Advertising

Monday 24 September 2012

[wanita-muslimah] Politik Dinasti

 

Ref:  Masih ada yang belum tahu?
 
 
 
Politik Dinasti
 
 
Senin, 24 September 2012 00:00 WIB    
 
 
POLITIK dinasti kembali meramaikan kamus politik di Tanah Air. Terminologi politik dinasti itu lahir dari sebuah konteks yang paradoksal, yaitu di tengah demokratisasi malah muncul pewarisan takhta seperti di alam kerajaan.

Demokrasi membuka pintu bagi banyak orang untuk tidak hanya memiliki hak pilih, tetapi juga merasa punya hak untuk dipilih menjadi pejabat daerah. Celakanya, mereka merasa keluarga dekat mereka pun berhak dipilih menjadi kepala daerah.

Seolah lumrah belaka bila kini kita menyaksikan seorang gubernur memiliki anak atau adik yang menjadi bupati atau wali kota. Juga seakan lazim saja bila seorang bupati atau wali kota menjabat pada periode tertentu kemudian istrinya menduduki posisi yang sama pada periode berikutnya.

Alhasil, seperti tidak terlampau mengherankan bila kini kita menyaksikan suami, istri, anak, atau kerabat dalam satu keluarga menguasai posisi kepala daerah.

Itulah politik dinasti yang kian fenomenal. Meski senantiasa mengatasnamakan demokrasi karena lahir di era yang relatif lebih demokratis, para pelaku politik dinasti sesungguhnya merupakan penumpang gelap yang kemudian membajak demokrasi.

Mereka dan keluarga merasa berhak dipilih menjadi kepala daerah, tetapi pada saat yang sama mereka sesungguhnya mengurangi, bahkan mengebiri hak politik dan kesempatan orang lain untuk dipilih.

Demi merengkuh hak politik pribadi dan keluarga, para pelaku politik dinasti sesungguhnya telah menyerobot hak politik warga negara lain.

Dengan pengaruh keluarga yang sedang menjabat kepala daerah, kompetisi dalam pemilu kada pun menjadi tidak sehat. Itu artinya politik dinasti hanya membuat demokrasi sakit, lama-kelamaan sekarat, dan akhirnya mati karena kembali ke zaman kerajaan.

Itulah sebabnya pelakon politik dinasti disebut penumpang gelap yang membajak demokrasi. Mereka membajak demokrasi untuk menumpuk kekuasaan dan mewariskannya kepada keluarga. Dengan kekuasaan itu, mereka pun memupuk dan menumpuk kekayaan.

Ketika kekuasaan dan kekayaan terpusat pada satu keluarga, pada saat itulah demokrasi menemui ajalnya. Bukankah demokrasi semestinya menghasilkan distribusi kekuasaan politik dan ekonomi yang adil?

Oleh karena itu, kita menyokong sepenuhnya ikhtiar politik pemerintah untuk mengakhiri dominasi politik dinasti melalui Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

RUU yang merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah itu mengatur seorang calon kepala daerah tidak mempunyai ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping, kecuali ada selang waktu minimal satu masa jabatan.

Kita menyokong sepenuhnya karena RUU itu sangat demokratis. Sangat demokratis karena RUU itu hendak memberi hak politik lebih luas dan adil kepada lebih banyak warga negara untuk dipilih dalam pemilu kada.

Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal mereka yang mengatakan RUU Pemilihan Kepala Daerah melanggar demokrasi dan mengebiri hak politik warga negara.

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment