pendukung taliban sangat cinta, makanya di indonesia mereka juga aktif
membuat bom. untuk menunjukkan bahwa mereka tetap berlatih dan beraktivitas
sebagai saat masih di afghan.
salam,
Ari
<http://papabonbon.wordpress.com>
2010/10/3 sunny <ambon@tele2.se>
>
>
> Pak HMNA Yth,
>
> Mafioso Cosa Nostra (Italia), La Familia (Mexico), Yakusa (Jepang), LRA
> (Uganda), White Power (USA) etc, bertahan karena dicintai rakyat.(?)
>
> Wassalam
>
>
> ----- Original Message -----
> From: H. M. Nur Abdurahman
> To: wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>
> Sent: Sunday, October 03, 2010 6:39 AM
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Perang, Damai, dan Perempuan
>
> KM wrote:
> Pemerintah bisa bertahan kalau disayangi atau ditakuti oleh rakyatnya.
> =============================
> HMNA:
> Betul sekali, Pemerintah bisa bertahan kalau DISAYANGI atau DITAKUTI oleh
> rakyatnya. Ternyata Thaliban DISAYANGI rakyatnya. Bacalah yang berikut:
>
> Back home in Japan temporarily and thinking of his base area in Pakistan
> and Afghanistan, Nakamura says: "It's all like a mirage far off in the
> desert." He fondly recalls the red-brown soil of Afghanistan fields, the
> villagers sharing their joy about water from newly dug wells, and the
> friendly faces of Taliban soldiers helping villagers.
>
> Saya tmbahkan:
>
> Some in Kandahar Mourn the End of Taliban Rule
>
> By Pamela Constable
> Washington Post Foreign Service
> Wednesday, January 16, 2002; Page A12
> Kandahar, Afghanistan, Jan. 15
>
> Every day, mourners slip into the Taliban cemetery at the edge of the city,
> stooping to caress the smooth white stones covering the graves or quietly
> contemplating the headstones that relate the history of Taliban heros. One
> tall slate stone, surrounded by flags fluttering on bamboo poles and carved
> in Afghan Pashto script, honors Yar Mohammad Akhund, a former anti-Soviet
> fighter and later a Taliban governor of several Afghan provinces. The
> tribute recounts the high points of his life, and death.
> -------
> Di Kandahar sebagian berduka-cita atas berakhirnya Pemerintahan Thaliban
>
> Oleh Pamela Constable
> Bagian Peliputan Berita Luar Negeri (harian) Washington Post
> Rabu, 16 January 2002, Hal A12
> Kandahar, Afghanistan, Jan 15
>
> Setiap hari, para peziarah membanjiri pemakaman Mujahidin Thaliban di sudut
> kota, mereka membungkuk untuk mengusap-usap batu putih halus yang melapisi
> pemakaman atau merenungi batu -batu nisan yang berhubungan dengan sejarah
> para pahlawan Thaliban. Sebuah batu tulis tinggi, dikelilingi oleh
> bendera-bendera yang berkibar pada tiang bambu dan diukir dengan huruf
> Afghan Pasthun, penghormatan bagi Yar Mohammad Akhund, seorang Mujahid anti
> soviet dan berikutnya menjabat sebagai Gubernur Thaliban di berbagai
> propinsi Afghanistan. Penghormatan ini mengisahkan puncak tertinggi dalam
> hidup dan wafatnya.
>
> "These boys died here alone, in a foreign country. They were our Muslim
> brothers and we weep for them," said Sher Mohammed, 65, a horse cart driver
> who was visiting the Arab cemetery Monday. "It is the duty of every Muslim
> to see they are buried with respect."
>
> "Pemuda-pemuda ini syahid di sini dalam kesendirian, di negri asing. Mereka
> adalah saudara Muslim kami dan kami menangisi (kepergian) mereka." kata Sher
> Muhammad, 65 tahun, seorang kusir sado (delman) yang mengunjungi makam
> Mujahidin Arab hari Senin. "Ini adalah kewajiban setiap Muslim untuk
> menyaksikan bahwa mereka dimakamkan secara hormat."
>
> ***
>
> Qaradhawi Tolak Tuduhan Thaliban Zalimi Wanita dan Anak-anak
>
> Publikasi: 06/11/2001 10:12
>
> eramuslim, Qatar - Belakangan, banyak perbincangan tentang sikap Thaliban
> di Afghanistan yang dituduh menzalimi kaum wanita dan anak-anak. Thaliban
> juga dianggap layak digulingkan karena keberadaannya tidak didukung oleh
> mayoritas rakyat Afghan, dan memperlakukan kaum wanita secara tidak
> manusiawi. Pemerintah AS juga pernah mengatasnamakan perang yang
> dilakukannya sebagai perang demi demokrasi dan kebebasan di Afghanistan,
> melalui pergantian pemerintah Thaliban dengan pemerintah koalisi.
>
> Pembicaraan itu ditanggapi oleh Dr. Yusuf Qaradhawi yang melakukan dialog
> interaktif beberapa waktu lalu dalam saluran TV Al Jazeera. Qaradhawi
> beberapa bulan sebelum AS menyerang Afghan, sempat berkunjung ke negara yang
> bertetangga dengan Pakistan itu. Menurut Qardhawi, perkataan orang-orang
> yang mengatakan Thaliban tidak mengajarkan anak anak atau bersikap zalim
> terhadap wanita adalah sama sekali tidak bisa diterima.
>
> "Mereka tidak memberi pendidikan yang layak kepada anak anak, karena mereka
> memang tidak memiliki apa yang dapat mereka lakukan untuk anak-anak. Mereka
> tidak mempunyai gedung sekolah, mereka tidak mempunyai sarana dan pra sarana
> pendidikan, mereka juga tidak memiliki tempat yang kondusif untuk belajar.
> Karena itu, mereka mengatakan akan memulai pengajaran pada kaum laki-laki
> dewasa dahulu. Setelah itu baru mereka akan ajarkan kaum wanita," urai
> Qaradhawi.
>
> Qaradhawi juga menyebutkan bagian dari dialognya dengan pemerintah Thaliban
> beberapa waktu lalu yang mengatakan, "Kami mulai dengan kaum laki-laki
> dahulu, baru kaum wanita, dengan keterbatasan yang kami miliki." Terhadap
> kaum wanita pun, menurut Qaradhawi, Thaliban tetap memperlakukan mereka
> secara baik. Karena dalam hal tertentu yang memang membutuhkan sekali peran
> kaum wanita, pemerintah Thaliban memberi pendidikan untuk kaum wanita. "Saya
> mendapatkan tempat belajar kaum wanita Thaliban di sebuah Fakultas
> kedokteran yang diikuti oleh lebih dari 1000 orang wanita. Mereka juga
> mengatakan bahwa rencananya, awal tahun depan mereka akan mulai mengajarkan
> masyararkat melalui masjid-masjid. Masjid akan menjadi tempat pengajaran
> kaum pria dan wanita. Itu sebabnya saya katakan tadi, dunia sangat lalai
> terhadap kondisi Afghanistan," kata Qaradhawi.
>
> source : eramuslim .com
>
> *) Uraian Qaradhawi tersebut akan menjadi bagian dari buku "Pergolakan
> Dunia Islam Pasca Tragedi WTC, Pandangan dan Fatwa Dr. Yusuf Qaradhawi" yang
> tidak lama lagi akan diterbitkan oleh eramuslim. Bagi yang berminat, bisa
> memesan buku tersebut sejak sekarang, melalui email order@eramuslim.com<order%40eramuslim.com>
>
> Comment : Banyak info dan berita - berita dari berbagai sumber yang
> memojokan Taliban. Tentu untuk fairnya, kita harus melihat berita dari
> segala sisi. Baik dari CNN , maupun dari Al Jazeera, juga dari sumber -
> sumber non media lainnya, seperti yang telah dipaparkan di bawah, dokter
> dari jepang yang bekerja di Afghan dan di beberkan di Asiaweek. Jadi,
> sebagai muslim, tentu kita mesti mensikapi segala berita dari segala sisi
> dan siapa yang diuntungkan dengan pemberitaan - pemberitaan yang memojokkan
> Taliban. Supaya kita itdak asal ikut - ikutan berita dari media asing, yang
> cenderung melakukan standar ganda dalam pemberitaannya. Supaya kita tidak
> jatuh kepada yang namanya prejudice atau buruk sangka yang dapat
> mengakibatkan kepada fitnah.
>
> Di bawah ini menunjukkan bahwa Thaliban tidaklah seperti apa yang diekspos
> umumnya pers barat yanganti-Thaliban:
> Yvonne Ridley, bekerja sebagai wartawan Sunday Express, koran terbitan
> Inggris, Ridley pada September 2001 yang lalu diselundupkan dari Pakistan ke
> perbatasan Afghanistan untuk melakukan tugas jurnalistik. Ia menututurkan
> pengalamannya di Afghanistan saat ditangkap Taliban yang justru membuatnya
> masuk Islam bahkan menyebutnya sebagai keluarga terbesar dan terbaik
> didunia.
>
> Alkisah, mantan guru sekolah Minggu yang juga mantan peminum itu masuk
> Islam setelah membaca Al-Qur?an usai dilepas oleh Taliban. Ia pernah
> ditahan, diinterogasi oleh pasukan pemerintah Taliban di Afghanistan. Sosok
> yang selalu digambarkan ?kejam? oleh media AS. Ia ditangkap pada 28
> September 2001 dan dibebaskan pada 8 Oktober 2001.
>
> Sinar mentari pagi menyelinap perlahan-lahan dari balik teralis jendela,
> membangunkanku dari tidurku yang tidak pernah lelap. Hari ini aku akan ke
> Afghanistan! Kalimat itulah yang selalu menghantui pikiranku sepanjang
> malam. Nama Afghanistan, dan hanya Afghanistan, yang senantiasa bergema di
> seluruh penjuru otakku. Tegang, takut,
> semangat, antusias,?, semuanya bercampur menjadi satu.
>
> Aku sudah kenyang meliput berbagai kawasan konflik, aku diutus Sunday
> Express ke perbatasan Pakistan-Afganistan, beberapa hari usai tragedi 11
> September, segera setelah Amerika menudingkan telunjuknya kepada Usamah bin
> Ladin dan rezim Taliban sebagai penanggungjawab serangan.
>
> Aku ingin segera melihat lebih dekat bagaimana brutalnya pemerintahan
> Taliban - yang disebut Presiden Bush sebagai rezim syetan. Dan dorongan
> utamaku adalah untuk membuktikan image yang kerap mangkal di benakku
> sendiri, bahwa pria Taliban sangat membelenggu dan meminggirkan wanita. Aku
> tak punya agenda politik, aku hanyalah
> reporter. Aku hanya ingin menjadi orang pertama menyaksikan invasi terhadap
> negeri ini. Talentaku inilah yang mendorongku untuk bisa masuk ke wilayah
> Afganistan..
>
> Dipandu penerjemah, Hamid, dan pengawal keamanan, Munir Abdullah, aku
> memasuki Afganistan secara ilegal, tanpa paspor dan visa. Untuk menyamarkan
> identitas, aku mengenakan burqa layaknya wanita Afgan. Inilah petualangan
> yang paling mendebarkan sepanjang aku menjalani profesiku sebagai jurnalis.
>
> Sebuah papan besar yang menunjukkan bahwa kami akan memasuki daerah
> terlarang, tribal area merupakan peringatan bahwa perjalanan melintas daerah
> ini bukan perjalanan main-main atau piknik akhir pekan. Memasuki daerah ini,
> semua orang asing harus mendapatkan izin dari Political Agency dan dikawal
> tentara bersenjata. Daerah ini adalah
> daerah tanpa hukum, di mana kekuasaan hukum Pakistan tak lagi mampu
> menunjukkan taring kekuasaannya di sini. Hukum Pakistan hanya berlaku
> sepanjang jalan raya dan daerah 16 m di sebelah kanan dan kiri dan jalan.
> Tidak lebih dari itu. Bila seorang asing tewas tertembak di sini, tak
> seorangpun dapat dituntut tanggung jawabnya. Karena di
> daerah liar ini, hanya hukum suku yang berlaku. Suku-suku ?liar? yang
> mendiami tribal area.
>
> Di gerbang masuk itu, yang mirip gerbang perbatasan pemisah dua Negara. Di
> wilayah tribal area ini, di kanan-kiri jalan sesekali nampak rambu-rambu
> berwarna kuning yang bergambar tentara lengkap dengan senapan laras panjang
> di bahunya. Rambu-rambu yang tidak kumengerti apa maknanya ini, namun sudah
> cukup untuk memperingatkan bagi para pendatang, bahwa daerah ini adalah
> daerah sensitif yang berbahaya. Pemeriksaan dokumen-dokumen mulai diperiksa
> dengan teliti. Lembar demi lembar halaman paspor pun diamati dengan seksama
> oleh para petugas. Mulailah keteganganku mengalami peningkatan yang drastis
> luar biasa.
>
> Perjalananku memang terbilang nekad, tak berpaspor dan tak punya visa.
> Walaupun ditemani dua orang guide professional, namun tidak bisa dipungkiri
> bahwa aku tengah mengalami ketegangan hebat. Tiba-tiba tustel mini milikku
> terjatuh. Maka penyamaranku ketahuan juga. Di desa Kama yang sepi, tentara
> Taliban mengarahkan moncong senjata, dan memaksaku turun dari punggung
> keledai. Entah darimana asalnya, tiba-tiba kerumunan lelaki berjenggot tebal
> mengitariku. Dan akupun diangkut mobil pick up tua. Aku ditahan di desa Kama
> dekat Jalalabad di sebuah tempat yang seperti bekas tempat peristirahatan
> musim dingin Raja Shah. Ruangan itu berpendingin udara dan aku diberi sebuah
> kunci
> untuk mengunci diri di malam hari.
>
> Aku sadar bahwa aku tak pernah diculik oleh Taliban. Aku ditangkap karena
> masuk ke negeri itu secara ilegal tanpa paspor dan visa. Aku tahu persis apa
> kesalahanku. Tentara Taliban menuduhku sebagai mata-mata Amerika. Aku
> langsung berpikir, tak mungkin lagi bisa melihat matahari. Aku mengira akan
> mati dan walaupun para penahanku bersikap
> baik, pengalaman itu sangat menakutkan.
>
> Aku mempercayai propaganda bahwa orang-orang ini adalah bagian dari rezim
> paling kejam di dunia. Segala hal buruk yang pernah terjadi di penjara Abu
> Ghraib, Bagdad, kutakuti akan terjadi padaku. Aku terus menunggu kapan
> saatnya orang jahat yang membawa alat penyetrum muncul, tapi itu tak pernah
> terjadi. Salah satu pengalaman paling sulit bagiku
> adalah terisolasi secara total dari dunia luar. Walaupun aku hanya ditahan
> selama sepuluh hari, aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi di luar sana
> dan mengira bahwa aku akan segera dilupakan.
>
> Kecurigaanku kepada Taliban membuatku berkali-kali yakin bakal dicambuk
> atau dieksekusi. Itulah yang membuatku kehilangan kendali, marah,
> memaki-maki - sesuatu yang tak mungkin dilakukan para sandera pengidap
> Stockholm syndrome. Eh, bukannya siksaan atau hukuman mati. Kaum Taliban
> malah tersenyum mendengar makianku. Mereka bilang, aku adalah tamu dan
> saudari mereka.
>
> Aku terkejut. Dan selama menjalani hari-hari penawananku, kejutan demi
> kejutan kembali berulang, yang kian menggerogoti habis dugaan burukku selama
> ini terhadap kaum Taliban. Masih terngiang dalam ingatan, hari itu
> penerjemahku, Hamid, sambil menyerahkan baju kurung pengantin, bilang bahwa
> aku adalah tamu penting dan terhormat Taliban. Hatiku tersanjung, sambil
> kukenakan baju pemberian Taliban
>
> Aku melakukan mogok makan selama 10 hari itu di Jalalabad. Para penahanku
> membentangkan sehelai kain di atas lantai dan menyajikan makanan untukku
> tiga hari sekali. Setiap kali tiba waktu makan, mereka datang ke ruanganku
> dan mencuci tanganku dengan sekendi air. Mereka selalu mengatakan kepadaku
> bahwa aku adalah tamu mereka. Mereka
> sungguh-sungguh gusar karena aku tidak mau makan dan mencoba membujukku
> agar mau makan, termasuk dengan menawariku buah Anggur !
>
> Setiap hari selama enam hari aku diinterogasi oleh sekelompok lelaki
> bertampang seram. Terkadang ada orang yang berbeda dan mereka melibatkan
> seorang penerjemah muda bernama Hamid. Ada saat-saat ketika ia tampak lebih
> ketakutan daripadaku karena ia harus menerjemahkan kata-kataku, padahal
> terkadang jawaban-jawabanku sangat menjengkelkan. Pertanyaan-pertanyaan itu
> monoton dan biasanya interogasi baru berakhir setelah berjam-jam.
>
> Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah mengapa aku masuk ke negara
> mereka secara ilegal. Mereka pada mulanya tak mau percaya bahwa aku adalah
> seorang wartawan dan mereka tak bisa memahami konsep berita eksklusif.
> Karena frustasi, pada suatu hari, aku mengangkat tangan dan berkata aku akan
> menceritakan alasan yang sebenarnya mengapa aku masuk secara ilegal. Mereka
> semua mencondongkan tubuh ke depan saat Hamid menerjemahkan kata-kata itu.
>
> Lalu aku berkata, ?Aku datang ke Afganistan untuk bergabung dengan
> Taliban!? Mereka tertawa terbahak-bahak dan menunjukkan rasa humor yang
> membuatku merasa lega. Mereka tak pernah mengancamku secara fisik. Walaupun
> mereka melakukan semacam mind game terhadapku dan seseorang mengancamku
> bahwa aku akan dikurung selama 20 tahun jika aku tidak mau berkata jujur
> pada mereka.
>
> Tak lama masuklah seorang lelaki bergamis dan bersorban serba putih ke
> ruang tahananku. Dari caranya bersikap, aku tahu dia seorang pemuka agama.
> Dia menanyakan status keagamaanku - Protestan, pandanganku terhadap Islam,
> dan menawarkan dengan santun kemungkinanku memeluk Islam.
>
> Sungguh menakutkan. Selama lima hari aku telah menghindar bicara soal agama
> di negara yang kata Presiden George W. Bush dipimpin para ekstrimis. Jika
> aku memberi jawaban salah - lagi-lagi kata sahabat-sahabat Baratku, aku akan
> dilempari batu hingga mati. Setelah berpikir panjang, aku berterima kasih
> atas tawaran itu, namun kubilang sulit bagiku untuk mengambil sebuah
> keputusan penting dalam hidup sedangkan aku di penjara. Tapi aku berjanji,
> jika dilepas dan kembali ke London, aku akan belajar Islam. Karena jawaban
> itulah, aku dipindahkan ke sebuah penjara kumuh di Kabul, disatukan bersama
> enam tahanan wanita lain beragama Protestan yang juga pernah ditawari masuk
> Islam.
>
> Waktu kecil, aku dididik ajaran Yesus, bergabung dalam paduan suara gereja,
> dan belajar di sekolah Kristen. Belakangan, citra ekstrimitas Kristen yang
> kurasakan sama seperti bayanganku tentang ekstrimitas kaum Taliban. Masih
> jelas teringat ketika suatu malam aku duduk di lapangan penjara, tiba-tiba
> telinga kiriku menangkap suara hymne gereja, sementara telinga kananku
> mendengar suara azan. Aku terperangkap di antara dua jepitan ajaran kaum
> fundamentalis. Ketika malam kian larut dan bintang-gemintang bersinar
> terang, aku seperti terjebak dalam cengkraman alam semesta, yang
> menghendakiku segera menentukan sikap.
>
> Beberapa hari kemudian aku dibebaskan tanpa syarat, atas perintah langsung
> Mullah Muhammad Umar, pemimpin spiritual Taliban yang bermata satu. (#)
> Selama dalam penjara, kaum Taliban memperlakukanku dengan ramah dan rasa
> hormat, meskipun aku kerap memaki mereka. Jika rasa lapar menerjangku, kala
> waktu makan tiba, mereka selalu mengambilkan air kobokan untuk membasuh
> tanganku. Mereka juga rajin shalat lima waktu, tak peduli apapun yang
> terjadi. Sebagai imbalan rasa salutku pada mereka, kupenuhi janjiku untuk
> mendalami agama mereka.
> --------------------------------------------------------
> (#)
> Dalam sebuah pertempuran melawan Soviet, bola mata kanannya terkena pecahan
> peluru dan keluar menggantung dari tempatnya. Dengan tangannya sendiri ia
> menarik bola mata tersebut hingga lepas dari mangkuk mata, dan menyeka darah
> yang mengucur pada dinding sebuah masjid dan terus bertempur -HMNA-
> .
>
> ----- Original Message -----
> From: <kmjp47@indosat.net.id <kmjp47%40indosat.net.id>>
> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>
> Sent: Sunday, October 03, 2010 11:18
> Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Perang, Damai, dan Perempuan
>
> Pemerintah bisa bertahan kalau disayangi atau ditakuti oleh
> rakyatnya. Ditakuti karena sifat represifnya seperti
> pemerintahan komunis di Rusia yang bisa bertahan sampai 70
> tahun.
> Yang tidak setuju sama kebijakan pemerintah dihabisi.
> KM
>
> ----Original Message----
> From: mnur.abdurrahman@yahoo.co.id <mnur.abdurrahman%40yahoo.co.id>
> Date: 03/10/2010 9:36
> To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com <wanita-muslimah%40yahoogroups.com>>
> Subj: Re: [wanita-muslimah] Re: Perang, Damai, dan
> Perempuan
>
> "The Taliban Are Well Liked"
>
> A Japanese doctor's up-close observations contradict
> overseas reports
>
> By MUTSUKO MURAKAMI
>
> Thursday, October 18, 2001
> http://www.asiaweek.com/asiaweek/daily/foc/0,
> 8773,180342,00.html
>
> Japanese doctor Tetsu Nakamura works with leprosy patients
> and refugees in Afghanistan and Pakistan. It's a job that
> keeps him in touch with the raw reality of life in that
> troubled country. And he says that from what he has seen,
> the Taliban are being wrongly portrayed internationally.
> "There's something wrong with the media reports," he says.
> "This talk of the Taliban being vicious and disliked
> doesn't fit with reality." Nakamura says the
> fundamentalists have wide support from the population,
> particularly in rural areas. "Otherwise, how can they rule
> 95% of the country with only 15,000 soldiers?"
>
> Comment : Ini yang tidak disadari, atau sengaja ditutupi
> oleh banyak media. Sebab tidak lah mungkin sebuah
> pemerintahan dapat bertahan bila cara -cara pemerintahannya
> tidak berkenan di hati rakyatnya. Dan kalau mau mereka
> dapat melawan Taliban jika Taliban ini memang biadab, sebab
> Taliban Cuma punya 15000 tentara.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment