KM wrote:
Pemerintah bisa bertahan kalau disayangi atau ditakuti oleh rakyatnya.
=============================
HMNA:
Betul sekali, Pemerintah bisa bertahan kalau DISAYANGI atau DITAKUTI oleh rakyatnya. Ternyata Thaliban DISAYANGI rakyatnya. Bacalah yang berikut:
Back home in Japan temporarily and thinking of his base area in Pakistan and Afghanistan, Nakamura says: "It's all like a mirage far off in the desert." He fondly recalls the red-brown soil of Afghanistan fields, the villagers sharing their joy about water from newly dug wells, and the friendly faces of Taliban soldiers helping villagers.
Saya tmbahkan:
Some in Kandahar Mourn the End of Taliban Rule
By Pamela Constable
Washington Post Foreign Service
Wednesday, January 16, 2002; Page A12
Kandahar, Afghanistan, Jan. 15
Every day, mourners slip into the Taliban cemetery at the edge of the city, stooping to caress the smooth white stones covering the graves or quietly contemplating the headstones that relate the history of Taliban heros. One tall slate stone, surrounded by flags fluttering on bamboo poles and carved in Afghan Pashto script, honors Yar Mohammad Akhund, a former anti-Soviet fighter and later a Taliban governor of several Afghan provinces. The tribute recounts the high points of his life, and death.
-------
Di Kandahar sebagian berduka-cita atas berakhirnya Pemerintahan Thaliban
Oleh Pamela Constable
Bagian Peliputan Berita Luar Negeri (harian) Washington Post
Rabu, 16 January 2002, Hal A12
Kandahar, Afghanistan, Jan 15
Setiap hari, para peziarah membanjiri pemakaman Mujahidin Thaliban di sudut kota, mereka membungkuk untuk mengusap-usap batu putih halus yang melapisi pemakaman atau merenungi batu -batu nisan yang berhubungan dengan sejarah para pahlawan Thaliban. Sebuah batu tulis tinggi, dikelilingi oleh bendera-bendera yang berkibar pada tiang bambu dan diukir dengan huruf Afghan Pasthun, penghormatan bagi Yar Mohammad Akhund, seorang Mujahid anti soviet dan berikutnya menjabat sebagai Gubernur Thaliban di berbagai propinsi Afghanistan. Penghormatan ini mengisahkan puncak tertinggi dalam hidup dan wafatnya.
"These boys died here alone, in a foreign country. They were our Muslim brothers and we weep for them," said Sher Mohammed, 65, a horse cart driver who was visiting the Arab cemetery Monday. "It is the duty of every Muslim to see they are buried with respect."
"Pemuda-pemuda ini syahid di sini dalam kesendirian, di negri asing. Mereka adalah saudara Muslim kami dan kami menangisi (kepergian) mereka." kata Sher Muhammad, 65 tahun, seorang kusir sado (delman) yang mengunjungi makam Mujahidin Arab hari Senin. "Ini adalah kewajiban setiap Muslim untuk menyaksikan bahwa mereka dimakamkan secara hormat."
***
Qaradhawi Tolak Tuduhan Thaliban Zalimi Wanita dan Anak-anak
Publikasi: 06/11/2001 10:12
eramuslim, Qatar - Belakangan, banyak perbincangan tentang sikap Thaliban di Afghanistan yang dituduh menzalimi kaum wanita dan anak-anak. Thaliban juga dianggap layak digulingkan karena keberadaannya tidak didukung oleh mayoritas rakyat Afghan, dan memperlakukan kaum wanita secara tidak manusiawi. Pemerintah AS juga pernah mengatasnamakan perang yang dilakukannya sebagai perang demi demokrasi dan kebebasan di Afghanistan, melalui pergantian pemerintah Thaliban dengan pemerintah koalisi.
Pembicaraan itu ditanggapi oleh Dr. Yusuf Qaradhawi yang melakukan dialog interaktif beberapa waktu lalu dalam saluran TV Al Jazeera. Qaradhawi beberapa bulan sebelum AS menyerang Afghan, sempat berkunjung ke negara yang bertetangga dengan Pakistan itu. Menurut Qardhawi, perkataan orang-orang yang mengatakan Thaliban tidak mengajarkan anak anak atau bersikap zalim terhadap wanita adalah sama sekali tidak bisa diterima.
"Mereka tidak memberi pendidikan yang layak kepada anak anak, karena mereka memang tidak memiliki apa yang dapat mereka lakukan untuk anak-anak. Mereka tidak mempunyai gedung sekolah, mereka tidak mempunyai sarana dan pra sarana pendidikan, mereka juga tidak memiliki tempat yang kondusif untuk belajar. Karena itu, mereka mengatakan akan memulai pengajaran pada kaum laki-laki dewasa dahulu. Setelah itu baru mereka akan ajarkan kaum wanita," urai Qaradhawi.
Qaradhawi juga menyebutkan bagian dari dialognya dengan pemerintah Thaliban beberapa waktu lalu yang mengatakan, "Kami mulai dengan kaum laki-laki dahulu, baru kaum wanita, dengan keterbatasan yang kami miliki." Terhadap kaum wanita pun, menurut Qaradhawi, Thaliban tetap memperlakukan mereka secara baik. Karena dalam hal tertentu yang memang membutuhkan sekali peran kaum wanita, pemerintah Thaliban memberi pendidikan untuk kaum wanita. "Saya mendapatkan tempat belajar kaum wanita Thaliban di sebuah Fakultas kedokteran yang diikuti oleh lebih dari 1000 orang wanita. Mereka juga mengatakan bahwa rencananya, awal tahun depan mereka akan mulai mengajarkan masyararkat melalui masjid-masjid. Masjid akan menjadi tempat pengajaran kaum pria dan wanita. Itu sebabnya saya katakan tadi, dunia sangat lalai terhadap kondisi Afghanistan," kata Qaradhawi.
source : eramuslim .com
*) Uraian Qaradhawi tersebut akan menjadi bagian dari buku "Pergolakan Dunia Islam Pasca Tragedi WTC, Pandangan dan Fatwa Dr. Yusuf Qaradhawi" yang tidak lama lagi akan diterbitkan oleh eramuslim. Bagi yang berminat, bisa memesan buku tersebut sejak sekarang, melalui email order@eramuslim.com
Comment : Banyak info dan berita - berita dari berbagai sumber yang memojokan Taliban. Tentu untuk fairnya, kita harus melihat berita dari segala sisi. Baik dari CNN , maupun dari Al Jazeera, juga dari sumber - sumber non media lainnya, seperti yang telah dipaparkan di bawah, dokter dari jepang yang bekerja di Afghan dan di beberkan di Asiaweek. Jadi, sebagai muslim, tentu kita mesti mensikapi segala berita dari segala sisi dan siapa yang diuntungkan dengan pemberitaan - pemberitaan yang memojokkan Taliban. Supaya kita itdak asal ikut - ikutan berita dari media asing, yang cenderung melakukan standar ganda dalam pemberitaannya. Supaya kita tidak jatuh kepada yang namanya prejudice atau buruk sangka yang dapat mengakibatkan kepada fitnah.
Di bawah ini menunjukkan bahwa Thaliban tidaklah seperti apa yang diekspos umumnya pers barat yanganti-Thaliban:
Yvonne Ridley, bekerja sebagai wartawan Sunday Express, koran terbitan Inggris, Ridley pada September 2001 yang lalu diselundupkan dari Pakistan ke perbatasan Afghanistan untuk melakukan tugas jurnalistik. Ia menututurkan pengalamannya di Afghanistan saat ditangkap Taliban yang justru membuatnya masuk Islam bahkan menyebutnya sebagai keluarga terbesar dan terbaik didunia.
Alkisah, mantan guru sekolah Minggu yang juga mantan peminum itu masuk Islam setelah membaca Al-Qur?an usai dilepas oleh Taliban. Ia pernah ditahan, diinterogasi oleh pasukan pemerintah Taliban di Afghanistan. Sosok yang selalu digambarkan ?kejam? oleh media AS. Ia ditangkap pada 28 September 2001 dan dibebaskan pada 8 Oktober 2001.
Sinar mentari pagi menyelinap perlahan-lahan dari balik teralis jendela, membangunkanku dari tidurku yang tidak pernah lelap. Hari ini aku akan ke Afghanistan! Kalimat itulah yang selalu menghantui pikiranku sepanjang malam. Nama Afghanistan, dan hanya Afghanistan, yang senantiasa bergema di seluruh penjuru otakku. Tegang, takut,
semangat, antusias,?, semuanya bercampur menjadi satu.
Aku sudah kenyang meliput berbagai kawasan konflik, aku diutus Sunday Express ke perbatasan Pakistan-Afganistan, beberapa hari usai tragedi 11 September, segera setelah Amerika menudingkan telunjuknya kepada Usamah bin Ladin dan rezim Taliban sebagai penanggungjawab serangan.
Aku ingin segera melihat lebih dekat bagaimana brutalnya pemerintahan Taliban - yang disebut Presiden Bush sebagai rezim syetan. Dan dorongan utamaku adalah untuk membuktikan image yang kerap mangkal di benakku sendiri, bahwa pria Taliban sangat membelenggu dan meminggirkan wanita. Aku tak punya agenda politik, aku hanyalah
reporter. Aku hanya ingin menjadi orang pertama menyaksikan invasi terhadap negeri ini. Talentaku inilah yang mendorongku untuk bisa masuk ke wilayah Afganistan..
Dipandu penerjemah, Hamid, dan pengawal keamanan, Munir Abdullah, aku memasuki Afganistan secara ilegal, tanpa paspor dan visa. Untuk menyamarkan identitas, aku mengenakan burqa layaknya wanita Afgan. Inilah petualangan yang paling mendebarkan sepanjang aku menjalani profesiku sebagai jurnalis.
Sebuah papan besar yang menunjukkan bahwa kami akan memasuki daerah terlarang, tribal area merupakan peringatan bahwa perjalanan melintas daerah ini bukan perjalanan main-main atau piknik akhir pekan. Memasuki daerah ini, semua orang asing harus mendapatkan izin dari Political Agency dan dikawal tentara bersenjata. Daerah ini adalah
daerah tanpa hukum, di mana kekuasaan hukum Pakistan tak lagi mampu menunjukkan taring kekuasaannya di sini. Hukum Pakistan hanya berlaku sepanjang jalan raya dan daerah 16 m di sebelah kanan dan kiri dan jalan. Tidak lebih dari itu. Bila seorang asing tewas tertembak di sini, tak seorangpun dapat dituntut tanggung jawabnya. Karena di
daerah liar ini, hanya hukum suku yang berlaku. Suku-suku ?liar? yang mendiami tribal area.
Di gerbang masuk itu, yang mirip gerbang perbatasan pemisah dua Negara. Di wilayah tribal area ini, di kanan-kiri jalan sesekali nampak rambu-rambu berwarna kuning yang bergambar tentara lengkap dengan senapan laras panjang di bahunya. Rambu-rambu yang tidak kumengerti apa maknanya ini, namun sudah cukup untuk memperingatkan bagi para pendatang, bahwa daerah ini adalah daerah sensitif yang berbahaya. Pemeriksaan dokumen-dokumen mulai diperiksa dengan teliti. Lembar demi lembar halaman paspor pun diamati dengan seksama oleh para petugas. Mulailah keteganganku mengalami peningkatan yang drastis luar biasa.
Perjalananku memang terbilang nekad, tak berpaspor dan tak punya visa. Walaupun ditemani dua orang guide professional, namun tidak bisa dipungkiri bahwa aku tengah mengalami ketegangan hebat. Tiba-tiba tustel mini milikku terjatuh. Maka penyamaranku ketahuan juga. Di desa Kama yang sepi, tentara Taliban mengarahkan moncong senjata, dan memaksaku turun dari punggung keledai. Entah darimana asalnya, tiba-tiba kerumunan lelaki berjenggot tebal mengitariku. Dan akupun diangkut mobil pick up tua. Aku ditahan di desa Kama dekat Jalalabad di sebuah tempat yang seperti bekas tempat peristirahatan musim dingin Raja Shah. Ruangan itu berpendingin udara dan aku diberi sebuah kunci
untuk mengunci diri di malam hari.
Aku sadar bahwa aku tak pernah diculik oleh Taliban. Aku ditangkap karena masuk ke negeri itu secara ilegal tanpa paspor dan visa. Aku tahu persis apa kesalahanku. Tentara Taliban menuduhku sebagai mata-mata Amerika. Aku langsung berpikir, tak mungkin lagi bisa melihat matahari. Aku mengira akan mati dan walaupun para penahanku bersikap
baik, pengalaman itu sangat menakutkan.
Aku mempercayai propaganda bahwa orang-orang ini adalah bagian dari rezim paling kejam di dunia. Segala hal buruk yang pernah terjadi di penjara Abu Ghraib, Bagdad, kutakuti akan terjadi padaku. Aku terus menunggu kapan saatnya orang jahat yang membawa alat penyetrum muncul, tapi itu tak pernah terjadi. Salah satu pengalaman paling sulit bagiku
adalah terisolasi secara total dari dunia luar. Walaupun aku hanya ditahan selama sepuluh hari, aku sama sekali tak tahu apa yang terjadi di luar sana dan mengira bahwa aku akan segera dilupakan.
Kecurigaanku kepada Taliban membuatku berkali-kali yakin bakal dicambuk atau dieksekusi. Itulah yang membuatku kehilangan kendali, marah, memaki-maki - sesuatu yang tak mungkin dilakukan para sandera pengidap Stockholm syndrome. Eh, bukannya siksaan atau hukuman mati. Kaum Taliban malah tersenyum mendengar makianku. Mereka bilang, aku adalah tamu dan saudari mereka.
Aku terkejut. Dan selama menjalani hari-hari penawananku, kejutan demi kejutan kembali berulang, yang kian menggerogoti habis dugaan burukku selama ini terhadap kaum Taliban. Masih terngiang dalam ingatan, hari itu penerjemahku, Hamid, sambil menyerahkan baju kurung pengantin, bilang bahwa aku adalah tamu penting dan terhormat Taliban. Hatiku tersanjung, sambil kukenakan baju pemberian Taliban
Aku melakukan mogok makan selama 10 hari itu di Jalalabad. Para penahanku membentangkan sehelai kain di atas lantai dan menyajikan makanan untukku tiga hari sekali. Setiap kali tiba waktu makan, mereka datang ke ruanganku dan mencuci tanganku dengan sekendi air. Mereka selalu mengatakan kepadaku bahwa aku adalah tamu mereka. Mereka
sungguh-sungguh gusar karena aku tidak mau makan dan mencoba membujukku agar mau makan, termasuk dengan menawariku buah Anggur !
Setiap hari selama enam hari aku diinterogasi oleh sekelompok lelaki bertampang seram. Terkadang ada orang yang berbeda dan mereka melibatkan seorang penerjemah muda bernama Hamid. Ada saat-saat ketika ia tampak lebih ketakutan daripadaku karena ia harus menerjemahkan kata-kataku, padahal terkadang jawaban-jawabanku sangat menjengkelkan. Pertanyaan-pertanyaan itu monoton dan biasanya interogasi baru berakhir setelah berjam-jam.
Pertanyaan yang paling sering ditanyakan adalah mengapa aku masuk ke negara mereka secara ilegal. Mereka pada mulanya tak mau percaya bahwa aku adalah seorang wartawan dan mereka tak bisa memahami konsep berita eksklusif. Karena frustasi, pada suatu hari, aku mengangkat tangan dan berkata aku akan menceritakan alasan yang sebenarnya mengapa aku masuk secara ilegal. Mereka semua mencondongkan tubuh ke depan saat Hamid menerjemahkan kata-kata itu.
Lalu aku berkata, ?Aku datang ke Afganistan untuk bergabung dengan Taliban!? Mereka tertawa terbahak-bahak dan menunjukkan rasa humor yang membuatku merasa lega. Mereka tak pernah mengancamku secara fisik. Walaupun mereka melakukan semacam mind game terhadapku dan seseorang mengancamku bahwa aku akan dikurung selama 20 tahun jika aku tidak mau berkata jujur pada mereka.
Tak lama masuklah seorang lelaki bergamis dan bersorban serba putih ke ruang tahananku. Dari caranya bersikap, aku tahu dia seorang pemuka agama. Dia menanyakan status keagamaanku - Protestan, pandanganku terhadap Islam, dan menawarkan dengan santun kemungkinanku memeluk Islam.
Sungguh menakutkan. Selama lima hari aku telah menghindar bicara soal agama di negara yang kata Presiden George W. Bush dipimpin para ekstrimis. Jika aku memberi jawaban salah - lagi-lagi kata sahabat-sahabat Baratku, aku akan dilempari batu hingga mati. Setelah berpikir panjang, aku berterima kasih atas tawaran itu, namun kubilang sulit bagiku untuk mengambil sebuah keputusan penting dalam hidup sedangkan aku di penjara. Tapi aku berjanji, jika dilepas dan kembali ke London, aku akan belajar Islam. Karena jawaban itulah, aku dipindahkan ke sebuah penjara kumuh di Kabul, disatukan bersama enam tahanan wanita lain beragama Protestan yang juga pernah ditawari masuk
Islam.
Waktu kecil, aku dididik ajaran Yesus, bergabung dalam paduan suara gereja, dan belajar di sekolah Kristen. Belakangan, citra ekstrimitas Kristen yang kurasakan sama seperti bayanganku tentang ekstrimitas kaum Taliban. Masih jelas teringat ketika suatu malam aku duduk di lapangan penjara, tiba-tiba telinga kiriku menangkap suara hymne gereja, sementara telinga kananku mendengar suara azan. Aku terperangkap di antara dua jepitan ajaran kaum fundamentalis. Ketika malam kian larut dan bintang-gemintang bersinar terang, aku seperti terjebak dalam cengkraman alam semesta, yang menghendakiku segera menentukan sikap.
Beberapa hari kemudian aku dibebaskan tanpa syarat, atas perintah langsung Mullah Muhammad Umar, pemimpin spiritual Taliban yang bermata satu. (#) Selama dalam penjara, kaum Taliban memperlakukanku dengan ramah dan rasa hormat, meskipun aku kerap memaki mereka. Jika rasa lapar menerjangku, kala waktu makan tiba, mereka selalu mengambilkan air kobokan untuk membasuh tanganku. Mereka juga rajin shalat lima waktu, tak peduli apapun yang terjadi. Sebagai imbalan rasa salutku pada mereka, kupenuhi janjiku untuk mendalami agama mereka.
--------------------------------------------------------
(#)
Dalam sebuah pertempuran melawan Soviet, bola mata kanannya terkena pecahan peluru dan keluar menggantung dari tempatnya. Dengan tangannya sendiri ia menarik bola mata tersebut hingga lepas dari mangkuk mata, dan menyeka darah yang mengucur pada dinding sebuah masjid dan terus bertempur -HMNA-
.
----- Original Message -----
From: <kmjp47@indosat.net.id>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Sunday, October 03, 2010 11:18
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Perang, Damai, dan Perempuan
Pemerintah bisa bertahan kalau disayangi atau ditakuti oleh
rakyatnya. Ditakuti karena sifat represifnya seperti
pemerintahan komunis di Rusia yang bisa bertahan sampai 70
tahun.
Yang tidak setuju sama kebijakan pemerintah dihabisi.
KM
----Original Message----
From: mnur.abdurrahman@yahoo.co.id
Date: 03/10/2010 9:36
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subj: Re: [wanita-muslimah] Re: Perang, Damai, dan
Perempuan
"The Taliban Are Well Liked"
A Japanese doctor's up-close observations contradict
overseas reports
By MUTSUKO MURAKAMI
Thursday, October 18, 2001
http://www.asiaweek.com/asiaweek/daily/foc/0,
8773,180342,00.html
Japanese doctor Tetsu Nakamura works with leprosy patients
and refugees in Afghanistan and Pakistan. It's a job that
keeps him in touch with the raw reality of life in that
troubled country. And he says that from what he has seen,
the Taliban are being wrongly portrayed internationally.
"There's something wrong with the media reports," he says.
"This talk of the Taliban being vicious and disliked
doesn't fit with reality." Nakamura says the
fundamentalists have wide support from the population,
particularly in rural areas. "Otherwise, how can they rule
95% of the country with only 15,000 soldiers?"
Comment : Ini yang tidak disadari, atau sengaja ditutupi
oleh banyak media. Sebab tidak lah mungkin sebuah
pemerintahan dapat bertahan bila cara -cara pemerintahannya
tidak berkenan di hati rakyatnya. Dan kalau mau mereka
dapat melawan Taliban jika Taliban ini memang biadab, sebab
Taliban Cuma punya 15000 tentara.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment