Advertising

Wednesday 15 June 2011

[wanita-muslimah] Pujian ILO Seharusnya Membuat RI Malu

 

Refl: Apakah SBY punya malu?

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=280842

PIDATO PRESIDEN SBY
Pujian ILO Seharusnya Membuat RI Malu

KONFERENSI ILO - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat akan menyampaikan pidato pada Konferensi Ke-100 Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Palais des Nations, Jenewa, Selasa (14/6). Presiden SBY merupakan satu-satunya pemimpin Asia yang diminta menyampaikan pandangannya pada konferensi bertemakan "Membangun Masa Depan dengan Pekerjaan yang Layak" itu. (Antara)
Rabu, 15 Juni 2011

JAKARTA (Suara Karya): Pujian Direktur Jenderal Organisasi Buruh Sedunia (ILO) Juan Somavia terhadap keputusan Pemerintah Indonesia meratifikasi delapan konvensi kunci ILO tak layak dibanggakan.

Bahkan pujian itu seharusnya membuat Indonesia malu, karena konvensi ILO masih banyak dilanggar dan pemerintah sendiri terkesan tak peduli terhadap pelanggaran itu.

Demikian diungkapkan Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar kemarin, di Jakarta, menanggapi Konferensi Ke-100 ILO di Jenewa, Swiss, yang turut dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pandangan kritis senada juga secara terpisah diutarakan Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah, dan Sekjen Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Rusjdi Basalamah.

Presiden SBY sendiri berkesempatan menyampaikan pidato dalam forum konferensi itu. Presiden dalam pidato itu antara lain menyeru semua negara agar melindungi hak buruh migran, terutama mereka yang bekerja di sektor domestik atau rumah tangga. "Kita harus mendukung ILO Convention on Decent Work for Domestic Workers," ujarnya.

Usai menyampaikan pidato, Presiden SBY mendapatkan standing ovation (berdiri sambil bertepuk tangan) dari seluruh peserta Konferensi Ke-100 ILO.

Dalam kesempatan terpisah, masih di forum itu, Dirjen ILO memuji keputusan Pemerintah Indonesia meratifikasi delapan konvensi kunci ILO. Ini, menurut Somavia, menjadikan Indonesia negara pertama di Asia Pasifik yang meratifikasi delapan konvensi kunci ILO.

Presiden menjelaskan, buruh migran adalah tema sangat penting. Dia menyebutkan, sekitar 150 juta buruh migran terdata di seluruh dunia. Mereka berperan penting dalam era keadilan sosial saat ini. Untuk itu, katanya, setiap negara tidak bisa mengabaikan kontribusi buruh migran terhadap pasar tenaga kerja dunia.

"Kami di Indonesia menyebut buruh migran ini sebagai pahlawan devisa. Ini karena mereka bekerja keras dan mengabdikan diri untuk kesejahteraan keluarga mereka di rumah," kata Presiden.

Dia mengaku optimistis konvensi ILO bisa menjadi panduan bagi negara penampung dalam melindungi buruh migran di sektor domestik. "Ini isu sangat penting bagi Indonesia, karena porsi cukup besar buruh migran kami di luar negeri adalah pekerja domestik," ujarnya.

Presiden juga mengatakan akan menyeru negara-negara penerima TKI agar memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak mereka. Pemerintah juga akan memastikan kebijakan ketenagakerjaan di dalam negeri selalu berorientasi meningkatkan kesejahteraan pekerja.

Presiden juga meminta semua negara dan penyedia lapangan pekerjaan menghindari pemecatan buruh. Dengan itu, katanya, kehidupan buruh lebih terjamin.

"Dari tujuh prioritas nasional yang kami susun, tiga di antaranya terkait langsung dengan jaminan pekerjaan," kata Presiden.

Tujuh prioritas nasional diterapkan, menurut Presiden, ketika terjadi krisis ekonomi menerpa pada tahun 2008. Selain mencegah pemecatan, saat itu pemerintah juga memastikan jaminan terhadap sektor-sektor tertentu yang menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah kemudian melakukan penghitungan khusus untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi.

Pada saat krisis, kata Presiden, pemerintah selalu menyelaraskan kebijakan dengan pemerintah daerah, pihak swasta, dan pihak lain yang terkait. Pemerintah juga bekerja sama dengan sejumlah serikat pekerja untuk menjaga sektor tertentu tetap berjalan dan menghindari pemecatan massal.

Itu, menurut Presiden, membuahkan hasil. Selama 2008-2009, katanya, hanya 0,05 persen dari 116 juta pekerja di Indonesia kehilangan pekerjaan. "Karena itu, di antara negara-negara Asia dan bagian dunia yang lain, Indonesia termasuk paling sedikit mengalami dampak buruk krisis," katanya.

Dalam penilaian Anis Hidayah, pidato Presiden SBY pada forum Konferensi ILO Ke-100 di Jenewa itu lebih merupakan pencitraan belaka. Sebab, faktanya, tak satu kebijakan pun menyangkut perlindungan dan kesejahteraan buruh migran yang diimplementasikan secara konkret. Itu terutama menyangkut mereka yang bekerja di sektor pembantu rumah tangga di luar negeri. "Kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan para TKI itu lebih-lebih lagi -- tak ada," kata Anis.

Dia mencontohkan, perumusan nota kesepahaman antara Indonesia dan Ma laysia. Pembahasan mengenai perlindungan bagi TKI pembantu rumah tangga di Malaysia belum tuntas. Padahal moratorium penempatan TKI ke Malaysia sudah berjalan 2,5 tahun.

"Jadi, bagaimana mau mendesak berbagai negara-negara penerima TKI ikut mengimplementasikan hasil dari pertemuan ILO tersebut jika tidak ada keseriusan dari Pemerintah Indonesia sendiri," tuturnya.

Lebih jauh dia mengatakan, keseriusan pemerintah bisa dilihat jika bisa mendesak DPR untuk segera menyelesaikan RUU BPJS. "Kalau Presiden bicara tentang keadilan sosial bagi buruh migran, ini bisa di implementasikan kalau RUU BPJS segera dibuat. Karena, ada perlindungan hukum yang kuat di sana ketika seorang buruh mendapatkan masalah," katanya.

Sementara itu, Timboel Siregar mengatakan, salah satu kebanggaan SBY dalam pidatonya terkait fakta Indonesia telah meratifikasi semua konvensi ILO. Namun, SBY lupa bahwa banyak juga konvensi ILO yang dilanggar di Indonesia dan pemerintah tidak peduli akan hal itu.

"SBY gagal menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Di lain pihak, TKI banyak teraniaya di luar negeri dan mengalami siksaan lainnya. Seharusnya SBY tahu diri dan tidak pergi, karena banyak kebohongan dalam pidatonya itu. SBY tidak berani memaparkan secara apa adanya terkait kasus-kasus TKI. Jadi, terjadi banyak kebohongan," katanya.

Menurut Timboel, pemerintahan Presiden SBY selama ini telah gagal dalam menyejahterakan buruh dan melindungi TKI di luar negeri.

Kegagalan demi kegagalan ini diperparah dengan kinerja aparat instansi pemerintahan terkait masalah buruh dan TKI di luar negeri.

"Bukti kegagalan itu banyak. TKI banyak yang teraniaya di luar negeri. Diperkosa lah, disiksa lah, gaji tidak dibayar. Bahkan banyak yang pulang ke Tanah Air sudah mayat. Dengan kasus-kasus seperti ini, seharusnya SBY jangan lagi pergi ke Swiss, apalagi pidato. Malu," ujar Timboel.

Di lain pihak, Rusjdi Basalamah mengatakan, upaya pembenahan dalam proses penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri harus dilakukan secara menyeluruh. Ini dikarenakan hingga saat ini banyak oknum-oknum perorangan yang menempatkan TKI secara ilegal, sementara PJTKI yang mengikuti ketentuan pemerintah untuk menempatkan TKI ke luar negeri secara ilegal justru dipersulit oleh pemerintah.

"Permasalahan TKI sudah ada sejak perekrutan di dalam negeri. Peran calo atau sponsor masih dominan. Kewajiban mengikuti pelatihan juga banyak dilanggar. Ini semua potensi membentuk TKI bermasalah," katanya.

Masalah TKI juga dipicu kebijakan pemerintah di negara tujuan penempatan. Menurut Basalamah, upah TKI relatif rendah, jam kerja di atas 12 jam. TKI juga terisolasi dan jarang mendapatkan waktu berekreasi.

"Majikan dari berbagai lapisan atau latar belakang bisa gampang merekrut TKI. Dari lapisan bawah hingga atas, mereka bisa mempekerjakan TKI. Akibatnya, banyak kasus upah TKI tidak dibayar dan lain-lain," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Organisasi Buruh Internasional (ILO) Kantor Indonesia Peter van Rooij menilai, perlu kerja sama antarnegara untuk memberikan perlindungan yang layak bagi para buruh migran di sektor domestik.

"Untuk mencapai pekerjaan yang layak (bagi semua), penting untuk kerja sama. Ini penting untuk ILO ada dialog sosial mengenai bagaimana bekerja antara pemerintah, konfederasi buruh, pengusaha, dan penting untuk kerja sama antarnegara," kata Van Rooij.

Saat ditanya mengenai pandangannya terhadap situasi para pekerja rumah tangga dari Indonesia, sudah ada perbaikan/keberhasilan di sejumlah hal. ILO siap membantu Pemerintah Indonesia, konfederasi buruh untuk meningkatkan lagi situasi buruh di Indonesia. (Bayu/Antara/Andrian)


[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment