|
Putusan Mahkamah Konstitusi dinilai tak sesuai dengan hukum Islam.
Kementerian Agama masih mempersoalkan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai hak perdata anak hasil hubungan di luar nikah dengan ayahnya. Pelaksanaan putusan itu dinilai banyak memunculkan persoalan."Karenanya, kami akan membuka wawasan untuk menemukan jalan terbaiknya," kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar di gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Nasaruddin mempertanyakan apakah pemberian hak keperdataan itu harus dilakukan setelah melegalkan pernikahan kedua orang tuanya atau tidak. Tapi, jika harus dilegalkan, bagaimana dengan anak hasil hubungan orang tua yang masih keluarga (muhrim) atau berbeda agama. "Pernikahan sesama muhrim dan beda agama dilarang oleh hukum Islam," ucapnya.
Ia juga menyinggung bagaimana konsep anak di luar nikah menurut syariat Islam serta keberadaan fictie hukum untuk memberikan hak keperdataan kepada anak luar nikah itu. "Jika tak ada, harus ditemukan jalan keluarnya." Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Bahrul Hayat menambahkan, belum jelas pula peradilan mana yang berwenang memutuskan hak keperdataan anak di luar nikah. "Pengadilan agama atau pengadilan negeri?" katanya di tempat yang sama. Itu sebabnya, kementeriannya akan menggelar diskusi bersama Mahkamah Konstitusi, Majelis Ulama Indonesia, serta para ahli agama untuk membahas implementasi putusan Mahkamah Konstitusi. "Kami ingin mendengar apa yang dimaksud Mahkamah Konstitusi serta dampak hukumnya.
Kemungkinan pekan ini,"tuturnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 46/PUUVII/2012 bahwa anak yang lahir di luar nikah memiliki hubungan perdata dengan lelaki yang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan sebagai ayah biologisnya. Putusan ini bersifat final dan mengikat sehingga harus dilaksanakan.
Mahkamah belum memberi komentar. Juru bicara Mahkamah, Akil Mochtar, tak menjawab ketika dihubungi kemarin sore.
Adapun Majelis Ulama Indonesia, lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi para ulama dan cendekiawan Islam, tak sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi."Syariat Islam mengatakan, anak hasil zina hanya memiliki hubungan dengan ibunya," kata Ketua MUI Ma'aruf Amin, Selasa lalu.
Menurut dia, MUI tak akan mencabut Fatwa Nomor 11 pada 10 Maret 2012 tentang kedudukan perdata anak hasil perzinaan tersebut. Pandangan MUI tak akan berubah kecuali Mahkamah Konstitusi dapat membuktikannya berdasarkan hukum Islam. "MUI sudah mengkaji sesuai dengan syariat Islam." Sebaliknya, Ma'ruf menilai putusan Mahkamah Konstitusi tak sesuai dengan syariat Islam.
Kepala Sekretaris MUI Muhammad Isa Anshary menyatakan pandangan MUI tak akan berubah sekalipun Kementerian Agama mempertemukannya dengan Mahkamah Konstitusi. "MUI berpegang teguh pada AlQuran dan Hadis,"ucapnya.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment