Qurban itu bukan offering, juga bukan sacrifice.
Qurban dari akar kata Qaf-Ra-Ba artinya DEKAT. Silakan disimak Seri 032, 316, 414, 415, 660 di bawah
Wassalam
HMNA
*************************************************************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
032. Istilah, Rasa Bahasa, dan Menyambut 'Iedu lQurban
Ada sebuah anekdot. Di dalam sebuah rumah makan di sebuah kota di Amerika Serikat, seorang pengunjung, mahasiswa asing, untuk menikamti hidangan di situ tentunya, matanya kelihatan bersinar kegirangan setelah membaca menu. Pasalnya ialah di situ tercantum makanan/daging kegemarannya. Setelah pelayan mengantarkan makanan kegemarannya itu, langsung dia protes: No, no, no, I want the whole dog, not only the tail. Makanan yang dipesan itu adalah hot dog sejenis nyuknyang atau bakso yang bentuknya seperti buntut.
Anekdot di atas itu menunjukkan bagaimana gampangnya terjadi kesalah-pahaman dalam berkomunikasi yang menyangkut penggunaan istilah yang di dalamnya tidak terdapat lagi identitas benda yang sebenarnya, yang ditunjukkan oleh istilah itu. Contoh-contoh lain banyak. Butterbrot dalam bahsa Jerman bukan hanya sekadar roti (= Brot) dan mentega (= Butter) seperti yang ditunjukkan oleh istilah itu. Walaupun di antara kedua iris roti itu diselipkan daging dan sayuran, maka tetap namanya Butterbrot. Yang rancu istilah roti-berlapis ini dalam bahasa Belanda, yaitu boterham, sangat tidak menunjukkan identitas benda yang dimaksud oleh istilah itu. Walaupun tidak ada babi (= ham), tetaplah dinamakan boterham. Identitas roti tidak ditunjukkan oleh istilah itu. Yang disebutkan boterham dalam bahasa Belanda itulah yang dimaksud dengan Butterbrot oleh orang Jerman. Yang lebih rancu lagi istilah roti-berlapis itu dalam bahasa Inggris, yaitu sandwich, yang sudah sama sekali melenyapkan identitas roti dan berlapis, karena sand adalah homonim dapat berarti pasir, pantai berpasir, menutup jalan dengan pasir, ampelas, menghaluskan kayu dengan ampelas, sedangkan wich sepanjang pengetahuan saya sama sekali tidak ada artinya. Bravo untuk orang Inggeris.
Yang lebih celaka lagi penggunaan istilah asing yang mempunyai konotasi tersendiri. Misalnya hostess yang dalam bahasa aslinya bermakna nyonya rumah, setelah dijadikan bahasa Indonesia hostes sudah mempunyai konotasi yang khas, yaitu pelayan penghibur, bahkan sudah menukik maknanya menjadi pelacur terselubung. Dalam rasa bahasa asalnya bermakna orang terhormat, sedangkan dalam bahasa Indonesia menunjuk kepada orang tidak terhormat.
Dalam dunia ilmiyah juga tidak luput dari kerancuan ini. Ambillah misalnya istilah radiator, yaitu alat untuk mendinginkan mesin. Istilah itu sebenarnya tidak menunjukkan proses yang sebenarnya yang terjadi dalam alat itu. Panas mesin yang diserap oleh alat itu kemudian dibuang ke udara, dalam proses pemindahan panas itu bukanlah proses radiasi, melainkan proses konveksi. Jadi istilah yang semestinya adalah konvektor. Dan inilah tradisi dalam berbahasa, walaupun salah, walaupun tidak menunjukkan identitas benda ataupun proses, tetapi kalau sudah memasyarakat, ya tetaplah dipergunakan: radiator bukan konvektor. Demikian pula istilah chlorophyl (dari bahasa Yunani: khloros = hijau, phyllon = daun) zat hijau daun. Istilah ilmiyah ini tidaklah menunjukkan identitas zat itu secara eksak. Zat itu terdapat pada seluruh bahagian pohon, ya di daun, ya di ranting, ya di dahan, ya di batang, asal warna bahagian pohon tersebut masih berwarna hijau. Walupun zat itu terdapat pada seluruh bahagian pohon, tetap dalam dunia ilmiyah disebut zat hijau daun, bukan zat hijau pohon. Walaupun dalam Al Quran S. Yasin 80 disebut Asysyajaru lAkhdhar, zat hijau pohon (lihat Seri 003, Interaksi Iman dan Ilmu, Pencemaran Thermal), para pakar Muslimpun tetap menamakannya chlorophyl.
Terakhir sebuah contoh lagi sebelum masuk ke dalam pembahasan istilah 'Iedu lQurban. Istilah energi dalam bahasa Belanda ialah levende kracht, (leven = hidup, kracht = gaya), gaya yang hidup. Ini banyak menyeret membuat kesalahan bagi para pelajar, juga mahasiswa yang berpikir dan bahkan dalam sedang tidur dan bermimpi dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Kita semua tahu bahwa energi itu bukan besaran vektor. Tetapi dengan istilah levende kracht itu, maka para mahasiswa dan pelajar itu terjerumus memperbuat kesalahan, yaitu memperlakukan energi sebagai vektor. Energi itu dijumlahkan secara vektor, atau bahkan energi itu diuraikan secara vektor dalam sumbu-sumbu x, y, z. Ini bukan perbualan. Menurut seorang mahasisa dari Faculteit der Technische Wetenashappen Universiteit van Indonesie (sekarang yang sudah lama menyendiri dengan identitas Institut Teknologi Bandung), seorang dosen Belanda (umumnya berasal dari Technische Hoge School, Delft, Nederland) bernama Ir J.G. Boersma, yang memberikan kuliah fisika di fakultas tersebut (yang tentu saja dengan bahasa pengantar dalam bahasa Belanda), berucap demikian: "Mijne heren ik wil niet en zal nooit de term levende kracht gebruiken." (Tuan, tuan, saya tidak mau dan tidak akan pernah mempergunakan istilah levende kracht). Ucapan ini ditekankan betul oleh Boersma, berhubung banyak mahasiswa yang tidak lulus karena membuat domme fout, kesalahan yang bodoh, memperlakukan energi sebagai vektor.
Kalau dalam konteks kehidupan berbudaya, kerancuan penggunaan istilah itu kalau sudah memasyarakat, sudah kesepakatan komunitas, maka itu maa- fi lmasalah (no problem). Lain halnya dalam pemakaian istilah dalam kehidupan beragama, khususnya agama Islam. Istilah yang sudah memasyarakat tetapi maknanya tidak sesuai dengan bahasa Al Quran, menyebabkan ibadah yang dilakukan tidak akan mendapatkan nilai ibadah, tidak memperoleh nilai ukhrawi. Antara lain mengenai istilah Qurban. Istilah korban atau kurban dalam bahasa Indonesia mempunyai konotasi yang khas, diwarnai oleh rasa bahasa Inggeris (baca: kepercayaan paganism): offering dan sacrifice. Kurban dalam bahasa Indonesia diadopsi dari bahasa Al Quran, namun "rasa-bahasanya" dipengaruhi oleh paganism, yaitu erat hubungannya dengan darah dan daging, yang diwarnai oleh offering dan sacrifice: suatu persembahan yang sakral. Oleh sebab itu sangat penting bagi ummat Islam yang sekarang ini sudah bersiap-siap untuk menyambut 'Iedu lQurban dengan menyembelih hewan kurban. Adapun darah dan daging hewan kurban itu bukanlah offering dan bukan pula sacrifice, tegasnya bukanlah persembahan yang sakral. Dengarlah firman Allah dalam Al Quran S. Al Hajj 37: Lan yanaala Lla-ha luhuwmuhaa wa laa dimaauhaa wala-kin yanaaluhu ttaqwa- minkum, yang artinya Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak pula darah-darahnya, akan tetapi yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu.
Jadi menurut Al Quran daging dan darah tidak ada relevansinya dengan upacara kurban. Ajaran Islam menolak pemahaman kurban sebagai persembahan yang sakral. Kurban harus diresapkan artinya dalam rasa bahasa asalnya, bahasa Al Quran, yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari 3 huruf: qaf, ra, ba, artinya dekat. Menyembelih binatang kurban, dagingnya untuk dimakan sendiri dan untuk dimakan fakir miskin sebagai fungsi sosial, darahnya dibuang, karena haram dimakan. Dan arti spiritualnya mendekatkan diri, taqarrub kepada Allah SWT sebagai tanda berbakti kepadaNya, melaksanakan perintahNya dengan semangat taqwa. Yaitu menapak tilas secara ruhaniyah dari Nabi Ibrahim dan Nabi 'Isma'il 'alayhimassalam. Marilah kita sambut 'Iedu lQurban: Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaha illaLlahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa liLlahi lHamd. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 7 Juni 1992
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/032-istilah-rasa-bahasa-dan-menyambut.html
******************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
316. Menyimak Nilai-Nilai Upacara Qurban
Allah SWT berfirman:
FalammaA Balagha Ma'ahu (A)lSa'ya QaAla YaBunayya Inniy Aray fiy AlManaAmi Anniy Adzbahuka fa (A)nzhur MaAdzaA Taray QaAla yaAbati (A)f'al MaA Tu"wmaru Satajiduniy In SyaAa (A)llahu mina (A)lShabiriyna (S. Ash ShafaAt 37:102). Tatkala meningkat remaja sehingga telah sanggup membantu pekerjaan nya, maka (Ibrahim) berkata: Hai anakku, sesungguhnya aku melihat di dalam tidurku, bahwa aku menyembelihmu, maka bagaimanakah pendapatmu mengenai hal ini? (Ismail) berkata: Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, engkau akan mendapati aku, insya Allah, termasuk golongan orang-orang tabah.
Ayat (37:102) mengungkapkan keikhlasan kesediaan berkurban dari kedua belah pihak, ayah dan anak, namun Allah SWT mengganti Ismail dengan hewan sembelihan:
Wafadaynahu biDzibhin 'Azhiymi (S. Ash ShafaAt 37:107). Dan Kami menggantinya dengan seekor sembelihan yang besar.
Apakah yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba ini? Untuk dapat menyimaknya perlu kita ketahui situasi keagamaan di zamannya Nabi Ibrahim AS, yaitu sekitar 18 abad sebelum Miladiyah. Menjadi kebiasaan dalam agama-agama penyembah berhala dan penyembah dewa-dewa melakukan upacara kurban dengan membunuh manusia. Di Kan'an bayi-bayi dipersembahkan kepada dewa Ba'al; di Mesir gadis-gadis perawan dilemparkan ke dalam S. Nil untuk dipersembahkan kepada dewi penjaga S. Nil, bahkan upacara kurban gadis-gadis perawan ini masih berlangsung hingga zaman permulaan Islam, hingga datangnya pasukan Amr ibn Al Ash ke Mesir, seperti dapat kita baca dalam roman sejarah karya Jirji Zaidan yang berjudul Armanusatu (A)lMishriyah. Maka nilai yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba, ialah untuk memberikan penekanan, penggaris-bawahan, pembedaan yang jelas antara agama wahyu dengan agama-agama kebudayaan penyembah berhala. Yaitu upacara kurban dari agama wahyu yang diturunkan dari Allah SWT tidak boleh menyembelih, tidak boleh membunuh manusia. Alhasil nilai yang dapat disimak dari sini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Dari ayat (37:102) dapat pula disimak tentang umur produktif. Isma'il tatkala diinformasikan untuk disembelih sudah baligh, sudah dapat membantu ayahnya bekerja, artinya ia sudah termasuk dalam kategori umur produktif. Berapa umur Isma'il waktu itu? Perlu dijelaskan bahwa pada waktu Isma'il akan disembelih Ishaq belum lahir. Kelahiran Ishaq oleh Sarah, ibunya yang sudah tua renta, adalah suatu kegembiraan sebagai salah satu imbalan terpenting yang diperoleh Nabi Ibrahim AS dari Allah SWT atas kerelaan beliau menyembelih anak tunggalnya, seperti Firman Allah:
WaBasysyarnahu biIshaqa NabiyyAn mina (A)lShalihiyna (S. Ash ShafaAt 37:112). Dan Kami gembirakan ia dengan Ishaq, seorang nabi, yang termasuk orang-orang shalih.
Menurut Perjanjian Lama Isma'il 14 tahun lebih tua dari Ishaq: Abram was eighty-six years old when Hagar bore Ishmael to Abram (Genesis 16:16). Ibrahim berumur delapan puluh enam tahun tatkala Hajar melahirkan Isma'il untuk Ibrahim. And Abraham was an hundred years old, when his son Isaac was born unto him (Genesis, 21:5). Dan Ibrahim berumur seratus tahun tatkala Ishaq dilahirkan untuknya.
Alhasil umur produktif, yaitu apabila seorang anak telah meningkat baligh, tatkala berumur 14 tahun.
Imbalan lain dari Allah SWT atas Nabi Ibrahim AS disebabkan oleh kerelaan beliau menyembelih anak tunggalnya, ialah keinginan beliau untuk mendapatkan anak-cucu keturunan dikabulkan Allah SWT. Bahkan sejumlah nabi-nabi dan rasul-rasul berasal dari keturunan beliau, ditutup dengan nabi dan rasul yang terbesar, yaitu Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Ni'mat itu dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim AS tidak secara gratis melainkan didahului dengan cobaan berat, perintah menyembelih anak tunggalnya. Dari sini dapat kita simak sebuah nilai yang penting sekali, yaitu tidak ada yang didapatkan dengan gratis di dunia ini.
Kemajuan Ipatek yang memegang peranan penting dalam pembangunan fisik dan mempermudah hidup, meningkatkan kualitas kehidupan material, juga sama sekali tidak gratis, melainkan harus dibayar dengan harga yang sangat mahal. Teknologi, utamanya mesin-mesin pengganti otot manusia, membawa bencana global. Mesin-mesin perlu makanan, yaitu bahan bakar. Sumber-sumber bahan bakar menjadi incaran negara-negara industri untuk menguasainya. Musibah perang teluk yang dahsyat itu, berpangkal dari perebutan untuk menguasai sumber-sumber bahan bakar di Asia Barat. (Orang-orang barat memakai ungkapan Timur Tengah untuk Asia Barat. Kita di Indonesia ini yang berada di sebelah timur Asia Barat, yang ikut-ikutan pula memakai ungkapan Timur Tengah, bukankah itu berarti kaki kita berjejak di Indonesia, namun kepala kita di Amerika atau Eropa?).
Mesin-mesin mengeluarkan kotoran, yaitu hasil pembakaran, utamanya gas CO2 yang sekarang sudah mengglobal saking banyaknya. CO2 menyebabkan efek rumah kaca, suhu udara naik. Karena CO2 sudah mengglobal, maka pencemaran panas ini mengglobal juga. Bungkah-bungkah es di kutub mencair, air laut naik. Untuk kenyamanan, maka teknologi memberikan kita udara sejuk, ruangan ber-AC. Cairan pendingin atau refrigeran mesin-mesin pendingin berupa zat yang sangat stabil tidak gampang terurai, yaitu zat Freon (nama dagang) atau Chlor Fluor Carbon (CFC). Zat ini karena tidak gampang terurai juga mengglobal, membubung naik ke stratosfer dan memakan zat pelindung ozon yang ditempatkan Allah SAW di atas sana untuk mengurangi intensitas sinar ultra lembayung dari matahari, sinar penyebab kanker kulit. Inilah harga yang harus kita bayar dari penggunaan teknologi: pencemaran panas yang mengglobal serta makin menipis dan berlubangnyanya lapisan ozon. Para ahli lingkungan yang cukup pusing oleh ulah CO2 dan CFC ini berkumpul di Rio de Janeiro, Brazilia. Mereka mencari upaya-upaya maximal berupa konvensi penyelamatan lingkungan. Syukurlah kita di Indonesia telah melaksanakan protokol Rio de Janeiro tentang CFC ini. Yaitu CFC ini tidak dipakai mulai tahun 1998, kecuali yang sudah terlanjur masih dipakai sebagai refrigeran dalam alat rumah tangga, baik yang di rumah-rumah maupun yang dijual di toko-toko. Wallahu A'lamu bisShawab.
*** Makassar, 5 April 1998
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/1998/04/316-menyimak-nilai-nilai-upacara-qurban.html
****************************************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
414. Qurban dan KAM
Dalam bulan DzulHijjah ini tanggal 8 (Selasa), 9 (Rabu), 10 (Kamis), 11, 12 dan 13 (Jum'at, Sabtu dan Ahad), adalah hari-hari yang penting.
Pada 8 DzulHijjah disebut YawmulTarwiyah, hari melepas dahaga. Pada hari itu Nabi Muhammad SAW dan rombongan tatkala menuju ke padang 'Arafah berhenti melepas dahaga di Mina (terkadang disebut juga Muna).
Pada 9 DzulHijjah disebut Yawmul'Arafah, hari 'Arafah. Pada hari itu ummat Islam yang berhaji wuquf (berhenti) di 'Arafah, dan inilah inti 'ibadah haji, al hajju bi'arafah, haji itu dengan 'Arafah.
Pada 10 DzulHijjah di Mina ummat Islam yang berhaji melempar JamratulAqabah dan mereka yang sempat pergi ke Makkah untuk shalat 'IydulAdhha. Pada 10 DzulHijjah itu ummat Islam seluruh dunia melaksanakan shalat 'IydulAdhha. Hari raya ini disebut pula 'IydunNahr, juga disebut 'IydulQurban. Disebut 'IydulAdhha, hari raya sepenggal matahari naik, karena pada posisi matahari di bola langit seperti itu orang bershalat 'Iyd. Disebut 'IydunNahr, hari raya menyembelih, karena pada hari itu orang mulai menyembelih binatang ternak empat kaki. Disebut 'IydulQurban, karena pada hari itu orang mulai berqurban, baik yang sedang berhaji di Mina, maupun ummat Islam di seluruh dunia.
Dua atau tiga hari sesudahnya, jadi 11, 12 dan 13 DzulHijjah disebut AyyamulTasyriq, ummat Islam yang berhaji berkemah di Mina untuk melempar ketiga jamrah. Pada hari-hari Tasyriq ini masih terdapat kesempatan untuk menyembelih qurban, baik di Mina maupun di seluruh dunia. Di Indonesia hari raya 'IydulQurban disebut lebaran haji, artinya lebaran dalam bulan haji. Karena pada tahun ini kita di Indonesia hari berlebaran haji waktunya sama dengan di Makkah, maka kita di sini menyembelih hewan qurban pada hari Kamis, Jum'at, Sabtu dan Ahad, seperti di Mina.
***
Kata qurban adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari huruf-huruf: Qaf, Ra, Ba, artinya dekat. Qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk kurban atau korban. Kurban dan korban dalam rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari qurban menurut rasa bahasa Al Quran. Kurban dan korban dalam rasa bahasa Indonesia tidak lagi diresapkan maknanya yang asli yaitu dekat. Namun apabila Qaf, Ra, Ba dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk karib, masih terasa maknanya yang asli: Sahabat karib. Bentuk tafdhil (superlatif) qarib adalah aqrab, juga telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk akrab. Juga kata akrab ini masih sangat terasa makna aslinya: Pergaulan yang akrab.
Kata kurban atau korban dalam rasa bahasa Indonesia dipengaruhi oleh rasa bahasa barat: offering, sacrifice (Inggris), slachtoffer (Belanda). Kurban atau korban dirasakan sebagai sesuatu yang suci yang diambil dari diri kita untuk dipersembahkan. Karena sudah terbiasa dan mendarah daging turun-temurun kata kurban dan korban itu dirasakan sebagai suatu persembahan, maka sangat sukar sekali kata kurban dan korban dirasakan sebagai mendekatkan batin kita kepada Allah SWT. Dalam Al Quran dekat dan qurban dirangkaikan: QRBA QRBANA (S. ALMA^DT, 27), dibaca: qarraba- qurba-nan, artinya: keduanya mendekatkan (diri kepada Allah) dengan qurban (5:27).
***
Ajaran Islam terdiri atas sub-sistem: 'aqidah, syari'ah dan akhlaq. Aqidah adalah pokok-pokok keimanan, intinya dalam rukun iman, syari'ah intinya dalam rukun Islam dan akhlaq membuahkan perbuatan kebajikan, yaitu ihsan. Aqidah, syari'ah, akhlaq, ataupun iman, islam, ihsan, ketiga sub-sistem ini terkandung dalam S. Al Fatihah. Ayat 1 s/d 4 menyangkut aqidah/iman, ayat 5 menyangkut syari'ah/islam, dan ayat 6, 7, menyangkut akhlaq/ihsan.
Melaksanakan syaria'h tanpa landasan 'aqidah yang bersih dari tahyul dan khurafat, tidak akan menghasilkan akhlaq yang mulia. Demikianlah, khusus dalam syari'ah berqurban haruslah berlandaskan atas aqidah yang bersih dari pemahaman bahwa binatang qurban itu untuk kendaraan kita di akhiat kelak. Binatang tidak mempunyai ruh jadi tidak mempunyai hari akhirat, bagaimana dapat dijadikan kendaraan. Juga aqidah harus bersih dari rasa bahasa korban menurut rasa bahasa barat: sembelihan (slacht) persembahan (offer) yang sakral (sacrifice) sifatnya.
Firman Allah SWT:
-- LN YNAL ALLH LHWMHA WLA DMA^WHA WLKN YNALH ALTQWY MNKM (S. ALHJ, 37), dibaca: lay yana-lalla-ha luhu-muha- wala- dima-uha- wala-kiy yanuhut taqwa- minkum (s. alhaj), artinya: tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepadaNya ialah ketaqwaan kamu (22:37).
Alhasil dalam berqurban hendaklah diyakinkan bahwa kita berqurban untuk menapak tilas Nabi Ibrahim AS dalam hal ketaqwaan, yaitu karena taqwanya kepada Allah SWT Nabi Ibrahim AS bersedia dengan ikhlas menyembelih anaknya dan pada pihak yang lain, Isma'il dengan ikhlas pula menyerahkan dirinya untuk disembelih, seperti Firman Allah:
-- FLMA BLGH M'AH ALS'AY QAL YBNY ANY ARY FY ALMNAM ANY ADZBHK FANZHR MADZA TRY QAL YABT AF'AL MA T^WMR STJDNY ANSYA^ ALLH MN ALSHBRYN (S. ASHAFAT, 102), dibaca: falamma- balagha ma'ahus sa'ya qa-la ya-bunayya inni- ara- fil mana-mi anni- adzbahuka fanzhur ma-dza- tara- qa-la ya-abatif 'al ma- tu'maru satajiduni- insya- allah minash sha-biri-n (s. ashsh-ffa-t), artinya: maka tatkala (Isma'il) sanggup bekerja bersamnya (Ibrahim), berkata (Ibrahim), hai anakku sesungguhnya aku lihat dalam tidurku engkau kusembelih, maka perhatikanlah bagaimana pendapatmu, berkata (Isma'il) hai ayahku laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau mendapatiku bersikap sabar (37:102).
Kedua ayah dan anak lulus dalam ujian, maka Allah mengganti Isma'il dengan domba.
-- WFDYNH BDZBH 'AZHYM (S. ASHAFAT, 107), dibaca: wafadayna-hu bidzibhin 'azhi-m, artinya: dan Kami ganti ia dengan seekor sembelihan yang besar (37:107).
Penggantian Isma'il dengan binatang sembelihan secara metaforis mempunyai dua makna: pertama, menyembelih sifat kebinatangan dalam diri kita, kedua, kita berkewajiban untuk mencegah supaya kemanusiaan tidak diinjak-injak, dan inilah kewajiban asasi manusia (KAM). WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 12 Maret 2000
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2000/03/414-qurban-dan-kam.html
************************************************************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NAIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
415. Qurban Dalam Konteks Nilai Ekonomis dan Nilai Sosiologis
Dalam Seri 414 yang baru lalu telah dibicarakan qurban dalam konteks nilai ruhaniyah (spiritual): taqarrub (mendekatkan batin kita) kepada Allah SWT, menapak tilas secara ruhaniyah Nabi Ibrahim AS dalam hal ketaqwaan. Maka dalam seri ini dibicarakan tentang qurban dalam konteks nilai ekonomis dan nilai sosiologis, khususnya dipertajam dalam hal produktif versus konsumtif.
Dalam berbincang-bincang dengan pirsawan di layar kaca RCTI menanti siaran langsung shalat 'IydulAdhha di Al Masjid Al Haram, seorang pirsawan dengan nada risau mengemukakan bahwa di Mina lebih banyak daging hewan hasil sembelihan ketimbang yang mengkonsumsinya, yang dijawab oleh (kalau tidak salah) al ustadz KH Anwar Sanusi bahwa dahulu barangkali memang demikian, namun sekarang Pemerintah Arab Saudi membekukan daging ternak sembelihan itu lalu dimasukkan ke dalam container kemudian dikirim ke negara-negara yang miskin seperti Bangaldesh dan beberapa negara di Afrika. Hal ini memancing diskusi kecil-kecilan yang substansinya seperti disebutkan di atas: qurban dalam konteks nilai ekonomis dan nilai sosiologis, khususnya dipertajam dalam hal produktif versus konsumtif.
Sikap saya dalam diskusi kecil-kecilan seperti pengamat, tidak aktif bermain. Sikap saya sebagai pengamat bukan tanpa alasan. Ini suatu kesempatan bagi saya untuk mendapatkan materi bahasan untuk mengisi kolom ini.
Pendapat yang pertama menginginkan agar hewan qurban itu mempunyai nilai ekonomis. Karena darah dan daging hewan itu tidak akan sampai kepada Allah, buat apa disembelih. Daripada dagingnya diberikan kepada fakir miskin secara konsumtif, lebih baik hewan qurban itu diberikan kepada mereka itu untuk diternakkan supaya produktif dan membuka lapangan kerja. Ini disanggah bahwa hewan qurban itu jantan, sehingga tidak dapat beranak, jadi tidak produktif. Sanggahan ini dijawab bahwa sepanjang pengetahuannya tidak ada nash yang jelas-jelas melarang hewan qurban yang betina. Kebiasaan memilih hewan jantan untuk qurban, karena alasan teknis saja, yaitu sebaiknya jantan karena akan dipotong, sayang kalau betina yang akan dipotong berhubung dapat beranak.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa masih ada yang lebih penting dari nilai ekonomis, yaitu kepentingan komunikasi sosial dalam konteks ikatan batin antara yang memberi dengan yang diberi barang yang secara langsung dapat dimanfaatkan. Lagipula memberikan hewan sapi untuk diternakkan tidak dapat diberikan kepada satu orang saja, sebab tidak cukup sapi untuk satiap orang mendapatkan seekor sapi. Sehingga untuk seekor sapi harus diberikan kepada beberapa orang untuk menternakkannya bersama-sama. Ini mengandung potensi untuk konflik di belakang hari. Jadi hewan qurban itu mesti disembelih, itu sudah bagus menurut visi komunikasi sosial.
Arkian, kini tiba gilirannya saya mengemukakan buah pikiran. Tentu saja saya harus konsisten dengan thema kolom ini: Wahyu dan akal, iman dan ilmu. Wahyu dikemukakan dahulu, kemudian baru akal. Iman dikemukakan dahulu, baru kemudian ilmu. Akal berlandaskan wahyu, serta ilmu berlandaskan iman.
Firman Allah:
-- FSHL LRBK WANHR (S. ALKWTSR, 2), dibaca:
-- fashalli lirabbika wan har (s. alkawtsar), artinya:
-- maka shalatlah bagi Maha Pemeliharamu dan sembelihlah.
-- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR (S. ALHJ, 36), dibaca:
-- faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wath'imul qa-ni'a wal mu'tar, artinya:
-- apabila telah rebah badannya (hewan sembelihan), maka makanlah sebagian darinya dan beri makanlah orang yang tidak meminta dan orang yang meminta.
Kedua ayat itu menegaskan dengan jelas bahwa hewan qurban itu harus disembelih, artinya tidak boleh dibiarkan hidup untuk diternakkan. Kedua ayat itu kita tmbah pula dengan Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Bara':
-- QAL ALNBY SHL'AM AN AWL MA NBDA^ BH FY YWMNA HDZA NSHLY TSM NRJ'A FNNHR, dibaca:
-- qa-lan nabiyyu saw inna awwala ma- nabda-u fi- yawmina- ha-dza- nushalli- tsumma narji'u fananhar, artinya:
-- pertama-tama yang kita lakukan pada hari ini shalat, kemudian kita kembali, lalu menyembelih (hewan qurban).
Apakah dengan menyembelih hewan itu tidak mempunyai nilai ekonomis? Apabila itu hanya dilihat dari segi berproduksi saja, tentu tidaklah mempunyai nilai eknomis. Akan tetapi jika dilihat dari segi pasar, maka itu sangat mempunyai nilai ekonomis. Produksi saja tanpa pasar tidak ada gunanya. Bahkan tidak kurang dalam kegiatan ekonomi harus memperluas bahkan kalau perlu menciptakan pasar. Allah SWT telah menciptakan pasar bagi kita dalam bulan Dzulhijjah setiap tahun. Melalui kredit usaha tani (KUT), yang tentu saja harus bersih dari polusi LSM 'plat merah', para petani (baca: peternak) dapatlah berternak sapi, kambing dan biri-biri khusus "diproduksi" untuk dipasarkan sekali setahun, selama empat hari, 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Alhasil dengan visi yang demikian, yaitu menyembelih hewan qurban setiap tahun sebagai pasar bagi para peternak kecil-kecilan, maka qurban itu sekali-gus mempunyai nilai ekonomis, nilai sosiologis dan tidak bertentangan dengan nash. WaLlahu A'lamu bi Al Shawa-b.
*** Makassar, 19 Maret 2000
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2000/03/415-qurban-dalam-konteks-nilai-ekonomis.html
******************************************************************************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
660 Korban, Kurban dan Qurban
Korban, yaitu manusia yang ditimpa musibah, bahasa Inggrisnya disebut victim. Penjelasan yang paling efektif adalah memberikan contoh. Dalam peperangan tentara yang mati dan cedera di kedua belah pihak tidak biasa, bahkan tidak pernah disebut korban. Yang tidak dibidik tetapi kena, artinya kena pelor kesasar, itulah yang disebut korban. Walaupun tidak mati, tidak cedera, tetapi mereka yang rumahnya hancur di Palestina, Afghanistan dan Iraq kena rudal para imperialis Israel, Amerika dan Inggris, juga disebut korban. Yang syahid, cedera dan rusak rumahnya oleh tsunami di Aceh, pun disebut korban. Perlu dicatat dalam perjuangan kemerdekaan yang proaktif menyongsong maut, yang dalam ungkapan etnik Makassar "kayu pappallu", kayu bakar, seperti Korban 40.000, yang diperingati baru-baru ini, 11 Desember 2004, sesungguhnya nilainya lebih tinggi dari sekadar sebagai korban, melainkan masuk kategori pahlawan. Alhasil kata korban hanya diperuntukkan bagi manusia.
Selanjutnya giliran kata kurban. Pada waktu mulai dibangun Kampus Unhas Tamalanrea diadakan upacara ritual "accera'" (mengucurkan darah), yang saya tolak untuk menghadiri undangannya. Yaitu darah yang mengalir dari leher kerbau dan kepalanya yang telah dipenggal dimasukkan ke dalam sebuah lubang kemudian ditimbun, yang seiring dengan itu mulut sanro (dukun klenik, medicine man) komat-kamit mengucapkan mantera sayup-sayup sampai. Menurut mandor yang tidak setuju dengan upacara khurafat itu rumus-rumus sihir (istilah yang dipakai mandur itu untuk mantera) boleh jadi sastra kuno dalam bahasa bissu. Membuka hutan, membangun jalan, bangunan dan jembatan berarti mengusik patanna butta (yang empunya wilayah), jadi harus minta izin kepada hantu-hantu penguasa itu dengan melakukan upacara ritual "persembahan", berupa binatang sembelihan, yang daging dan darahnya untuk disantap dan diminum oleh para hantu penguasa itu.
Huitzilpochtli adalah seorang dewa yang menjelmakan dirinya dalam wujud matahari. Dewa ini adalah dewa bangsa Aztec, penduduk asli Mexico (diucapkan mek-khiko). Pekerjaan Huitzilpochtli adalah bertempur terus menerus dengan dewa Malam, dewa Bintang-Bintang dan dewi Bulan. Hasil pertempuran itu selalu seri yang berwujud dalam fenomena alam yaitu siang dan malam. Pada waktu Huitzilpochtli menang terjadilah siang, dan waktu lawan-lawannya menang terjadilah malam. Karena Huitzilpochtli dikeroyok, kekuatannya lama-kelamaan akan tidak seimbang, dan akhirnya akan kalah. Dan itu berarti terjadinya malam terus-menerus. Untuk itu bangsa Aztec harus membantunya, agar tetap tegar bertempur melawan musuh-musuhnya. Caranya membantu Huitzilpochtli ialah dengan menyuguhkan jantung manusia.
Kepala kerbau, jantung manusia itu disebut kurban, suguhan, offering (Ing.).
Perhatikan puisi berikut:
I know that I hung
on the windy tree
For nine whole nights
Wounded with the spear
dedicated to Odin
Myself to myself
Kutahu aku digantung
pada pohon bermandi angin
Dilukai tikaman lembing
Selama sembilan malam suntuk
dipersembahkan kepada Odin
Diriku untuk diriku
Bangsa Viking dahulu kala mendiami jazirah Skandinavia, bangsa pelaut dan perompak yang telah menemukan benua Amerika berabad-abad sebelum Columbus dilahirkan. Orang Inggris menyebut mereka dengan orang-orang utara (Northmen). Bangsa Viking menyembah Odin, dewa perang. Sambil memegang pedang dalam keadaan sekarat prajurit Viking menyebut nama Odin, supaya dapat masuk ke dalam Valhalla yang disediakan Odin, demikian keyakinan mereka. Bangsa ini mengadakan upacara ritual mencucui dosa berupa persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia, yaitu seorang pendeta yang dianggap penjelmaan Odin. Upacara ritual mencuci dosa ini digambarkan oleh puisi di atas itu. Persembahan yang sakral dengan mengucurkan darah manusia itu juga disebut kurban, sesajen yang sakral, sacrifice (Ing.).
Alhasil kata kurban berarti suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice), dan itu dapat saja terdiri dari manusia, binatang dan makanan.
***
Kata qurban adalah bahasa Al Quran yang dibentuk oleh akar kata yang terdiri dari huruf-huruf: Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan pola Fa-'Ain-Lam-Alif-Nun [F'ALAN], fu'laan, menjadi [QRBAN] qurbaan, artinya dekat. Jika ditasrifkan menjadi Taqarrub berarti mendekatkan diri. Qurban ini telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk korban dan kurban. Akan tetapi kata-kata korban dan kurban dalam cita-rasa bahasa Indonesia sudah menyimpang dari makna "dekat" menjadi korban = victim, sedangkan kurban = suguhan (offering) dan sesajen yang sakral (sacrifice). Namun dalam pada itu apabila [QRB] dalam bentuk qarib, yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dalam ungkapan sahabat karib, serta bentuk tafdhil (superlatif) qarib yaitu aqrab dalam ungkapan pergaulan yang akrab, masih terasa maknanya yang asli. Kedua kata karib dan akrab tersebut masih kental cita-rasa makna bahasa asalnya, "dekat".
Firman Allah:
-- FADZA WJBT JNWBHA FKLWA MNHA WATH'AMWA ALQAN'A WALM'ATR , LN YNAL ALLH LHWHMA WLA DMA^WHA WLKN YNALH ALTQWY MNKM (S. ALHJ, 22:36-37), dibaca: Faidza- wajabat junu-buha- fakulu- minha- wa ath'imul qa-ni'a walmu'tar , Lay yana-lal la-ha luhu-muha wala- dima-uha- wala-kiy yana-lut taqwa- minkum (alhaj), artinya: Apabila rebah tubuhnya, maka makanlah daripadanya dan beri makanlah orang-orang miskin yang tidak mau meminta dan peminta-meminta. Tidak sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak darah-darahnya, melainkan yang sampai kepada-Nya ketaqwaan kamu.
Alhasil, binatang-qurban disembelih, dagingnya untuk dimakan sendiri dan untuk diberikan kepada orang miskin sebagai fungsi sosial, sedangkan darahnya dibuang, karena haram hukumnya untuk dimakan, sama sekali tidak sakral. Secara tekstual binatang-qurban itu betul-betul disembelih, dan secara kontekstual, yaitu dalam konteks 'Ilm al Nafs (psikologi), bermakna metaforis menyembelih nafsun ammarah, binatang dalam Nafs (diri) manusia, sehingga dapat taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allahu Akbar, Allahu Akbar, la ilaha illaLlahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa liLlahi lHamd. WaLlahu a'lamu bishshawab.
*** Makassar, 23 Januari 2005
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2005/01/660-korban-kurban-dan-qurban.html
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment