(dok/ist)
JAKARTA - Defisit dalam APBN 2013 ditetapkan sedikit melebar, dari 1,62 persen menjadi 1,65 persen dalam APBN 2013. Pemerintah beralasan membengkaknya defisit tak terelakkan karena membengkaknya tambahan anggaran belanja.
"Peningkatan itu harus terjadi karena ada kebutuhan belanja yang harus kita lakukan. Misal untuk biayai Bawaslu, OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kami juga perlu membiayai dukungan keistimewaan Jogja dan e-KTP," tutur Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (23/10).
Secara nominal, besaran defisit terhadap PDB untuk APBN 2013 sebesar Rp 153,3 triliun. "Defisit 1,65 persen ini relatif kecil dengan negara-negara tetangga maupun negara-negara maju, karena negara maju umumnya defisit 4 persen sampai di atas 8 persen," kata Agus.
Untuk menutupi defisit tersebut pemerintah pun seperti tahun-tahun sebelumnya masih mengandalkan utang seperti lewat penerbitan surat utang negara (SUN).
Berdasarkan data dalam APBN 2013, pemerintah berupaya kembali berutang dengan sumber pembiayaan dari pembiayaan non-utang sebesar negatif Rp 8,1 triliun dan pembiayaan utang Rp 161,4 triliun.
Pembiayaan utang terdiri atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 180,4 triliun, pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 19,5 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp 500 miliar.
Meski begitu Agus mengklaim besaran penerbitan SBN itu lebih kecil dari tahun anggaran 2012. "Jumlahnya jauh menurun dibanding 2012, karena 2012 total pembiayaan Rp 190 triliun, sekarang kira-kira Rp 150 triliun," katanya.
Sekadar mengingatkan, total utang pemerintah Indonesia hingga Agustus 2012 mencapai Rp 1.957,2 triliun. Dibandingkan dengan akhir 2011 jumlah utang ini naik Rp 153,71 triliun. Utang pemerintah tersebut terdiri dari pinjaman Rp 630,21 triliun dan Surat Berharga Rp 1.326,99 triliun.
Sayangnya, strategi berutang pemerintah untuk menutup defisit seperti ini dinilai sangat merugikan, mengingat realisasi defisit anggaran selalu berada di bawah asumsi APBN dan membuat banyak dana hasil berutang menjadi tak terpakai. Negara pun hanya membayar bunga utang yang tak digunakannya itu.
"Kalau memang data defisit selalu menunjukkan realisasi lebih kecil dari target seharusnya pemerintah tidak perlu menarik utang dan tidak perlu adanya defisit anggaran. Stategi ini lebih efektif untuk meningkatkan stabilitas anggaran dibandingkan dengan defisit anggaran yang dibuat agak besar pada kenyataannya realisasinya tidak tercapai,"ujar Peneliti The Institute for Development of Economics and
Finance (Indef) Eko Listianto.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga 28 September 2012, realisasi defisit anggaran baru mencapai Rp 70 triliun dari asumsi dalam APBN-P yang tercatat Rp 190,1 triliun. Di sisi lain, pendapatan dan hibah terkumpul Rp 898,1 triliun atau 66,1 persen dari pagu anggaran Rp 1.358,2 triliun.
Sementara realisasi penyerapan anggaran untuk belanja modal mencapai 36,8 persen atau Rp 62 triliun. Pemerintah mengklaim angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi 2011 periode yang sama sebesar 30,8 persen atau Rp 43,3 triliun.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, selalu melesetnya realisasi defisit anggaran merupakan bukti lemahnya perencanaan pemerintah yang tak bisa menghitung dengan cermat proyek-proyek mana saja yang bisa dengan tuntas dikerjakan pada satu tahun anggaran tersebut.
"Pemerintah harus bisa evaluasi. Jika sampai setengah tahun proyek tersebut terlihat jalan di tempat dan tak kelar, tak usah dicarikan dana dari penarikan utang. Setop, tahun depan saja baru ditarik utangnya. Inilah saya rasa satu kelemahan dari strategi front loading (sistem penarikan utang di awal tahun)," tuturnya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya sadar jika utang terlanjur ditarik dan tak akan terpakai maka hanya akan menambah beban bunga utang yang harus ditanggung APBN.
"Kerugian negara dari sini bisa dihitung. Misalnya bunga SUN tahun 2008 bisa capai 9 persen, dan utang yang tak terpakai (rata-rata) Rp 100 triliun, maka negara tetap harus bayar Rp 9 triliun setahun. Sekarang misalnya bunga jadi 5 persen maka bunganya Rp 5 triliun. Ini jelas costly dan negara artinya hanya menyubsidi pemegang SUN yang notabene orang berada," ujarnya.
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment