This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Advertising

Monday, 29 September 2014

[wanita-muslimah] Mahfud MD: Kelirumologi dalam Hukum

 

Kelirumologi dalam Hukum

Oleh: Moh Mahfud MD

 

Jumat (19 September 2014) kemarin sahabat saya Jaya Suprana memotori seminar kelirumologi di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mungkin merupakan kekeliruan ketika Jaya meminta saya untuk berbicara di dalam seminar kelirumologi itu. Maunya sih saya menolak karena takut keliru, tapi kalau menolak saya khawatir menjadi lebih keliru lagi.

 

Namun keliru-keliru pun sebenarnya tak apa-apa karena seminarnya memang seminar kelirumologi. Semakin keliru, semakin relevan. Alasan yang agak akademis, mengapa semula saya ingin menolak menjadi pembicara, karena saya tak tahu apa definisi kelirumologi ini. Di kamus-kamus dan ensiklopedi belum ada kata atau istilah kelirumologi ini. Tapi saya nekat mendefinisikan kelirumologi adalah penggunaan atau pemahaman yang keliru atas istilah-istilah yang dipakai masyarakat baik permanen maupun insidental sehingga menimbulkan kegaduhan atau salah paham terbatas maupun meluas. Berdasar definisi nekat itu saya akan berbicara kelirumologi dalam hukum dengan cerita-cerita pop di bawah ini.

 

Pada suatu hari di awal tahun 2011 saya mendapat SMS dari seorang kawan bahwa di koran lokal di Ternate ada berita "Gugatan Gafur Ditolak MK". Berita tersebut berisi uraian yang sangat insinuatif-provokatif bahwa gugatan Gafur untuk membatalkan kemenangan Thaib Harmain dalam sengketa Pemilihan Gubernur Maluku Utara ditolak oleh MK karena MK diintervensi oleh Presiden. Disebarkan juga isu bahwa sehari sebelum pengucapan vonis Ketua MK dipanggil oleh Presiden SBY. Berita itu bukan hanya keliru, tetapi juga salah. Bukan hanya terjadi kelirumologi, tetapi juga salahologi. Selama saya jadi ketua MK tak pak pernah dan tak mungkin Presiden memanggil saya untuk urusan perkara apa pun atau siapa pun.

 

Itu salahologinya. Kelirumologinya, kasus Gafur saat itu adalah kasus sengketa kewenangan antara KPU Maluku Utara dan Presiden. KPU Maluku Utara mempersoalkan Presiden karena mengangkat Thaib Harmain sebagai gubernur terpilih berdasar fatwa Mahkamah Agung. Jadi perkara itu bukanlah gugatan Gafur, melainkan permohonan KPU Maluku Utara. Kelirunya lagi berita itu menyebutkan bahwa gugatan ditolak, padahal yang benar permohonan tidak dapat diterima. Di dalam hukum peradilan ada perbedaan antara "tidak dapat diterima" dan "ditolak".

 

Tidak dapat diterima berarti pokok perkara tidak diperiksa karena beberapa alasan, misalnya, karena lewat waktu, pemohon tidak mempunyai legal standing atau bukan pihak yang berhak mengajukan pemohonan, permohonan tidak jelas (kabur), pokok perkaranya merupakan kompetensi lembaga peradilan lain, perkara yang sama sudah pernah diputus (ne bis in idem). Jika perkara dinyatakan "tidak dapat diterima", pokok perkara belum atau tidak diperiksa. Untuk permohonan yang tidak dapat diterima masih terbuka kemungkinan diajukan lagi asal sudah dibetulkan, misalnya legal standing subjeknya atau kekaburan objeknya.

 

Dalam kasus sengketa Pilgub Maluku Utara yang melibatkan Gafur dan Thaib Harmain, misalnya, perkara itu bukan ditolak, melainkan tidak dapat diterima oleh MK. Alasannya, yang punya legal standing untuk mengajukan permohonan sengketa kewenangan dalam kasus itu adalah KPU (pusat), bukan KPU Maluku Utara. Saat itu pokok perkara tentang siapa yang bisa menetapkan pemenang pilgub itu dipersoalkan oleh KPU Maluku Utara, tetapi MK menyatakan yang punya legal standing adalah KPU (pusat) sebagai lembaga yang kewenangannya disebutkan di dalam konstitusi.

 

Jadi perkaranya tidak dapat diterima, tetapi dapat diajukan kembali oleh yang punya legal standing. Salah paham yang sama terjadi saat MK memutus sengketa Pilpres 2009. Waktu itu MK memutus "menolak eksepsi termohon (KPU)" dan "menolak pokok permohonan para pemohon (Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto)". Belum setengah jam vonis selesai diucapkan tiba-tiba ada statemen dari salah seorang DPP Golkar bahwa MK salah memutus. Katanya, pilpres tidak ada yang menang karena dua-duanya ditolak MK. Rupanya yang bersangkutan keliru memahami arti eksepsi dan pokok permohonan.

 

Duduk perkaranya, pasangan Megawati-Prabowo dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto mengajukan permohonan (sebagai pemohon) yang dalam pokok perkaranya meminta agar hasil pilpres dibatalkan karena SBY-Boediono menang secara curang. Atas permohonan tersebut pihak KPU (termohon) mengajukan eksepsi agar permohonan tidak dapat diterima karena masalah kecurangan pemilu menjadi ranah peradilan pidana, bukan wewenang MK. Oleh sebab itu sebelum memutus pokok perkara, MK memutus dulu eksepsi termohon dengan menyatakan "menolak" eksepsi tersebut, sebab MK secara absolut berwenang mengadili kasus tersebut.

 

Karena eksepsi ditolak, kemudian MK memeriksa dan memutus pokok perkaranya. Hasilnya, MK menolak permohonan dalam pokok perkara karena para pemohon tak bisa membuktikan dalil-dalilnya. Adalah tidak mungkin MK langsung memutus menolak pokok perkara kalau eksepsinya tidak ditolak lebih dulu. Orang yang tidak paham pembedaan istilah yang secara eksklusif dipergunakan di dalam hukum bisa terjebak dalam kelirumologi yang bisa membingungkan dan menghebohkan masyarakat. Celakanya justru sekarang ini banyak wartawan bidang hukum yang menulis berita dengan kelirumologi sehingga membingungkan, bahkan memancing kekisruhan. []

 

KORAN SINDO, 20 September 2014

Moh Mahfud MD  ;   Guru Besar Hukum Konstitusi

__._,_.___

Posted by: Kinantaka <kinantaka@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___

[wanita-muslimah] Refly Harun: Khianat Demokrat

 

Khianat Demokrat

Oleh: Refly Harun

 

Ramai-ramai Menolak 'Pilkada DPRD'

 

Sidang Paripurna DPR, Jumat (26/9/14) dini hari telah mengonfirmasi bahwa pemimpin-pemimpin lokal kelak tidak akan lagi dipilih rakyat. Paripurna memberitakan bahwa pemilihan demokratis akan bergeser pada pemilihan oligarkis, bahkan elitis. Mayoritas anggota DPR Periode 2009-2014 setuju pemilihan kepala daerah digeser ke DPRD. Inilah kado pahit para anggota DPRD yang akhir masa jabatannya tinggal berbilang hari.

 

Kekalahan kubu pro pemilihan langsung bisa dikatakan akibat ulah Fraksi Demokrat yang walk out, padahal suara fraksi terbesar tersebut akan menjadi penentu. Andai Demokrat tetap berada di sisi pemilihan langsung, maka kubu pro pemilihan langsung rakyat akan menang. Kita tetap akan punya kepala-kepala daerah yang kita pilih. Kita masih bisa berharap munculnya Jokowi-Jokowi lain dalam regenerasi politik yang sehat dan demokratis.

 

Kini, harapan tinggal tertuju pada Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak pihak sudah menggemakan akan menggugat dihilangkannya pemilihan langsung tersebut, tidak terkecuali para kepala-kepala daerah yang diproduksi pemilihan rakyat tersebut, sebagaimana dicuitkan Walikota Bandung Ridwan Kamil melalui akun twitternya.

 

Pertanyaan Besar

 

Mencermati zigzag politik Demokrat dalam Rapat Paripurna DPR dini hari tadi, tercuat sebuah pertanyaan, apakah sebenarnya fraksi terbesar tersebut memang menginginkan tetap pemilihan langsung kepala daerah atau tidak? Lebih jauh lagi pertanyaan, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memang benar-benar mendukung pemilihan langsung oleh rakyat? Pertanyaan sekaligus kecurigaan ini menjadi sah-sah saja dilontarkan mengingat Demokrat dan SBY sesungguhnya menjadi kunci.

 

Sebagai Presiden, SBY memegang 50 persen kekuasaan legislatif. Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa setiap RUU dibahas Presiden dan DPR untuk mendapatkan persetujuan bersama. Bila tidak mendapatkan persetujuan bersama, Pasal 20 Ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa RUU tersebut tidak dapat diajukan dalam persidangan masa itu.

 

Seandainya SBY dalam waktu yang penting dan genting menjelang persetujuan RUU Pilkada menyatakan tidak setuju melalui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, maka RUU Pilkada tidak dapat disetujui. Kendati voting dimenangkan kubu yang pro pemilihan oleh DPRD, RUU tersebut tetap tidak bisa menjadi undang-undang. Artinya, ketentuan pilkada akan kembali pada ketentuan lama di UU Nomor 32 Tahun 2004 sepanjang belum dicabut.

 

Kita memahami SBY mungkin menghadapi dilema untuk menggunakan 50 persen kewenangan konstitutisonalnya karena RUU Pilkada berasal dari pemerintah. RUU tersebut sudah dibahas hampir selama tiga tahun. Celakanya, pemerintah pula yang pada awalnya 'menggoda' parpol-parpol di DPR dengan pemilihan oleh DPRD meskipun terbatas untuk gubernur saja – yang belakangan dibalik menjadi untuk bupati dan walikota saja.

 

Meski sah dan konstitusional, pernyataan tidak setuju terhadap hasil pembahasan RUU Pilkada yang sudah berlangsung hampir selama tiga tahun tersebut akan menuai banyak protes dari parpol-parpol. SBY akan dianggap otoriter dan sewenang-wenang serta tidak menghargai fatsun politik. Selama ini memang kewenangan konstitusional itu tidak pernah digunakan dalam masa 10 tahun pemerintahan SBY.

 

Hanya Presiden Megawati yang pernah menggunakan 'veto' tersebut pada tahun 2004, juga di akhir masa pemerintahan. Melalui Menteri Hukum Yusril Ihza Mahendra, pemerintah menyatakan tidak setuju dengan RUU Zona Perdagangan Bebas Batam. Meskipun DPR tetap memaksakan persetujuan, nyatanya secara sosilogis UU Zona Perdagangan Bebas itu tidak pernah digunakan. Kalaupun digunakan, akan dengan mudah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK) karena pembentukannya cacat prosedural (cacat formil).

 

Bila dilematis soalnya, SBY sebenarnya dapat memaksimalkan suara Fraksi Demokrat yang merupakan fraksi terbesar di DPR Periode 2009-2014. Baik di atas kertas maupun di tengah lapangan Rapat Paripurna DPR dini hari tadi, suara Demokrat menentukan. Ke mana angin Demokrat berembus, ke situlah kemenangan akan diraih. Dengan mengembuskan pro pemilihan langsung pada Kamis (18/9/14), Demokrat telah membuat 'sumringah' kubu pro pemilihan langsung. Tidak hanya mereka yang pro di parlemen, melainkan juga kelompok-kelompok sipil masyarakat yang bekerja di lapangan demokrasi.

 

Apa mau dikata, sikap Demokrat dini hari tadi membuat semua terperangah. Alih-alih berdampingan dengan fraksi-fraksi yang pro pemilihan langsung, Fraksi Demokrat 'ngambek' lalu walk out karena merasa opsinya, yaitu pilkada langsung dengan 10 instrumen perbaikan, tidak diakomodasi. Padahal, Demokrat paham betul bahwa dengan tinggal gelanggang paripurna, mereka sesungguhnya memberi 'karpet merah' kepada kubu pro pemilihan oleh DPRD.

 

'Kengambekan' tersebut jelas menjadi tanya besar, bahkan kecurigaan besar. Tanya dan curiga yang juga pantas dialamatkan kepada Presiden SBY. Apa yang sesungguhnya diinginkan SBY dalam masa akhir pemerintahannya? Apa pun jawabannya, satu yang jelas, SBY telah meninggalkan warisan (legacy) yang buruk di akhir masa pemerintahannya. Sepuluh tahun bekerja di banyak lapangan, termasuk di lapangan demokrasi, SBY mengakhirinya dengan akhir yang tak berkebaikan.

 

Bapak Demokrasi

 

Beberapa bulan terakhir, saya dan mungkin juga banyak rakyat Indonesia ingin sekali memberi gelar kepada SBY sebagai Bapak Demokrasi, tidak sekadar 'Bapak Demokrat'. Presiden-presiden terdahulu tidak sepantas SBY untuk disebut Bapak atau Ibu Demokrasi.

 

Sukarno pernah terjerambab pada rezim otoriter ketika memerintah. Soeharto harus dipaksa mundur setelah membagun pemerintahan yang juga otoriter. Habibie, Gus Dur, dan Megawati, yang masing-masing memerintah di era munculnya Reformasi, belumlah sepantas SBY untuk menyandang sebutan Bapak/Ibu Demokrasi karena cuma memerintah dalam jangka yang pendek. Habibie satu tahun, Gus Dur dua tahun, dan Mega tiga tahun.

 

SBY telah memerintah selama sepuluh tahun (dua periode). Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, demokrasi tetap terjaga dan tumbuh di negeri ini di kaki kekuasaan SBY, termasuk demokrasi di tingkat lokal. Tapi kejadian dini hari tadi membuat semua keinginan itu hilang. Hari-hari ke depan SBY mungkin tetap menjadi Bapak Demokrat, tapi bukan (lagi) Bapak Demokrasi. Bapak Demokrat tidak lagi menjaga demokrasi. Bapak Demokrat telah khianat terhadap demokrasi. []

 

DETIKNEWS, 26 September 2014

Refly Harun ;   Pakar dan Praktisi Hukum Tatanegara

 

Sumber:

http://budisansblog.blogspot.com/2014/09/khianat-demokrat_28.html

__._,_.___

Posted by: Kinantaka <kinantaka@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___

Sunday, 28 September 2014

[wanita-muslimah] Mahfud MD: Khidzmah KAHMI, Bersatu Demi Indonesia (Bag 2 dari 2)

 

Khidzmah KAHMI, Bersatu Demi Indonesia (Bag 2 dari 2)

Oleh: Moh Mahfud MD

 

Persatuan, meminjam istilah Bung Hatta, bukanlah persatean yang mengharuskan orang selalu membebek dan tidak bisa kreatif untuk keluar dari satu pengendalian yang hegemonis.

 

Persatuan harus kita bangun dalam visi dan platform yang tetap memungkinkan perbedaan posisi politik dan langkah-langkah yang ditempuh, tidak harus disusun seperti setusuk sate. Dalam konteks inilah, KAHMI mengajak untuk memandang dan mengarahkan keberlanjutan perkubuan politik pasca-pilpres antara kubu Koalisi Merah Putih dan Kubu Indonesia Hebat agar keduanya bersatu demi Indonesia meski berbeda dalam pilihan dan langkah-langkah politik.

 

Bagi KAHMI, demokrasi dan adanya lembaga-lembaga negara, hukum, Pemilu dan sebagainya hanyalah alat untuk menyejahterakan rakyat. Ibaratnya, kedua koalisi ini harus menuju tujuan yang sama tapi menempuh jalan yang berbeda. Sungguh akan baik seandainya kebersatuan semua parpol bisa disepakati melalui kerja sama atau gotong royong di legislatif dan eksekutif sekaligus, secara paralel dan tanpa perkubuan. Tetapi manakala kebersatuan dan kerja sama atau gotong royong seperti itu tidak bisa dilakukan, memilih posisi yang berbeda tetap bisa baik asal semuanya berkomitmen untuk tujuan yang sama yakni membangun kesejahteraan rakyat dengan berkompetisi.

 

Memang polarisasi perkubuan koalisi, dari satu sisi bisa dilihat sebagai negatif karena berpotensi melahirkan pemerintahan yang tidak stabil atau penuh hambatan. Tetapi dari sisi lain bisa juga dipandang dan dijadikan hal yang positif dalam menguatkan pembagian tugas penyelenggaraan negara. Kita bisa menjadikan situasi perkubuan koalisi yang ada sekarang ini sebagai hal yang positif dengan menjadikannya sebagai momentum untuk memulai membangun mekanisme saling kontrol dan mengimbangi (checks and balances) secara sehat dalam sistem ketatanegaraan.

 

Yang satu bisa mengelola eksekutif, sedangkan yang lain-nya bisa berkonsentrasi untuk mengawasi dan mengimbangi secara sehat dari lembaga legislatif. Warga KAHMI yang secara nyata banyak bergabung di kedua kubu itu dapat berperan aktif untuk menyatukan tujuan dalam pilihan dan jalan politik yang berbeda itu melalui pemberian dukungan secara kuat terhadap pihak yang didukungnya.

 

Kalau ini bisa dilakukan dengan baik maka sistem ketatanegaraan kita ke depan bisa semakin sehat dengan hadirnya checks and balances yang bukan untuk saling menghambat, melainkan saling bersinergi untuk kesejahteraan rakyat. Kita tak perlu mengikuti pendapat bahwa di dalam sistem presidensial tak dikenal koalisi, karena koalisi hanya ada dalam sistem parlementer. Saya selalu mengatakan bahwa hukum tata negara di suatu negara itu tidak tunduk pada teori dan tidak harus mengikuti yang berlaku di negara lain.

 

Tidak ada teori hukum tata negara yang universal asli, karena setiap negara membuat hukum tata negara di dalam konstitusinya sesuai dengan kebutuhan domestiknya masing-masing. Yang harus kita lakukan adalah apa yang tertulis secara resmi di dalam konstitusi; sedangkan yang tak dilarang secara resmi di dalam konstitusi dan hukum, seperti koalisi dan pembentukan komisi-komisi di DPR, boleh saja dilakukan sepanjang dibutuhkan dalam realitas politik dan masih dalam rangka untuk mencapai tujuan negara yakni kesejahteraan rakyat. Berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mempraktikkan konvensi- konvensi ketatanegaraan yang seperti itu.

 

Dalam HUT ke-48 ini, Presidium Majelis Nasional KAHMI juga telah menyelenggarakan simposium tentang "Cetak Biru Indonesia Masa Depan" dan seminar tentang "Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Energi". Kita bersyukur ternyata warga KAHMI mempunyai ahli-ahli hampir dalam semua bidang iptek dan profesi. Kemerdekaan yang diperoleh atas berkat rahmat Allah telah memungkinkan bangsa ini melahirkan banyak pemimpin dan banyak ahli, termasuk pemimpin dan ahli yang pernah ditempa di kawah candradimuka HMI dan KAHMI.

 

Melalui simposium dan seminar tersebut, kita menjadi tahu bahwa para ahli yang kita miliki dapat mengidentifikasi dengan baik persoalan yang kita hadapi dalam setiap bidang dan tahu pula bagaimana cara mengatasinya. Ibarat dokter, para ahli yang kita miliki sudah bisa mendiagnosis penyakit dan menentukan panasea atau terapinya. Hanya, masalah berikutnya, cara melaksanakan terapi itu berjalan semrawut, tidak terpimpin dan tidak terkoordinasi dengan baik serta cenderung berjalan sendirisendiri karena ego sektoral.

 

Keruwetan dan ego sektoral itulah yang menjadi salah satu sebab (dan cara melakukan) korupsi, baik korupsi uang maupun korupsi kebijakan. Itulah sebabnya, ketika kita mengupayakan mencari cetak biru maka yang ditemukan, meminjam istilah tokoh KAHMI Prof Anwar Arifin, adalah cetak buram. Salah satu kesimpulan penting dari simposium dan seminar itu, kita memerlukan kepemimpinan yang kuat, yakni kepemimpinan yang visioner serta dapat secara tegas melakukan pilihan-pilihan kebijakan untuk melaksanakan pemerintahan dan pembangunan secara terkoordinasi dan terarah sesuai dengan target kebijakan yang telah dipilih.

 

Saat ini kita berada pada momentum yang tepat untuk menyerasikan langkah di bawah satu visi yang kuat dengan pilihan kebijakan tentang arah dan terapi yang terpadu karena kita akan segera mempunyai pemerintahan yang baru. Seluruh warga KAHMI harus berperan melalui posisinya masing-masing untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik dengan membantu pemerintahan yang baru, baik di eksekutif maupun di legislatif serta di cabangcabang dan ranting pemerintahan lainnya. Dirgahayulah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). []

 

KORAN SINDO, 23 September 2014

Moh Mahfud MD  ;   Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI

__._,_.___

Posted by: Kinantaka <kinantaka@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___

[wanita-muslimah] Mahfud MD: Khidzmah KAHMI, Bersatu demi Indonesia

 

Khidzmah KAHMI, Bersatu demi Indonesia

(Petikan pidato ulang tahun KAHMI ke-48)

Oleh: Moh Mahfud MD

 

Rasa syukur terasa menghunjam dalam di lubuk hati kita karena dari waktu ke waktu Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dapat menunjukkan ketulusan khidzmah-nya kepada nusa dan bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Dalam waktu yang panjang KAHMI telah ikut membangun NKRI dengan segala suka dan dukanya. Dalam sepanjang perjalanannya, sesuai dengan jati dirinya, sebagai himpunan insan akademis yang pencipta dan pengabdi KAHMI sudah menyatu dengan perjalanan bangsa dan negara kita, bukan hanya dalam menyumbang penguatan konsep ideologi dan konstitusi yang mempersatukan bangsa tetapi juga menyumbangkan orang-orangnya untuk turut mengelola negara dan mengabdi kepada bangsa di berbagai lapangan.

 

Saat-saat ini kita sedang mencatat dengan syukur dan sukacita karena salah seorang tokoh KAHMI yang juga Ketua Majelis Etik Presidium MNKAHMI, Bapak Jusuf Kalla, pada tahun 2014 ini telah terpilih sebagai Wakil Presiden RI untuk kedua kalinya. Kita mencatat pula bahwa di luar jabatan Wakil Presiden, peran KAHMI di lembaga-lembaga negara juga sangat signifikan. Jabatan-jabatan pimpinan di lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, MA, MK, KY, BPK, Kementerian, KPK, KPU sudah pernah atau sedang dipimpin oleh warga KAHMI. Begitu juga KAHMI banyak berkiprah dalam berbagai profesi dan civil society organization (CSO) .

 

Kita berdoa agar para pengemban amanah dari KAHMI sukses dalam tugas dan per-khidzmat-an serta bisa mengakhirinya dengan selamat. Doa agar para pemegang amanah dari KAHMI itu sukses dan selamat dalam tugas sangatlah penting karena sejauh terkait dengan peran alumni HMI dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan ada saja noda hitam, betapapun kecilnya. Artinya, pepatah "tak ada gading yang tak retak" berlaku jua; sehebat apa pun KAHMI, ada nodanya jua. Dalam catatan pemberantasan korupsi misalnya, harus diakui ada beberapa alumnus HMI yang diburu, ditangkap, dan dipenjarakan, seperti yang juga terjadi pada kelompok-kelompok alumni organisasi mahasiswa yang lain.

 

Kita sering kaget, merasa malu, dan diejek ketika ada alumni HMI yang digelandang ke Pengadilan Tipikor oleh KPK karena korupsi; sementara banyak sanjungan melangit dari masyarakat kepada KPK karena keperkasaannya memerangi korupsi. Tapi banyak yang lupa, hampir semua komisioner yang ada di KPK adalah alumni HMI juga. Oleh sebab itu sanjungan terhadap KPK harus dimaknai juga sebagai sanjungan terhadap KAHMI.

 

Kita boleh prihatin dan malu jika ada alumni HMI yang ditangkap KPK karena korupsi, tetapi pada saat yang sama kita juga harus bangga karena KPK yang disanjung-sanjung masyarakat itu dipimpin oleh orang-orang KAHMI juga. Itulah sebabnya, secara organisatoris MN-KAHMI memberikan dukungan sepenuhnya kepada KPK untuk lebih keras lagi memerangi korupsi.

 

Bersama dengan dukungan itu KAHMI tetap menitipkan ide dan pesan moral agar pimpinan KPK yang dari KAHMI tetap membawa idealisme KAHMI untuk menyelamatkan dan membangun Indonesia ini sebagai baldatun thayyibatun warabbun ghafuur (negara yang bersih di bawah rida dan ampunan Tuhan) dan bukan baldatun sayyiatun wa rabbun rujuum (negara yang kotor di bawah kutukan Tuhan). KAHMI mendorong KPK untuk terus tegar memerangi korupsi tanpa pandang bulu karena hal itu adalah bagian dari misi KAHMI untuk menyelamatkan dan membangun Indonesia.

 

Seperti dikatakan oleh Artidjo Alkostar, warga KAHMI yang kini adalah hakim agung yang sangat disegani, korupsi harus diperangi secara keras dan pelakunya harus dihukum berat karena "korupsi adalah kanker ganas yang bisa mematikan negara". Meskipun begitu MNKAHMI juga mempersilakan jika ada warga KAHMI yang ingin mengkritik KPK jika memang ada tengara lembaga tersebut telah melakukan unprofessional dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Itu pun adalah bentuk per-khidzmat-an yang perlu dilakukan.

 

Peringatan hari ulang tahun KAHMI yang ke-48, tahun 2014, ini mengambil tema "Bersatu Membangun Masa Depan Indonesia" karena dua alasan. Pertama, sejak awal KAHMI menjadikan kebersatuan bangsa Indonesia sebagai salah satu hal yang utama dalam platform perjuangannya, sebab yang akan kita bangun adalah Indonesia yang persatuannya kokoh agar menjadi negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Jadi, dalam situasi dan dengan cara apa pun KAHMI harus menguatkan kebersatuan Indonesia sebagai dasar dan tujuan perjuangannya.

 

Kedua, pada saat ini kita baru saja keluar dari kontes politik nasional yang meriah, tetapi juga menegangkan dan panas, yakni pemilihan presiden dan wakil presiden. Kita menyaksikan terjadinya polarisasi yang cukup tajam di tengahtengah masyarakat karena perbedaan pemberian dukungan. Warga KAHMI pun mempunyai pilihan politik yang berbedabeda sehingga sejak awal Presidium MN-KAHMI memutuskan untuk tidak menggunakan institusi KAHMI dalam mendukung atau tidak mendukung salah satu pasangan.

 

Alhamdulillah, pilpres sudah selesai dengan hasil yang sah baik secara demokrasi (kedaulatan rakyat) maupun secara nomokrasi (kedaulatan hukum). Namun haruslah diakui, pembelahan politik dalam pilpres itu sampai sekarang belum pulih, di sana sini masih berlanjut pergulatan politik dan gap psikologis. Ada kekhawatiran, jangan-jangan terjadi instabilitas dan kelancaran tugas-tugas pemerintahan ke depannya terganggu.

 

Di sinilah letak pentingnya untuk menekankan agar seluruh warga KAHMI bekerja keras supaya bangsa Indonesia tetap bersatu, pada kubu manapun warga KAHMI memberi dukungan pada pilpres kemarin. []

 

KORAN SINDO, 22 September 2014

Moh Mahfud MD ;   Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI

__._,_.___

Posted by: Kinantaka <kinantaka@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___

[wanita-muslimah] Ignas Kleden: Menerapkan Revolusi Mental

 

Menerapkan Revolusi Mental

Oleh: Ignas Kleden

 

TATKALA Joko Widodo sebagai calon presiden melansir pemikirannya tentang revolusi mental, mungkin banyak orang belum menyadari bahwa gagasan itu akan dikembangkan menjadi suatu teori pembangunan kalau dia terpilih sebagai Presiden Indonesia.

 

Revolusi mental segera menarik perhatian karena pemikiran itu merupakan suatu kejutan di tengah maraknya pragmatisme politik selama masa reformasi. Lagi pula, masalah mental banyak diremehkan tatkala konsep perubahan struktural merebut perhatian utama sebagai mode dalam wacana pembangunan di Indonesia. Karena itu, kita dikejutkan oleh beberapa pertanyaan. Mengapa masalah mental menjadi sentral dalam pemikiran seorang pemimpin politik? Apakah dimungkinkan suatu revolusi dalam bidang mental, yang sanggup mendorong perubahan institusional?

 

Pemikiran ini bertolak dari pengamatan. Pertama, pembangunan yang hanya mengandalkan sumber daya alam (SDA) bakal sulit dipertahankan keberlanjutannya karena SDA, khususnya SDA yang tak terbarukan, cepat atau lambat akan habis. Minyak bumi, gas, batubara, logam, dan berbagai kekayaan mineral tak mungkin ditambang terus-menerus karena akan terkuras habis pada suatu saat. Tanpa ada pengembangan kemampuan pengolahan di dalam negeri yang memberi nilai tambah, segala SDA hanya diekspor dalam bentuk bahan mentah dan diimpor kembali ke Indonesia dalam bentuk berbagai komoditas dengan harga tinggi.

 

Hal ini tak perlu terjadi kalau kita sendiri sanggup memprosesnya dengan teknologi untuk memberi nilai tambah dan menghemat penambangannya karena memperhitungkan suplai untuk masa depan. Orang tak perlu menjadi Marxis untuk mengerti bahwa harga barang ditentukan oleh kerja, keahlian, dan teknologi yang diinvestasikan dalam pengadaannya. Maka, berbicara tentang keahlian adalah merujuk kepada manusia sebagai sumber daya.

 

Kedua, berbagai program pembangunan telah menghasilkan banyak barang dan jasa, tetapi sebagian besar hasil pembangunan itu tak membawa akumulasi modal secara nasional karena disedot kembali oleh perilaku menyimpang dalam ekonomi. Kita berhadapan dengan ketidakmampuan menahan diri dari godaan memakai dana publik untuk kenikmatan pribadi atau kelompok melalui cara-cara ilegal yang tak pernah transparan, kecuali kalau KPK mengungkapkannya secara publik dan memprosesnya secara pidana.

 

Asketisme yang jadi watak para captain of industry pada kapitalisme awal di Eropa Barat dan Amerika Utara tak dihargai di Indonesia karena orang terhanyut merayakan masa sekarang dalam ekstravaganza gaya hidup, yang mempersetankan kewajaran, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Ironis sekali, daya tahan secara budaya (cultural resilience) bangsa kita dalam menghadapi penindasan, kemiskinan, dan bahkan penghinaan dalam berbagai wujud terbukti teguh dalam melewati abad-abad penjajahan dan tahun-tahun awal kemerdekaan. Namun, daya tahan secara moral (moral resilience) menghadapi kemakmuran dan kekayaan terbukti sangat rendah dan labil. Pada titik ekstremnya, kita ternyata tahan miskin dan kuat menderita, tetapi tidak tahan kaya dan sulit mengelola kemerdekaan.

 

Dua pengamatan itu menempatkan manusia kembali sebagai faktor yang sentral. Pengetahuan, kerja, dan keahlian amat dibutuhkan untuk menciptakan nilai tambah dalam ekonomi, sementara karakter, etos, dan kesanggupan menahan diri akan menentukan, apakah nilai tambah dapat menciptakan akumulasi modal atau akan tenggelam dalam shadow economy yang gelap gulita dan serba konsumtif.

 

Dapat dipahami mengapa bagi Jokowi manusia Indonesia harus dijadikan sumber daya terpenting asal saja dalam diri manusia itu tergabung dua keunggulan yang saling menguatkan, yaitu pengetahuan dan keahlian di satu pihak serta karakter dan moralitas di pihak lain. Pengetahuan dan keahlian memungkinkan orang Indonesia dapat mengamankan SDA dan mencegah eksploitasi yang sewenang-wenang, sambil meningkatkan nilai tambah melalui penguasaan tahap-tahap processing. Selanjutnya, moral dan karakter diharapkan meningkatkan kemampuan menahan diri dari godaan pemborosan dan penyelewengan dana publik serta mencegah perilaku yang memperlemah penegakan hukum dalam menciptakan tata tertib dan keadilan. Kepandaian dan keahlian tanpa karakter akan membawa orang kepada egoisme individual atau kolektif, sementara karakter tanpa keahlian hanya menghasilkan moralisme tanpa kemampuan produktif.

 

Karakter dan kepribadian

 

Istilah karakter tidak begitu populer dalam bahasa Indonesia dibandingkan dengan istilah kepribadian atau personality. Kita mengenal istilah kepribadian bangsa (misalnya, dalam konsep Trisakti Bung Karno), tetapi kita tidak mempunyai istilah karakter nasional. Psikolog Amerika, Gordon W Allport, dalam studinya yang klasik, Pattern and Growth in Personality, menyatakan bahwa istilah karakter lebih banyak digunakan oleh para psikolog Eropa, sedangkan istilah personality atau kepribadian lebih populer di kalangan psikolog Amerika. Istilah karakter berasal dari kata Yunani charassein yang berarti menggurat, mengukir, atau memahat. Sementara istilah personality berasal dari kata Latin persona yang berarti topeng. Dalam pemakaian sekarang, istilah personality lebih menunjukkan tampilan atau tingkah laku yang kelihatan, sedangkan istilah karakter merujuk pada struktur nilai dalam diri seseorang.

 

Kalau kita mengatakan "dia seorang yang berkarakter", yang ditonjolkan ialah adanya nilai etis yang ditegakkan dalam diri seseorang. Sebaliknya, kalau kita berkata "dia mempunyai kepribadian yang baik", maknanya ialah orang bersangkutan tak banyak menimbulkan kesulitan dalam komunikasi dan interaksi sosial. Namun, Allport juga menyadari kepribadian atau personality tak hanya mencakup aspek-aspek eksternal, tetapi juga mengandung hal-hal yang intrinsik. Karena itu, menurut dia, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seorang individu (yang mengatur) sistem-sistem psikofisis serta menentukan perilaku dan pikiran yang karakteristik.

 

Di pihak lain, psikolog Jerman seperti Philipp Lersch menekankan dalam bukunya, Aufbau der Person, bahwa karakter bukan sekadar suatu satuan psikologis, melainkan juga satuan etis. Makna nilai etis itu dapat ditemui pada orang-orang yang kehendak dan kesadarannya terorganisasi dengan tertib sehingga memperlihatkan dua sifat mendasar, yaitu tanggung jawab penuh untuk tindakan yang dilakukan serta konsistensi dalam perilaku, yang memungkinkan tingkah laku seseorang dapat diramalkan dan mudah diantisipasi. Ini berarti, dalam berbagai situasi yang berubah-ubah, senantiasa ada sesuatu yang sama dalam reaksi seseorang. Disposisi kejiwaan ini yang akan menyebabkan bahwa dalam menghadapi kegagalan, ada orang yang menjadi lebih tertantang untuk mengerahkan tenaga dan berusaha semakin keras, sementara orang lain menjadi murung, sedih, dan bahkan melemah kepercayaan dirinya.

 

Apa pun soalnya, baik kepribadian maupun karakter, selalu merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Kepribadian menunjukkan pengaruh-pengaruh dari lingkungan yang dicerna secara selektif dalam diri seseorang, sedangkan seleksi itu terjadi berdasarkan karakter yang ada dalam diri orang bersangkutan. Jadi, kepribadian menunjukkan gerak dari luar ke dalam, sementara karakter menunjukkan gerak dari dalam ke luar, yaitu bagaimana seorang individu mengelola berbagai pengaruh yang secara khas membentuk kepribadian orang itu.

 

Dalam keadaan yang tidak ideal, seseorang dapat memperlihatkan kepribadian yang matang dan seimbang dalam melakukan adaptasi sosial, tetapi tidak mempunyai basis karakter yang kuat. Ini dapat terjadi kalau muncul dilema di antara perlunya komunikasi dan penyesuaian diri di satu pihak dan keharusan untuk mempertahankan seperangkat nilai yang penting di pihak lain. Seorang dengan kepribadian yang luwes bisa mengorbankan beberapa nilai etis yang diyakininya untuk tetap menjaga hubungan baik dengan orang lain dalam lingkungannya. Di sini, karakter dikorbankan demi kepribadian. Sebaliknya, seorang dengan karakter yang teguh akan tetap mempertahankan nilai-nilainya yang prinsipiil meskipun sikapnya itu akan menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosialnya.

 

Di sini timbul pertanyaan: mengapa orang bisa lebih mengutamakan kepribadian dan melupakan karakter? Mengapa nilai-nilai moral kurang populer dibandingkan dengan keterampilan psikologis dan adaptabilitas sosial? Kita tahu, dalam setiap masyarakat dengan orientasi yang kapitalistis, selalu dibutuhkan berbagai kemampuan yang dijanjikan oleh psikologi kepribadian, seperti kemahiran berkomunikasi, kesanggupan menarik perhatian, gaya bicara yang persuasif, teknik-teknik menyelesaikan konflik dan menciptakan kepercayaan, serta cara-cara untuk menimbulkan kesan yang baik dalam pertemuan. Semua keterampilan ini selalu dibutuhkan dalam ekonomi kapitalis, baik untuk mendukung proses produksi agar tidak mengalami hambatan maupun untuk memperluas pemasaran bagi produk-produk yang dihasilkan.

 

Diharapkan bahwa keterampilan-keterampilan psikologis dan sosial dalam ekonomi pasar dapat diimbangi oleh adanya karakter dengan struktur nilai yang kokoh dalam politik yang demokratis. Dalam demokrasi liberal dibuka kemungkinan untuk dua hal tersebut, yaitu ekonomi pasar yang relatif bebas nilai dan demokrasi yang berdiri di atas nilai-nilai yang fundamental, seperti kebebasan, persamaan, keadilan, dan hak asasi manusia.

 

Pendidikan karakter pada era pasar bebas

 

Para penggagas demokrasi liberal bertolak dari keyakinan bahwa sifat ekonomi pasar yang bebas nilai dan dikendalikan oleh mekanisme permintaan dan penawaran akan mendapat kontrol yang sepadan dalam nilai-nilai demokrasi. Kebebasan dalam persaingan pasar yang menyebabkan munculnya jurang perbedaan antara pihak yang berhasil dan yang gagal serta antara yang kaya dan yang miskin akan dikontrol oleh nilai-nilai persamaan dan keadilan dalam demokrasi.

 

Kenyataan ekonomi-politik tidak selalu sesuai dengan harapan. Setelah Perang Dunia Kedua, ada usaha untuk menciptakan suatu rezim ekonomi internasional yang menjaga keseimbangan antara kebijakan ekonomi nasional dan aturan main dalam perdagangan global yang sudah diliberalisasikan. Ini diusahakan melalui kesepakatan Bretton Woods yang menetapkan sistem nilai tukar yang fixed. Kesepakatan ini ditinggalkan pada awal 1970-an bersamaan dengan munculnya sistem liberalisme transnasional dengan sifat yang lain sama sekali.

 

Pasar global dengan cepat mendesak otonomi setiap negara, sementara perusahaan-perusahaan multinasional tampil sebagai saingan negara-bangsa. Perimbangan internasional semakin sedikit ditentukan oleh intervensi kekuasaan politik dan semakin banyak dikendalikan oleh kekuatan modal. Masalahnya adalah, mengikuti sinyalemen filsuf Juergen Habermas, kekuasaan bisa didemokratisasikan, tetapi uang tidak.

 

Soal praktis adalah: apakah nilai-nilai dalam demokrasi yang dikelola melalui keputusan politik dalam suatu negara masih dapat mengawasi kebebasan pasar dalam ekonomi yang semakin global? Ataukah kita harus menerima kenyataan bahwa mekanisme pasar global yang "tidak bisa didemokratisasikan" menjadi demikian kuat sehingga membuat nilai-nilai demokrasi menjadi tak berdaya? Apakah tuntutan akan sifat-sifat kepribadian dalam pengembangan pasar dapat diimbangi oleh karakter pemimpin-pemimpin politik yang dapat menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan mempertahankan nilai-nilai yang menentukan martabat manusia?

 

Pada titik ini, pendidikan karakter yang diimpikan Jokowi akan menemui ujian berat. Memang sejak lama ada masalah dalam kurikulum sekolah yang mengabaikan pendidikan karakter dan memberikan perhatian utama kepada pengajaran ilmu dan teknologi. Jokowi ingin membalikkan kecenderungan ini dengan memberikan porsi terbesar kepada pendidikan karakter di tingkat pendidikan dasar dan menengah serta memberikan porsi besar kepada pengajaran ilmu dan teknologi di tingkat pendidikan tinggi.

 

Meski demikian, tidaklah mustahil bahwa pragmatisme dalam dunia pendidikan adalah akibat pengaruh pragmatisme dalam pembangunan. Sampai tingkat tertentu pendidikan mereproduksi suasana umum dalam ekonomi dan politik, sekalipun pendidikan selalu diharapkan melakukan koreksi terhadap suasana umum yang tak dikehendaki. Pengutamaan karakter dalam pendidikan barulah akan mencapai hasil yang diharapkan apabila ekonomi-politik juga mengalami reorientasi yang semakin memberi tempat yang terhormat kepada karakter yang kuat pada manusia. Hal ini tidak dapat dilakukan hanya melalui berbagai instruksi dalam kelas, tetapi juga melalui revisi dan terobosan baru dalam pengadaan bentuk-bentuk insentif yang lebih kaya dari sekadar insentif materiil dalam ekonomi. Perlu diciptakan insentif sosial, politik, dan kebudayaan, sambil mengintegrasikan insentif-insentif baru ini dengan insentif ekonomi. Di tingkat makro ini artinya mencari perimbangan optimal antara ekonomi pasar dan nilai-nilai demokrasi, dengan membuat pertumbuhan ekonomi menjadi komponen dalam pertumbuhan manusia menuju martabatnya. []

 

KOMPAS, 25 September 2014

Ignas Kleden  ;   Sosiolog, Ketua Badan Pengurus Komunitas Indonesia untuk Demokrasi

__._,_.___

Posted by: Kinantaka <kinantaka@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___