Advertising

Monday 13 June 2011

[wanita-muslimah] Siapa yang Membahayakan NKRI ?

 

Siapa yang Membahayakan NKRI ?

Oleh: Harits Abu Ulya

(Pemerhati Kontra-terorisme dan Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI)

Dalam sebuah wawancara Ansyaad Mbai dengan situs Kristen Reformata (di
Posting 07 Juni 2011), kesekian kalinya Mbai mencoba menjelaskan cara
pandangnya terhadap persoalan radikalisme dan terorisme.Di kota
Makasar-Sulsel BNPT juga menggelar seminar nasional bertajuk Ayo Lawan
Terorisme di Balai Prajurit M Yusuf, Makassar, Rabu (25 Mei 2011), tampil
sebagai pemateri Kepala BNPT Ansyaad Mbai, Perwakilan Kedutaan Australia
Andrew Barner, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Perwakilan Kadin
Indonesia Wibawanto Nugroho, Ketua Komisi I DPR RI Luthfi Hasan Ishak dan
dipandu guru besar UIN Prof Dr Hamdan Juhannis.

Mbai di hadapan ratusan remaja dan mahasiswa juga mengulang penjelasan yang
sama seperti di berbagai forum sebelumnya. Penulis melihatnya wajar, ia
harus bicara dimana-mana dengan konten seperti itu karena ia bekerja dan
dibayar untuk itu setelah pensiun dari Polri. Tapi menjadi tidak wajar jika
kita menguji pemikiran (doktrin) Mbai terkait persoalan terorisme dan akar
masalahnya. Dalam wawancaranya dengan situs Reformata minimal ada beberapa
point doktrin yang bisa kita uji kesahihannya.

Pertama; menurut Mbai cir-ciri radikalisme (mengutip pandangan Gus Dur dalam
buku Ilusi Negara Islam), antara lain bahwa kelompok itu suka mengkafirkan
orang. Jangankan yang berbeda agama, yang berbeda saja, dalam tata ibadah
misalnya, itu sudah dianggapnya kafir. Kedua, mereka selalu mengatasnamakan
Tuhan untuk menghukum yang lain. Tujuan gerakan mereka adalah ingin mengubah
negara bangsa menjadi negara agama. Ganti ideologi Pancasila dengan Islam
versi mereka, mengganti NKRI dengan khilafah. Ini ancaman bagi NKRI, karena
itu Presiden selalu mengatakan, negara tidak boleh kalah.

Cara main kutip tanpa memperhatikan kredibilitas buku adalah sangat
berbahaya. Lebih-lebih referensinya buku "Ilusi Negara Islam" terbitan
LibForAll Foundation atau kerja bareng The Wahid Institut dengan Ma'arif
Institut dan Gerakan Bhineka Tunggal Ika yang diluncurkan 16 Mei 2009 banyak
menuai kritikan. Empat peneliti asal Yogyakarta, Zuli Qodir, Adur Rozaki,
Laode Arham, Nur khalik Ridwan, memprotes isi buku "Ilusi Negara Islam"
tersebut. Buku itu dinilai tidak sesuai dengan yang diteliti dan isinya
mengadu domba umat Islam. Aneh bukan? Buku yang memuat hasil penelitian
mereka (4 orang di atas), tapi justru ketika jadi buku, isinya jauh dari apa
yang ditelitinya. Isi dari buku telah menyimpang dari yang mereka teliti
selain mereka juga tidak dilibatkan dalam proses penerbitan. Dan tujuan
penerbitan dinilai telah bergeser dari riset yang semula bertujuan akademik
kepada kepentingan politis. Dan ini diperkuat hampir semua peneliti daerah
yang namanya tercantum dalam buku tersebut tidak pernah diajak untuk
berdialog menganalisis temuannya dalam kerangka laporan hasil penelitian
yang utuh. Dicatutnya para peniliti daerah hanya untuk melegitimasi
kepentingan politis pihak asing. Sebagaimana dilakukan Holland Taylor dari
Lib For All, Amerika Serikat yang begitu dominan bekerja dalam kepentingan
riset dan penerbitan buku itu.

Serasa lebih aneh lagi dengan buku tersebut ketika mencantumkan Gus Dur
menjadi editornya. Padahal, pada saat itu Gus Dur terganggu penglihatannya
sehingga tidak mungkin Gus Dur bisa mengeditnya, kebablasan bukan?.

Penulis sendiri pernah menjadi salah satu penanggap dalam diskusi terbatas
yang dilakukan Litbang Depag Pusat (Tahun 2010), membahas buku "Ilusi Negara
Islam" dengan menghadirkan salah satu narasumbernya adalah Direktur The
Wahid Institute. Banyak perserta diskusi mengkritisi dan tidak puas bahkan
meragukan kredibilitas dan intelektualitas orang-orang The Wahid Institute
jika mengacu kepada produk buku "Ilusi Negara Islam". Sebuah buku yang
substansinya sarat adu domba dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara
ilmiah. Buku yang cacat secara ilmiah.

Nah, buku semacam inilah yang dijadikan referensi Ansyaad Mbai untuk
menjelaskan doktrin-doktrinnya siapakah yang dianggap radikal atau bukan.
Dengan sebuah parameter yang gegabah dan sarat dengan cara pandang yang
tendensius. Jangan-jangan Mbai tidak memahami terminologi Radikal, Kafir,
dan Ideologi? Meminjam istilah orang jawa: dengan buku "ilusi Negara Islam"
Mbai "nggepuk nyilih tangan" (mukul pinjam tangan).

Bagi Mbai, seperti yang pernah ia ungkapkan juga di LokaKarya Sespim 27
Oktober 2009, pada umumnya jika seorang mempunyai persepsi (mindset) tentang
adanya kondisi yang menindas secara terus menerus oleh Barat pimpinan AS
terhadap Islam. Dan kemudian menganggap bahwa kondisi tersebut adalah
ketidakadilan yang harus diubah maka cukup seorang bisa dilabeli Radikal
bahkan teroris. Jika begini, berapa banyak para intelektual dan para
pengamat politik yang radikal dan teroris ? Apalagi jika dikaitkan dengan
kewajiban dalam Islam "amar makruf nahi munkar", berapa juta orang yang
radikal jika mereka dengan beraninya mengkritisi setiap kedzaliman yang
dilakukan oleh penguasa atau oleh negara imperialis semacam Amerika? Rasanya
naïf sekali menjadi manusia yang sempurna karena akalnya, kemudian membeku
seraya melipat tangan tidak berbuat apa-apa untuk merubah kedzaliman yang
terjadi. Bahkan terlihat lebay sekali memberikan label radikal jika ada
seorang mengkafirkan orang lain karena berbeda dalam masalah ibadahnya. Jika
kita melihat realitas; betulkah demikian? Apakah ada diantara kita hanya
karena perbedaan dalam wilayah ibadah (furu'iyah) kemudian menjustice dengan
sebutan kafir. Jangan-jangan ini hanya "ngibul"nya Mbai? Karena umat Islam
mayoritas "melek akidah dan fiqh", hanya layak seorang disebut kafir atau
murtad jika mereka sudah menyimpang dalam masalah ushuli (I'tiqod) bukan
masalah furu'iyah (cabang-cabang ritual ibadah). Lain kali Mbai, harus
membuktikan ucapannya dan contohnya. Sekalipun ada, penulis yakin itu adalah
orang-orang awam jahil yang baru belajar Islam.

Kemudian, jika orang-orang yang dengan mindset-nya layak dicap
radikal-teroris membahayakan NKRI maka penulis mengajukan beberapa
pertanyaan yang perlu dijawab. Siapa sebenarnya yang membahayakan NKRI atau
yang jelas-jelas telah mengoyak NKRI? Orang-orang yang diduga
radikal-teroris (dengan mindset versi Ansyaad Mbai) atau Seorang Presiden RI
yang mengeluarkan keputusan politik "referendum Timor-timur" yang berakhir
tragis lepasnya Timor-timur dari pangkuan NKRI? Atau keputusan Presiden RI
dengan MoU Helsinky yang memberikan jalan lempang bangunan Federalisme Aceh?
Penulis yakin, analisa dan data intelijen sedemikian rupa telah membaca arah
perjuangan politik GAM dengan memanfaatkan MoU, dengan isu demokratisasi dan
dukungan LSM-LSM komprador akan mudah Aceh menuju panggung referendum dan
sangat mungkin federalism bisa diraih. Dalam konteks Indonesia yang masuk
ancaman (terorisme) adalah kelompok yang mengusung semangat etno-nasionalism
atau separatism seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan RMS selain
kelompok yang dianggap memiliki visi Negara Islam (daulah Islam). Lantas
pertanyaannya adalah; kenapa BNPT dengan Densus 88-nya tidak kerja keras
menangkap memberangus mereka seperti halnya para aktifis yang disangka atau
dituduh teroris? Berapa orang OPM yang ditangkap Densus-88? Sementara hingga
saat ini lebih dari 600 orang aktifis Islam dalam bui rezim karena dikaitkan
dengan "terorisme".

Lantas siapa sebenarnya yang membahayakan NKRI? Jika kita telisik banyak
sekali kebijakan-kebijakan politik yang menjadikan kedaulatan NKRI hanya
menjadi mimpi di siang bolong. Lihatlah; Pemerintah telah memprivatisasi 12
BUMN pada periode 1991-2001 dan 10 BUMN pada periode 2001-2006. Pemerintah
tahun 2008 melalui Komite Privatisasi BUMN yang diketuai Menko Ekuin
Boediono saat itu mengharapkan agar dari 139 BUMN diprivatisasi menjadi 69
BUMN. Karenanya, privatisasi itu akan terus berjalan. Subsidi dicabut;
bagian dari agenda penjajahan yang paling nyata adalah pencabutan secara
bertahap subsidi BBM yang telah dan akan dilakukan. Juga pencabutan subsidi
di bidang pertanian (seperti pencabutan subsidi pupuk), kesehatan,
pendidikan, dll. SDA Indonesia dikangkangi Asing, di bidang perminyakan,
penghasil minyak utama didominasi oleh asing. Diantaranya, Chevron 44%,
Pertamina & mitra 16%, Total E&P 10%, Conoco Phillip 8%, Medco 6%, CNOOC 5%,
Petrochina 3%, BP 2%, Vico Indonesia 2%, Kodeco Energy 1 % lainnya 3%
(sumber: Dirjen Migas, 2009).Di bidang pertambangan, lebih dari 70% dikuasai
asing. Asing juga menguasai 50,6% aset perbankan nasional per Maret 2011.
Total kepemilikan investor asing 60-70 persen dari semua saham perusahaan
yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Utang luar negeri; total
utang pemerintah Indonesia hingga April 2011 mencapai Rp 1.697,44 triliun.

Dan dampak dari perkara diatas bisa kita lihat; 1.Kemiskinan; Akibat
penjajahan baru, di Indonesia saat ini terdapat sekitar 100 juta penduduk
miskin menurut kategori Bank Dunia (Okezone, 18/8/2009). 2.Beban berat utang
luar negeri; Dalam APBN 2011, pembayaran utang negara (cicilan pokok+bunga
utang) meningkat menjadi Rp 247 triliun (Rp 116,4 triliun hanya untuk
membayar bunga saja) (Detikfinance.com, 9/1/2011). 3.Kekayaan lebih banyak
dinikmati asing; Penerimaan pajak, deviden dan royalti Pemerintah dari PT
Freeport selama 2010 (sampai bulan September) adalah sebesar Rp 11,8 triliun
(Kompas.com, 14/12/2010). Berapa penghasilan PT Freeport? Dengan saham
91,36%, penghasilan PT Freeport kira-kira Rp 106,2 triliun (Rp 11,8 triliun
x 9). Hal yang serupa juga terjadi pada pengeloaan SDA migas dan tambang
lainnya. 4.Kesenjangan; contoh di Kaltim, batubara diproduksi sebanyak 52
juta meter kubik pertahun; emas 16.8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun;
gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta
barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun,
dari sekitar 2.5 juta penduduk Kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen)
tergolong miskin.

Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 tiliun kaki kubik. Hingga tahun 2002,
sudah 70 persen cadangan gas di wilayah ini dikuras oleh PT Arun LNG dengan
operator PT Exxon Mobile sejak 1978. Namun, Aceh menjadi daerah termiskin
ke-4 di Indonesia dimana 28,5 % penduduknya miskin.

Dan kita tidak boleh amnesia (hilang ingatan), bahwa penjarahan kekayaan
negeri ini bisa berjalan mulus diantaranya karena UU. Dan ini melibatkan
para politikus yang di DPR dengan peran legislasinya. Padahal masing-masing
undang-undang tersebut, bila dianalisis, berdampak pada kehancuran dahsyat
bagi perekonomian nasional dan lingkungan; meningkatkan jumlah kemiskinan
struktural, pengangguran, keegoisan, kebodohan, kematian, kelaparan dan
chaos.

Sekali lagi, siapa yang membahayakan NKRI dengan segenap tumpah darah dan
jiwa raga yang menghuninya?

Kedua; menurut Mbai, Dulu radikalisme ia anggap berkembang di pesantren atau
di masjid. Ternyata keliru. Sekarang mereka justru tumbuh subur di
perguruan tinggi. Bukan sekadar perguruan tinggi, tapi perguruan tinggi
favorit. Bukan di jurusan sosial, tapi jurusan eksakta dan science.

Sadarkah kita, jika selama ini Ansyaad dkk telah melihat pesantren dan
masjid sedemikian buruk? Bahkan sudah menjustice, tapi kemudian dianggap
keliru. Kira-kira selama dalam payung "kaca mata" yang salah itu apa yang
dilakukan oleh razim terhadap pesantren dan masjid? Sangat mungkin aparat
intelijen yang dibayar dengan uang rakyat pekerjaanya adalah memata-matai
rakyat yang mayoritas Muslim di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan menarik,
kenapa "kebangkitan" dan "kesadaran politik" begitu suburnya di kalangan
kaum intelektual? Simpel jawabannya; mereka bukan orang awam yang bisa
disumbat mulut, mata dan telinganya. Tapi kesadaran seperti ini bagi seorang
Mbai menjadi bermasalah dan berbahaya bahkan layak dicap teroris atau
minimal masih satu "linkmind" dengan kelompok radikal-teroris hanya karena
ada kesamaan cara pandang terkait kondisi sosial politik baik dalam kontek
global, regional maupun lokal.

Maka sekarang bisa dipastikan; kampus menjadi tempat favorit operasi
intelijen BNPT dengan bendera Deradikalisasi. Apa bedanya dengan razim Orde
baru kalau sikap penguasa melalui BNPT-nya seperti itu?

Ketiga; menurut Mbai, Dari hasil pemeriksaan kepada kelompok ini selama 10
tahun terakhir, jelas tujuan mereka adalah Negara Islam, khilafah dan
penegakan syariat Islam. Jadi sama dan sebangun dengan NII (Negara Islam
Indonesia).

Betulkah mereka yang melakukan aksi "terorisme" hendak mendirikan negara
Islam atau Khilafah Islam? Apakah membangun negara itu logikanya sama
seperti membangun Mall, rumah sakit, gedung bioskop atau bangunan fisik
lainnya? Jika hendak membangun negara Islam maka perlu bangunan dan
infrastruktur itu dihancurkan. Atau dengan tindakan teror itu dengan
mudahnya akan melahirkan ditrush terhadap penguasa dan kekuasaan akan begitu
mudahnya beralih ke tangan mereka. Apalagi jika diukur dengan manhaj
Kenabian dalam mendirikan negara, Rasulullah SAW tidak pernah mencontohkan
"terror" menjadi jalan (metode) menegakkan negara.

Maka kesimpulan para "teroris" tujuannya adalah negara Islam perlu
dikritisi, karena ada logika yang tidak nyambung. Apalagi jika diukur dengan
timbangan metode Rasulullah SAW. Lagian masyarakat juga banyak yang tidak
paham bagaimana pihak aparat kerap melakukan intimidasi mental dan fisik
(siksaan) untuk membuat sebuah pengakuan yang akan dituangkan dalam BAP.

Menurut penulis, ini ada perang opini dan propaganda dalam terminologi
jihad, negara Islam, dan syariah. Hingga sangking konyolnya, perampokan CIMB
(tindak pidana criminal)-pun diungkap bahwa motif perampokan adalah
mendirikan negara Islam. Sebuah lompatan konklusi yang sulit diterima nalar
sehat. Adakah sebuah negara bisa dibangun dengan hasil rampokan 600 juta
rupiah? Negara "antah barantah" mungkin.

Keempat; menurut Mbai, perlu mencontoh Malasyia dan Singapura untuk membuat
perangkat hukum. Menurut Mbai di Malaysia keras sekali. Teroris dan
radikalis tidak memiliki ruang gerak. Mahathir, mantan perdana menteri
Malaysia tegas sekali. Semua ceramah, dakwah atau apa pun yang ditengarai
menyebarkan permusuhan dan kebencian, itu ditangkap dan dimonitor

Ini tidak lebih sebagai ikhtiyar represif ala demokrasi. Jika ada regulasi
yang meng-copy paste ala Malasyia atau Singaupura bisa jadi seorang nanti
ceramah atau khutbah dan dimata-matai kemudian disimpulkan secara subyektif
bahwa dia menghasut atau dianggap menyebar kebencian, maka bisa ditangkap
dan dikenakan tuduhan terorisme karena dianggap satu rangkaian.

Dan menurut penulis, ini adalah cara pandang dan upaya paranoid dalam isu
radikalisme dan terorisme. Sebuah pilihan solusi terhadap hilir dan abai
pada persoalan hulunya. Sangat mungkin dengan munculnya regulasi yang sangat
represif akan semakin menumbuhkan radikalisme seperti halnya hari ini.
Dengan adanya lembaga semacam BNPT dan tindakan represif Densus88,
"terorisme" bukan mengecil namun makin meng-eskalasi.

Kelima; menurut Mbai, penanganan radikalisme dan terorisme perlu upaya
merubah prinsip teologisnya. Konsep Islam sebagai rahmat bagi semesta itu
perlu dikedepankan terus.

Penulis tidak pernah mendengar dan membaca konsep Islam rahmatan versi Mbai
itu seperti apa, dan bagaimana? Bisa jadi seorang Mbai belum paham atau
tidak paham apa yang dimaksudkan Islam Rahmatan dan bagaimana mewujudkannya?

Apakah maksud Islam Rahmatan itu kehidupan kaum Muslim yang hanya mengambil
aspek ritual dan membuang aspek politiknya? Apakah seorang Ansyaad Mbai
pernah mengkaji tuntas al Qur'an dan Sunnah Rasul SAW hingga mendapatkan
gambaran yang holistik dan integral tentang Islam? Islam itu Way of life,
tapi bisa jadi Way of Life-nya seorang Ansyaad sebagai seorang muslim masih
seperti orang buta yang meraba gajah dan hanya ketemu ekor dan pantatnya
kemudian yakin sekali gajah itu ya seperti yang ia raba.

Sayang sekali, di banyak kesempatan seorang Mbai jarang membuka ruang dialog
secara fair dan gayeng. Tapi yang terjadi sebaliknya, datang dan mengumbar
"doktrin" lantas pergi. Lantas siapa sebenarnya yang menebar kebencian dan
hasutan? Siapa yang menebar salah saham? Jika demikian terus adanya,
alih-alih Ansyaad Mbai melakukan de-radikalisasi tapi justru ia melakukan
radikalisasi terhadap umat Islam.

Waspadalah wahai umat Islam, siang dan malam orang-orang munafik
mempersembahkan pengorbanan mereka demi umat ini tidak kembali kepada seruan
Allah SWt dan Rasulullah SAW. Wallahu a'lam bishowab

sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2011/06/13/doktrin-ansyaad-mbai-kepala-bnpt-paran
oid-terhadap-syariat/

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment