Advertising

Sunday 5 June 2011

[wanita-muslimah] Hukum dan Peradilan Islam: Menjamin Keadilan dan Ketegasan Hukum

Hukum dan Peradilan Islam: Menjamin Keadilan dan Ketegasan Hukum

Salah satu puncak peradaban emas Khilafah adalah penerapan syariah Islam di
bidang hukum dan peradilan. Keberhasilan yang gemilang di bidang ini
membentang sejak sampainya Rasulullah saw. di Madinah tahun 622 M hingga
tahun 1918 (1336 H) ketika Khilafah Utsmaniyah jatuh ke tangan kafir
penjajah (Inggris). (Taqiyuddin an-Nabhani, Nizham al-Islam, hlm. 44).

Kunci utama keberhasilan tersebut karena hukum yang diterapkan memang hukum
terbaik di segala zaman dan masa, yaitu syariah Islam, bukan hukum buatan
manusia seperti dalam sistem demokrasi-sekular sekarang. Allah SWT
berfirman:

ÃóÝóÍõßúãó ÇáúÌóÇåöáöíøóÉö íóÈúÛõæäó æóãóäú ÃóÍúÓóäõ ãöäó Çááøóåö ÍõßúãðÇ
áöÞóæúãò íõæÞöäõæä

Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]:
50).

Dalam kitab At-Tafsir al-Munir Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan bahwa
ayat ini berarti tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah dan tak
ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya (Wahbah Az-Zuhaili,
At-Tafsir al-Munir, VI/224).
Dalam hukum Islam itulah akan didapati suatu cita-cita tertinggi manusia
dalam bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Keadilan merupakan
sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam.
Allah SWT berfirman:

æóÊóãøóÊú ßóáöãóÉõ ÑóÈöøßó ÕöÏúÞðÇ æóÚóÏúáÇ

Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan
adil (QS al-An'am [6]: 115).

Islam sendiri juga memerintahkan manusia untuk bersikap adil dalam
menerapkan hukum-hukum Allah, sebagaimana firman-Nya:

Åöäøó Çááøóåó íóÃúãõÑõßõãú Ãóäú ÊõÄóÏøõæÇ ÇáÃãóÇäóÇÊö Åöáóì ÃóåúáöåóÇ
æóÅöÐóÇ ÍóßóãúÊõãú Èóíúäó ÇáäøóÇÓö Ãóäú ÊóÍúßõãõæÇ ÈöÇáúÚóÏúáö

Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanah
kepada yang berhak menerimanya dan apabila kalian menetapkan hukum di antara
manusia supaya kalian menetapkan dengan adil (QS an-Nisa' [4]: 58).

Ayat ini turun berkaitan dengan kisah Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. pada
saat Fathu Makkah. Beliau merampas kunci-kunci Ka'bah dari tangan Utsman bin
Thalhah, sang penjaga Ka'bah. Rasulullah saw. ternyata marah dan
memerintahkan Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. untuk mengembalikan kunci
Ka'bah kepada Utsman bin Thalhah. Kemudian turunlah ayat di atas yang akan
dibaca terus hingga Hari Kiamat nanti (Tafsir Ibnu Katsir, I/516).

Hakikat Keadilan

Keadilan dan Islam adalah satu-kesatuan. Karena itu, tidak aneh jika para
ulama mendefiniskan keadilan (al-'adl) sebagai sesuatu yang tak mungkin
terpisah dari Islam. Menurut Imam Ibnu Taimiyah, keadilan adalah apa saja
yang ditunjukkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah (Kullu ma dalla 'alayhi
al-kitab wa as-sunnah), baik dalam hukum-hukum hudud maupun hukum-hukum yang
lainnya (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar'iyah, hlm. 15). Menurut Imam
al-Qurthubi, keadilan adalah setiap-tiap apa saja yang diwajibkan baik
berupa akidah Islam maupun hukum-hukum Islam (Kullu syayyin mafrudhin min
'aqa'id wa ahkam). (Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an, X/165).
Berdasarkan pendapat-pendapat seperti ini, keadilan dapat didefinisikan
secara ringkas, yaitu berpegang teguh dengan Islam (al-iltizam bil-Islam)
(M. Ahmad Abdul Ghani, Mafhum al-'Adalah al-Ijtima'iyah fi Dhaw` al-Fikr
al-Islami Al-Mu'ashir, I/75).

Apabila keadilan Islam itu diimplementasikan dalam masyarakat, implikasinya
adalah akan terwujud suatu cara pandang dan cara perlakuan yang sama
terhadap individu-individu masyarakat. Artinya, semua individu anggota
masyarakat akan diperlakukan secara sama tanpa ada diskriminasi dan tanpa
pengurangan atau pengunggulan hak yang satu atas yang lainnya. Inilah
keadilan hakiki yang akan terwujud sebagai implikasi penerapan syariah Islam
dalam masyarakat (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra'sumaliyah
al-Gharbiyah, hlm. 191).

Fakta Historis Keadilan Hukum

Tak sedikit tinta emas menggoreskan catatan sejarah yang membuktikan
terwujudnya keadilan di tengah masyarakat Islam. Di antaranya adalah kisah
sengketa baju besi Khalifah Ali bin Thalib ra. dengan seorang laki-laki
Yahudi. Diriwayatkan oleh Imam al-Hakim, bahwa baju besi Ali ra. hilang pada
Perang Jamal. Ali ra. ternyata mendapati baju besinya di tangan seorang
laki-laki Yahudi. Khalifah Ali ra. dan orang Yahudi lalu
mengajukan perkara itu kepada hakim bernama Syuraih. Ali ra. mengajukan
saksi seorang bekas budaknya dan Hasan, anaknya. Syuraih berkata, "Kesaksian
bekas budakmu saya terima, tetapi kesaksian Hasan saya tolak." Ali ra.
berkata, "Apakah kamu tidak pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa
Hasan dan Husain adalah penghulu para pemuda penghuni surga?" Syuraih tetap
menolak kesaksian Hasan, dan memenangkan si Yahudi. Syuraih lalu berkata
kepada orang Yahudi itu,"Ambillah baju besi itu." Namun, Yahudi itu lalu
berkata, "Amirul Mukminin bersengketa denganku, lalu datang kepada hakim
kaum Muslim, kemudian hakim memenangkan aku dan Amirul Mukminin menerima
keputusan itu. Demi Allah, Andalah yang benar, wahai Amirul Mukminin. Ini
memang baju besi Anda. Baju besi itu jatuh dari unta Anda lalu aku ambil.
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan bahwa
Muhammad adalah rasul Allah." Ali ra. berkata,"Karena Anda
sudah masuk Islam, kuberikan baju besi itu untukmu." (Al-Kandahlawi, Hayah
Ash-Shahabah, 1/146).

Kisah ini menunjukkan bahwa keadilan telah ditegakkan, walau yang
bersengketa adalah seorang kepala negara dengan rakyat biasa yang
non-Muslim. Hukum syariah memang tidak membenarkan kesaksian seorang anak
untuk bapaknya. Inilah prinsip syariah yang dipegang teguh oleh hakim
Syuraih ketika mengadili perkara tersebut (Ahmad Da'ur, Ahkam Al-Bayyinat,
hlm. 23).

Keadilan Islam yang hebat dan mengagumkan juga pernah tercatat saat
peristiwa penaklukan Kota Samarqand, di negeri Khurasan, Asia Tengah,
sebagaimana dikisahkan oleh Imam Thabari dalam Tarikh al-Umam wa al-Muluk
(VIII/138). Syahdan, setelah kota ditaklukkan pasukan kaum Muslim, penduduk
Samarqand yang non-Muslim itu mengadu kepada hakim bahwa para pasukan telah
menyalahi hukum Islam. Sebab, menurut pengetahuan mereka, Islam mengajarkan
bahwa penaklukan harus diawali dulu dengan dakwah kepada penduduk untuk
masuk Islam. Lalu jika mereka tak mau masuk Islam, mereka diminta membayar
jizyah. Jika mereka tetap tak mau membayar jizyah, barulah pasukan Islam
boleh memerangi mereka.

Penduduk Samarqand memprotes kepada hakim karena pasukan Islam ternyata
menaklukkan Samarqand tanpa diawali dakwah dan tawaran jizyah. Yang
menakjubkan, hakim pun akhirnya memutuskan bahwa penaklukan Samarqand tidak
sah. Hakim lalu memerintahkan pasukan Islam keluar dari Kota Samarqand dan
mengulangi lagi proses penaklukan dengan menyampaikan dakwah dan tawaran
jizyah lebih dulu. Demi mendengar vonis hakim yang adil ini, penduduk
Samarqand berkata, "Kalau begitu, silakan pasukan Islam tetap di dalam kota
dan kami masuk Islam." (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra'sumaliyah
Al-Gharbiyah, hlm. 226).

Kisah ini juga menunjukkan keadilan Islam yang luar biasa. Hakim tetap
berpegang teguh dengan hukum Islam, walaupun yang mengadukan perkara adalah
non-Muslim. Hakim tidak lantas memenangkan pasukan Islam yang sudah telanjur
menaklukkan Kota Samarqand. Itu tak lain karena hakim memang berpegang teguh
dengan sabda Rasulullah saw., bahwa pasukan Islam hanya boleh memerangi
setelah melakukan lebih dulu aktivitas dakwah untuk masuk Islam dan memberi
tawaran membayar jizyah.

Penaklukan yang adil semacam itulah yang sebelumnya pernah terjadi di Wadi
Urdun saat pasukan Islam pimpinan Abu Ubaidah ra. menaklukkanya. Daerah itu
dulunya bekas wilayah Kerajaan Romawi. Ketika Abu Ubaidah sampai ke daerah
Fahl, penduduknya yang Nasrani menulis surat yang bunyinya, "Wahai kaum
Muslim, kalian lebih kami cintai daripada Romawi, meski agama mereka sama
dengan kami. Kalian lebih menepati janji kepada kami, lebih lembut kepada
kami, dan menghentikan kezaliman atas kami. Kalian lebih baik dalam
mengurusi kami. Romawi hanya ingin mendominasi segala urusan kami dan
menguasai rumah-rumah kami." (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam
Ar-Ra'sumaliyah al-Gharbiyah, hlm. 228).

Kisah ini tak hanya ditulis oleh ulama Muslim seperti dalam kitab Futuh
al-Buldan, karya Imam Al-Baladzuri (hlm 139), tetapi juga dikutip oleh para
penulis non-Muslim, seperti Thomas W. Arnold dalam bukunya Fath al-Arab
Bilad asy-Syam wa Filisthin. Dalam bukunya ini Thomas W. Arnold mengutip
banyak kisah yang menunjukkan bagaimana kaum Muslim berpegang teguh dengan
Islam dan bagaimana bagusnya interaksi kaum Muslim dengan non-Muslim di
negeri-negeri taklukan.

Inilah keadilan hakiki yang berhasil diwujudkan Islam. Keadilan seperti
inilah yang dulu pernah diwujudkan negara Khilafah tatkala menerapkan
syariah Islam di tengah masyarakat. Keadilan yang didambakan tak hanya oleh
umat Islam, namun bahkan oleh orang-orang non-Muslim sekalipun.

Hal itu tentu saja sangat bertolak belakang dengan situasi umat Islam
sekarang, terutama setelah hancurnya Khilafah di Turki pada 3 Maret 1924.
Sejak saat itu syariah Islam tak lagi mempunyai institusi yang melindungi
dan menerapkannya. Hukum yang diterapkan bukan lagi syariah Islam, melainkan
hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Ini terjadi tiada lain karena
sistem demokrasi telah merampas hak membuat hukum yang semula milik Allah
SWT, menjadi milik manusia yang lemah dan serba terbatas. Akibatnya, sangat
mengerikan, yaitu manusia jauh dari hukum Allah, dan dengan sendirinya jauh
dari keadilan. Keadilan pun tak akan pernah ada; kecuali keadilan semu yang
palsu dan menipu.

Akibatnya, yang merajalela bukanlah keadilan, melainkan kezaliman yang
dipaksakan dan dilegitimasi atas nama sistem demokrasi yang kufur. Sampai
kapankah umat Islam masih mau ditindas oleh sistem demokrasi yang kufur ini?


Daftar Bacaan
1. Abdul Ghani, Muhammad Ahmad, Mafhum Al-'Adalah al-Ijtima'iyah fi Dhaw'
al-Fikr al-Islami al-Mu'ashir, (t.tp. : tp.), 2004.
2. Al-Balawi, Salamah Muhammad Al-Harfi, Al-Qadha' fi ad-Dawlah al-Islamiyah
Tarikhuhu wa Nuzhumuhu (Riyadh: Darun Nasyr), 1994.
3. Al-Kandahlawi, Hayah ash-Shahabah, (Maktabah Misykah Al-Islamiyah: t.tp),
tt.
4. Asy-Syarbaini, Mahmud, Al-Qadha' fi al-Islam, (Kairo: Al-Hai'ah
Al-Mishriyah Al-'Ammah li Al-Kuttab), 1999.
5. Bahnasy, Ahmad Fathi, Nazhariyah al-Itsbat fi al-Fiqh al-Jina'i al-Islami
(Kairo: Dar Al-Syuruq), 1989.
6. Thabib, Hamad Fahmi, Hatmiyah Inhidam al-Ra'sumaliyah Al-Gharbiyah (t.tp
: tp.), 2004.
7. Washil, Nashr Farid Muhammad, Asy-Sulthah al-Qadha'iyah wa Nizham
al-Qadha' fi Al-Islam (Kairo: Maktabah Taufiqiyah), 1403 H.

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/05/hukum-dan-peradilan-islam-menjamin-kea
dilan-dan-ketegasan-hukum/

[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

0 comments:

Post a Comment