Advertising

Monday 24 September 2012

[wanita-muslimah] Pilgub DKI, Megawati Buntung

 

 

Pilgub DKI, Megawati Buntung

Prabowo Untung, Jokowi Jangan Ikut Pilpres 2014

JAKARTA-Siapa yang paling diuntungkan di balik kemenangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama dalam Pilgub DKI kemarin? Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) menjawabnya dari hasil exit poll putaran kedua pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta.

Chief Eksekutif Officer SMRC, Grace Natalie mengatakan dari hasil exit poll yang dilakukan Kamis (20/9) lalu, pemilih DKI menginginkan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang menjadi presiden. "Yang dipilih menjadi presiden bila pemilihan diadakan sekarang adalah Prabowo dengan suara 19,1 persen," kata Grace dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Minggu (23/09).

Exit poll SMRC ini dilakukan di 400 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dipilih secara random dan proporsional. Di tiap TPS yang dipilih, diambil sampel 2 orang saat keluar dari TPS sebagai responden. Responden yang terpilih terdiri dari 1 laki-laki dan 1 orang perempuan sudah ditentukan dari awal dengan metode pengacakan.

Jumlah responden yang berhasil diwawancarai sebanyak 740 orang (95 persen). Tingkat kesalahannya adalah kurang lebih 3,7 persen sedangkan tingkat kepercayaannya 95 persen. Untuk lebih mevalidkan data exit poll, quality control dilakukan dengan spot check sebanyak 20 persen responden yang dipilih secara random dan 100 persen responden ditelepon.

Grace yang juga mantan presenter TV ini mengakui bila Pilkada DKI menguatkan posisi Prabowo sebagai Calon Presiden (Capres). Jika Prabowo diuntungkan, justru Megawati Soekarnoputri yang digadang-gadang akan kembali menjadi Capres PDI Perjuangan pada Pemilihan Presiden 2014 malah bernasib sebaliknya alias buntung.

"Tidak pernah terjadi dalam survei nasional maupun Pilkada di daerah lain, dukungan pada Prabowo jauh di atas Megawati ketika stimulasi dilakukan secara semi terbuka," ucapnya. Mega sendiri dari hasil exit poll ini berada di urutan kedua dengan angka 10,1 persen. Sebagaimana diketahui, pasangan berakronim Jokowi-Ahok diusung oleh PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.

Meskipun belum ada penghitungan resmi dari KPU DKI Jakarta, namun dari seluruh hitung cepat lembaga survei, Jokowi-Ahok diposisikan sebagai pemenang Pilkada DKI putaran kedua. Sementara itu, politisi PDI Perjuangan menanggapi dingin, exit poll Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta putaran kedua. Meskipun hasilnya menguntungkan Calon Presiden Prabowo Subianto dan merugikan Megawati Soekarnoputri yang digadang akan kembali mencalonkan, tapi PDI Perjuangan tak mau pusing.

"Pemilu masih jauh. Ingat dong bagaimana waktu yang tujuh hari saja menjungkir balikkan ramalan-ramalan hasil poll menjelang putaran pertama pilkada DKI, apalagi jika time lag-nya masih dua tahun," kata Eva, menjawab JPNN, Minggu (23/9). Eva menegaskan, di politik perubahan itu bisa terjadi dalam hitungan detik.

"Lagipula, bagaimana mendefinisikan untung dan buntung? Terlalu tendensius, apalagi kalau poll dilakukan oleh konsultan politik Pak Prabowo misalnya," kata Eva. Karena, dia melanjutkan, siapapun tahu bahwa PDI Perjuangan mendapat keuntungan intangible yang luar biasa.

Menurutnya, bukan saja membuktikan bahwa jalan ideologi melalui strategi gotong royong terbukti terjawab setelah pikada DIY, dan DKI pada skala yang lebih besar, demikian juga keputusan partai untuk merekom (memberi tiket) Jokowi merupakan eksperimen politik PDIP untuk menjadi partai pelopor (vs mainstream politik) berhasil secara melegakan.

"Terlalu dini untuk mengukur pilpres, terlalu gegabah untuk mengkaitkan pilkada DKI sebagai barometer pilpres," ujar Eva yang juga Anggota Komisi III DPR itu.

 

Ingatkan Jokowi

Usai memenangi pilkada DKI Jakarta versi hitung cepat, sosok Joko Widodo yang sederhana, ceplas ceplos dan blusukan pemukiman kumuh tersebut mulai digadang-gadang oleh sejumlah pihak untuk maju menjadi RI 1 dalam pemilihan presiden 2014. Namun sejumlah pengamat mengatakan ide tersebut terlalu buru-buru dan euforia semata pemilukada Jakarta.

Karena waktu dua tahun bagi Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo-red) dianggap terlalu singkat untuk membuktikan kinerjanya kepada masyarakat. "Kalau dua tahun langsung ikut Pilpres, itu sama saja bunuh diri. Kalau 2019 itu mungkin pas, asal kinerjanya sebagai Gubernur DKI terlihat," ujar Hamdi Muluk, pakar psikologi dari Universitas Indonesia kemarin (23/9).

Jika nekad maju dalam pilpres 2014, publik akan menjudge Jokowi sebagai kutu loncat dan tidak bertanggung jawab terhadap amanah yang baru diembannya. Selain itu, alasan fundamental bukti kinerjanya dalam slogan Jakarta Baru yang diusungnya belum terlihat. Namun Jakarta paling tidak merupakan tempat terbaik untuk membuktikan kinerjanya, karena Jakarta merupakan barometer Indonesia.

"Kalau Jakarta oke, 2019 merupakan moment yang pas untuknya maju dalam Pilpres. Kalau 2014 saya rasa beliau (Jokowi) tidak akan majulah," prediksi guru besar psikologi UI tersebut. Dari pengamatannya, fenomena pilkada DKI tidak bisa disandingkan dengan pemilihan berikutnya termasuk pemilihan presiden.

Pasalnya gegap gempita pemilihan sebelumnya tidak berkaitan dengan pemilihan sesudahnya, karena sifatnya terpisah. "Jadi misalkan pilgub menang, belum tentu misalkan maju di Pilpres juga menang. Tidak ada itu hubungannya," tandasnya. Karena itu, dirinya berharap dengan segala kearifan yang dimiliki oleh Jokowi dapat bersabar dan membenahi Kota Jakarta terlebih dahulu sebelum maju menjadi Presiden atau wapres.

Buktikan terlebih dahulu bisa menata Jakarta baru melangkah kedepan untuk maju menjadi RI 1. "Apalagi dari segi umur, Jokowi masih muda dan energinya masih besar. Bersabar sedikit sajalah," pungkasnya. Sementara itu, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Partai Golkar, Indra J Pialang menambahkan proyeksi kemenangan Jokowi –Ahok tidaklah dapat dihubungkan dengan pemilihan sesudahnya. Pasalnya pilkada Jakarta itu merupakan fenomena politik lokal, karena hanya satu provinsi.

"Pilkada DKI Jakarta itu seperti musik pok, cepat naik dan cepat pula tenggelam," katanya kemarin (23/9). Dan kesalahan terbesar Partai Golkar, sambungnya, yakni mendukung Foke-Nara yang notabene adalah anggota Demokrat. Di mana dalam Pilpres kelak, kedua parpol tersebut merupakan musuh bebuyutan.

Kesalahan Foke menurutnya yakni memasukkan peran parpol, dan terlihat begitu ketakutan hingga memutuskan masuk menjadi anggota dewan pembina Partai Demokrat. "Secara pribadi sejak awal saja mendukung Jokowi Ahok, karena untuk Alex Nordin bagaimana bisa menang orang minang dan Madura di Jakarta berapa sih prosentasenya," beber dia.

Terpisah, beberapa waktu yang lalu di setiap kesempatan, Joko Widodo selalu menepis tudingan sejumlah pihak yang menyatakan dirinya akan mengikuti Pilpres 2014. Walikota Surakarta tersebut lebih memilih konsentrasi untuk membenahi Kota Jakartaterlebih dahulu.

"Tidak usah muluk-muluk, permasalahan Jakarta itu sangat kompleks. Pilpres itu kan masih jauh. Ini saja belum beres," ucapnya. (sar/awa/boy/jpnn)

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment