Advertising

Wednesday 15 June 2011

[wanita-muslimah] Pengobyekan Perempuan Dalam Karya Sastra

*Pengobyekan Perempuan Dalam Karya Sastra*
Published on jurnalperempuan.com<http://jurnalperempuan.com/2011/06/pengobyekan-perempuan-dalam-karya-sastra/>|
shared via
feedly <http://www.feedly.com>
[image: melayuonline.com]<http://jurnalperempuan.com/2011/06/pengobyekan-perempuan-dalam-karya-sastra/sastra/>

melayuonline.com

Ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki berakar kuat dalam sejarah
peradaban manusia. Semua bidang kehidupan menempatkan posisi perempuan di
bawah laki-laki. Termasuk dalam bidang seni sastra. Seni Sastra adalah media
yang menandai manusia sebagai binatang simbolis "animal symbolicum". Manusia
mengkomunikasikan ide-idenya melalui perantara, dan sastra adalah salah satu
medianya. *1*

Mediasi ide adalah awal yang penting untuk menyebarkan aksi aksi dan
penyebaran ide ini penting untuk mengkonstruksikan bagaimana dunia dan
sistemnya berjalan seharusnya. Termasuk nilai-nilai patriarki. Dalam hal
ini, penguasaan bahasa adalah senjata untuk memelihara nilai-nilai
patriarki.

Sastra dalam sistem patriarki menjadi media penyebaran dan pemelihara
ideologi patriarki dan laki-laki dikonstruksikan mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari perempuan. Hal ini tercermin dalam karya sastra. Sastra
yang berkembang melalui bahasa menjadi ajang untuk mengkonstruksikan dunia
menggunakan bahasa laki-laki yang maskulin (male linguistic).

Bahasa tidaklah netral, bahasa dikuasai oleh kelompok yang memiliki kekuatan
untuk membentuk wacana. Kontruksi bahasa laki-laki tertanam dalam diri
manusia sejak dalam masih tahap anak-anak hingga dewasa. Proses ini
sangatlah maskulin. Bahasa adalah milik laki-laki sehingga perempuan menjadi
makhluk inferior karena tidak mempunyai bahasa untuk merepresentasikan ide
dan pikirannya melalui bahasa perempuan.*2*

Proses terbentuknya ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan
melalui sastra terjadi mulai dari tahap perbedaan gender (gender
differences). Perempuan dalam proses ini dikonstruksikan oleh sastra sebagai
makhluk yang secara kodrati lemah, pemelihara rumah tangga, pendamping
laki-laki, dan objek seksual. Proses ini membentuk ketidakadilan gender
(gender inequalities) yang menutup akses bagi perempuan dalam seluruh bidang
akses kehidupan, terutama sektor yang terkait dengan publik.

Akibatnya adalah muncul kekerasan berbasis gender (gender related violence).
Bentuk-bentuk kekerasan ini beraneka ragam mulai dari pemiskinan perempuan,
peminggiran perempuan dalam bidang politik, stigma terhadap perempuan, beban
kerja yang lebih banyak, hingga dampak bagi kesehatan baik yang sifatnya
fatal maupun non-fatal.*3*

Menurut Meehan (1983), konstruksi perempuan di media adakah The imp, The
good wife, The bitch, The victim, The witch, The matriarch.*4* Perempuan
lebih banyak memiliki label buruk atau tidak berdaya. Kita tidak mengenal
sebutan "kakek sihir" atau "seorang putri yang menyelamatkan nyawa pangeran"
dalam dongeng. Jarang sekali muncul karya heroik yang diperankan perempuan.
Perempuan mengalami obyektifikasi di dalam sastra karena bahasa yang
digunakan adalah bahasa laki-laki yang kurang memahami karakter perempuan.*5
*

Lebih lanjut lagi, novel Indonesia masih belum matang dalam membahas isu
perempuan walaupun sama-sama mendekonstruksi kemapanan. Hal ini karena
penulis yang membahas isu perempuan masih baru bangkit. Topik yang muncul
masih menggebu-gebu seperti perselingkuhan, homoseksualitas, seks, otonomi
tubuh, alat kelamin.*6 * Secara umum perempuan dan penulis perempuan masih
belum banyak mendapat tempat yang sejajar dengan laki-laki di dalam dunia
seni sastra. Bahkan perempuan masih berada di dalam posisi memperteguh
dominasi laki-laki.*7*

Novel ayat-ayat cinta karangan Habiburrahman El Shirazy yang sukses menggaet
pembaca tanah air adalah salah satu karya sastra yang melakukan
obyektifikasi perempuan. Novel tersebut menceritakan kehidupan Fachri,
seorang mahasiswa Indonesia yang sekolah di Mesir. Konflik dalam novel
tersebut muncul ketika Fachri disukai oleh empat orang perempuan pada saat
bersamaan dan Fachri kemudian untuk memilih poligami.

Novel ini jelas sangat bias patriarki. Tokoh perempuan digambarkan sangat
tidak berdaya karena mereka mencintai Fachri, bahkan salah satu tokohnya
yakni Noura sampai melakukan fitnah kepada Fachri karena tidak rela melihat
Fachri menikah dengan Aisha.

Berbeda dengan novelis perempuan ketika mereka mengangkat tokoh perempuan,
mereka akan cenderung melakukan afirmasi dan melawan bentuk-bentuk
konstruksi gender yang bias patriarki dan mengobyektifikasi perempuan. Ayu
Utami adalah novelis Indonesia yang berani mengangkat persoalan perempuan.
Karya-karyanya seperti Saman (1998) dan Larung (2001) mengungkap seksualitas
perempuan yang selama ini terbungkam dan didefinisikan oleh laki-laki.

Salah satunya representasinya adalah tokoh Shakuntala dan Laila dalam Larung
(2001) yang mengungkap biseksualitas. Lebih jauh lagi, Shakuntala sebagai
perempuan meyakini bahwa gender, seksualitas, bahkan seks adalah kategori
kultural, bukanlah biologis.*8*

*Tapi sering aku merasa ada dua dalam diriku. Seorang perempuan, seorang
lelaki, yang saling berbagi sebuah nama yang tak mereka pilih. Tetapi lelaki
dalam diriku datang suatu hari. Tak ada yang memberi tahu dan ia tak
memperkenalkan diri *(Larung, 133)

Walaupun begitu, munculnya berbagai perempuan yang mewarnai dunia sastra
Indonesia saat ini, tetap penuh dengan pendiktean oleh laki-laki. Penulis
perempuan dianggap sebagai obyek yang layak dilecehkan, dan pelecehan
sebagai bukti dominasi itu dilakukan dengan rasa gembira serta
bangga.*9*Lebih jauh lagi, penggunaan kata-kata yang vulgar pun
menjadi menu yang
dianggap layak jual. Penulis perempuan yang memiliki fisik yang cantik
menjadi kemasan jualan terlepas dari karyanya itu sendiri. karya penulis
perempuan dihargai bukan karena isinya namun karena dikorelasikan dengan
fisik. Lebih jauh lagi, semakin maraknya penggunaan istilah "sastra wangi"
turut meneguhkan posisi laki-laki dan menjadikan perempuan dan penulis
perempuan sebagai objek dalam sastra.

*Penulisan feminin melalui Sex dan Texts (Sexts)*

"*I shall speak about women's writing. woman must write herself… woman must
put herself into the text – as into the world and into history – by her own
movement*" (Cixous)
Untuk keluar dr permasalahan, Helene Cixous mengharuskan perempuan untuk
menuliskan sendiri pengalaman atas dirinya. Perspektif perempuan dalam seni
sastra penting untuk mengimbangi dominasi konvensi dan bahasa laki-laki.
Dengan menulis, perempuan dapat mengungkap wacana tubuh yang selama ini
tersita oleh dominasi laki-laki. Penulisan feminin adalah penulisan yang
bersudut pandang perempuan yang harus diproduksi oleh perempuan. Melalui
penulisan ini perempuan terbantu untuk mengungkap kesadaran seksualitas
dirinya.
*Penulisan Feminin* *Penulisan Maskulin* Morfologi vagina = pemilik dua
bibir Morfologi penis = pena Variatif Tunggal Tinta putih = tidak banyak
aturan dan batasan, mengalir bebas Tinta hitam = banyak aturan dan
batasan Bebas
dari kanon (ketentuan) Membuat ketentuan Petualangan tubuh yang luas dan
kompleks Selalu berhati-hati dalam menuliskan sesuatu Berirama Kaku Penuh
dengan kemungkinan Seragam Hasrat (desire) Akal

Sumber: Rosemarie Putnam Tong, 1998.

Melalui penulisan feminin, wacana seksualitas perempuan yang didefinisikan
oleh laki-laki bisa dilawan. Akhirnya, penulisan feminin mencoba untuk
membebaskan perempuan dari belenggu patriarki dalam ranah sastra. Penulisan
ini juga bertujuan untuk mengungkap keberagaman yang selama ini tidak muncul
dalam penulisan maskulin. Dengan memasukan wacana khususnya seksualitas yang
tidak lagi berperan sebagai objek dalam sastra.*10*

*Rinaldi Ridwan*

*Daftar referensi*
ARROW For Change. Vol. 11 Bumper issue 2005
Cultural studies, theory and practice 2nd edition. Sage publication 2004
Jurnal Perempuan edisi 30, Perempuan dalam seni sastra
Soenarti Djajanegara, Kritik Sastra Feminis: sebuah pengantar, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta 2000.

Catatan Kaki:


1.

Endriani Dwi Siswanti, "Perempuan di Titik Nol", Jurnal Perempuan edisi
30 hal. 25 Perempuan dalam seni sastra.
2.

ARROW For Change. Vol. 11 Bumper issue 2005, hal. 5
3.

Chris Barker, Cultural Studies hal. 307
4.

Mariana Amiruddin "Sex and Text (Sexts)" dalam Jurnal Perempuan edisi 30
hal 90.
5.

JP hal. 44: Menghidupkan perempuan melalui sastra
6.

Jurnal Perempuan edisi 33 "perempuan sastra pria" hal. 71
7.

Jurnal Perempuan no. 30 perempuan dalam seni sastra. "Dari saman ke
larung, menemukan kembali sisa-sisa feminitas", Kris Budiman. Hal. 11
8.

Jurnal perempuan no. 30 perempuan dalam seni sastra. "Perempuan sastra
pria" Medy Loekito, hal. 66
9.

Hal. 98

Feedly. Feed your mind. http://www.feedly.com <http://www.feedly.com/#mail>


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

0 comments:

Post a Comment