-Muslim, maka pernikahan atau penceraian mereka dilakukan sesuai dengan
ajaran Islam.

Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, seluruh warga negara yang
non-Muslim, baik kafir dzimmi, mu'ahad (kafir yang terikat perjanjian)
ataupun musta'min (kafir yang tinggal di Negara Khilafah dengan visa
khusus), wajib terikat dengan hukum Islam; kecuali hukum shalat, zakat,
puasa, haji dan hukum lain yang pelaksanaannya mengharuskan syarat harus
Muslim. Mereka tidak dituntun untuk berjihad, tetapi dibolehkan ikut.

Hak Memiliki Rumah Ibadah

Hak memeluk akidah dan menjalankan ibadah bagi warga non-Muslim mencakup di
dalamnya hak untuk memiliki rumah ibadah. Karena itu, rumah ibadah ini
merupakan harta mereka yang harus dijaga. Selain itu, ketentuan ini juga
didasarkan pada larangan menghancurkan rumah ibadah, sebagaimana dinyatakan
dalam fiman Allah SWT:

æóáóæúáÇ ÏóÝúÚõ Çááøóåö ÇáäøóÇÓó ÈóÚúÖóåõãú ÈöÈóÚúÖò áóåõÏöøãóÊú ÕóæóÇãöÚõ
æóÈöíóÚñ æóÕóáóæóÇÊñ æóãóÓóÇÌöÏõ íõÐúßóÑõ ÝöíåóÇ ÇÓúãõ Çááøóåö ßóËöíÑðÇ

Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia atas sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah (QS al-Hajj [22]: 40).

Imam al-Qurtubi memaknai ayat ini, bahwa sekiranya Allah SWT tidak
memerintahkan para nabi untuk memerangi musuh-musuh mereka, niscaya orang
musyrik akan dengan mudah menguasai dan menghancurkan rumah-rumah ibadah
itu. Beliau menambahkan, bahwa kewajiban jihad ini merupakan kewajiban yang
juga dibebankan kepada para nabi terdahulu. Selanjutnya, mengutip pendapat
Ibn Huwaiz, beliau menyatakan, ayat ini berisi larangan menghancurkan
tempat-tempat ibadah Ahli Dzimmah, tetapi mereka tidak boleh dibiarkan
membuat tempat ibadah baru (selain yang mereka miliki saat perjanjian),
dilarang pula memperluas dan meninggikannya.5

Larangan untuk membangun rumah ibadah yang baru juga merupakan kesepakatan
para fukaha. Sebab, hal itu bisa menampakkan dan meninggikan simbol-simbol
kekufuran. Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan Ibn 'Adi dari 'Umar bin
al-Khatthab, juga bersabda:

áÇó ÊõÈúäóì ßóäöíúÓóÉñ Ýöí ÇáÅÓúáÇóãö æóáÇó íõÌóÏøóÏõ ãÇó ÎõÑöÈó ãöäúåóÇ

Tidak boleh membangun gereja (dalam wilayah Negara Islam) dan tidak pula
memperbarui yang sudah runtuh.

Para fukaha memahami konteks hadis ini adalah untuk wilayah yang ditaklukkan
oleh kaum Muslim dengan pengerahan kekuatan ('anwah), sehingga tanahnya
menjadi hak kaum Muslim, baik raqabah (zat)-nya ataupun manfa'ah
(kegunaan)-nya. Namun, jika berada di wilayah yang dibuka dengan sulh
(perjanjian), maka diserahkan kepada Khalifah. Khalifah Umar Ibn
al-Khaththab, ketika melakaukan sulh dengan kaum Nasrani Syam, menulis surat
yang berisi larangan membangun tempat ibadah baru di tempat mereka.6

Hadis di atas juga menjadi dalil atas larangan membangun kembali bangunan
gereja yang telah hancur. Adapun merenovasi gereja dibolehkan, karena tidak
termasuk ihdast (membuat baru), tetapi hanya istidamah (menjaga
keberadaanya). Perincian hal ini telah banyak dibahas oleh para fukaha dalam
kitab-kitab fikih mereka.

Penyebaran Agama Lain

Warga negara non-Muslim dilarang menyebarkan ajaran agama mereka di wilayah
Negara Khilafah. Sebab, hal itu termasuk perkara yang membatalkan status
dzimmah mereka (naqidhan lil 'ahd), yaitu dengan menimbulkan fitnah di
tengah-tengan kaum Muslim. Keluar dari ajaran Islam (murtad) merupakan umm
al-jara'im (induk kriminal). Pelakunya harus segara diajak kembali kepada
Islam. Jika menolak, ia dikenakan had al-qatl (sanksi hukuman mati).

Karena itu, upaya mengajak seseorang untuk murtad dari Islam merupakan
pelanggaran besar. Jika itu dilakukan oleh Ahli Dzimmah, perjanjian mereka
batal demi hukum. Demikian kesepakatan para fukaha.7

Jaminan Keamanan bagi Ahli Dzimmah

Orang non-Muslim yang hidup dan menjadi warga Negara Khilafah mendapatkan
perlakukan dan hak yang sama dengan kaum Muslim. Harta dan darah mereka
terjaga sebagaimana darah dan harta kaum Muslim. Diriwayatkan al-Khathib
dari Ibn Mas'ud, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

ãóäú ÂÐóì ÐöãøöíøðÇ ÝóÃäóÇ ÎóÕúãõåõ æóãóäú ßõäúÊõ ÎóÕúãóåõ ÎóÕóãúÊõåõ íóæúãó
ÇáúÞöíóÇãóÉö

Barangsiapa menyakiti dzimmi, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa
berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakannya pada Hari Kiamat (HR
as-Suyuthi, al-Jami' as-Shaghir).

Hadis ini menjadi dalil atas larangan menyakiti warga non-Muslim, baik
terhadap diri, kehormatan, ataupun harta mereka. Siapapun yang mencederai
orang non-Muslim akan terkena diyat, sebagaimana yang dikenakan ketika
mereka melakukankannya terhadap kaum Muslim. Siapa saja yang membunuh salah
seorang di antara mereka akan dikenai had qishash. Jika hartanya dicuri,
maka pencurinya dikenai hukum potong tangan. Demikian seterusnya.

Praktik seperti ini telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, terutama
ketika kaum Muslim berada di puncak kejayaan dan kekuatannya. WalLahu a'lam.
[]

Catatan kaki:

1 Muqaddimatu ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah lahu al-Qism al-Awwal, Min
Mansyurat Hizb at-Tahrir, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hlm. 23-28.
Lihat juga: Dr. Kamal Sa'id Habib, Kaum Minoritas dan Politik Negara Islam,
Pustaka Thariqul Izzah, Bogor, cet. I, 2007, hlm. 88.

2 Muqaddimatu ad-Dustur aw al-Asbab al-Mujibah lahu al-Qism al-Awwal, Min
Mansyurat Hizb at-Tahrir, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hlm. 29-36.

3 Al-'Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah
al-Juz' at-Tsalits, Dar al-Ummah, Beirut, cet. III, 2005, hlm. 30-32.

4 Abu 'Ubaid, Al-Amwal, Dar al-Ummah, Beirut, cet. II, 2009, hal. ; Ibn
Hajar al-Asqalani, Talhish al-Habir fi Ahadits ar-Rafi'i al-Kabir, Madinah
al-Munawwarah, 1964, IV/122.

5 Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah,
Beirut, XII/68.

6 Ibn Qudamah, Al-Mughni, VIII/524; al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, IX/202;
Dr. Rawwas Qal'ah Jie, Mawsu'ah Fiqh 'Umar bin al-Khatthab, Dar an-Nafais,
Beirut, cet. V, 1997, hlm. 408-409.

7 Dr. Rawwas Qal'ah Jie, Mawsu'ah Fiqh 'Umar bin al-Khatthab, Dar an-Nafais,
Beirut, cet. V, 1997, hlm. 417.

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/04/09/hak-beribadah-non-muslim-dalam-negara-
khilafah/






[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links



------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

0 comments:

Post a Comment