Advertising

Saturday, 30 March 2013

[wanita-muslimah] Politik itu Uang

 

 
 
SENIN, 25 Maret 2013 |

Politik itu Uang
 
 
Politik itu butuh biaya. Biaya itu uang. Maka politik itu uang. Orang kemudian berusaha merasionalisasi tingkah berpolitik mereka, bahwa apa yang dilakukan untuk kepentingan rakyat, untuk kepentingan bersama, untuk kepentingan negara, dan demi kepentingan demokrasi.

Kesantunan berpolitik diperlihatkan dipermukaan, tapi dibelakang yang dipertontonkan justeru sadisme.
Demokrasi itu objek, maka partai politik adalah subjek. Demokrasi dalam entitas idealnya, adalah kebajikan bersama, untuk senang bersama-sama, karena itu penting demokrasi ditumbuhkan. Hanya saja partai politik sebagai subjek telah membuat keropos nilai demokrasi. Demokrasi di Indonesia sekarang tanpa nilai. Demikian juga di Maluku.

Partai politik bukan, dan tidak lagi, sebagai sebuah lembaga politik yang membuat demokrasi itu kian kokoh. Partai politik itu justeru sebagai perusak sistem berpolitik kita. Dari hulu ke hilir hanya mendiskusikan tentang uang, bukan rakyat. Wacana kerakyatan hanya sebuah omong kosong, untuk merasionalisasikan kebohongan besar mereka disaat kepentingan menggeliat diotak yang jahat.

Lihat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berapa banyak politisi partai politik (bukan politisi kita) yang dijebloskan ke dalam penjara, dan belum dijebloskan ke dalam penjara? Di Senayan, sampai Karang Panjang berjejer mobil mewah. Kemudian rumah mewah. Kemudian bergaya bagaikan seorang milarder. Hebat politik kita yang dibuat tak bernafas.

Dari pemilihan presiden sampai pemilihan kepala daerah, parpol menjadi penentu. Hukum kita membuatnya seperti itu. Dibuat tak ada solusi, maka parpol menjadi sangat berkuasa atas demokrasi. Siapa yang mau menjadi kepala daerah, harus punya rekomendasi parpol. Meski ada jalur independent, tapi tetap dibuat sulit, agar semua kembali melirik parpol.

Satu kursi di DPRD, bisa dibeli seharga Rp100 juta sampai Rp300 juta. Apalagi punya fraksi yang bisa langsung meloloskan pasangan kandidat untuk bertarung di pilkada. Ini bukan lagi barang baru. Bukan lagi rahasia umum, tapi sudah menjadi perbincangan biasa. Kebiasan ini yang kemudian dianggap tak lagi masalah.

KPUD dan Bawaslu tahu itu. Ada transaksi politik uang saat rekomendasi dinegosiasikan. Lihat saja 8 parpol yang keluar dari pasangan Jacobus Puttileihalat-Arifin Tapi, dan memilih mendukung Abdullah Vanath-Marthin Maspaitella. Keluarnya mereka, hanya karena Bob belum membayar rekomendasi. Ini disampaikan ke publik dengan tanpa dosa, tanpa malu, dan tanpa santun.

Sekali lagi, KPUD dan Bawaslu tahu itu. Apa yang mereka lakukan? Ternyata mereka juga menganggap biasa. Kalau dikatakan tidak ada bukti, itu omong kosong. Lihat saja kasus Ramly Faud dalam pemilihan Wali Kota Ambon. Dia punya bukti kuitansi, punya bukti tanda tangan, bahkan ada saksi. Lalu kenapa panwaslu tidak bertindak? Itu karena mereka sudah anggap biasa.

Satu yang perlu dicatat oleh Bawaslu. Awal korupsi seorang kepala daerah, di mulai dari proses pemilihan kepala daerah. Mereka mengeluarkan uang buat parpol, buat rakyat, dan buat operasionalisasi kerja mereka. Setelah terpilih duit itu harus kembali. Berharap pada gaji itu tak mungkin. Yang bisa diharapkan adalah pencuri uang negara. (*)

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment