Advertising

Sunday 23 December 2012

[wanita-muslimah] Negara Kaya Berperilaku Miskin

 

 
Negara Kaya Berperilaku Miskin
Faisal Rachman | Kamis, 20 Desember 2012 - 14:50:26 WIB
: 214
 


(SH/Septiawan)
Kendaraan bermotor tidak dapat mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium akibat kehabisan stok di salah satu SPBU di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Foto direkam 26 November 2012. Subsidi BBM seb
Seberapa besar pemerintah mampu berekspansi dalam memacu pembangunan untuk kesejahteraan rakyat?

Pemerintah selalu membanggakan pencapaian gemilang perekonomian Indonesia. Di tengah krisis global yang menerpa Eropa dan Amerika, perekonomian Indonesia tetap tumbuh relatif tinggi dan stabil. Bahkan ketika pusat pertumbuhan lain termasuk China dan India mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo bahkan mengatakan, perekonomian Indonesia menjadi salah satu yang tumbuh tertinggi di dunia. "Sejak tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi di dunia," ujarnya.

Segala parameter ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi yang baik, inflasi yang terjaga, kurs rupiah yang stabil, dan investasi yang berbondong masuk, menjadi klaim yang kerap terdengar sepanjang tahun ini.

Apalagi lembaga internasional, seperti Goldman Sachs, Mckinsley Global Intitute, Credit Suisse, Morgan Stanley, termasuk IMF dan World Bank, begitu mengapresiasi pencapaian Indonesia dan ramai-ramai memberi outlook positif terhadap perekonomian Indonesia.

Tapi dari sederet klaim yang berbunga-bunga itu, di mana posisi negara dalam hal ini pemerintah dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-nya? Yang menjadi pertanyaan, seberapa besar pemerintah mampu berekspansi dalam memacu pembangunan untuk kesejahteraan rakyat?

APBN Indonesia di tahun 2012 tercatat Rp 1.548,3 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 20 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Jika dilihat dari fungsinya selain sebagai penyedia layanan publik, APBN juga digunakan untuk membayar aparatur negara, belanja subsidi, dan sebagainya.

Tapi yang kerap terlupakan, APBN tak didesain untuk menghadapi tekanan dari internal maupun eksternal. Seharusnya sebagai negara yang katanya menuju kemajuan, ada dana cadangan nasional yang besar. Ibarat rumah tangga, selalu ada tabungan atau simpanan untuk berjaga-jaga di situasi darurat.

Tapi apa lacur, alih-alih memiliki cadangan, APBN selalu didesain defisit setiap tahunnya. Tahun ini saja defisit dirancang hampir Rp 200 triliun. Ironisnya, sebagian besar dana utangan digunakan juga untuk menambal utang lama yang jelas tak produktif mendorong perekonomian.

"Ini karena APBN selalu didesain hanya untuk jangka pendek. Jika kita lihat, APBN 2013 saja terlihat menambah 10-15 persen APBN 2012, selalu begitu tiap tahunnya. Tak ada bayangan jangka panjang. Pendeknya, pemerintah sekarang itu hanya melihat apa yang ada, itu yang dimakan, tanpa memikirkan kemungkinan ke depan," ungkap ekonom Universitas Gajah Mada Rimawan Pradiptyo.

Cara pandang seperti itu, kata Rimawan, tak mengindikasikan Indonesia sebagai negeri yang kaya. Cara berbelanja yang dilakukan cenderung seperti negara miskin yang memang tak punya pilihan selain memakan yang ada.

"Negara maju seperti Australia misalnya, tak membelanjakan seluruhnya yang dimiliki, tapi menyimpannya sebagian. Analoginya jika kita biasa punya penghasilan Rp 5 juta, lalu dapat tambahan menjadi Rp 10 juta, apakah semuanya juga akan dihabiskan? Di sinilah seharusnya peran DPR juga dibutuhkan untuk mengawasi anggaran," tuturnya.

Subsidi BBM

Hal yang patut menjadi perhatian dalam APBN adalah besarnya subsidi BBM yang menghabiskan sepertiga belanja pemeritah pusat. Jumlah subsidi energi sebesar Rp 312 triliun hanya terbakar sia-sia tanpa ada efek counter cyclical untuk perekonomian atau kesejahteraan rakyat.

Padahal jika dialokasikan untuk menambah 50 persen dana kesehatan yang hanya dianggarkan Rp 90 triliun, efeknya sudah terasa. Atau jika digunakan untuk mengakselarasi kebutuhan pendidikan, dana sebesar itu sudah nyata dapat mencetak kader bangsa berkualitas.

Asal tahu saja, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2012 mencapai 118 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada periode itu sekitar 110,8 juta orang. Masih ada 7,2 juta orang yang menganggur atau sekitar 6,14 persen dari angkatan kerja. Setiap tahun sekitar 2,5 juta orang masuk ke bursa pencari kerja baru.

Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi dan berkualitas amat diperlukan untuk mengatasi tingkat pengangguran yang ada dan menampung angkatan kerja baru. Persoalan yang ada, pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini belum menciptakan lapangan kerja yang berkualitas.

Investasi yang masuk faktanya belum menyentuh sektor riil yang merupakan sektor formal. Alhasil, dari 118 juta tenaga kerja per Agustus 2012, 44,2 juta orang (39,86 persen) bekerja di sektor formal, sementara 66,6 juta orang (60,14 persen) di sektor informal.

Dari data ini dapat diartikan bahwa sebagian besar pekerja belum memiliki tingkat kesejahteraan yang memadai. Padahal peran APBN bisa dianggap berhasil jika output-nya kesejahteraan rakyat bisa terpenuhi. "Kami mencatat terdapat kerapuhan di balik angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup fantastis," kata ekonom INDEF Didik J Rachbini.

Keropos

Pertumbuhan Indonesia tinggi namun keropos. Pertumbuhan hanya dinikmati oleh sektor non-tradable yang relatif padat modal, dengan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja yang rendah.

INDEF mencatat sektor padat karya (tradable), sektor pertambangan dan penggalian hanya tumbuh 1,94 persen, pertanian hanya tumbuh 4,27 persen, dan industri pengolahan tumbuh 5,81 persen. Padahal sektor tradable menyerap lebih dari separuh tenaga kerja nasional (dari 110,8 juta pekerja).

Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mestinya disertai peningkatan pemerataan. Infrastruktur yang memadai menjadi suatu jalan untuk mencapai hal itu.

Pemerintah pun sebenarnya menyadari hal ini. Menko Perekonomian Hatta Rajasa, mengutip pernyataan mantan Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick, mengatakan, minimnya infrastruktur adalah satu dari tiga penyebab mengapa sebagian besar negara berpendapatan menengah tidak mampu beranjak menjadi negara maju.

"Terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap). Ini juga bisa dialami Indonesia jika tidak melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Indonesia saat ini masuk negara berpendapatan menengah," ungkapnya Hatta.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah tidak punya dana cukup untuk infrastruktur. Hanya disiapkan dana infrastruktur Rp 168,7 triliun dari APBN-P 2012 sebesar Rp 1.548,2 triliun atau hanya 2 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh dari angka ideal 5 persen dari PDB.

"Janji membangun infrastruktur sudah ada sejak 10 tahun lalu dan sampai sekarang tidak jelas wujudnya. Swasta mau membangun terkendala pembebasan tanah sehingga banyak komitmen pinjaman di perbankan belum dipakai," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi.

Bonus demografi yang ada membuat negara kita memang diuntungkan oleh masyarakat kelas menengah yang tumbuh tinggi. Data menunjukkan, ada kenaikan jumlah kelompok menengah dengan belanja US$ 2-20 per hari dari 81 juta orang pada 2003 jadi 134 juta orang tahun 2011.

Sayangnya, angka kelas menengah yang terus tumbuh ini lebih menarik sektor konsumsi. Yang menggelisahkan, peluang ini diambil oleh banyak produk impor, termasuk impor BBM yang terus meningkat.

Indonesia bisa menjadi negara maju jika mampu lolos dari jebakan kelas menengah. Jebakan kelas menengah adalah istilah yang dibuat Bank Dunia untuk menggambarkan kondisi sebuah negara yang mengalami pertumbuhan masyarakat kelas menengah cukup tinggi, tapi tak bisa naik menjadi negara maju.

Dalam catatan Bank Dunia, sejak 1960 hingga 2008 tercatat 103 negara telah berhasil masuk dalam fase sebagai negara berkembang. Dari jumlah itu, hanya 14 negara yang mampu keluar menjadi negara maju.

Kata kunci keluar dari itu adalah kemampuan institusi seperti negara untuk beradaptasi, termasuk menyesuaikan APBN-nya. Kecuali kita sudah merasa puas dengan kondisi sekarang yang ramai puji-pujian dan dikatakan sebagai negara kaya yang gagap, karena nyatanya miskin perilaku.

Sumber : Sinar Harapan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment