This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Advertising

Friday 28 February 2014

[wanita-muslimah] Teguran peringatan dari Allah

 

140222

 

 

Teguran peringatan

 

 

Bismi 'l-lahi 'r-rahmani 'r-rahiem.

 

 

 

DAN ALLAH TELAH MEMBUAT SUATU PERUMPAMAAN (DENGAN ADANYA) SEBUAH NEGERI  YANG DAHULUNYA AMAN LAGI TENTERAM, REZEKINYA DATANG KEPADANYA MELIMPAH RUAH DARI  SEGENAP TEMPAT, TETAPI (PENDUDUK)NYA  MENGINGKARI  NIKMAT-NIKMAT ALLAH; KARENA ITU ALLAH MERASAKAN KEPADA MEREKA "PAKAIAN" KELAPARAN DAN KETAKUTAN, DISEBABKAN APA YANG SELALU MEREKA PERBUAT. (Surah an-Nahl [16] ayat 112)

 

Akhir-akhir ini kepada kita oleh banyak media sangat banyak disajikan permasalahan-permasalahan yang dalam banyak hal menakutkan, kurang menyenangkan, ataupun bahkan menyedihkan. Permasalahan itu mungkin saja masih dianggap sepele oleh sejumlah orang, terutama oleh orang-orang berduit karena "hanya" masalah harga. Begitu pula halnya dengan masalah pendidikan yang menjadikan orang miskin kian sulit untuk bangkit karena untuk mendapatkan pendidikan minimal juga perlu duit. Lebih sulit lagi bagi orang kebanyakan yang walaupun dijanjikan "akan" memperoleh layanan kesehatan paripurna rupanya masih banyak yang berupa angan-angan, sehingga kian seru dan maraklah semboyan cemoohan "Orang miskin tak boleh sakit".

 

Ketika orang bernostalgia yang meninabobokkan, bahwa Indonesia itu negeri yang subur dan makmur, yang muncul adalah justru berita penyimpangan-penyimpangan yang terkait dengan keuangan disertai dengan banyaknya pejabat yang terlibat dengan tindakan-tindakan jahat. Masih banyak lagi berita-berita pengkhianatan amanah oleh para pemangkunya, meliputi ulama'(cendekiawan), umara'(pejabat), dan tujjar (ekonom); yang semua ini oleh Rasulullah Muhammad saw disebutkan sebagai penyebab kunci atas rusaknya suatu kaum dalam bermasyarakat (baca: bernegara).

 

Rasulullah Muhammad menyatakan bahwa salah satu "hadiah" dari Allah SwT yang diberikan kepada ummatnya adalah bahwa kepada mereka tidak akan ditimpakan adzab hebat sebagai hukuman seperti yang ditimpakan kepada ummat-ummat terdahulu jika mereka melakukan pendurhakaan ataupun melakukan dosa-dosa besar. Hukuman barulah akan diberikan berupa siksa di kehidupan di hari akhirat nanti; kita diberi kesempatan untuk berbenah diri!  Oleh karena itu, munculnya demikian banyaknya berbagai macam musibah "bencana alam" yang telah menimpa bangsa kita haruslah dianggap hanya sebagai teguran atau peringatan keras dari Allah, walau sebesar apapun kenyataannya. Rasulullah juga pernah menyebutkan, bahwa mereka yang nyatanya dimatikan dalam musibah mendadak itu nanti akan dibangkitan Allah dengan kondisi "aslinya", yaitu orang baik dicatat dengan laku kebaikannya sedangkan orang jahat dicatat dengan kejahatannya.

 

Oleh karena itu terhadap kenyataan akhir-akhir ini kita perlu mawas diri, sudahkan kita melakukan yang seharusnya? Semoga para pemangku amanah sadar akan kewajibannya dalam menunaikan amanah, lalu segera bertaubat. Kita harus saling ingat-mengingatkan dan berdoa. Mari kita selalu membiasakan diri dengan kebaikan, sehingga kalaulah tiba-tiba musibah datang, kita tetap tercatat sebagai dalam melakukan kebaikan meskipun nyatanya kita terbaring sakit dan "tidak dapat berbuat apa-apa"; pencatatan seperti ini tetap dilakukan oleh para malaikat sampai kita pulih sehat atau Allah menentukan yang lain (baca: mati).

 

Wa 'l-Lahu a'lamu bi 'sh-shawwab.

 

 

 

==============================

 

SAW. = shalla 'l-Lahu 'alaihi wa sallam (Semoga shalawat Allah dan salamNya terlimpahkan pada Rasulullah Muhammad).

 

SWT. = subhanahu wa ta-'ala (Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi kedudukanNya).

 

 

 

 

*** Kutipan ayat-ayat diperoleh dari penelusuran menggunakan software sederhana: "Indeks Terjemah Qur'an".

 

========================================

 

 

 

 

 

Assalamu 'alaikum wr. wb.

 

 

 

Semoga sedikit uraian di atas bermanfaat.

 

Sebarkanlah pelita hikmah ini dengan forward langsung ataupun dengan mengajak bergabung JOIN di URL http://groups.yahoo.com/group/pelita-hikmah/.

Jika Anda punya ataupun ingin kajian masalah tertentu untuk pegangan hidup silakan hubungi saya.

 

Wassalam,

H.R.M. Tauhid-al-Amien, dr., MSc., DipHPEd., AIF., AIFO.

                                    e-mail: tauhidhw@gmail.com

 

Jalan Kendangsari Lebar 48 Surabaya    INDONESIA    60292 

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (2)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Thursday 27 February 2014

[wanita-muslimah] BW: Menumpas Pemberantasan Korupsi

 

Menumpas Pemberantasan Korupsi

Oleh: Bambang Widjojanto

 

BANGSA ini tampaknya tidak cukup serius melakukan pemberantasan korupsi. Indikasi atas kesimpulan itu sangat jelas. Revisi Kitab Hukum Pidana yang disampaikan Presiden kepada DPR pada 11 Desember 2012 telah mengabaikan dan bahkan mengingkari tuntutan rakyat yang menjadi dasar spiritualitas ditumbangkannya rezim koruptif dan nepotistik Orde Baru dan lahirnya rezim Reformasi.

 

Tuntutan rakyat itu dijustifikasi melalui Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 dan Ketetapan MPR Nomor VIII Tahun 2001 yang menegaskan, upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, perlu dibentuk lembaga yang khusus menangani anti korupsi, pencucian uang, perlindungan saksi, dan pembuatan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Perubahan adalah keniscayaan sehingga revisi atas suatu perundangan adalah hal yang lazim, tetapi semua revisi itu terbuka untuk disikapi secara kritis dan dikaji oleh berbagai pihak, termasuk oleh KPK.

 

Tak jadi rujukan

 

Lihatlah naskah akademik yang menjadi dasar revisi KUHP itu, ternyata kedua TAP MPR di atas tidak dijadikan rujukan sama sekali. Begitupun berbagai perundangan materiil lain, antara lain UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan perundangan yang mengatur lembaga tertentu seperti UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor serta perundangan lain tidak dikaji secara mendalam dan menjadi bagian penting dalam naskah akademik yang kemudian perlu diserap dalam revisi KUHP.

 

Yang perlu mendapat perhatian, naskah akademik seperti tersebut dalam publikasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) 2012, menurut jawaban surat Menteri Hukum dan HAM, sudah disiapkan sejak 1982 dan karena itu rujukan referensinya sebagian besar buku-buku terbitan di bawah tahun 2000-an. Bahkan, ada buku terbitan lama sekali yang dijadikan rujukan, seperti Studies Comparative Criminal Law (1874), The Dilemma of Penal Reform (1939), dan Sentencing in Magistrate Court (1962). Apakah ini mungkin karena buku referensi tersebut tak tergantikan hingga masih tetap jadi rujukan? Bukankah ada cukup banyak referensi baru yang memperdebatkan topik seperti dalam buku di atas? Bersyukur ada buku yang agak baru yang dipakai sebagai rujukan, yaitu Tujuan dan Pedoman Pemidanaan (2009), meski tidak jelas sudah cetakan yang ke berapa.

 

Kita belum tahu apakah buku-buku mutakhir mengenai perkembangan modus operandi kejahatan tindak pidana korupsi dan pencucian uang serta perkembangan teori pidana dan pemidanaan yang menjadi referensi rujukannya juga digunakan sebagai dasar referensi naskah akademik. Belum lagi jika ditanyakan apakah pengalaman dan pengetahuan terbaik dari lembaga penegakan hukum di Indonesia dan internasional telah cukup digali, dikaji dan dipertimbangkan, serta diabstraksi jadi kerangka masukan dalam naskah akademik agar perumusan pasal-pasal revisi bisa kompatibel dan antisipatif atas perkembangan modus kejahatan yang kian canggih.

 

Pertanyaan dasar yang perlu diajukan, apakah benar revisi KUHP tidak mendekonstruksi dan mendelegitimasi sifat extraordinary dari kejahatan korupsi menjadi tindak pidana umum? Apakah benar UU Tipikor tetap menjadi UU yang tetap bersifat lex specialis sesuai revisi KUHP?

 

Kesimpulan dalam naskah akademik menyatakan secara tegas: ”… pembentukan hukum pidana di luar KUHP telah menyimpangi ketentuan umum hukum pidana… dalam kenyataannya membentuk hukum pidana sendiri di luar KUHP… mengakibatkan terjadi problem hukum pidana pada level normatif dan praktik penegakan hukum pidana. Keadaan… diperparah dengan dibentuknya lembaga/institusi baru yang bersifat independen yang diberi wewenang untuk melakukan penegakan hukum dan pembentukan pengadilan baru…”. Kesimpulan itu menegaskan: ”…kebijakan kodifikasi menjadi pilihan yang tepat dan meniadakan hukum pidana khusus yang dimuat dalam undang-undang di luar kodifikasi…”.

 

Jadi, sudah disimpulkan bahwa pembentukan lembaga baru, yaitu KPK, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan lainnya, termasuk pengadilan yang bersifat independen, telah merusak sistem hukum pidana yang ada. Apakah kesimpulan ini tak terlalu terburu-buru dan terlalu percaya diri (overconfident) karena diputuskan secara sepihak, elitis, dan eksklusif hanya oleh tim perumus, tidak melibatkan kalangan ahli yang lebih luas dengan multiexpertise, para users dalam perundangan ini, dan masyarakat yang kelak akan mendapatkan dampak dari pengaturan revisi ini. Padahal, perundangan yang hendak direvisi menyangkut hajat hidup orang banyak.

 

Apabila kesimpulan di atas dikaitkan dengan pernyataan halaman 158 naskah akademik yang mengemukakan, ”… kebijakan kodifikasi merupakan pilihan yang tepat dan meniadakan hukum pidana khusus yang dimuat dalam undang-undang di luar kodifikasi… ”. Oleh karena itu, yang diambil kebijakan kodifikasi tertutup dan ditetapkan menjadi pilihan oleh perumus naskah akademik. Itu artinya revisi KUHP akan melakukan penghapusan tindak pidana di luar KUHP yang sekaligus penghapusan hukum pidana khusus, termasuk di dalamnya tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang perlu diatur dalam UU yang bersifat lex specialis. Konsekuensi logis lanjutannya, bukan tidak mungkin kelak akan dilakukan penghapusan lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan khusus di bidang pemberantasan korupsi, termasuk pengadilan tipikor. Dengan demikian, pernyataan Menteri Hukum dan HAM dan pejabat lain bahwa UU Tipikor akan diatur secara lex specialis adalah tidak benar. Fakta bahwa pemberantasan korupsi dan lembaga yang diberi mandat untuk itu dilemahkan dan diamputasi adalah sesuatu yang tak terbantahkan.

 

Kodifikasi tertutup

 

Hal lain yang penting diperhatikan, model kodifikasi tertutup yang dianut oleh revisi KUHP menegaskan dan menekankan bahwa dalam suatu hukum nasional hanya ada satu sistem hukum pidana dan serta-merta meniadakan pengaturan hukum pidana di luar kodifikasi. Perkembangan jenis kejahatan dan peningkatan modus operandi tidak akan bisa diakomodasi oleh kodifikasi model tertutup.

 

Oleh karena itu, KPK memilih kodifikasi model terbuka karena masih terbuka ruang dan kesempatan untuk mengatur hal-hal khusus yang tidak cukup diatur dengan adanya perkembangan kejahatan selain dari yang diatur di kodifikasi. Lebih-lebih kejahatan korupsi yang masih sangat masif dan bersifat sangat terorganisasi dan kejahatan transnasional, maka dapat dipastikan dengan penanganan atas hukum acara yang bersifat umum dan strategi penanganan yang biasa-biasa saja tidak akan dapat ”menaklukkan” korupsi.

 

Pilihan atas kodifikasi tertutup menyebabkan pengaturan tindak pidana khusus seperti korupsi, pencucian uang, terorisme, HAM, dan narkotika diatur di dalam Buku II Revisi KUHP, kecuali tindak pidana perbankan dan perpajakan. Tim perumus KUHP menggunakan kriteria tertentu untuk menarik masuk suatu jenis tindak pidana khusus ke dalam kodifikasi, yaitu: (1) suatu perbuatan jahat yang bersifat independen; (2) daya berlakunya relatif lestari karena tak berkaitan dengan masalah prosedur atau proses administrasi; dan (3) ancaman hukumannya lebih dari satu tahun pidana perampasan kemerdekaan.

 

Pada kenyataannya, tim perumus tidak mendefinisikan secara utuh dan menyeluruh pengertian pokok yang dijadikan kriteria tersebut di atas; dan pada konteks tipikor ada banyak tindak tipikor yang terjadinya sangat bergantung pada pelanggaran norma di bidang hukum administrasi sehingga memengaruhi penilaian atas terjadinya tindak pidana korupsi. Dengan demikian, korupsi seyogianya tidak dapat dimasukkan ke dalam kodifikasi Buku II Revisi KUHP.

 

Selain itu, ketentuan yang tersebut di dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption/UNCAC) yang sudah diratifikasi Indonesia dan juga ”katanya” digunakan sebagai rujukan revisi KUHP tidak hanya telah menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa, tetapi juga menjelaskan dampak luar biasa yang disebabkan oleh kejahatan itu. Misalnya: runtuhnya kepercayaan publik pada birokrasi pemerintahan dan lembaga penegakan hukum, rusaknya nilai etika dan keadilan serta prinsip demokrasi, pelanggaran atas hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat selain menghalangi terwujudnya masyarakat adil, makmur, dan sejahtera.

 

Karena itu, diperlukan upaya dan sarana yang luar biasa dan tentu saja diperlukan aturan khusus pidana materiil dan hukum acara yang khusus pula.

 

Beberapa kemunduran

 

Ada beberapa hal yang dapat dikategorisasikan sebagai suatu kemunduran atas pengaturan pasal tertentu di dalam Buku I KUHP, misalnya: (1) tentang percobaan pidana. Revisi KUHP mengatur perluasan definisi percobaan bukan hanya permulaan pelaksanaan, melainkan juga hingga perbuatan persiapan. Perluasan itu tidak diperlakukan untuk tindak pidana korupsi dan justru diperlukan untuk tindak terorisme; (2) dalam pembantuan. Dalam UU Tipikor, ada suatu norma bahwa pihak yang melakukan pembantuan diancam sama dengan ancaman terhadap pelaku tindak pidana, tetapi di dalam revisi KUHP norma khusus tadi justru dihilangkan.

 

Kemudian (3) tentang pidana dan pelaksanaan pidana. Pada revisi KUHP ternyata tidak diatur tentang sanksi pidana pembayaran uang pengganti sebagaimana dikenal dalam Pasal 18 UU Tipikor. Tujuan esensial dari UU Tipikor untuk mengembalikan kerugian negara sebanyak-banyaknya tidak dirumuskan dalam revisi; (4) rumusan Pasal 20 UNCAC yang mengatur Illicit Enrichment, yaitu peningkatan kekayaan yang luar biasa dan tidak dapat dipertanggungjawabkan belum dirumuskan sebagai tindak pidana korupsi; dan Pasal 22 UNCAC mengenai Embezzlement of Property in Private Sector justru dirumuskan sebagai tindak pidana penggelapan bukan tindak pidana korupsi.

 

Ada cukup banyak hal yang perlu diajukan dan semuanya ada dalam kajian KPK atas revisi KUHAP yang segera dipublikasikan oleh KPK. Akhirnya, seluruh uraian di atas dapat menjawab pertanyaan dasar yang diajukan, revisi KUHP ternyata dapat mendekonstruksi dan mendelegitimasi pemberantasan korupsi. Sifat extraordinary dari kejahatan korupsi akan berubah menjadi tindak pidana umum dan kehilangan sifat lex specialis-nya dan lembaga yang mempunyai mandat untuk melaksanakan pemberantasan korupsi akan kehilangan dasar legalitasnya seperti tersebut di dalam revisi KUHP.

 

Semoga kita tidak bermain-main dengan kata dan pernyataan atas suatu revisi perundangan yang menyangkut hajat hidup banyak orang dan kepentingan atas bangsa dan negara ini. Optimisme pemberantasan korupsi harus terus dihidupkan meski hujan badai dan gelegar petir korupsi terus menghantam persada dari negeri tercinta. []

 

KOMPAS, 28 Februari 2014

Bambang Widjojanto ; Komisioner KPK

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

[wanita-muslimah] Kang Komar: Parpol untuk Siapa?

 

Parpol untuk Siapa?

Oleh: Komaruddin Hidayat

 

Partai politik atau parpol adalah prasyarat bagi sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Karenanya, secara normatifteoretis kita tidak boleh anti dan alergi terhadap parpol.

 

Ini karena pada dasarnya, dan pada mulanya, parpol didirikan untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan memilih putra-putri bangsa terbaik untuk duduk di lembaga perwakilan rakyat serta memilih presiden dan wakil presiden. Jadi, betapa vital dan berkuasanya parpol bagi negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Namun, pada kenyataannya pelaksanaan demokrasi yang sehat serta membangun parpol yang berkualitas tidaklah mudah.

 

Demokrasi dan parpol itu indah dibicarakan di ruang kuliah. Namun, yang kadang terjadi bukannya parpol memberikan kontribusi terbaik pada negara dari sisi program dan kader-kadernya, melainkan beberapa oknum dan elite parpol telah menjadi benalu, bahkan membajak kedaulatan dan kepentingan negara yang kemudian terbelokkan untuk melayani kepentingan dan selera dirinya. Kalau ditanya dan ditelusuri apa dan siapa yang ada dalam ”perut” parpol, jawabannya tidak selalu meyakinkan.

 

Benarkah parpol-parpol yang ada itu tempat berhimpunnya para pejuang kebangsaan dan pelayan rakyat yang merupakan putra-putri terbaik bangsa? Benarkah cita-cita dan kiprah parpol itu melebur ke dalam spirit dan citacita kemerdekaan yang bertujuan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat? Saya khawatir semangat dan kultur yang tumbuh dalam parpol disusupi oleh kepentingan kelompok, keluarga dan jejaring bisnis yang hanya ingin mendapatkan perlindungan dan fasilitas negara dengan label demokrasi.

 

Ada juga indikasi mereka yang aktif di parpol dan berjuang untuk lolos di kursi DPR lebih didorong untuk mencari pekerjaan baru dengan penghasilan lebih besar serta bergengsi ketimbang yang sudah dijalani selama ini. Maaf, tentu saja tidak semua seperti itu. Kita tidak boleh melakukan generalisasi. Tetapi melihat pengalaman yang sudah-sudah dan mencermati daftar calon legislatif yang ada, terdapat beberapa nama yang sungguh kurang layak memerankan posisi wakil rakyat, sementara kondisi bangsa dan rakyat memerlukan perbaikan dan terobosan segera secara cerdas, konseptual, dan strategis.

 

Kita ingin mengakhiri keluh-kesah akibat pemerintahan yang tidak efektif namun menelan ongkos sosial dan materi yang amat mahal dengan menampilkan para wakil rakyat yang berkualitas dan kredibel dan pemerintahan yang baru nanti. Yang muncul ke permukaan, seakan negara ini dikuasai jejaring parpol, sementara kepercayaan rakyat pada parpol kian turun. Wajah dan retorika parpol muncul di mana-mana, memenuhiruangpublik. Namun, benarkah rakyat merasa terwakili oleh tokoh-tokoh dan sepak terjang parpol selama ini?

 

Kalau tidak, parpol yang tengah jungkir balik merayu dukungan dan simpati rakyat itu sesungguhnya untuk apa dan siapa? Yang perlu dipertimbangkan, banyak orang pintar, baik, dan sudah berkeringat melayani rakyat, tetapi tidak disenangi parpol, karena semata mereka itu bukan aktivis parpol dan ide serta kiprahnya dianggap tidak sejalan dengan elite-elite parpol. Ada juga bupati atau wali kota yang prorakyat namun menolak pesanan parpol, lalu kinerja mereka malah diganggu dan diganjal.

 

Di sinilah kita dihadapkan pada dilema antara parpol sebagai sebuah keharusan dalam berdemokrasi, di sisi lain kualitas parpol dan praktik berdemokrasi masih sebatas formalisme-prosedural, jauh dari substansi dan fungsi yang sama-sama kita dambakan. Sedemikian runyam dan busukkah kondisi parpol? Amati saja berbagai hasil survei dan pemberitaan kehidupan parpol yang hampir setiap hari kita baca beritanya. Bahkan kita juga bergaul langsung dengan mereka.

 

Yang pasti, demokrasi, pilkada, dan pemilu tidak mungkin tanpa parpol. Namun banyak pilkada yang hasilnya mengecewakan. Jika program, kualitas kader, dan pengurus sebuah parpol tidak paham, tidak setia dan tidak mau lebur ke dalam spirit dan agenda bangsa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, rasanya parpol seperti itu lebih baik bubar saja. Secara moralmereka itutidak sah untuk hidup. Mereka hanya akan jadi benalu demokrasi. Mereka hanya sibuk dan heboh memperjuangkandirinya, pengurusnya, dan keluarganya.

 

Triliunan uang negara dibelanjakan untuk biaya politik, namun tidak seimbang hasil yang diraihnya. Panggung bangsa dan negara silakan diperebutkan oleh para politisi untuk membentuk dan menjalankan pemerintahan. Tetapi program dan target yang telah dijanjikan pada rakyat mestilah dipenuhi. Jangan malah saling jegal dan sandera di antara sesama parpol yang berakibat merugikan rakyat banyak. Enough is enough.

 

Mari Pemilu 2014 ini kita jadikan momentum dan garis demarkasi untuk berpikir lebih rasional dan bekerja keras dengan menempatkan kepentingan bangsa dan rakyat di atas kepentingan parpol. Ajaklah putra-putri bangsa terbaik yang sudah teruji dan punya prestasi diajak bersama-sama memperbaiki kehidupan bernegara yang kedodoran ini, sekalipun mereka itu berada di luar jejaring parpol. []

 

KORAN SINDO, 28 Februari 2014

Komaruddin Hidayat ; Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Wednesday 26 February 2014

RE: [wanita-muslimah] MUI: Haram merayakan Hari Valentine.

 

Yang haram itu bukan kasih sayangnya, tapi PERAYAANNYA yg banyak menjurus ke maksiatan bro

 

 

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com] On Behalf Of donnie0572 .
Sent: 12 Februari 2014 18:24
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Subject: Re: [wanita-muslimah] MUI: Haram merayakan Hari Valentine.

 

 

Logika yang aneh.. Kalau kasih sayang tidak harus hanya tanggal 14.. berarti kenapa kasih sayang yang tanggal 14  jadi haram?

D

On Feb 12, 2014 6:30 AM, "Rasyid-Mohammad Tauhid-al-Amien" <tauhidhw@gmail.com> wrote:

 


 

--
Assalamu 'alaikum wr. wb.


Ketua MUI Jawa Timur dalam kuliah subuhnya (Selasa, 11/2) di Masjid Al-Akbar Surabaya (SAS FM, 107,5 MHz), mengingatkan bahwa MUI telah memfatwakan haram merayakan Hari Valentine. Kasih sayang tidak harus hanya tanggal 14 Februari saja. Banyak kegiatan peringatan ini yang mengarah ke dosa baik bentuk-bentuk pertemuan dan pergaulan muda-mudinya,   bahkan sudah ke penggunaan minuman keras maupun makanan yang disisipi narkoba


Terima kasih atas perhatian Anda.

Wassalam,

dr.HRM Tauhid-al-Amien, MSc., DipHPEd., AIF
Jl. Kendangsari Lebar 48 Surabaya 60292

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (8)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

[wanita-muslimah] Kang Sobary: Anak Kandung Reformasi

 

Anak Kandung Reformasi

Oleh: Mohamad Sobary

 

“Di media, citra KPK makin melambung melampaui gedung-gedung tinggi di Jakarta.”

 

PADA mulanya, semua orang gembira melihat kehadiran Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK). Lembaga ini disambut dengan penuh kelegaan sebagai jalan keluar mengatasi penegakan hukum yang macet total, seperti lalu lintas di begitu banyak bagian Kota Jakarta.

 

Dalam kelegaan itu, kita mengutuk lembaga-lembaga penegakan hukum yang korup—yang pejabat-pejabat di dalamnya menjadi kaya raya dengan uang haram, rampokan jatah keadilan bagi seluruh rakyat yang menanti-natikannya dengan penuh harap—yang selalu mengecewakan. KPK menjadi harapan baru. Lembaga ini pun bekerja lebih baik dari semua lembaga yang digantikannya.

 

Penggantian ini sebenarnya bersifat sementara. Kalau kejaksaan, kehakiman, dan kepolisian bisa belajar dari apa yang baik, yang disaksikan dalam sepak terjang KPK, mereka boleh mengambil kembali apa yang untuk sementara dioper ke KPK. Kalau mereka sudah sembuh, boleh saja KPK dihapus kembali.

 

Tak peduli KPK itu mandat civil society dan anak kandung reformasi yang menjadi andalan, sebenarnya sejak semula ketiga lembaga itu tak rela melihat KPK berperan baik. Mereka dengki melihat KPK menjadi pujaan publik, sambil setiap saat media mengutuk mereka bertiga.

 

Kasus-kasus besar korupsi, yang untuk waktu lama membuat masyarakat penasaran, bahkan hingga ke tingkat frustrasi, di tangan KPK segalanya berjalan lancar.

 

Masyarakat melihat langsung, pencuri demi pencuri, bahkan perampok demi perampok uang negara dijaring, ditahan, diadili, dan tanpa kecuali semua dikirim ke penjara. Kasus demi kasus ditangani, Alhamdulillah, dengan baik. Kasus demi kasus di tangan KPK membuat kita lega. Memang begitulah hendaknya apa yang semestinya terjadi sejak dulu.

 

Di tangan ketiga lembaga yang sudah sangat lama lapuk, karatan, dan rusak berat dari dalam karena para pejabat merusaknya, kasus demi kasus korupsi hanya menjadi “dagangan”, boleh juga disebut “piaraan” menggembirakan.

 

Para koruptor diperas sampai mendekati titik kering kerontang. Mereka dihukum ala kadarnya. Ini hukuman “suka sama suka”. Ternyata korupsi bisa juga dilihat sebagai kegembiraan dan menjadi sumber penghasilan di luar dugaan para penegak hukum itu sendiri.

 

Dalam konteks politik birokrasi seperti itu, nama KPK makin harum. Otomatis bau ketiga lembaga itu makin menyengat hidung. Di media, citra KPK makin melambung melampaui gedung-gedung tinggi di Jakarta, dan nama ketiga lembaga yang digantikannya makin “nyungsep” dan terus dikutuk-kutuk. Lalu timbul rasa iri.

 

Jika ketiga lembaga itu berhasil menangani dengan baik kasus korupsi yang bisa menyelamatkan uang negara dalam jumlah besar, media senyap. Pengamat bisu. Tak ada sambutan. Tak ada komentar, apalagi pujian.

 

Namun, kalau KPK yang berbuat, biarpun hanya menyangkut hal-hal biasa yang tidak spektakuler, sambutan media gegap gempita. Masyarakat dibuat menjadi makin lega dan penuh rasa syukur.

 

Mula-mula KPK dipuji. Lalu pelan-pelan, seperti mau dipuja-puja seperti dewa—tak peduli KPK bukan lembaga suci, tak peduli KPK mengidap banyak kelemahan internal—kadang seperti sadar dirinya mandi pujaan, lalu berkoar-koar. Kadang KPK mengumbar janji, kadang meneriakkan kasus si anu akan segera dituntaskan. Hanya perkara waktu saja.

 

Perkara waktu? Di muka Bumi ini waktu sangat menentukan. Jadi, jangan disepelekan. Kasus yang sangat lama tertunda, padahal sangat dinanti-nantikan masyarakat. Jawabnya hanya soal waktu? Begitu lama waktu terbuang dan menimbulkan ketidaksabarn. Jawabnya hanya soal waktu?

 

Didengki

 

Prestasi demi prestasi diraih KPK di atas segenap kekurangannya yang tidak kecil membuat KPK didengki, seperti disebut di atas. Banyak pihak-pihak yang iri dan berusaha menjegal KPK. Sejak Tuan Presiden mengeluh KPK ternyata menjadi semacam superbody, berturut-turut usaha memutus urat-urat nadi KPK dilakukan. Keluhan Tuan Presiden seolah menjadi komando.

 

Serangan orang-orang hebat dan berani nekat mengancam KPK. Ketua KPK dikriminalkan, hingga sekarang masih ada di dalam penjara, pernah menjadi kasus sangat besar. Heboh di media membuat kita menyimak dengan mata dan hati terbuka lebar.

 

Kemudian kasus Bibit-Chandra yang menggemparkan itu dimunculkan. Ada di antara orang-orang yang menyerang KPK itu mengaku dengan bangga dekat dengan Tuan Presiden. Tuan Presiden mengelak mengenal orang-orang itu. Tiba-tiba, pelan-pelan, alam membukakan sendiri rahasia itu. Ternyata benar, mereka memang kenal Tuan Presiden.

 

Serangan terselubung kepada KPK bermunculan. Seterselubung apa pun, masyarakat mengetahuinya. Ini kasus terselubung yang terbuka. Ancaman untuk membuat KPK lemah dilakukan dengan hati yang penuh iri, dengki, cemburu, dan takut karena KPK keras, tegas, tanpa kompromi. Tangkap, ya tangkap. Tahan, ya tahan. Adili, ya adili. Hukum, ya hukum. Penjara, ya penjara.

 

Banyak cara, banyak ragam mekanisme memotong urat nadi KPK. Ada yang mempersoalkan hak penyadapan yang dimiliki KPK. Ada yang ditempuh dengan menarik penyidik dari kepolisian agar KPK timpang. Ada yang mempersoalkan Pengadilan Tipikor yang tak pernah membebaskan koruptor. Semua unsur yang bisa membuat KPK lemah ditempuh. KPK harus lemah.

 

Sekarang, heboh soal KUHP dan KUHAP. Wah, suara ketua DPR hebatnya bukan main. Begitu juga suara pemerintah. Dua-duanya melecehkan KPK picik, berpandangan sempit, seolah mereka lebih pintar. Kalau memang tak ada niat membungkam KPK, apa salahnya mengakomodasi tuntutan KPK?

 

Kalau benar mereka bekerja demi kepentingan bangsa dan untuk persoalan lebih besar, apa KPK tidak bersikap seperti itu? Rentetan kasus demi kasus pelemahan KPK mudah dibaca. Alurnya jelas. Strategi dan wujud tindakannya sangat jelas. Bahkan, niat di balik semua langkah itu pun jelas.

 

Mereka mau membunuh semangat reformasi di bidang penegakan hukum. Mereka lupa, KPK itu anak kandung reformasi yang mengakomodasi aspirasi masyarakat, untuk membuat negeri kita agak bersih dari korupsi, untuk membuat kita tampak punya niat baik menata kehidupan. Anak kandung reformasi ini tak boleh diancam demi kepentingan buruk yang membuat reformasi tak berarti. []

 

SINAR HARAPAN, 26 Februari 2014

Mohamad Sobary ; Budayawan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Monday 24 February 2014

[wanita-muslimah] Kang Sobary: Lawyer Tua tanpa Pesona

 

Lawyer Tua tanpa Pesona

Oleh: Mohamad Sobary

 

Perjuangan demokrasi, keadilan, dan penegakan hukum sudah dirintis sejak zaman Orde Baru. Di bawah pemerintahan otoriter dengan tentaranya yang bengis perjuangan itu tidak mudah.

 

Pada zaman itu siapa bicara demokrasi langsung dibungkam karena dianggap tidak sejalan dengan garis ketentuan pemerintah. Siapa menuntut keadilan disikat di tempat. Atau hilang dan tak pernah ditemukan kembali. Siapa bicara penegakan hukum dia diancam pistol yang siap meletus. Inilah pemerintahan paling efektif di dalam sepanjang sejarah politik kita. Tidak ada pemerintahan sebelum dan sesudahnya yang bisa seefektif itu.

 

Kita—maksudnya pemerintah— ibaratnya ”cekat-ceket”, gesit, cekatan, tidak banyak omong, ”rame ing gawe” bekerja dengan baik, utamakan kerja, lupakan upah, dan pamrihpamrih lain. Bekerja untuk bangsa tak boleh mengharapkan upah atau disertai pamrih. ”Untuk perintah?” ”Ya, kadang disebut untuk negara. Bahkan sering disebut untuk bangsa dan negara” ”Siapa pemerintah itu?” ”Pemerintah yapemerintah” ”Itu konsep dasarnya.

 

Di lapangan, orang sering bersikap korup, menggunakan nama pemerintah, padahal dia sengaja menyimpang. Apa yang disebut untuk ‘pemerintah’, demi ‘pemerintah’ sering pelaksanaannya untuk kepentingan swasta. Kata swasta di sini sangat sering hanya mewakili segelintir orang kaya yang dekat dengan siapa saja, kaum sipil, maupun militer yang berkuasa. Apa yang disebut untuk pemerintah itu ternyata bukan untuk pemerintah sama sekali. Arti segelintir orang di situ bisa anak pejabat tinggi. Boleh anak pejabat sipil.

 

Boleh anak pejabat militer dan boleh saja untuk sahabat para pejabat tinggi yang berkuasa tadi. Siapa berani tampil ke depan untuk melawan tingkah laku korup seperti ini pasti dimusuhi. Segenap langkahnya dipersulit. Gerak-geriknya diawasi ketat oleh intelijen negara. Apa yang diucapkannya dicatat dengan baik dan utuh untuk dilaporkan atasan. Siapa berani menyoroti tingkah laku itu dari segi demokrasi atau keadilan dia pasti dibabat. Risiko berat selalu menghadang para pejuang tadi.

 

Tokoh yang melawan di bidang hukum dan di pengadilan berani bersikap blak-blakan, apa adanya, dia dituduh melakukan suatu ”contempt of court” yaitu menghina pengadilan atau melecehkan tata tertib pengadilan. Padahal di pengadilan tidak ada barang disebut ”tata” dan tidak ada pula ”tertib” jika keduanya atau gabungan keduanya dihubungkan dengan keadilan. Pada zaman itu apa yang pernah adil?

 

Tapi, para tokoh hukum yang mentereng luar dalamnya seperti Yap Thiam Hien, Bismar Siregar, dan Baharuddin Lopa tak pernah mengenal takut. Kalau ketiganya masih ada sekarang, mereka akan tetap pemberani, mentereng, punya harga diri yang mengagumkan dan akan berdiri di panggung besar dunia hukum untuk berteriak pada para lawyer, para hakim dan para jaksa, agar tetap gigih dalam perjuangan menegakkan hukum, demokrasi, dan keadilan.

 

Tiga tokoh itu pasti akan menilai kita dengan cermat adakah kita masih tetap di garis perjuangan itu ataukah kita diamdiam melacur dan merusak kehidupan hukum, keadilan, dan demokrasi. Saya kira asyik kalau mereka masih ada dan muncul bersama-sama di suatu sidang pengadilan. Menangani suatu kasus berat dan besar. Misalnya kasus orang terpenting dan anak istrinya mereka pasti tak gentar. Pak Yap sebagai lawyer, Pak Bismar sebagai hakim, Pak Loppa sebagai jaksa. Dunia hukum dan keadilan pasti geger. Mereka itu ibaratnya seperti malaikat, tak doyan suap, tak butuh duit kotor seperti itu, dan tak butuh tampil bermewah-mewah.

 

Tampil seadanya, apa salahnya, asal tak punya jiwa pelacur dalam dirinya? Mereka tak butuh tabungan dalam jumlah besar karena hanya pencoleng yang bisa menumpuk duit, melalui kerja sungguhan, di bidang penegakan hukum, keadilan, dan demokrasi. Mereka bukan hanya memiliki etika, melainkan wujud etika itu sendiri. Tiga-tiganya pasti menangis jejeritan melihat sikap dan cara kerja generasi penerus mereka masing-masing yang begitu kacau balau. Pak Yap akan marah sekali melihat lawyer yang gigih membela semua koruptor besar.

 

Secara mencolok sekali, memang ada tokoh hukum, lawyer, yang tangkas, ”cekat-ceket”, cekatan, membela koruptor yang duitnya sangat besar. Tiap muncul koruptor besar dia muncul sebagai pembela. Posisi seniornya dipakai untuk mencap sana sini tidak benar dan seolah hanya dia yang membela koruptor besar itu yang paling benar. Sekarang ini kebenaran tidak ada. Di masyarakat orang tak tertarik sama sekali bicara kebenaran. Di dunia politik kebenaran dibalik-balik semau politisi.

 

Sekarang kaum rohaniwan pun jarang bicara kebenaran karena mungkin mereka malu pada diri sendiri. Kebenaran di dalam citarasa para lawyer? Mereka membela seorang yang diadili, bukankah hanya meyakinkan bahwa keadilan diterapkan pada kliennya secara tepat? Bukankah dia membela klien agar dia tak diperlakukan semena-mena dan dia telah mendapatkan perlakuan adil? Bukankah itu filosofi dasar perjuangan hukum, keadilan dan demokrasi para lawyer? Tapi, mengapa lawyer sering melebihi porsi itu? Mengapa mereka menggelapkan kebenaran, demokrasi, dan keadilan dengan membela matimatian orang yang salah agar tidak dianggap salah?

 

Dengan porsi pembelaan seperti itu, apakah pembela koruptor tak dengan sendirinya juga menjadi koruptor yang tanpa tedeng aling-aling diketahui publik, tapi tidak malu, bahkan kelihatan merasa bangga akan dirinya? Tidak ada dilema etis yang mengusik hati nuraninya? Pak Yap, jangan bertanya tentang etika, sesuatu yang tidak ada lagi di zaman ini, tak begitu lama sesudah Pak Yap pergi. Mereka ahli hukum yang tahu pasti etika tak punya kekuatan apa pun.

 

Dia bukan hukum. Melanggar etika tidak masalah, kecuali bagi orang yang memang punya keluhuran. Membela koruptor, menjadi sejenis koruptor pula, itu bukan penilaian hukum, dan dia tidak bisa dihukum dengan aturan hukum kita. Orang hanya akan berkata, ”ngrasani” mengejek, melecehkan, di belakang. Tak mungkin dia dituntut secara hukum. Jadi, tidurlah dia dengan nyenyak. Pejuang demokrasi tak harus hidup demokratis. Pejuang kebenaran apa salahnya melupakan kebenaran?

 

Pejuang keadilan tak harus adil. Dia bahkan boleh mengoyak-ngoyak keadilan itu asal honornya luar biasa besar. Jadi, Pak Yap, kelihatannya dia tak peduli sama sekali. Pak Yap boleh marah. Boleh menangis dengan air mata darah, tak peduli. Pak Yap boleh resah di kuburan sana, dia tak peduli. Bagaimana dia mau peduli pada Pak Yap kalau pada dirinya sendiri dia sudah tak peduli? Membela koruptor besar bukan suatu cela.

 

Dia tak peduli apa kata orang. Risiko apa pun dia tak peduli. Menjadi lawyer tua, tak dihormati orang, dan kehilangan pesona? Ya, sebagai lawyer tua, tanpa pesona, apa dia bisa terima? []

 

KORAN SINDO, 23 Februari 2014

Mohamad Sobary ; Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___