Advertising

Sunday 12 June 2011

[wanita-muslimah] Penderitaan Istri yang Diabaikan Suami (2)

 

Penderitaan Istri yang Diabaikan Suami (2) *Melahirkan dengan Bantuan
Tetangga*
*SETELAH* menikah, Indah tinggal bersama suaminya di rumah sang mertua.
Untuk beberapa saat kehidupan mereka berjalan tenang. Namun kemudian, kasus
korupsi yang menjerat sang ayah mertua menghancurkan rumah tangga orangtua
Dani yang telah terjalin puluhan tahun. Hal itu pun berakibat pada rumah
tangga Indah dan Dani yang masih bergantung pada bantuan sang mertua.
Bagaimana selanjutnya? Berikut kisahnya seperti yang dituturkan Indah kepada
*Ela Hayati*.

*AKU* berusaha sigap mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tangga agar rumah
selalu delam keadaan rapi, seperti mencuci baju, mencuci peralatan dapur,
membersihkan rumah, mengepel, memasak, dan sebagainya. Kehamilan tidak
menghalangi aku untuk duduk bermalas-malasan. Apalagi aku memang akan merasa
tidak enak kalau hanya diam dan tidak berbuat apa-apa.

Sebenarnya bukan tanpa alasan pula kalau aku selalu bekerja keras di rumah.
Aku memang harus selalu menggerakkan tangan dan melangkahkan kaki agar
keadaan rumah rapi dan bersih. Kalau tidak begitu, ibu mertuaku akan
cemberut dan menggerutu. Dianggapnya aku menantu yang tidak berguna dan
hanya menjadi beban. Perceraian dengan suaminya mengubah perangainya menjadi
pemarah dan pemurung. Sedikit saja aku berleha-leha, maka kata-kata pedas
dan ketus akan kuterima tanpa ampun. Walaupun aku sedang hamil tua
mengandung cucunya yang pertama dan tampak kepayahan, namun ibu mertuaku
seolah tak peduli. Menurutnya, mela-kukan berbagai pekerjaan justru akan
baik untuk memperkuat kandunganku. Mungkin perkataan itu ada benarnya, tapi
kalau semua harus kulakukan seorang diri dari mulai mencuci baju hingga
membetulkan keran yang bocor, aku benar-benar tidak memiliki tenaga untuk
melakukannya. Bila hari menjelang sore, seluruh tubuhku rasanya lemas dan
tenagaku tandas karena tak henti-henti bekerja. Kedua lututku rasanya panas
dan berat kalau harus bangkit dan melangkah, karena usia kandunganku yang
semakin tua. Kalau kupikir-pikir, aku ini layaknya pembantu rumah tangga
saja di rumah ini.

Kang Dani sama sekali tidak bersimpati dengan keadaanku. Mungkin juga karena
ia memang tidak tahu dengan apa yang kualami setiap hari, karena ia lebih
sibuk keluyuran di luar. Entah apa yang dilakukannya di luar sana, karena
aku tahu ia sudah tidak bekerja lagi. Perusahaan tempatnya bekerja tidak
mungkin terus-menerus menampung pegawai sepertinya yang malas dan sering
bolos bekerja. Karena itu, aku tak heran ketika ia menerima surat pemutusan
hubungan kerja. Menurutku itu memang wajar karena rugi besar kalau
mempekerjakan orang seperti suamiku.

Namun, pemecatan itu tidak kunjung menyadarkan Kang Dani. Ia justru seperti
menemui kebebasan untuk membuang-buang waktu bersama teman-temannya, dengan
keluyuran tak jelas juntrungannya. Aku sama sekali tak berani menegurnya.
Terus terang aku kapok melakukannya. Dulu pernah aku memprotes tingkahnya
itu, namun ia marah besar dan mencaci makiku habis-habisan. Ia bahkan tak
segan-segan lagi menamparku. Tidak ada lagi kelembutan sikap dan kasih
sayang yang membuatku dulu rela dijadikannya istri.

Mengadu kepada ibu mertuaku juga tak mungkin. Aku sudah tahu karakternya. Ia
pasti lebih memilih membela anak kesayangannya daripada bersimpati pada
menantunya. Karena itu, lebih baik semuanya kupendam saja dalam hati. Untuk
meminta cerai rasanya bukan solusi yang tepat. Aku sedang mengandung,
sehingga tak pantas menuntut talak. Lagi pula kalaupun aku dan suamiku
berpisah, hendak ke mana aku? Kedua orangtuaku sudah tiada. Untuk menumpang
di rumah kakak juga tak mungkin. Kehidupan kakakku pun tidak lebih baik
dariku. Aku hanya bisa berdoa semoga setelah anakku lahir, suamiku diberi
kesadaran untuk berubah dan mau mencari pekerjaan untuk menafkahi buah
hatinya.

Pada suatu hari, aku merasa perutku mulas luar biasa dan air kencing tak
dapat kutahan mengalir deras dari selangkanganku. Aku sadar akan segera
melahirkan, namun aku bingung karena saat itu suamiku sedang tidak ada di
rumah, sementara ibu mertuaku sedang pergi mengunjungi salah seorang
saudaranya yang sakit. Karena tak melihat jalan lain, aku meminta tolong
kepada tetangga. Beruntung suami tetanggaku sedang ada di rumah. Dengan
sepeda motornya, aku pun diantar ke rumah seorang bidan. Alhamdulillah,
beberapa jam kemudian aku melahirkan seorang anak perempuan dengan selamat.
Walaupun tidak didampingi suami, betapa bahagianya aku mendengar suara
tangisan anakku yang nyaring. Tetangga yang mengantarku kemudian
memperdengarkan suara azan di telinga anakku. Aku lega karena akhirnya
persalinan berlangsung dengan selamat dan anakku terlahir dalam keadaan
sehat dan tidak kurang suatu apa pun.

Sore harinya barulah ibu mertuaku datang menjenguk. Ia sedikit menyalahkanku
karena tidak memberi tahunya kalau aku sudah mau melahirkan. Aku diam saja
dan tak berusaha membela diri. Percuma. Ia tidak akan mengerti, tepatnya
tidak mau mengerti, kalau kuberi tahu bahwa aku merasakan anakku akan lahir
secara mendadak dan semuanya serba cepat. (bersambung)**

--
Aldo Desatura ® & ©
Twitter = @desatura
YM = desatura
Facebook = hanjakal@gmail.com

================
Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi
Keberanian menjadi cakrawala dan Perjuangan Adalah pelaksanaan kata kata

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment