Jangan Asal Beribadah, Karena Ibadah Bersifat Tauqifiyah!
Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memilihkan untuk kita agama
terbaik, Rasul paling mulia, kitab yang menghapus dan menyempurnakan
kitab-kitab sebelumnya, dan syariat yang paling sempurna, mudah, dan penuh
hikmah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada hamba dan utusan Allah,
Muhammad bin Abdillah, keluarga dan para sahabatnya.
Sering kita dengar istilah tauqifiyah. Salah satunya dalam masalah ibadah.
Bahwa ibadah bersifat tauqifiyah. Lalu apa makna dan maksud istilah
tauqifiyyah tersebut?
Makna perkataan para ulama yang menjelaskan "Ibadah adalah tauqifiyah" atau
"Ibadah dibangun di atas tauqif" adalah tidak boleh beribadah kepada Allah
dengan satu ibadah kecuali apabila ibadah ini telah benar-benar terdapat
ketetapannya dalam nash-nash syar'i (Al-Qur'an dan sunnah) bahwa itu ibadah
yang telah Allah Ta'ala Syariatkan. Karena ibadah tidak disyariatkan (tidak
diperintahkan) kecuali dengan adanya dalil syar'i yang menunjukkan atas
perintah tersebut.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí
æóÑóÖöíÊõ áóßõãõ ÇáúÅöÓúáóÇãó ÏöíäðÇ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." (QS.
Al-Maidah: 3) Allah Ta'ala telah menyempurnakan agama ini untuk kita, maka
apa yang tidak Allah Ta'ala syariatkan sesudah turunnya ayat ini maka bukan
bagian dari agama kita.
Dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda,
ãóÇ ÈóÞöíó ÔóíúÁñ íõÞóÑøöÈõ ãöäó ÇáúÌóäøóÉö ¡ æíõÈóÇÚöÏõ ãöäó ÇáäøóÇÑö ¡
ÅöáÇ æóÞóÏú Èõíøöäó áóßõãú
"Tidak ada sesuatu yang mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka
kecuali telah diterangkan kepada kalian." (HR. Thabrani dalam al-Kabir no.
1647 dan dishahihkan dalam al-Shahihah oleh Syaikh Al-Albani rahimahullaah)
ãóÇ ÊóÑóßúÊõ ÔóíúÆðÇ ãöãøóÇ ÃóãóÑóßõãõ Çááåõ Èöåö ÅöáÇøó æóÞóÏú ÃóãóÑúÊõßõãú
Èöåö ¡ æóáÇó ÊóÑóßúÊõ ÔóíúÆðÇ ãöãøóÇ äóåóÇßõãú Úóäúåõ ÅöáÇøó æóÞóÏú
äóåóíúÊõßõãú Úóäúåõ
"Tidaklah aku tinggalkan sesuatu yang Allah perintahkan kepada kalian
kecuali telah aku perintahkan kalian melaksanakannya. Dan tidak juga aku
meninggalkan suatu larangan yang telah Allah larang kalian darinya kecuali
telah aku larang kalian darinya." (HR. al-Syafi'i dalam Musnadnya dan
dihassankan Al-Albani dalam al-Shahihah)
Maka apa yang tidak pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jelaskan
kepada kita, maka ia bukan bagian dari agama ini dan bukan pula amalan yang
bisa mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka.
"Ibadah adalah tauqifiyah" adalah tidak boleh beribadah kepada Allah dengan
satu ibadah kecuali apabila ibadah ini telah benar-benar terdapat
ketetapannya dalam nash-nash syar'i (Al-Qur'an dan sunnah) bahwa itu ibadah
yang telah Allah Ta'ala syariatkan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah berkata, "Berdasarkan pengkajian
terhadap ushul syariah, kita mengetahui bahwa ibadah-ibadah yang telah Allah
wajibkan atau yang Dia cintai tidak ditetapkan perintahnya kecuali dengan
syariat. Sedangkan adat (tradisi) adalah apa yang biasa dikerjakan manusia
dalam kehidupan dunianya untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Maka
hukum asal dalam masalah ini adalah tidak ada larangan. Tidak boleh dilarang
kecuali apa yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal itu, karena
perintah dan larangan adalah syariat (ajaran) Allah Ta'ala. Sedangkan ibadah
harus ada perintahnya. Maka yang tidak ada ketetapan bahwa itu
diperintahkan, bagaimana bisa disebut ibadah? Dan adat kebiasaan apa saja
yang tidak ditetapkan bahwa itu dilarang, bagaimana bisa dihukumi dilarang?
Oleh karena inilah, Imam Ahmad dan ulama hadits lainnya berkata:
Sesungguhnya hukum asal dalam ibadah adalah tauqif, tidak disyariatkan
kecuali apa yang telah Allah Ta'ala syariatkan. Jika tidak demikian maka
kita telah masuk dalam makna firman Allah Ta'ala,
Ãóãú áóåõãú ÔõÑóßóÇÁõ ÔóÑóÚõæÇ áóåõãú ãöäú ÇáÏøöíäö ãóÇ áóãú íóÃúÐóäú Èöåö
Çááøóåõ
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?"
Sedangkan adat (tradisi) hukum asalnya dimaafkan, tidak boleh dilarang.
Kecuali apa yang telah Allah haramkan. Jika tidak demikian, maka kita telah
masuk dalam makna firman Allah,
Þõáú ÃóÑóÃóíúÊõãú ãóÇ ÃóäúÒóáó Çááøóåõ áóßõãú ãöäú ÑöÒúÞò ÝóÌóÚóáúÊõãú
ãöäúåõ ÍóÑóÇãðÇ æóÍóáóÇáðÇ
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah
kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal"."
(QS. Yunus: 59)
Oleh karenanya, Allah mencela kaum musyrikin yang mereka membuat syariat
dalam agama mereka yang tidak diizinkan oleh Allah dan mengharamkan sesuatu
yang tidak Dia haramkan." (Majmu' al-Fatawa: 29/16-17)
Maka hukum asal dalam masalah adat (tradisi) adalah tidak ada larangan.
Tidak boleh dilarang kecuali apa yang telah dilarang oleh Allah dan
Rasul-Nya. Hal itu, karena perintah dan larangan adalah syariat (ajaran)
Allah Ta'ala.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullaah berkata, "Ibadah adalah
tauqifiyah, maka apa saja yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya
secara mutlak, seperti itulah disyariatkannya. Sedangkan yang disyariatkan
dengan terikat waktu atau tempat maka kita batasi dan kita ikat dengan
tempat dan waktu tersebut." (Fatawa wa Rasail Muhammad bin Ibrahim: 6/75)
Ulama Lajnah Daimah berkata, "Ibadah dibangun di atas tauqif. Karenanya
tidak boleh dikatakan bahwa ini ibadah yang disyariatkan ditinjau dari sisi
asal perintahnya, jumlahnya, bentuknya, atau tempatnya kecuali dengan dalil
syar'i yang menunjukan perintah itu." (Fatawa al-Lajnah al-Daimah: 3/73)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullaah berkata, "Hukum asal ibadah adalah
larangan. Karenanya bagi seseorang tidak boleh beribadah untuk Allah kecuali
dengan sesuatu yang tidak pernah Allah syariatkan; baik dalam kitab-Nya atau
dalam sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Dan kapan saja
seseorang ragu terhadap salah satu amal, apakah ia ibadah atau tidak, maka
pada asalnya ia bukan ibadah sehingga ada dalil yang menunjukkan bahwa hal
itu merupakan ibadah." (Fatawa Nuur 'Ala al-Darb: 1/169)
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, "Ibadah adalah tauqifiyah,
tidak boleh mengamalkan suatu ibadah di satu tempat, waktu, corak ibadah
tertentu kecuali dengan tauqif dan perintah dari Syaari' (pembuat
syariat/Allah Ta'ala). Adapun orang yang membuat-buat hal baru yang tidak
pernah diperintahkan oleh Syaari' dari urusan ibadah, tempatnya, waktunya,
atau bentuknya maka ia adalah bid'ah." (al-Muntaqa' min Fatawa al-Fauzan:
13/16)
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullaah berkata, "Ibadah adalah tauqifiyah,
maka tidak disyariatkan kecuali apa yang telah dibawa oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam seperti shalat lima waktu, zakat, puasa
Ramadlan, haji dan ibadah-ibadah lainnya yang telah Allah syariatkan berupa
shalat-shalat sunnah, shadaqah, shaum, haji, jihad dan yang selain itu yang
telah ditetapkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bukti
disyariatkannya, baik berupa sabda atau amal beliau, seperti shalat Dzuha,
shalat istikharah, tahiyatul masjid dan amal-amal ibadah lainnya yang telah
ditunjukkan oleh dalil-dalil syar'i." (Dinukil dari www.binbaz.org.sa)
Karenanya tidak boleh dikatakan bahwa ini ibadah yang disyariatkan ditinjau
dari sisi asal perintahnya, jumlahnya, bentuknya, atau tempatnya kecuali
dengan dalil syar'i yang menunjukan perintah itu.
(Lajnah Daimah)
Ringkasnya, bahwa hukum asal ibadah adalah haram dan tidak boleh ditegakkan
kecuali adanya dalil syar'i yang memerintahkannya; baik berupa perintah
dasar adanya, waktu, tempat, atau tata caranya. Karenanya bagi yang ingin
beribadah kepada Allah harus mengetahui dan memastikan bahwa amal ibadah
yang akan dikerjakannya memang benar-benar ada perintahnya dari Al-Qur'an
dan sunnah. Dia juga harus memperhatikan tentang waktu, tempat, dan tata
caranya karena semua itu menjadi bagian makna tauqifiyah. Wallahu a'lam bil
shawab.
[PurWD/voa-islam.com]
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment