Oleh: Vilisya Bening Hasibuan. Writing is like prostitution. First you do it for love, and then for a few close friends, and then for money. Begitu bunyi salah satu petikan dari seorang seniman Prancis, Moliere (1622-1673). Sebagai seorang penulis pemula, saya tertarik untuk mengembangkan kutipan ini. "Melakukannya untuk cinta, kemudian teman dekat lalu uang." Jika dilirik dari segi kata memang terlihat sedikit kasar, tetapi bukankah begitu realitanya. Mungkin kita sering mendengar ungkapan, menulislah dengan hati dan semacamnya. Namun lambut laun yang dikatakan cinta, terkadang juga bisa diakhiri dengan uang. Pernah sewaktu-waktu penulis berpikir, apa tujuan dari menulis sebenarnya.? Apakah ia hanya sebuah pelengkap keterampilan belaka atau hanya sekedar goresan pena yang tidak berarti apa-apa.? Kemudian penulis membuka kembali memoar lama. Sebuah puisi karya Widji Thukul seorang aktivis buruh orde baru, yang sampai kini tidak diketahui keberadaannya. Tulisannya begitu menyentuh, bebas seperti tidak ada sekat-sekat pembatas. Pada zaman itu memang sulit sekali bagi seseorang untuk beraspirasi lantang, mungkin hanya pena dan kertas yang mampu berbicara. Ia pun menuangkan segala kegundahannya dengan menuliskan keluh kesah serta keinginannya dalam bait-bait puisi. Lalu siapa yang tidak mengenal Soe Hok Gie, yang menjadikan tulisan sebagai senjata untuk melawan apa yang ia katakan dengan tirani. Bahkan tulisannya yang tajam itu tidak pernah surut dalam media-media ketika itu. Penulis merasa semua orang punya hak untuk menggambarkan segala macam bentuk pikiran dalam dirinya. Semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam beraspirasi ataupun mengkritisi. Namun yang menjadi persoalan kini, jika semua segala bentuk kebebasan itu terbelenggu dalam seni merangkai kata. Semua kian terasa samar tatkala saat menulis bukan lagi menjadi wujud kemerdekaan diri. Para penulis pun seakan dibatasi oleh dinding-dinding tebal. Saat media yang seharusnya mampu menjadi wadah tidak berpihak lagi bagi para penulis Penulis teringat dengan salah satu quote dari Seno Gumira Ajidarma "Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang." Seperti yang diungkapkan Seno, semua orang punya harga kreativitas yang berbeda, punya gaya penulisan yang berbeda-beda pula dan dengan menulislah semua itu tergali. Menurut Howard dan Barton (dalam Indriati, 2006:34), menulis adalah kegiatan simbolik yang membuahkan makna, bagaikan kegiatan di atas pentas untuk menyampaikan makna kepada orang lain, dan cara untuk mengekspresikan diri dan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dari pengertian yang dipaparkan diatas, penulis menyimpulkan bahwa menulis adalah sebuah keterampilan yang bisa dimiliki oleh siapa saja tidak mengenal kaya atau miskin, pejabat ataupun rakyat biasa, asalkan ia mampu mengenal setiap kata yang dirangkai oleh huruf-huruf bermakna. Peran Media Tentu ini tidak luput dari peranan sebuah media kini. Sayangnya komersialisasi terlihat begitu nyata, saat para pemilik media memegang kendali penuh. Penulis tidak menampik bahwa media massa di Indonesia tidak terlepas dari kepemilikan oleh segelintir orang, yang tanpa disadari memiliki pengaruh besar dalam arah pemberitaan maupun kepenulisannya masing-masing. Contoh saja para penulis artikel atau opini di media massa, terkadang mau tidak mau, agar tulisan mereka diterbitkan mereka harus menyesuaikan gaya penulisan serta tema yang sudah disuguhkan. Media sebagai wadah dalam wujud pengekspresian itu mulai lari dari tujuan, tergerus oleh persaingan yang semakin tajam. Era industrialisasi dan kapitalisasi pada media menjadi hambatan saat menulis bukan lagi wujud ekspresi kemerdekaan, melainkan wujud lain kepentingan. Lalu apakah masih bisa dikatakan bahwa menulis adalah wujud lain dalam memerdekakan diri ? Padahal sudah terlihat jelas, media memiliki peranan penting dalam membantu masyarakat untuk berekspresi maupun beraspirasi melalui tulisan. Yang terjadi kini media pun seakan hanyut oleh euforia laba dan rugi, citra baik dan buruk. Maka jangan salah jika banyak berbagai pihak memanfaatkan media dalam pencitraan. Media seharusnya mampu menggali keterampilan itu, bukan sekedar menggali persaingan dalam bisnis semata. Ketika uang bisa membeli apa saja, harga dari sebuah tulisan pun terasa tak bernilai lagi ketika semua itu sudah bercampur dengan komersialisasi. Hak memerdekakan diripun kembali terenggut. Media-media yang diharapkan mampu menjadi wadah nyatanya tak selalu demikian. Media sudah sebaiknya menjadi jembatan bagi jiwa-jiwa yang terkekang bukan malah ikut-ikutan mengekang. Apa artinya kebebasan pers itu kini, jika ia hanya dijadikan alat kepentingan oleh berbagai pihak. Matrealisme dalam Menulis Mungkin inilah bukti nyata yang disebut-sebut oleh Moliere dalam kutipannya "and then for money." Tanpa disadari sifat matrealisme juga akhirnya mulai dianut oleh para penulis. Bagaimana tidak, saat uang menjadi tujuan utama bagi para penulis. Saat penulis lupa tujuan awal mereka, untuk apa sebenarnya mereka menulis. Bahkan kini untuk menulis saja perlu banyak perjuangan dalam memilah-milah kata, materi maupun tema. Seharusnya mereka yang menulis tidak perlu terbebani dengan apa yang mereka tulis. Mereka seharusnya merdeka. Penulis tidak bermaksud menyalahkan hal tersebut, karena bagaimana pun terlalu munafik untuk tidak berbicara uang pada dewasa kini. Dan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena semua itu sudah menjadi hak masing-masing pribadi. Yang diharapkan kini sifat matrealisme itu tidak mempengaruhi dalam mengekspresikan kata-kata, yang lahir dalam jiwa serta pikiran mereka. Jangan hanya sekedar asal nampang dapat duit lalu tidak dapat mempertanggung jawabkan apa yang dituliskan. Menulis haruslah independent sebab itulah yang menandakan bahwa kita merdeka, bukan terkekang.*** Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMSU dan aktif di Pers Mahasiswa Teropong UMSU/Koran kampus Teropong |
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment