Advertising

Saturday 25 June 2011

[wanita-muslimah] Inpres Moratorium Miskin Apresiasi

 

EDITORIAL Inpres Moratorium Miskin Apresiasi SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra justru sangat
lemah dalam pengelolaan public relations."
PRESIDEN
Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi presiden soal
perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI). Inpres yang dibacakan di
Istana Negara, kemarin, itu berisi antara lain moratorium pengiriman
TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus; pembentukan konsulat hukum dan HAM
di setiap kedutaan negara tujuan; dan membentuk satuan tugas pembela
TKI yang terancam hukuman mati.
Itu berarti sejak 2006, telah tiga
kali SBY mengeluarkan inpres yang isinya mirip-mirip tentang perkara
yang sama. Dua inpres yang lain ialah Inpres 3/2006 tentang Penempatan
dan Perlindungan serta Inpres 3/2010 tentang Pembentukan BNP2TKI (Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI).
Namun, inpres yang
dikeluarkan enam hari setelah pemancungan Ruyati binti Satibi, TKI asal
Bekasi, oleh aparat hukum Arab Saudi itu miskin apresiasi publik.

Publik yang kecewa karena pemerintah tidak menge
tahui pemancungan Ruyati tetap menganggap pemerintah gagal melindungi
warga negara.
Kekecewaan dipicu penjelasan tiga menteri, Menakertrans Muhaimin
Iskandar, Menlu Marty Natalegawa, dan Menkum dan HAM Patrialis Akbar,
yang sangat defensif. Sebaliknya, SBY bertindak sebagai moderator.
Publik tidak membutuhkan berapa jumlah warga Filipina yang di
pancung dan berapa warga Indonesia yang bernasib sama. Publik tidak
memerlukan berapa kali menteri berkunjung ke Arab Saudi dan bertemu
siapa di sana.
Yang amat mengecewakan ialah fakta bahwa Ruyati dipancung tanpa ada
otoritas negara Indonesia yang tahu. Jangan cuma menyalahkan Arab Saudi
yang melanggar tata pergaulan internasional ketika lalai memberi tahu.
Warga Filipina ada juga yang dipancung. Yang membedakan Filipina dan
Indonesia ialah komitmen dan kesungguhan pembelaan para pemimpin dan
otoritas negara terhadap warga. Bila harus dipancung, publik memaafkan
karena pemerintah membuktikan telah bekerja sungguh-sungguh.
Dalam kasus Ruyati, pemerintah tidak mampu membuktikan bahwa
aparatur
mereka telah bekerja sungguh-sungguh membela warga negara. Celakanya,
untuk menjelaskan kesungguhan itu dipilih format pidato tiga menteri
yang sangat defensif dan sangat terlambat pula.
Yang menjadi pertanyaan serius ialah mengapa publik sangat pelit
mengapresiasi kerja aparatur?

Aparatur
pemerintah sangat gampang menuduh media berkepentingan menonjolkan yang
jelek dan mengabaikan yang baik. Namun, harus diingat bahwa media,
termasuk televisi, merupakan refleksi suara publik. Media tidak
mengarang pendapat orang.
Sebuah prestasi negara/pemerintah yang
tidak mendapat apresiasi publik bisa disebabkan banyak hal. Pertama,
memang pemerintah miskin prestasi.

Kedua, pemerintah selalu
terlambat bereaksi. Ketika kejengkelan publik memuncak, reaksi apa
pun--apalagi defensif--tidak ada gunanya.
Ketiga, dan ini yang
paling ironis, SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra
justru sangat lemah dalam pengelolaan public relations.

http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/PUBLICATIONS/MI/MI/2011/06/24/ArticleHtmls/EDITORIAL-Inpres-Moratorium-Miskin-Apresiasi-24062011001006.shtml?Mode=1

Berbagi berita untuk semua
http://goo.gl/KKHtihttp://goo.gl/fIWzb

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment