Daftar Masalah Buruh Migran:
Mengharap Lagi Tanggungjawab Negara
Dec 29th, 2009
Diskusi Publik dengan tema "Refleksi Kondisi Buruh Migran"
diselenggarakan di Komnas Perempuan pada 15 Desember 2009. Acara ini
masih merupakan rangkaian Peringatan Hari Pekerja Migran Sedunia.
Diskusi Publik ini mengupas beberapa persoalan terkait buruh migran,
kebutuhan akan ratifikasi Konvensi Migran, buruh migran sebagai
komoditas, remitansi, buruh migran dalam globalisasi dan buruh migran
sebagai penghasil devisa negara.
Topik "Buruh Migran dalam Dekapan Globalisasi" dipresentasikan Wahyu
Susilo, policy analyst dari Migrant CARE dan juga Head of Advocacy
Division di INFID. Dalam melihat migrasi tenaga kerja, Wahyu tidak
lagi menggunakan push and pull factor yang dianggapnya telah
ketinggalan dalam menganalisa migrasi internasional. Wahyu menjelaskan
bahwa dibutuhkan analisis yang lebih tajam dan kritis, antara lain
political economy, feminist approach dan post-colonial perspective.
Wahyu juga menjelaskan tiga rezim migrasi, yaitu:
Human Rights Regime on Migration: ILO Convention, UN Convention, ASEAN
Declaration
Development (Economic) Regime on Migration: Issue of Remittance (IMF,
World Bank, ADB), GATS on WTO
Security Regime on Migration: Non-Traditional Security Issues,
Combating Trafficking and Human Smuggling
Wahyu memaparkan bagaimana globalisasi selalu dianggap sebagai
fenomena borderless di mana gerak modal (capital) bisa berpindah dalam
sekejap melewati batas-batas administrasi Negara; pasar dibuka
seluas-luasnya; peran negara makin diperkecil. Sayangnya, fenomena ini
tidak dapat dinikmati para buruh yang bermigrasi melintas batas
negara. Ia juga mengungkapkan bahwa dalam rancangan liberalisasi
sektor jasa, ranah kerja buruh migran dikesampingkan. Hanya sektor
kerja yang dikuasai kaum profesional yang diupayakan untuk
diliberalisasikan seperti kasus GATS dan ASEAN Charter. Belum lagi
Lembaga Keuangan Internasional (IFIs) yang lebih melihat migrasi
sebagai aktivitas ekonomi yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung
agenda ekonomi pembangunan versi IFIs yang jelas sangat tidak adil dan
tidak menguntungkan bagi pekerja migran. Remitansi dianggap sebagai
sumber ekonomi baru bagi negara yang menjadi penopang penggerak
pembangunan yang ternyata pertumbuhannya melebihi FDI dan ODA. Di
samping itu, buruh migran juga menjadi penopang dan cara bertahan dari
krisis yang terjadi di negeri ini.
Wahyu selanjutnya menjelaskan bahwa bila pada tahun 1970-1990,
kebijakan penempatan buruh migran hanya merupakan reaksi dan katup
pengaman membanjirnya buruh migran akibat proses (feminisasi)
kemiskinan, maka yang terjadi saat ini adalah kebijakan by design ,
yaitu dengan memobilisasi sebanyak-banyaknya buruh migran Indonesia
(BMI) ke luar negeri dengan target perolehan devisa 169 trilyun rupiah
pada tahun 2009. Untuk itu dengan meningkatnya jumlah remitansi dan
devisa yang dihasilkan dari BMI maka sudah seharusnya disertai juga
dengan perlindungan buruh migran. Ia dengan tegas menyatakan bahwa
Pemerintah Indonesia harus mengubah kebijakan, dari "mengorbankan"
menjadi "menyelamatkan" buruh migran Indonesia terutama dalam situasi
krisis. Pemerintah harus menghentikan pengiriman buruh migran bagi
peningkatan perolehan remitansi.
Thaufiek Zulbahary dari Solidaritas Perempuan menyampaikan presentasi
"Urgensi Kebijakan yang Melindungi Hak BMI." Thaufiek menjelaskan
remitansi dan kualitas hidup BMI. Remitansi menghasilkan biaya sosial
yang tinggi, seperti eksploitasi, kekerasan, masalah keluarga,
diskriminasi, kekerasan terhadap perempuan, dll. Ia melanjutkan,
remitansi mengalami peningkatan, namun sayangnya kualitas hidup BMI
tidak banyak berubah, bahkan lebih buruk. Menurutnya, migrasi dan
remitansi merupakan bukti bahwa ekonomi Indonesia mengalami kegagalan.
Ia berpendapat, yang terpenting adalah menciptakan pekerjaan di dalam
negeri dan mempromosikan hak-hak dan kesejahteraan, bukan
melanggengkan terciptanya pekerja murah.
Taufiek juga memaparkan beberapa masalah di negara tujuan, antara lain:
Tidak ada hukum dan kebijakan terkait migran komperhensif
Keamanan internal
Motif keuntungan ekonomi negara tujuan
Minimnya serikat pekerja, CSO
Minim pelayanan utk perlindungan
Kesulitan komunikasi: mahal, terbatas, dll
Luput/Minim informasi ttg hak, hukum, kebijakan, situasi negara tujuan
Menjadi seorang Non-WN (etnis,budaya, bahasa, agama)
Isu2 dokumen BM; ditahan/disimpan majikan
BMI yang ditahan; tidak manusiawi, cambuk
Kriminalisasi BM; perkosaan sbg perjinahan
Retno Dewi dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia ATKI-Indonesia
mengangkat tema realita persoalan yang dihadapi Buruh Migran
Indonesia. Retno menekankan persoalan yang dihadapi BMI terkait HAM
yang terjadi di hampir semua fase, sejak perekrutan, pra
keberangkatan, pengiriman, penempatan dan pemulangan. Ia sependapat
dengan pernyataan Wahyu Susilo bahwa pengiriman buruh migran Indonesia
"secara resmi" dipandang sebagai salah satu jalan keluar dari krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, karena, masih menurutnya selain
"mengurangi pengangguran" juga menghasilkan devisa.
Kebijakan-kebijakan tersebut jelas menempatkan BMI sebagai komoditi
yang diperdagangkan yang menjadi titik awal banyaknya pelanggaran HAM
yang menimpa BMI.
Retno mengkritik Inpres No. 3 tahun 2006 yang merupakan percepatan
pemulihan iklim investasi. Ia mengungkapkan untuk menggenjot pemasukan
dari remitan, pemerintah berniat mengirimkan 1 juta BMI tiap tahun
dengan target perolehan remitan sebesar Rp 125 triliun. Dan untuk
mencapai target tersebut, pemerintah mendorong perubahan kebijakan
penempatan BMI. Dengan berbagai cara, antara lain, mempermudah
prosedur pendirian PJTKI, melipatgandakan pengiriman buruh migran,
mengupayakan pengiriman buruh migran berketerampilan (skilled labour;
perawat, dokter, buruh konstruksi, hotel, dll).
Di akhir presentasi, Retno menjelaskan sikap ATKI yang jelas dan tegas, yaitu:
Menolak dan menentang kebijakan ekspor tenaga kerja Indonesia
Pemerintah SBY-Budiono karena telah menempatkan BMI ibarat barang yang
tidak bermartabat.
Menuntut pengakuan dan perlindungan atas seluruh hak-hak BMI dan
keluarganya melalui ratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang
Perlindungan atas Seluruh Hak-Hak Buruh Migran dan Keluarganya serta
menuntut adanya harmonisasi seluruh kebijakan nasional yang terkait
dengan penempatan dan perlindungan BMI.
Menuntut dicabutnya UU No. 39/2004 karena telah secara sistematis
melanggar hak-hak asasi BMI.
Menolak dan menentang segala usaha pemerintah SBY-Budiono yang
melanggengkan kebijakan ekspor tenaga kerja Indonesia, termasuk
menentang konsep-konsep revisi atas UU No. 39/2004 yang diajukan
Pemerintah SBY.
Sementara, Rudi HB Daman dari GSBI dalam presentasinya berpendapat
bahwa buruh migran harus berorganisasi agar menjadi satu kekuatan yang
solid. Berorganisasi dilakukan bukan hanya di negara tujuan, tetapi
juga di negara asal. Rudi juga sependapat dengan narasumber lainnya
bahwa perspektif terhadap buruh migran hendaknya bukan perspektif yang
mengedepankan ekonomi atau keuntungan yang tidak dapat dinikmati buruh
migran sendiri. Menggenjot devisa sebanyak-banyaknya dengan
mengorbankan buruh migran adalah kekeliruan. Bila ada kesadaran bahwa
remitansi yang dihasilkan dari buruh migran adalah besar, seharusnya
mereka mendapatkan pelayanan yang layak dan perlindungan baik di
negara asalnya atau di daerah asalnya sampai ke negara tujuan dan
sampai pulang kampung kembali. Menurutnya, akar persoalan ada di desa
atau kampung di mana buruh migran tersebut berasal. Rata-rata mereka
adalah anak buruh tani atau petani miskin. Layanan pendidikan bagi
mereka cukup penting terutama sebelum mereka berangkat. Ia melihat
persoalannya pada kebijakan yang tidak memihak dan melindungi buruh
migran. Untuk itu, senada dengan narasumber lainnya, Rudi menyerukan
agar Pemeritah Indonesia segera meratifikasi Konvensi Migran. Kedua,
yang harus terus dilakukan, adalah advokasi kasus dan juga tak kalah
pentingnya adalah membangun persatuan dengan gerakan yang lain agar
lebih kuat dan solid. Bila akar persoaolannya ada di dalam negeri,
maka persoalan ini harus cepat diselesaikan dan aturan hukum yang
pasti yang memihak buruh miragn harus segera dibuat dan
diimplementasikan. Negosiasi bilateralpun akan dapat dilakukan di mana
Indonesia akan mempunyai barganing postion dengan meratifikasi
konvensi tersebut.
Narasumber terakhir, Anjar Prihantoro dari BNP2TKI menjelaskan maksud
dan tujuan didirikannya lembaga tersebut serta fungsi dan tugas
lembaga tersebut bagi upaya perlindungan buruh migran. Selain itu, ia
juga menjelaskan hasil pembenahan penempatan dan perlindungan buruh
migran yang telah dan sedang dilakukan. Dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepulangan buruh migran telah dilakukan antara lain
perbaikan pelayanan di Terminal III, (periode 9 Maret 2007 s/d 11
Maret 2008 ), penghapusan pungutan di Terminal III, sistem ticketing
dan penjaluran, tujuan kepulangan buruh migran menggunakan angkutan
darat ada 162 jurusan yang tesebar mulai dari Sumatera Selatan sampai
dengan Nusa Tenggara Timur dan sistem ticketing dan penjaluran semula
dilakukan secara manual yang menyebabkan lambatnya pelayanan
kepulangan buruh migran. Komputerisasi sistim ticketing dan penjaluran
untuk mempercepat pelayanan diterapkan sejak 17 Juni 2007.
Sementara perbaikan-perbaikan pelayanan di GPK-TKI
Selapajang-Tangerang untuk periode 11 Maret 2008 s/d saat ini, antara
lain disebutkan:
Pemberian informasi prosedur pelayanan di GPK-TKI Selapajang dan
keamanan selama perjalanan kepulangan TKI ketempat tinggal TKI di
daerah asal
Penghapusan tahapan penggeledahan barang bawaan TKI oleh pihak
Kepolisian ( Meja Panas) dan Penghapusan tahapan pemeriksaan dan
pendataan barang berharga bawaan TKI yg mendapatkan sorotan negatif
dari berbagai pihak.
Pemberlakuan sistim antrian kendaraan perperusahaan.
Penerapan sistim Komputerisasi pembuatan surat jalan barang bawaan TKI
serta berita acara serah terima TKI. Pembuatan surat jalan barang
bawaan TKI semula dilakukan secara manual oleh operator perusahaan
angkutan dan memakan waktu yang lama .
Kendaraan Angkutan Kepulangan TKI ( angkutan darat ). Kendaraan
angkutan darat hanya diperkenankan menggunakan minibus 12 ( dua belas
) tempat duduk dengan umur kendaraan tidak lebih dari 5 tahun. Dan
masing-masing diberi tulisan BNP2TKI yang dimaksudkan agar mudah
dikenali serta memudahkan pengawasan.
Penerapan sistim on-line. Komputerisasi sistim pelayanan
pendataan,tiketing dan penjaluran telah dikembangkan "on-line system"
sehingga dapat dipantau dengan mudah dari Kantor BNP2TKI di Jl.MT
Haryono dalam rangka pengawasan dan pengendalian pelayanan.
Pemberlakuan ketentuan pelayanan kepulangan TKI bermasalah.
Penugasan tenaga Lawyer untuk kebutuhan advokasi da bantuan hukum,
percepatan pengurusan asuransi, peyediaan tenaga medis, penyediaan
sarana dan prasarana dan tenaga keamanan, pemasangan CCTV dan
penindakan dan skorsing terhadap perusahaan angkutan yang terbukti
melakukan pemerasan.
Akhirnya, sudah sangat banyak pemikiran kritis disampaikan oleh
berbagai pihak, termasuk para narasumber dalam diskusi publik ini.
Kita tidak boleh mengurangi tuntutan demi perbaikan kondisi para buruh
migran tersebut. Upaya mendorong Pemerintah Indonesia agar cepat
merespon dan menangkap suara buruh migran yang selalu terabaikan harus
terus dilakukan tanpa lelah. Harus pula terus disuarakan kebutuhan
untuk segera meratifikasi Konvensi Migran 1990 agar Indonesia mempunya
bargaining power dengan negara tujuan dan buruh migran sebagai upaya
untuk melindungi hak-hak mereka, jauh dari eksploitasi, kekerasan,
diskriminasi, pemerasan dan seabrek persoalan buruh migran lainnya
(Diah Irawaty).
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment