Advertising

Friday 6 April 2012

[wanita-muslimah] Itji Tarmizi, Sang Realisme-Sosialis

 

Sumber: http://kisihati.wordpress.com/2011/11/18/mengenang-itji-tarmizi-maestro-realisme-sosialis/#more-3

18 November 2011

Itji Tarmizi, Sang Realisme-Sosialis

Pada paruh akhir 1990-an, ada nuansa segar bermotif de javu dalam dunia seni rupa kita. Persoalan sosial politik menjadi penting. Para perupa muda diusik pertanyaan klasik: Apa sesungguhnya peranan seni? Pertanyaan ini sebelumnya melahirkan generasi Persagi, Lekra, dan Gerakan Seni Rupa Baru.

 
Maka, semaraklah ranah seni rupa tanah air dengan karya-karya yang tendensius, memihak, mencerminkan semangat dan sikap kritis terhadap situasi sosial dan politik. Kecenderungan dekoratif dan abstrak – yang kian tenggelam dalam keasyikan permenungan individual sang seniman – mulai tergantikan dengan munculnya representasi figur-figur dalam bingkai cerita, demi mengisahkan kondisi sosial politik Indonesia yang carut marut.


Tengok saja karya-karya Entang Wiharso, Nasirun, Agung Kurniawan, Hanura Hosea, Popok Tri Wahyudi serta Surya Wirawan. Tak ketinggalan karya Wayan Sudarna Putra. Namun, mengamati dengan tekun kecenderungan itu, saya malah teringat lukisan berjudul "Lelang Ikan" karya sang maestro realisme-sosialis, Itji Tarmizi, pelukis kelahiran Desa Tepi Selo, Lintau, Sumatera Barat, 21 Juli 1939. Lukisan yang saya lihat di buku "Koleksi Lukisan Presiden Soekarno", itu saya kagumi sejak kanak-kanak.

Lukisan tersebut menggambarkan peristiwa di tempat pelelangan ikan, dengan gaya realistik Itji, secara tekun dan rinci, dengan penghayatan yang dalam, menggarap semua unsur dalam adegan tersebut. Mimik, gestikulasi, watak, serta bloking figur tokohnya; garis, warna, tekstur, serta komposisinya, semua tergarap nyaris sempurna.

Semua nelayan dalam lukisan itu tampak tegang, amat kontras dengan mimik sang tengkulak yang santai, dingin, dan mirip sekali dengan mantan presiden Soeharto. Pakaian sang tengkulak juga tampak keren. Kalung mutiara di leher anak perempuannya, berbanding seratus delapan puluh derajat dengan pakaian nelayan yang kelihatan merana.

Di tangan Itji, tanpa jargon "perjuangan kelas", kita dihadapkan pada kenyataan yang mengharukan. Dengan tulus disentuhnya lubuk perasaan kita yang paling dalam. Simpati kita pun terbuncah pada mereka yang telah bekerja keras tapi tetap nestapa lantaran terus diperas. Selain "Lelang Ikan", saya juga menyukai karya Itji yang lain: "Potret Pribadi", "Ombak Pasang di Madura" dan "Melepas Gembala Kerbau".

Saya pun tercenung melihat lukisan Itji yang lain, "Perkampungan Nelayan". Pada lukisan ini kembali 'sang empu' menunjukkan kepekaan visualnya yang tinggi dalam menangkap kehidupan kaum bawah; objek-objek manusia yang bekerja keras untuk hidup. Sebuh karya yang secara artistik rampung dan dan bermutu tinggi, tapi tidak berhenti hanya sebagai pameran ketrampilan teknis. Hal yang juga lazim kita rasakan ketika menatap karya Dede Eri Supria. Ada kecintaan, kejujuran dan pemahaman terhadap objek yang dilukiskan, sehingga membuat roh lukisan itu menjadi hidup, dan selalu menimbulkan keterharuan.

Itji sendiri terus menjadi manusia sepi yang selalu menatap dirinya. Hingga akhir hayat, ia banyak membuat sketsa diri, melukis impian kanak-kanaknya, pemandangan kabur tanpa sosok manusia, dan hal yang tidak diakrabinya. Ia pun mengaku memaksa dirinya untuk mengganti bahasanya: "menyulam bentuk-bentuk abstrak", sesuatu yang bukan dirinya, bukan sejati realisme sosial.

Sikap Itji yang menghindari publisitas, serta kondisi fisiknya, membuat namanya tak sepopuler teman-teman seangkatannya. Apalagi kondisi politik Indonesia pasca 1965 tidak memungkinkan nama Itji bangkit ke permukaan. Belum banyak pula pameran yang diikutinya. Tapi dalam pertapaannya di Tepo Silo, sejak tahun 1975, salah satu pelukis kesayangan Bung Karno dan Bung Hatta ini tak pernah berhenti berekspresi.

Mengutip pernyataan pengamat seni rupa Amir Sidharta, almarhum merupakan salah satu bagian mata rantai yang hilang dalam bagian seni rupa Indonesia, yakni karya-karya yang berasal dari periode 1950-60an. Mata rantai yang hilang itu belum dikenal secara luas, karena lukisan Ijti berada di tangan kolektor dan belum tersebar ke tengah publik.

***
Itji Tarmizi (1935 - 2001) Menyongsong Fajar (Greeting the Sunrise), please click:
http://www.mutualart.com/Artwork/Menyongsong-Fajar--Greeting-the-Sunrise-/36A4F3B707D967F5

http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about Coup d'etat '65click: http://www.progind.net/  
List of books, click:  http://sastrapembebasan.wordpress.com/


__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment