Advertising

Saturday 25 June 2011

[wanita-muslimah] Menangkal Penetrasi Pemikiran & Ideologi NII

 

MENANGKAL PENETRASI PEMIKIRAN
DAN GERAKAN NII KE DUNIA KAMPUS
Disampaikan Dalam Seminar Nasional di UIN Walisongo Semarang
Oleh Umar Abduh
 
Latar Belakang
 
Pemikiran dan Gerakan NII lahir sehubungan dengan kondisi persaingan ideologI   dan
politik mengisi kemerdekaan, serta dalam memaknai dan atau dalam
mengamalkan Pancasila serta UUD 1945. Ditolak dan dihapuskannya tujuh
kata Piagam Jakarta dalam Pancasila merupakan pemicu kekecewaan ummat
Islam yang mendalam terhadap mereka yang mengklaim sebagai Pemerintahan
Nasionalis. Jika pihak Nasionalis boleh menolak dan menghapus tujuh kata
dalam Pancasila, seyogyanya pihak Nasionalis juga mentolerir pihak yang
menolak Pancasila yang tanpa tujuh kata.
 
Dari
sinilah prasangka ummat Islam, setidaknya mereka yang sepemikiran
dengan Kartosoewirjo meyakini bahwa pengamalan Pancasila dan UUD 1945
oleh Pemerintah Soekarno dalam mengisi kemerdekaan tidak akan pernah
bertanggung-jawab dalam menghormati eksistensi agama maupun dalam
pelaksanaan syari'at-Nya. Penyebutan kalimat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dalam Mukaddimah UUD 1945 tak lebih hanya sebagai basa-basi politik dan kelak terbukti menjadi sumber kemunafikan bangsa. Simbolisasi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan bintang
dalam Pancasila jelas merupakan bentuk penghinaan dan kesesatan.
Karena, bintang adalah benda langit yang banyak, berbeda dengan matahari
yang satu, misalnya. Namun demikian, menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa
dengan simbol apapun juga sesungguhnya menjurus kepada syirik.  Simbolisasi kemanusiaan dalam bentuk untaian rantai merupakan  filosofi paradox dalam sistem  kemanusiaan. Karena, rantai identik dengan belenggu, ketidakbebasan yang kesemuanya tidak manusiawi.
 
Hal
ini terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa fakta riel sistem hukum
yang digunakan pemerintah Nasionalis Soekarno menyelenggarakan Negara
sejak 1945 hingga pemerintahan SBY di tahun 2011 saat ini, sepenuhnya
tetap menggunakan sistem hukum VOC (hukum jajahan), ini sama artinya
bahwa visi dan misi pemerintah NKRI tak lebih merupakan perpanjangan
dari pemerintahan penjajah. Pemerintah NKRI tidak dan belum pernah
memiliki sistem hukum sendiri atau sistem hukum ala Indonesia merdeka.
 
Soekarno
yang muslim Nasionalis, Semaoen muslim Sosialis Komunis dan SM
Kartosoewirjo muslim Sosialis adalah anak didik HOS Tjokroaminoto. Tiga
anak bangsa yang jelas kiprahnya dalam melawan dan mengusir serta
memerdekakan bangsa dari penjajahan. Namun dalam kurun waktu 3 tahun
pasca kemerdekaan  persaingan politik mengisi kemerdekaan
dari ketiga kubu ideologi ini, kubu nasionalis berhasil menempatkan kubu
Komunis sebagai pihak yang bersalah, berkhianat dan memberontak atau
mengangkat senjata.
 
Akan
halnya dengan kubu Islam Sosialis SM Kartosoewirjo dan Hizbullah,
selain sejak awal telah menolak konsekuensi agressi militer Belanda I
(perjanjian Renvile) yang mengharuskan keluar dari Jawa Barat, dalih
yang digunakan untuk memproklamasikan diri sebagai berdirinya Darul
Islam (Negara Islam Indonesia) pada 7 Agustus 1949 di Wilayah Jawa Barat
berdasarkan momen dan fakta riel atas Vacumnya kekuasaan pemerintah
NKRI akibat agressi Militer Belanda yang ke II yang berhasil menangkap Soekarno,
Sutan Syahrir dan Agus Salim (Menlu) dan mengasingkannya ke Brastagi
Sumatra Utara, sementara Moh Hatta (Wapres), RS Suryadharma (KSAU), Mr
Assaat (Ketua KNIP) dan Mr AG Pringgodigdo (Sekretaris Negara)
diasingkan ke Mentok, Bangka.
 
Dengan
demikian memaklumi pola pikir dan gerakan SM Kartosoewirjo dalam
memperjuangkan dan memproklamasikan berdirinya NII pada masa itu, jika
dianggap sebagai sesuatu yang sah termasuk keyakinannya terhadap
proklamasi 7 Agustus 1949 sebagai kelanjutan dari proklamasi 17 Agustus
1945.
 
Pola kebijakan dan solusi top down
yang dipilih pemerintah dalam menghadapi persaingan politik ideologis
mengisi kemerdekaan, sejak awal penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik
Indonesia tidak dan belum pernah ditempuh melalui dan atau berdasarkan
bingkai kekeluargaan dan kebhinekaan bangsa. Karenanya praktek
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 yang bersifat top down dalam
bernegara tersebut, meski baru berusia 3 dan 4 tahun, cara menyelesaikan
masalah persaingan politik ideologis sesama anak bangsa justru
menggunakan kekuatan cakar dan kekerasan patukan buas dan liar, sangat
berbeda sekali dengan kebijakan penyelesaian yang begitu sopan dan
santunnya saat menghadap aggressor Belanda yang sudah jelas terbukti
kedzaliman, kebengisannya dan keasingannya.
 
Latar
belakang inilah yang setidaknya patut dikuasai dan difahami secara baik
dan benar oleh generasi masa kini dalam melihat persoalan masa lalu
agar tidak mengulang dan mengulang kesalahan yang sama dalam mengambil
kebijakan terhadap keluarga sendiri bangsa sendiri. Pancasila harus
difahami sebagai milik bersama segenap rakyat bangsa Indonesia,
pancasila bukan milik mereka yang mengaku sebagai nasionalis merah putih
semata, nasionalis yang emoh dan tak mau bertanggungjawab terhadap
eksistensi agama dan pemeluknya, nasionalis yang mengaku anti komunis
tetapi kelakuannya tak jauh beda dengan komunis.
 
Sifat, Krakteristik dan Eksistensi Gerakan NII
 
Melalui
pendekatan sejarah difahami bahwa ide penegakan Islam SM Kartosoewirjo
dalam bentuk Negara dan Kekuasaan adalah sebagai cita-cita suci dan
tanggungjawab yang berat dan mulia. Gerakan NII dirintis melalui jalan
dakwah yang panjang menerapkan konsep "Hijrah" (bersifat non
cooperative) sejak 1931-1939 melalui Partai Serikat Islam Indonesia.
Tahun 1940 melalui Partai Masyumi. Kartosoewirjo membangun elemen
gerakan pendidikan dengan mendirikan Institut Suffah, yang
berkonsentrasi di bidang bahasa, agama, politik dan kemiliteran.
Institut Suffah inilah yang menjadi sarana penggemblengan fisik dan
mental selanjutnya menjadi embrio Laskar Islam, Hizbullah dan Sabilillah
yang akhirnya menjadi Tentara Islam Indonesia dan persiapan untuk
mendirikan Negara Karunia Allah – Negara Islam Indonesia.
 
Gerakan
dakwah SM Kartosoewirjo yang menyeru kepada hijrah atau politik non
cooperative dan seruan kepada upaya persiapan lahirnya Negara baru
dilakukan secara damai (non confrontative) berlangsung hingga tahun
1948. Sikap non cooperative dan non confrontative Gerakan NII
Kartosoewiryo berprinsip menolak dan atau tidak mengakui Pancasila, UUD
1945 dan NKRI dibuktikan antara lain dengan menyusun UUD NII yang berupa
Qonun Asasi, Qonun Uqubat  - Qonun Jinayat NII (KUHP – Strafrecht) serta PDB Pedoman Darma Bakti Jilid I yang berisi 7 Maklumat  Negara
Islam Indonesia, 13 Maklumat Komandemen Tertinggi (3 Maklumat terakhir
dibuat tahun 1959), 2 Maklumat Militer dan 1 Ketetapan Komandemen
Tertinggi; dan Pedoman Darma Bakti Jilid II berisi :IX Bab tentang
penjelasan dan alasan Politik Berdirinnya NKA-NII serta 4 Maklumat
Pemerintah – NII dan 1 Manifesto Politik NII
 
Adanya
agressi Belanda ke-1 dan sikap sopan pemerintah Soekarno yang menerima
begitu saja naskah perjanjian Renvile dijadikan sebagai momentum oleh
Gerakan NII untuk melakukan konsolidasi dan mobilisasi NII di wilayah
Jawa Barat. Konfrontasi pertamakali Gerakan NII SM Kartosoewirjo
terhadap pasukan agresor Belanda terjadi setelah terbentuk struktur
organisasi Tentara Islam Indonesia NKA-NII pada pertengahan Februari
tahun 1948, tepatnya 17 Februari sebagai bukti bentuk penolakan terhadap
perjanjian Renville RI-Belanda atas agresi pertama yang mengharuskan
wilayah Jawa Barat bersih dari seluruh kekuatan TNI. Baru pada 25
Agustus 1948 Maklumat No 1 dikeluarkan Kartosoewirjo selaku Imam Majelis
Islam Pusat Pemerintah  NII yang secara resmi menyatakan Negara sebagai keadaan perang (jihad) menghadapi keganasan dan kedzaliman Belanda.
 
Pernyataan
dan konfrontasi terhadap tentara pendudukan maupun Negara Pasundan
boneka Belanda di wilayah Jawa Barat memacu percepatan pengkodisian
secara fisik dan psikologis atas seluruh anggota gerakan NII maupun
masyarakat Jawa Barat yang menggambarkan bahwa wilayah Jawa Barat
merupakan daerah kekuasaan NII dan berlaku hukum NII dan aturan di masa
perang.
 
Ketika 19 Desember 1948 Belanda melakukan agresi ke-2 terhadap Jogjakarta  yang
berhasil menangkap dan mengasingkan pucuk pimpinan pemerintah RI,
gerakan NII menjadikan momentum ini untuk kampanye delegitimasi
keberadaan pemerintah RI sekaligus mengkampanyekan jatuhnya NKRI sebagai
karunia Allah dan keniscayaan bagi seluruh rakyat bangsa Indonesia
untuk bergabung bersama NII melakukan perang suci bela bangsa, bela
Negara bela tanah air serta bela agama melawan penjajah Belanda melalui
satu kepemimpinan.
 
Eskalasi suhu politik meningkat dengan keluarnya maklumat NII no 7:
 
"Bahwa sejak hari tanggal diumumkan maklumat ini hanya dikenal 2 golongan yang berperang ialah Negara Islam Indonesia (NII) dengan Belanda dan atau Negara-negara yang menjadi "boneka Belanda") ……"
 
Pasukan TNI (Siliwangi) yang lari menghindari Jogya kembali ke Jawa Barat, saat  sampai di perbatasan Ciamis dihadang Tentara Islam Indonesia (TII) dengan 3 alternatif:
 
1.     Bergabung dengan Tentara Islam Indonesia (TII) yang pengakuan resminya sebagai Mujahid setelah mengikuti 3 kali peperangan.
2.     Kembali menjadi rakyat berarti dilucuti senjatanya.
3.     Bila tidak memilih poin satu dan dua maka statusnya adalah tentara liar yang mengacaukan keamanan
 
Hal ini selanjutnya memicu Perang Segitiga Antralina (Ciawi) antara TII, Belanda dengan Negara Pasundannya dan TNI, pada 25 Januari 1949. Di beberapa daerah  yang terdapat 3 pemerintahan dengan masing-masing aliansi: NII, Pasundan dan Republik. Setiap terjadi pertempuran segitiga kemenangan tetap ada di pihak TII/NII.
 
Pada 7 Mei 1949, hasil kesepakatan Roem-Royen menetapkan:
1.     Yogya diserahkan kepada RI
2.     Presiden, Wapres dan lain-lain harus dikembalikan ke Yogyakarta
3.     Bersedia mengikuti KMB dalam pembentukan Negar Indonesia Serikat (NIS) atau RIS.
 
Ketika 6 Agustus 1949 M. Hatta
tiba di Nederland menghadiri KMB esoknya 7 Agustus 1949 SM
Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya NII yang berlaku bagi seluruh
Indonesia.
 
Melalui
Maklumat demi Maklumat Gerakan NII makin mempertegas sikap politik,
administratif Negara dan ketentaraannya serta memperluas lingkup
kekuasaan ke seluruh wilayah Indonesia. Hal itu disebabkan karena
terdapat klausul yang konspiratif dalam hasil KMB yang berbunyi:
 
1.     Membentuk Negara Indonesia Serikat (NIS/RIS)
2.     Hukum yang berlaku adalah hukum kolonial Belanda (VOC)
3.     Hancurkan Negara Islam Indonesia dan Tentara Islam Indonesia
4.     Berkewajiban mengganti kerugian dana yang diderita Belanda selama menghadapi peperangan dengan Tentara Islam Indonesia.
 
Dari sinilah starting point
permusuhan dan perang ideologi, politik dan fisik sekaligus antara
Gerakan NII dengan RI yang dibantu Belanda dengan kamulflase RIS yang
pada 17 Agustus 1950 secara resmi dibubarkan dan dibentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan menggunakan UUDS 1950 sebagai
landasan konstitusinya.
 
Sampai di sini sejarah pergulatan politik Islam dan politik nasionalis yang notabene
pro Belanda (berhukum VOC) sikap politik NII tetap mengabaikan NKRI –
UUDS 1950 dan menilai sebagai Negara tidak sah disamping sudah
meninggalkan Pancasila dan UUD 1945. Upaya politik RIS terhadap Gerakan
NII pun pernah dilakukan melalui PM M. Natsir, tetapi pendekatan
tersebut bukan upaya mencari solusi tentang kemungkinan apa yang bisa
menghentikan permusuhan antara RI-NII, karena pendekatan PM Natsir
kepada Kartosoewirjo hanya bersifat menghimbau Kartosoewirjo untuk
berhenti dari bermusuhan dan berperang dengan meminta agar kembali ke
pangkuan ibu pertiwi atau NKRI di bawah kepemimpinan Soekarno. Upaya
penyelesaian politik seperti ini jelas ditolak mentah-mentah SM
Kartosoewirjo dan Gerakan NII-nya.
 
Pada 1950,
PKI diberi kebebasan untuk bangkit melalui kegiatan penerbitan,
selanjutnya PKI mengambil posisi sebagai partai nasionalis di bawah
pimpinan D.N. Aidit,
dan mendukung kebijakan-kebijakan anti kolonialis dan anti Barat yang
diambil oleh Presiden Soekarno. Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan
sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165.000 anggota pada 1954 dan bahkan 1,5 juta anggota pada 1959.
 
Akan
halnya dengan perkembangan Gerakan NII SM Kartosoewirjo menjadi semakin
mengeras dengan mengklaim sebagai Negara Islam yang berdaulat dengan
segala kewibawaannya melalui pemberlakuan status darurat perang.
Pengkondisian psikologi gerakan NII ke dalam situasi serba darurat atau
dalam keadaan perang yang secara terus menerus digalakkan seperti ini
jelas bukan merupakan gerakan, semangat dan kesadarannya yang alami,
tetapi merupakan hasil pengkondisian yang dipaksakan. Itu konsekuensi
dari sebuah pilihan.
 
Keluarnya
Maklumat Komandemen Tertinggi yang berisi perintah dan keharusan untuk
begini dan begitu, menyiapkan ini dan itu secara bertubi-tubi sepertinya
dilakukan dalam rangka memelihara dan meningkatkan militansi dan
semangat perang anggota gerakan NII sekaligus sebagai persiapan perang
totaliter menyongsong perang dunia ke III.
 
Seperti
pada 1959, dalam tempo dua bulan dikeluarkan 3 maklumat yang dalam
salah satu Maklumat isinya terdapat statement kontroversi secara fiqh
Aqidah maupun fiqh syari'ah.
Dalam Maklumat No 11 7 Agustus 1959 : angka romawi III (Berpendapat):
 
Bahwa
perlu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya diselenggarakan susunan
pimpinan perang dalam bentuk baru, ialah perpaduan antara stelsel
Komandemen lama yang tetap berlaku hingga saat ini, dan
peraturan-peraturan perang baru atau yang diperbarukan demikian rupa:
 
A. Sehingga
terjaminlah dengan pasti berlakunya dan pelaksanaan Komando Perang yang
berdayaguna sebesar-besarnya, terutama pada saat dikeluarkannya Komando
Perang Semesta atau Komando Perang Totaliter dalam arti kata yang
seluas-luasnya dan terlebih-lebih lagi menjelang saat mustari atau saat
dikeluarkannya Komando Perang Mutlak, Komando Umum ialah Komando Allah langsung melalui Imam Panglima Tertinggi Angkatan Perang Negara Islam Indonesia, selaku Khalifatullah dan Khalifatin Nabi di
nusantara Indonesia ialah perang semesta dan perang mutlak yang akan
menentukan nasibnya Negara Islam Indonesia dan hari depan ummat Islam
Bangsa Indonesia dimasa mendatang.
B. Sehingga
seluruh Negara Islam Indonesia beserta segenap Angkatan Perang dan
rakyat warga negaranya tanpa kecuali sungguh-sungguh ikut serta
mewujudkan tenaga perang raksasa / maha dahsyat, satu gelombang
jama'ah Mujahidin maha besar yang lagi maju bergerak memenuhi panggilan
dan seruan Allah langsung menuju arah Mardlatillah sejati di dunia dan
di akhirat ialah potensi maha hebat, persatu paduan segenap tenaga dan
kekuatan seluruh Ummat Mujahidin; Ummat Pilihan dan kekasih Allah
yang sanggup dan mampu menghadapi serta mengatasi dan akhirnya
menghancur lindaskan segala jenis dan bentuk musuh-musuh Allah,
musuh-musuh Negara Islam Indonesia dan musuh-musuh seluruh Barisan
Mujahidin, hingga tekuk lutut atau hancur binasa, dengan karena berkat
kehendak dan kekuasaan, tolong dan kasih kurnia Allah yang maha Agung
jua adanya.
 
Inilah bentuk puncak doktrinasi, perintah, harapan dan obsesi overlap
yang bersumber dari imajinasi yang menggebu… doktrinasi, perintah,
harapan atas dasar dzhan, ra'yu yang didasarkan pada pandangan jauh ke
depan seorang Imam tentang apa yang akan terjadi dan akan dihadapi serta
dilakukan di masa mendatang yaitu adanya perang besar yang akan
melibatkan warga masyarakat NII secara total, yang dikemas dalam
Maklumat Komandemen Tertinggi. Dorongan Obsesi dan sindrome perang,
sindrome kekuasaan dan sindrome kepemimpinan sebagai Imam Tertinggi
Angkatan Perang NII yang mengakibatkan kokohnya prasangka dan perasaan
SM Kartosoewirjo sebagai pribadi yang dianugerahi derajat kedekatan
hubungan dengan Allah, sehingga merasa tak bermasalah
mempersonifikasikan diri sebagai Khalifah Allah dan Khalifah Rasul-Nya
di Nusantara Indonesia. Padahal di awal pendirian NII pada tahun 1948 claim tentang wilayah yang disebut sang Khalifah hanyalah propinsi Jawa Barat.
 
Perang
totaliter dan perang dunia ke III tidak terjadi, doktrinasi tentang
proklamasi, tentang struktur organisasi NII, Qonun dan semua aturan
serta tafsir maupun penjelasan tentang berbagai hal yang dikemas secara Top Down
sebagai maklumat Imam, khalifatullah dan khalifatin Nabi hanyalah
angan-angan seorang SM Kartosoewirjo yang terlanjur dibiarkan mengaliri
pola pikir masyarakat tanpa ada sikap kritis dari mereka yang mengaku
dirinya ulama atau kiai. Hingga hari ini sifat, karakter dan eksistensi
gerakan NII dan pola pikir SM Kartosoewirjo yang fenomenal tersebut
belum pernah ditinjau dan ditimbang secara adil dan ilmiah berdasarkan
timbangan aqidah, akhlaq dan syari'ah Islam. Demikian halnya tinjauan
akademis, tinjauan politik dan ketatanegaraan yang obyektif komprehensif
terhadap fenomena gerakan NII SM Kartosoewirjo pun belum pernah
dilakukan.
 
Fakta
demikian menunjukkan bahwa masyarakat manapun baik dari jajaran ulama,
jajaran cendekia dari yang bergelar professor bidang politik,
tatanegara, sejarah dan budaya hingga civitas Kampus tak mungkin bisa
menangkal, tak mungkin immune terhadap Gerakan NII SM
Kartosoewiryo maupun metamorphosenya. Kalau hanya mengandalkan sikap
apriori jelas hal itu tidak akan cukup dan pasti kalah, apalagi jika
mengikuti kebijakan dan maunya pemerintah yang sejak dulu tak cukup ilmu
dan tak cukup akal dalam menghadapi gerakan NII SM Kartosoewirjo
kecuali dengan kekuasaan, menimpakan fitnah dan kekerasan.
 
Penutup
 
Menangkal
penetrasi ideologi, pemikiran dan gerakan NII dunia kampus seyogyanya
mengambil sikap netral dan tindakan cerdas dalam kerangka mengakhiri dan
mencari solusi bagi bangsa dan Negara secara bermartabat. Upaya
penguasaan secara independen terhadap perspective Islam, Budaya Politik
dan Ketatanegaraan maupun perspective Tanggungjawab Negara terhadap
Keadilan, keamanan, Ketenteraman, Kemakmuran dan Kesejahteraan yang
merupakan hak setiap Rakyat dan bukti eksistensi sebuah Bangsa harus
dilakukan. Dunia kampus harus menemukan titik-titik lemah tentang
kekeliruan dan kesalahan dalam Ideologi, pemikiran dan Gerakan NII
maupun kekeliruan dan kesalahan Penyelenggaraan NKRI.
 
Fenomena
bangkitnya gerakan NII 1966 – 1976 atas prakarsa intelijen pasca
eksekusi SM Kartoeoewiryo 1962 adalah fenomena politik yang membawa-bawa
Islam sebagai daya tarik. Gerakan NII secara akidah (dalam timbangan
akidah) sebagaimana pernah diulas oleh Suroso Abdul Salam mantan aktivis
NII, adalah menyimpang. Karena, menjadikan sesuatu yang furu' (siyasah)
sebagai ushul (tauhid mulkiyah). Juga, berkaitan dengan sistematika
tauhid versi NII Rububiyah, Mulkiyah dan Uluhiyyah, yang bertentangan
dengan sistematika baku tauhid yakni Rububiyah, Uluhiyah dan Asma wa
Sifat. SM Kartosoewirjo dengan segala kelebihan yang ada pada dirinya,
tetap tidak punya otoritas untuk menafsirkan eksistensi umat Islam di
dalam sebuah negara.
 
Pemerintah
Soekarno yang menempatkan SM Kartosoewirjo sebagai musuh ideologis yang
diposisikan lebih berbahaya ketimbang komunis merupakan sikap politik
yang .tidak dapat dipertanggungjawabkan dan atau dilanjutkan Karena pada
saat komunisme dijadikan anak emas, ironisnya SM Kartosoewirjo dan
pengikutnya dijadikan anak tiri. Puncaknya, eksekusi mati terhadap SM
Kartosoewirjo telah menjadi kekuatan spiritual tersendiri bagi para
pengikutnya, apalagi kemudian diikuti dengan tumbangnya rezim Soekarno
akibat percobaan kudeta kaum komunis yang gagal.
 
Sikap
Soekarno terhadap SM Kartosoewirjo dan pengikutnya maupun fenomena
kebangkitan gerakan NII atas prakarsa Intelijen orde baru seharusnya
tidak diikuti dan dilanjutkan oleh pemerintahan sekarang. Agar persoalan
masa lalu ini tidak lagi bermakna spiritual dan ideologis, pemerintah
harus punya keberanian mendudukkan sosok SM Kartosoewirjo dalam posisi
yang tepat di dalam perjalanan sejarah nasional. Misalnya, tetap
mengakui SM Kartosoewirjo sebagai sosok yang gigih berjuang melawan
Belanda. Tetapi, ia pada titik tertentu berusaha mendirikan NII namun
gagal. Kegagalan SMK harus didukung oleh fakta sejarah yang kuat.
 
Pemerintah
juga harus memberi ruang kepada para ulama mengkritisi pemikiran Negara
Islam yang digagas SMK, karena gagasan itu adalah benar-benar
menyimpang secara akidah. Dengan demikian pemerintah juga harus berani
melawan dan menghentikan gerakan NII masa kini yang mengaitkan dan
menggunakan pola-pola NII yang diproklamirkan SMK, dengan memposisikan
mereka sebagai aliran sesat yang menyimpang secara akidah. Keberanian
pemerintah harus ditunjukkan antara lain dengan bersikap tegas terhadap
NII KW9 Al-Zaytun, terutama bersikap tegas terhadap sosok sentralnya
yaitu AS Panji Gumilang.
 
Pihak
kampus harus berani mensosialisasikan bahwa gerakan NII yang ada saat
ini bukanlah gerakan ideologi Islam yang bermanfaat bagi umat Islam,
namun sesungguhnya merupakan gerakan penipuan berkedok akidah dengan
motif ekonomi semata, khususnya penipuan / pemerasan berkedok Islam
seraya mengingatkan pemerintah terhadap tanggungjawab dan kesadaran atas
berbagai langkah dan kebijakannya yg tetap melanjutkankan pola
kebijakan intelijen masa lalu yang bernuansa pembusukan terhadap gerakan
NII yang berjalan sekarang ini untuk diakhiri.
 
Semarang, 23 Juni 2011. Sumber:
Umar Abduh <umarabduh@gmail.com>
Berbagi berita untuk semua
http://goo.gl/KKHtihttp://goo.gl/fIWzb

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment