(dok/SH)
JAKARTA - Indonesia memiliki peranan penting dalam menjaga perdamaian dunia, seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Bukan hanya turut memberikan dukungan seperti saat PBB memutuskan menjadikan Palestina sebagai anggota pemantau, namun delegasi Indonesia juga memberikan sumbangsih, baik berupa bantuan maupun moral.
Tak hanya itu, Indonesia bahkan secara simultan selalu mengirimkan pasukan perdamaian (peace keeping) bersama PBB ke berbagai negara untuk mencegah konflik, seperti di Lebanon dan Kongo.
Berbanding terbalik dengan prestasi di kancah internasional, Indonesia selama beberapa waktu terakhir justru dihadapkan dengan kenyataan meningkatnya konflik di berbagai daerah di Nusantara.
Seperti disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi ketika membuka Rakornas bidang Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di Jakarta, total jumlah konflik sosial terjadi di Indonesia yang terdata selama 2010-Agustus 2012 mencapai 259 kasus.
Pada 2010 tercatat 93 persitiwa konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah. Di tahun berikutnya jumlah konflik sosial menurun hingga 77 peristiwa. Namun pada 2012 hingga Agustus jumlahnya melonjak kembali dengan angka 89 peristiwa.
Konflik terakhir yang masih hangat dalam benak kita salah satunya perselisihan konflik di Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji, Kabupaten Lampung Selatan.
Empat belas orang tewas, 166 rumah dibakar massa, dan 1.600 warga mengungsi. Konflik di Lampung ini sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Awal 2012, konflik pernah meledak di Sidomulyo, Lampung Selatan, yang mengakibatkan 48 rumah terbakar dan 33 lainnya rusak.
Berselang beberapa bulan kemudian, tepatnya Agustus, konflik kembali pecah antara warga Desa Banyuwangi dan Desa Purwosari di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Konflik sosial lannya yang tak kalah menyedot perhatian publik terjadi di Sampang Madura, Jawa Timur, antara dua kelompok yang diyakini beraliran Sunni dan Syiah.
Namun latar belakang kerusuhan ini dibantah tegas Menteri Agama Suryadarma Ali yang menegaskan akar masalah karena masalah pribadi. Konflik horizontal ini juga terjadi di daerah lainnya, seperti di Kutai Barat, Poso, hingga Papua.
Menanggapi banyaknya konflik sosial atau konflik horizontal yang terjadi di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pemimpin daerah, yaitu gubernur, bupati/wali kota, panglima daerah militer (pangdam), dan kepala kepolisian daerah (kapolda) untuk menyelesaikannya dengan mencari akar permasalahan sehingga konflik tidak meluas. Menurut SBY, faktor terpenting dalam penanganan masalah sosial adalah dimensi pencegahan atau preventif.
"Saya berharap ajaklah para camat dan kepala desa, kapolsek, untuk sensitif terhadap isu yang berkembang," ujarnya saat memberikan pengarahan di Jakarta, Jumat (30/11). Ia meminta aparat pemerintahan dan penegak hukum dapat lebih peka terhadap situasi yang berkembang di masyarakat.
Keran komunikasi dengan masyarakat menurutnya perlu lebih dibuka hingga aparat tak mengetahui keganjilan atau ketegangan setelah peristiwa terjadi. Presiden pun menekankan Polri untuk bersikap responsif, profesional, dan tuntas tanpa ada keragu-raguan dalam menangani gangguan kamtibmas.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemicu konflik sosial atau konflik horizontal sering kali sepele, namun menjadi besar sebelum berhasil diredam.
Berdasarkan pemetaan, Gamawan memaparkan konflik dipicu berbagai macam faktor, di antaranya sengketa pilkada, sengketa kewenangan, sengketa lahan, konflik suku agama dan ras (SARA), konflik ormas, konflik pada institusi pendidikan, dan kesenjangan sosial.
Tawuran menjadi pemicu tertinggi terjadinya konflik sosial dengan angka 30 persen. Sementara konflik akibat SARA hanya 1 persen. Meski terhitung kecil dalam prosentase, umumnya konflik berlatar belakang SARA mempunyai efek lebih mengkhawatirkan.
Gamawan menilai banyaknya angka konflik sosial tak urung diakibatkan sikap pemerintah di daerah yang cenderung menyelesaikan konflik melalui aksi represif. Kurang efektifnya tindakan pencegahan diakui Gamawan akibat tidak dijalankannya fungsi Kesbangpol oleh aparat pemda yang cenderung menyerahkan persoalan penanganan konflik sosial kepada polisi.
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal mengklaim sebagian besar daerah tertinggal merupakan daerah rawan konflik sosial. Setidaknya dari 183 daerah tertinggal, terdapat 143 daerah yang masuk rawan konflik sosial.
Setali tiga uang, sosiolog UI Thamrin Amal Tamagola berpendapat bahwa konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah memiliki benang merah akibat adanya kesenjangan, mulai dari kesenjangan ekonomi hingga perlakuan hukum yang tidak adil sehingga memunculkan ketidakpuasan.
Sementara data kepolisian melalui kepolisian daerah menunjukkan terdapat 1.629 lokasi berpotensi konflik. Potensi tertinggi konflik sosial, kata Kapolri Jenderal Timur Pradopo, terletak pada sektor perkebunan.
Timur meyakinkan Polri telah menempatkan anggota di setiap desa untuk mengetahui permasalahan yang mungkin muncul dan mencari solusi bersama dengan masyarakat guna mengantisipasi potensi konflik.
Selain penambahan kekuatan 10.000 anggota dan perlengkapan senjata untuk penanganan konflik, ia yakin Polri terus berupaya membangun kerukunan antarwarga dan mengikuti perkembangan yang ada secara terus-menerus.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memandang penegakan hukum yang lemah terhadap aktor maupun pelaku di lapangan membuat konflik sosial kerap terjadi berulang-ulang, seperti di Lampung Selatan.
Ia berharap selain penyelesaian masalah kesenjangan kesejahteraan oleh aparat pemerintahan terkait, Polri selaku penegak hukum diharapkannya dapat menghilangkan imunitas bagi para pelaku.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment