This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Advertising

Wednesday 30 April 2014

[wanita-muslimah] ILMU FIQIH BAB NAJIS DAN NAJAS [2 Attachments]

 



JAKARTA 01 RAJAB 1435-H
 
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim   -                                                                                                                Walaa haula walaa quwwata ilaa Billahil 'Aliyyil Azhiim ..

Assalaamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh ...

Saudara2ku sesama Muslim, yang tidak dapat disebut namanya satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat saya dan takhzim saya. Berikut risalah penting soalILMU FIQIH BAB NAJIS DAN NAJAS



ILMU FIQIH
 
DIDALAM AGAMA ISLAM ALLAH SWT TELAH MENCIPTAKAN SEGALA SESUATU SENANTIASA  BERPASANG2AN. DAN SATU DIANTARANYA ADALAH PAHALA DAN DOSA, KEDUANYA BERSIFAT GHAIB ( TIDAK MAMPU DIPANTAU PANCA INDERA KITA ).

1.  
PAHALA ADALAH KARUNIA ILAIHI. ATAU SEOLAH2 SEPERTI HADIAH ALLAH YANG SANGTA MENGGIURKAN YANG TANPA DIUNDI LAGI.

2.    
DOSA ADALAH HAL YANG SANGAT MENJIJIKKAN APABILA PANCA INDERA KITA MAMPU MEMANTAUNYA DAN AKIBATNYA AKAN DISIKSA ( AZHAB ) BAIK DIKUBUR ATAU DINERAKA KELAK.

PAHALA AKAN MENGHADIRKAN KITA SURGA YANG SANGAT NIKMAT DAN KEKAL. SYARATNYA HANYA KETIKA JUMLAH PAHALA MELEBIHI DOSA KITA. KARENA ITU KITA DIBERI KESEMPATAN HIDUP SEBELUM MATI UNTUK SENANTIASA MENDAPAT PAHALA2 SEBANYAK2NYA DAN MENJAUHI DOSA SEBANYAK2NYA PULA.

NAMUN KARENA ALLAH SWT MEMILIKI SIFAT YANG MAHA BERKEHENDAK, KITA HENDAKNYA BERBUAT APAPUN UNTUK SEMATA2 MENCARI RIDHA ALLAH, KECINTAAN ALLAH. KARENA DENGAN RIDHA ALLAH, DIA AKAN MENGHAPUS SEGALA DOSA DAN KITA AKAN MASUK SURGA TANPA HISAB LAGI.
 
Karena itu banyak2 kita memohon dengan do'a pada-Nya :

" Allahumma inna nas'aluka Ridhaka wal Jannah. Wa na'uudzubika min shakhatika wan naar "
( Ya Allah karuniakan aku dengan Ridha-Mu dan Surga-Mua. Dan aku berlindung dari kemurkaan-Mu dan Neraka-Mu )

Dan selalu berkata, berbuat dan berperilaku, yang menjauhkan dari murka-Nya sehari2  dengan melakukan apa2 yang diperintahkan-Nya, baik yang Wajib ataupun yang Sunnah. Jauhi apa2 yang dilarang-Nya baik yang haram maupun yang makruh …
 

BAB NAJIS
 
A.      Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam bersuci ada 2 macam cara yang diperintahkan Tuhan melalui  Rasullulah SAW, yaitu
1.       Membersihkan badan dan pakaian dari najis
2.                 Membersihkan badan dari Hadats ( kotoran yang bersifat ghaib ), seperti kewajiban berwudhu ( kalau hadats kecil ) dan kewajiban mandi janabah (   kalau hadats besar mandi junub )
         
Tujuannya adalah sebagai salah satu syarat, agar ibadah kita pada Alah SWT menjadi sah adanya, seperti : Shalat, thawaf mengelilingi Ka'bah, Sa'i dari Shafa ke Marwa di Masjidil Haram, masuk ke ruang Masjid atau Surau, saat menikah ijab qabul dan memegang Al Qur'an.
 
B.       Didalam definisi agama    : Najis  adalah sifat2nya dan Najas adalah materi yang najis
 
C.      Adapun salah satu syarat sahnya shalat adalah

1.  
    Bersihnya tempat shalat dari najis, yaitu posisi ke 7 bagian tubuh saat sujud : dahi, kedua tapak tangan, kedua lutut kaki dan kedua tapak kaki ( jari2 kaki ). Maka tidak boleh ( dilantai atau sajadah tempat sujud ) ada najas disitu. Jadi meskipun disekeliling kita ada najas diluar ke 7 tempat sujud tadi, shalat kita tetap sah. Namun hukumnya makruh ( dibenci Allah ).

2.    
   Bersihnya pakaian kita dari najis, yaitu dengan mencuci bersih pakaian kita yang terkena najas.

3.       Bersihnya badan kita dari Najis dan Hadats
 

D.      Telah ditetapkan 3 kategori Umum dari Najis, yaitu
 
1.       Najis yang berat, adalah :  Babi dan Anjing

Membersihkan dari najas berat, tidak boleh dianggap remeh, karena wajib dicuci dengan air sebanyak 7 kali dan satu diantaranya harus dicampur dengan tanah yang bersih dari perkiraan adanya najas

Najas dari Babi dan Anjing adalah dari seluruh apa2 yang berasal dari tubuhnya, termasuk tinja ( kotoran tahi dan kencing ). Berhati2lah bila makan-minum di Hotel2 bintang 4-5 atau Restoran2 / cafe2 mewah, yang menyediakan makanan babi atau anjing, bahkan Mc Donald atau Hoka2 Bento, yang menyediakan makanan dari daging2 impor dari USA atau Australia dan Singapore. Karena meski kita makan dari yang halal, tetapi piring atau gelas-sendok-garpu, bekas makanan babi atau anjing kebanyakan tidak dicuci dengan 7 kali siraman plus tanah itu.

2.
Najis ringan, adalah kencing bayi laki2 sampai usia 2 tahun, yang hanya minum air susu ibunya atau ibu susuannya. Demikian mulianya ASI itu
         
Membersihkan dari najis ringan, cukup dikpretkan air pada pakaian yang terkena najas ringan.
 
3.    Najis yang UMUM ada 21 macam, yang apabila terkena tubuh atau pakaian untuk shalat dan thafaw dll, wajib dicuci bersih, yaitu :

        ( selanjutnya agar buka attachment berikut dalam format PDF )

__._,_.___
View attachments on the web
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

[wanita-muslimah] PREMANISME-PALAKISME-KORUP SESEORANG ADALAH SEBAB KESALAHAN FATAL PARA ORANG TUANYA MASING2, YANG TIDAK MENDIDIK AGAMA ISLAM DENGAN BENAR SEJAK KECIL SAMPAI DEWASA [1 Attachment]

 

KASUS MARAHNYA GUBERNUR JAWA TENGAH GANJAR PRANOWO, MELIHAT PALAKISME TERANG2AN DI JEMBATAN TIMBANG JAWA TENGAH BARU2 INI
 
PREMANISME-PALAKISME-KORUP SESEORANG ADALAH SEBAB KESALAHAN FATAL PARA ORANG TUANYA MASING2, YANG TIDAK MENDIDIK AGAMA ISLAM DENGAN BENAR  SEJAK KECIL SAMPAI DEWASA …
 
Agak sulit dihilangkan meski dengan memperketat sistem dan hukum sehebat apapun, sebagai akibat kesalahan orang2 tua mereka masing2 yang tidak mendidik agama sejak kecil dengan benar dan membiarkan tanpa pengawasan bergaul dengan manusia2 majemuk dinegeri ini. Sehingga  akibatnya perilaku itu datangnya dari hati qalbu mereka masing2, dan siapapun tidak dapat merubah hati qalbu seseorang kecuali Allah SWT.
Bahkan sebagai akibatnya pada saat ini banyak orang sudah tidak peduli dengan dosa2, sampai menjadi marak dalam kebanggaan akan dosa2nya, menjadikan mereka orang2 fasik ( pembuat dosa2 terus menerus dan terang2an dihadapan masyarakat )

Seandainya saja Allah SWT buka hijab atau tabir dosa2 itu, niscaya orang2 akan sangat jijik dan ketakutan setengah mati.

Kalau demikian tentu tidak akan ada dosa2 dibuat dimuka bumi ini, semua manusia akan masuk Surga semua. Yang Islam akan ta'at sekali pada agamnya, yang non Islam akan taubat dan masuk Islam semua dan mengikuti saudaranya yang Muslim sebelumnya. Sehingga dengan demikian bumi ini tidak ada gunanya lagi bagi manusia, karena bumi ini diciptakan semata2 diciptakan untuk tempat ujian manusia, dengan mengabdi pada Allah SWT dengan pengabdian yang benar, yaitu dengan menuntut Islam ( TAUHID, FIQIH dan SUNNAH SERTA TASSAWUF ).
Ketiga Ilmu tersebut wajib difahami manusia, karena kalau hanya mempelajari Fiqih dan Sunnah … percumah  ..Syaithan dan Hawa Nafsu mereka akan selalu menggoda mereka dan korupsi2 itu akan terus terjadi dan dijalani.

Maka dengan dibekali faham2 TAUHID ( Rasa Pengagungan Tuhan ) dan sifat2 IHSAN  ( Rasa takut pada Allah SWT dengan kerendahan diri dan menjauhi yang tercela meski Tuhan tak terlihat, tapi Dia selalu melihat kita ), yang sudah banyak ditinggalkan orang, mereka sibuk hanya mengurusi HUKUM2 ISLAM sehingga tidak didampingi dengan ilmu TAUHID dan Ilmu TASSAWUF

Selanjutnya buka attachment dibawah ini dalam format PDF

__._,_.___
View attachments on the web
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Tuesday 29 April 2014

[wanita-muslimah] Kang Sobary: Bersikap Adil terhadap Jokowi

 

Bersikap Adil terhadap Jokowi

Oleh: Mohamad Sobary

 

Kalau direnungkan secara jernih, dengan sikap egaliter dalam memandang orang lain, bagaimana bisa seorang warga negara biasa, yang sama dengan kita, tiba-tiba disalahkan secara ramai-ramai dan diminta bertanggung jawab atas suatu perkara yang bukan kesalahannya?

 

Jokowi itu warga negara merdeka dan boleh tidak berpikir mengenai apa yang berada di luar domain politik yang ruwet ini. Dilihat dari sikap, pemikiran, gaya hidup, dan ungkapan-ungkapan kebahasaannya, kita tahu ia hidup tanpa pretense yang bukan-bukan.

 

Pernahkah ia (seharusnya "beliau") menginginkan kita menjadikannya political hero di tengah suasana politik yang sumpek, macet-cet, bau busuk korupsi besar-besaran, tanpa kesegaran, dan tanpa jalan keluar ini?

 

Tidak. Ia tak pernah berambisi menjadi apa yang bukan dirinya. Ia belum cukup pengalaman untuk berlagak sok pemimpin. Keluguannya otentik dan tulus. Keluguan macam itu mahalnya minta ampun. Ini sikap, gaya hidup, dan karakter yang tak terbeli dan memang tak dijual.

 

Pernahkah Jokowi membujuk-bujuk orang banyak agar mereka begitu antusias menyayanginya, sampai pada tingkat histeris seperti yang terjadi belakangan ini?

 

Tidak. Ia tak pernah berbuat senista itu. Hal-hal seperti itu hanya bisa dilakukan para tokoh politik yang tua-tua, yang kenyang kemegahan masa lalu dan masih ingin menikmatinya terus menerus.

 

Apakah semua fenomena yang terjadi di media, yang begitu hiruk pikuk itu, "buatan" Jokowi?

 

Bukan. Histeria massa yang terjadi di lapis bawah dalam masyarakat kita itu, niscaya tak akan sampai seluas itu kalau orang-orang media tidak ikut "histeris" dan haus akan pahlawan pujaan. Kekuatan besar yang membuat ini semua adalah media.

 

Apakah Jokowi pernah berharap agar dia diperlakukan seperti orang suci dalam politik? Atau sejenis "pahlawan" yang baru tampil?

 

Tidak. Jokowi itu sebuah kitab terbuka. Kita bisa membaca apa yang tertulis di luar, kata-katanya, tindakannya, bahasa tubuhnya, senyumnya, niscaya sama dengan apa yang tertulis di dalam, yang berhubungan dengan isi hatinya, cita-citanya, dan aspirasinya. Ia tak menyembunyikan suatu keculasan, atau kelicikan.

 

Bagaimana ia bisa melejit seperti roket dalam waktu pendek dan begitu berwibawa di mata para pengagumnya, sehingga semua kritik kepadanya dilawan habis oleh pengagum-pengagum fanatik itu?

 

Patut dicatat, ini bukan salah Jokowi. Bukan pula manipulasi politik untuk membius para pengagum.

 

Fanatisme yang begitu meluas, hampir secara dadakan ini, bisa ditelusuri latar belakang psikologi politiknya. Kita tahu, semua politikus di Jakarta, yang mapan-mapan tadi, tampil dengan gaya kelas atas yang tak nyambung dengan gaya rakyat pada umumnya. Jokowi kebalikannya; ia mewakili tampang rakyat jelata dan dengan sendirinya dipuja-puja. Itu matematika politik biasa.

 

Puja-memuja ini salah atau benar, itu soal lain. Itu isu politik lain. Namun, mengenai gaya konvensional, sok kelas atas, ke mana-mana berseragam tapi kadang berlagak populis, ini parah. Kecuali gaya itu memuakkan rakyat pada umumnya, sikap populis tadi tidak matching sama sekali dengan penampilan mereka. Ini kemunafikan politik.

 

Tidak Adil

 

Kita tahu, kemunafikan umum sudah tak bisa disembunyikan lagi. Rakyat tahu itu semua. Tokoh-tokoh bicara pemberantasan korupsi, antikorupsi. Namun, pada saat yang sama mereka korup luar biasa. Orang merasa menemukan obat yang baik. Obat itu Jokowi.

 

Pilihan baru dan alternatif yang dianggap baik itu ternyata tidak mampu mengangkat perolehan suara PDIP dalam pileg lalu. Semua orang, ahli-ahli politik dan para politikus, ramai-ramai menyalahkan Jokowi. Begitu juga media. Mereka semua sama emosionalnya dengan rakyat yang menjagokan Jokowi.

 

Jokowi yang "turba" ke mana-mana, dadakan, mengejutkan, dan berkomunikasi dengan rakyat dalam bahasa rakyat, beberapa waktu lalu "dipuja-puja", dianggap hebat, dan otentik. Ketika terbukti tak berpengaruh terhadap perolehan suara PDIP, ada pengamat yang menyalahkannya. Katanya tak sama dengan Bung karno.

 

Ini sikap tidak konsisten. Dulu, ia diam saja dan mungkin ikut "memuja" Jokowi. Sekarang menyalahkan pengaruhnya yang tak terasa bagi PDIP, lalu membandingkannya dengan Bung Karno. Ini tidak adil. Bung Karno tak usah dibawa-bawa. Semua orang tak akan pernah sebanding dengan beliau.

 

Mbak Mega menjagokannya, tidak salah. Pertama, ada gelombang besar dalam PDIP, yang bergabung secara nasional, membangun suatu aliansi pendukung Jokowi. Kalau aspirasi anak-anaknya sudah begitu, apa salah kalau Mbak Mega mengabulkannya?

 

Munculnya Jokowi diduga sebagai jalan keluar politik yang baik. Semua, dalam lingkungan PDIP, kurang lebih berharap sama. Orang luar yang tak tahu-menahu urusan internal partai itu menyuruh pencalonan Jokowi ditinjau kembali. Ada penyesalan atas pencalonan itu.

 

Ini kewenangan internal PDIP. Keputusan sudah diambil dan pasti dengan segenap pertimbangan. Mau ditinjau ulang atau tidak, pencalonan itu terserah Mbak Mega dan mekanisme internal partai.

 

Saya tak mengenal Jokowi secara pribadi. Bertemu pun belum pernah. Tapi saya tak bisa diam melihat sikap orang banyak yang menyalahkan Jokowi. Ini tidak adil dan tidak bijaksana. "Ring tinju" politik untuk Jokowi belum dibuat. Evaluasi fatal-fatalan seperti itu belum saatnya dikemukakan. Kita perlu bersikap adil terhadap Jokowi. []

 

SINAR HARAPAN, 23 April 2014

Mohamad Sobary ; Budayawan

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Monday 28 April 2014

[wanita-muslimah] Gus Sholah: Pilihan Politik Warga NU

 

Pilihan Politik Warga NU

Oleh: Salahuddin Wahid

 

MOHAMMAD Qodari dari Lembaga Survei Indo Barometer menyatakan bahwa dari sekitar 185 juta pemilih, 33 persen menyatakan diri sebagai warga NU dan 7-9 persen menyatakan diri sebagai warga Muhammadiyah. Ini berarti warga NU yang memilih PKB tidak sampai 30 persen.

 

Hal itu wajar karena pada Pemilu 2009, angka untuk warga NU hampir 40 persen dan pada sekitar 2002, menurut PPIM Ciputat, angka itu sekitar 42 persen. Berarti pada Pemilu 1999 jumlah warga NU sekitar 42 persen dan yang memilih PKB 12,61 persen, sehingga warga NU yang memilih PKB sekitar 30 persen. Pada Pemilu 1955 pemilih partai NU mencapai angka di atas 18 persen. Kalau warga NU sekitar 42 persen, warga NU yang memilih Partai NU pada 1955 sekitar 40 persen.

 

Pada Pemilu 1971 partai NU mencapai jumlah pemilih sekitar 18,68 persen dan (Parmusi) Partai Muslimin Indonesia mencapai jumlah suara 5,36 persen. Pada 1973 partai-partai Islam didorong untuk bergabung ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan), yang unsur utamanya adalah NU. Setelah Muktamar NU 1984 menyatakan bahwa NU tidak punya hubungan organisatoris dengan partai apa pun, banyak tokoh NU aktif dan menjadi caleg mewakili Golkar. Dengan sendirinya, warga NU banyak yang memilih Golkar dan juga memilih PPP.

 

Data di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah umat Islam yang mengaku sebagai warga NU: sekitar 42 persen pada 2002, mendekati 40 persen pada 2009 dan sekitar 33 persen pada 2014. Jumlah warga NU yang memilih partai NU dan partai yang dianggap sebagai partainya NU juga mengalami pasang surut. Yang terburuk adalah capaian pada Pemilu 2009 (4,95 persen) saat Gus Dur baru saja keluar dari PKB dan ada istilah PKB Muhaimin dan PKB Gus Dur. Capaian 2014 adalah prestasi besar Muhaimin dkk ditambah dengan kembalinya warga PKNU, kembalinya warga PKB Gus Dur, peran Rhoma Irama, Mahfud M.D., dan KH Hasyim Muzadi, naik lebih dari 80 persen dibanding 2009.

 

Prestasi itu tentu harus dipertahankan, bahkan kalau bisa ditingkatkan karena sebagian besar warga NU sudah menerima kenyataan bahwa PKB adalah wadah penyaluran aspirasi politik NU. Tentu harus diakui bahwa banyak warga dan tokoh NU masih aktif dan memilih partai lain, seperti PPP, Partai Golkar, dan Partai Demokrat.

 

Prestasi puncak NU di bidang politik adalah saat menjadi partai NU dan menjadi pemenang ketiga Pemilu 1955. Prestasi kedua adalah Pemilu 1999. PKB sebagai partai yang didirikan tokoh-tokoh PB NU menjadi pemenang ketiga dan meraih 12,61 persen suara. Selain itu, PPP yang mempunyai banyak tokoh NU di berbagai daerah memperoleh 10,71 persen jumlah suara. Prestasi terbesar 1999 adalah terpilihnya Gus Dur menjadi presiden ke-4 RI.

 

Apakah prestasi NU di bidang politik akan bisa terus meningkat di masa depan? Kalau melihat capaian kini adalah separo dari prestasi pada 1955 dan juga masih di bawah capaian pada 1999, jelas potensinya cukup besar. Tetapi, bukan hal yang mudah untuk mewujudkannya. Partai politik itu rentan konflik. Contohnya banyak sekali. Terakhir adalah konflik PPP yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau semua pihak mampu menahan diri. Konflik internal PKB pada 2005 dan 2008 belum selesai pemulihannya dan harus dicegah munculnya konflik baru.

 

Fakta mutakhir menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia membutuhkan tokoh untuk bisa berkembang. Partai Demokrat tidak akan menjadi pemenang pertama Pemilu 2009 tanpa SBY. Partai Gerindra tidak akan mencapai prestasi seperti saat ini kalau tidak ada Prabowo. PDI Perjuangan, walaupun mengusung nama besar Bung Karno, tidak akan bisa menjadi pemenang Pemilu 2014 tanpa keteguhan sikap Megawati. PKB mencapai puncaknya saat ada Gus Dur di dalamnya.

 

Ada dua partai politik di Indonesia yang mengandalkan organisasi bukan tokoh, yaitu Partai Golkar dan PKS. Walau tokoh-tokoh Partai Golkar mendirikan partai baru, partai tersebut tetap bagus hasilnya mulai Pemilu 1999 sampai Pemilu 2014. Kalau kedua partai itu punya tokoh yang hebat, prestasi partai akan lebih meningkat. PKB tidak punya pilihan lain kecuali mengandalkan sentimen ke-NU-an dan banyak calegnya menjual nama Gus Dur walau ada protes dari keluarga. Ideal sekali kalau Muhaimin bisa mendekati keluarga dan pengikut Gus Dur. Untuk itu diperlukan mediator.

 

Kalau ambang batas 3,5 persen jumlah suara pemilih sebagai syarat minimum keberadaan partai di DPR dinaikkan sampai angka yang cukup tinggi, katakan 7,5 persen, jumlah partai akan berkurang, termasuk partai (berbasis massa) Islam. Kalau memakai jumlah suara hasil quick-count Pemilu 2014, cukup banyak partai yang tidak bisa bertahan: Partai Hanura, PPP, Partai Nasdem, dan PKS. Tentu partai-partai tersebut tidak akan tinggal diam dan berjuang untuk bertahan.

 

Tidak banyak partai yang punya tokoh layak jual dalam pemilihan presiden. Karena itu, muncul tokoh-tokoh dari luar partai. Terjadi pergeseran dalam mencari calon presiden. Dalam Pilpres 1999, yang maju dalam pemilihan adalah ketua umum partai (PDIP) dan ketua umum ormas Islam (PB NU). Pada 2004, para calon yang tampil adalah ketua umum partai, jenderal purnawirawan, (mantan) tokoh ormas Islam, dan pengusaha. Pada 2009 yang muncul adalah jenderal purnawirawan, ketua umum partai, dan mantan menteri.

 

Tokoh ormas (NU) yang pada 1999 dan 2004 tampil sebagai capres/cawapres, mulai 2009 tidak lagi tampil. Artinya, posisi pimpinan ormas Islam hanya akan berarti dan punya nilai jual kalau tokohnya diterima oleh masyarakat. Bukan jabatan di dalam ormas terkenal yang dilihat masyarakat untuk bisa ditampilkan sebagai capres/cawapres, tetapi siapa orangnya. []

 

JAWA POS, 22 April 2014

Salahuddin Wahid ; Pengasuh Pesantren Tebuireng

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

Sunday 27 April 2014

[wanita-muslimah] Eep: Koalisi tanpa Dagang Sapi

 

Koalisi tanpa Dagang Sapi

Oleh: Eep Saefulloh Fatah

 

MENYAKSIKAN dinamika politik hari-hari ini adalah menonton adegan ulangan 2004 dan 2009. Belum lagi tinta bekas pencoblosan pemilu legislatif (pileg) di jari kelingking kita kering, drama politik sudah bergeser ke persiapan pemilihan presiden (pilpres).

 

Belum lagi bibir kita kering mempercakapkan formulaformula koalisi partai politik untuk pengajuan kandidat presiden dan wakil presiden, perbincangan sudah bergeser ke koalisi pemerintahan baru hasil pilpres. Ya, sebagaimana terjadi pada 2004 dan 2009, selepas pileg, dinamika politik bergerak sangat cepat seolah pilpres akan berlangsung sebelum ayam berkokok besok.

 

Di tengah dinamika yang berjalan bergegas itu, sebagaimana kita bersua menjelang Pilpres 2004 dan 2009, sejumlah kecemasan publik mencuat. Haruskah presidensialisme kita sebegitu disibukkan oleh ihwal koalisi partai? Bisakah hiruk pikuk pembentukan koalisi ini dihindari? Mungkinkah membangun koalisi tanpa dagang sapi? Apa yang harus dilakukan untuk membuat pembentukan koalisi bukan jadi sekadar arena transaksi segelintir elite partai dan membuatnya berkait dengan hajat hidup orang banyak?

 

Quasi parlementer

 

Hiruk pikuk koalisi yang mengharu biru pada dinamika politik kita hari-hari ini adalah salah satu konsekuensi yang sulit dihindari dari pertemuan dan pertumbukan sistem presidensial dengan sistem multipartai kita. Jika saja sistem presidensial kita berpadu dengan partai sederhana seperti di Amerika Serikat, tak akan ada kerepotan ihwal koalisi partai seperti ini.

 

Perpaduan sistem presidensial dengan sistem multipartai memang dikenal sebagai `kombinasi yang maut'. Negara-negara Amerika Latin sudah (dan sedang) membuktikannya. Di bawah kombinasi ini, presiden kerap kali dipaksa untuk bekerja dalam langgam presidensialisme yang bercita rasa parlementarian.

 

Dalam sistem presidensial, pemerintahan yang dibentuk presiden (dan wakil presiden) tidak bergantung pada lembaga legislatif atau parlemen. Parlemen tidak punya kewenangan membentuk pemerintahan dan tak bisa membubarkan pemerintahan. Presiden juga tidak bertanggung jawab kepada parlemen, tetapi bekerja bersama-sama untuk membentuk undangundang (fungsi legislasi) dan merancang anggaran (fungsi budgeting). Daya jangkau parlemen yang terjauh hanyalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap lembaga eksekutif.

 

Dalam konteks itu, pilpres sebetulnya hanya mengikatkan presiden terpilih kepada warga negara atau para pemilih. Tak ada ikatan lain di luar itu. Namun, sebagaimana halnya di Amerika Latin, siapa pun presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung mesti berhadapan dengan tantangan `penaklukan' parlemen yang berisi banyak partai.

 

Seberkuasa apa pun presiden, ia tetap memerlukan parlemen atau lembaga legislatif untuk menyokong kebijakan presiden dan bersama-sama presiden mengesahkan regulasi berbentuk undang-undang. Karena itu, presiden pun mau tak mau harus menimbang sebaran kepentingan politik dalam parlemen untuk menyukseskan kebijakan dan mengamankan jalannya pemerintahan.

 

Untuk itulah, presiden harus mengakomodasi partai-partai, termasuk melibatkan mereka dalam pemerintahan sehingga terbangun dukungan mayoritas yang nyaman (comfortable majority) di parlemen. Da lam keadaan itulah, koalisi partai-partai bisa membantu presiden untuk membuat jalannya sistem presidensial tak terbentur jalan buntu kelembagaan (institutional deadlock).

 

Dalam keadaan tertentu, parlemen bahkan bisa sebegitu kuat dan menentukan sehingga presiden seolaholah didikte oleh parlemen. Keadaan inilah yang disebut para ilmuwan politik sebagai `quasi parlementari anisme' atau `sistem parlementer semu'. Sejauh pengamatan saya, praktik presidensialisme Indonesia belum terkategorikan sejauh itu.

 

Walhasil, membangun koalisi partai memang bukan `kewajiban', melainkan `hak' presiden terpilih. Presiden bisa saja tidak melakukannya, tetapi dengan risiko akan menghadapi tantangan jalan buntu kelembagaan. Karena adanya risiko inilah, di dalam kombinasi sistem presidensial dan multipartai seperti di Indonesia, koalisi partai bukan keharusan, melainkan kerap kali sulit dihindarkan.

 

Politisi baru

 

Politik dagang sapi adalah transaksi politik di ruang tertutup. Praktik dagang sapi merujuk pada pertukaran pragmatis kepentingan jangka pendek di antara pihak-pihak yang berkoalisi, terutama segelintir elite partai, yang tak berkaitan dengan hajat hidup warga negara atau orang banyak.

 

Selama ini, publik mengeluhkan kentalnya praktik dagang sapi dalam proses pembentukan koalisi. Diduga, praktik itu terjadi dalam proses pembentukan koalisi untuk memenuhi syarat batas minimal dukungan partai untuk pencalonan presiden dan wakil presiden. Lalu, praktik yang sama terulang kembali dalam pembentukan pemerintahan selepas pilpres.

 

Selama ini, praktik dagang sapi terbangun di atas dua pilar utama. Pertama, negosiasi antarelite partai di dalam ruang tertutup. Kedua, praktik `berpartai secara mengambang' yang memanjakan para elite partai dengan banyak kenikmatan sempit sekaligus menjauhkan mereka dari basis konstituennya atau para pemilih.

 

Melawan praktik dagang sapi adalah memindahkan-sebagian atau hampir

seluruhnya--transaksi ruang tertutup menjadi pertukaran ruang terbuka. Setidaknya, ruang tertutup tempat transaksi diubah menjadi ruang pertukaran yang transparan dan tak kedap suara. Dagang sapi tak mungkin terjadi manakala partai-partai dipaksa membangun koalisi di ruang terbuka atau di dalam ruangan yang transparan dan tak kedap suara.

 

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus membuat peraturan yang memaksa setiap koalisi partai pengusung kandidat presiden dan wakil presiden untuk bukan hanya mengajukan visi dan misi kandidat, melainkan juga memublikasi janji kampanye kandidat dan kesepakatan politik yang terjadi antarpartai politik pada saat mendaftarkan diri. Dengan demikian, publik bukan hanya tahu partai mana saja yang saling menggabungkan diri, melainkan juga mencatat dengan saksama semua janji dan mengawasi seberapa jauh koalisi itu melangkah keluar dari kesepakatan antarpartai yang sudah dipublikasi.

 

Dengan mekanisme itulah, kita setidaknya memaksakan transparansi yang lebih optimal dalam proses pembentukan koalisi partai prapilpres. Tentu saja, tak ada sistem politik yang mampu mentransparansikan semua urusan ini ke hadapan publik. Politik di dalam demokrasi mana pun adalah perpaduan antara seni luar ruangan dan seni dalam ruangan.

 

Selain terfasilitasi oleh ruang tertutup, politik dagang sapi terbangun oleh praktik partai mengambang. Umumnya, politisi dan partai politik tak membangun diri di atas modal sosial dan politik yang layak. Mereka tak berkaki, tak menjejak ke bumi, tak berakar pada konsituen yang terjaga. `Ideologi' mereka umumnya hanya pragmatisme yang memandu melayani kepentingan sendiri atau kelompok secara sempit.

 

Dalam demokrasi yang sehat, politisi dan partai semacam itu sesungguhnya tak punya masa depan. Mereka hanya sanggup mengais-ngais remah kenikmatan politik dalam jangka pendek. Merekalah para pelaku politik dagang sapi itu.

 

Maka, jika KPU tak tergerak membuat regulasi yang memaksakan transparansi yang terpapar di atas, harapan kita pindahkan kepada para politikus dan partai yang memiliki keberanian berpolitik dengan cara baru (out of the box). Tanpa dipaksa oleh regulasi, mereka bisa mengambil inisi atif untuk mengumumkan janji-janji kampanye yang hendak mereka tawarkan kepada para pemilih sekaligus membeberkan kesepakatan-kesepakatan politik yang terbangun di antara para peserta koalisi.

 

Saya duga, politisi dan partai yang melakukan ini akan diganjar para pemilih dengan simpati dan potensi dukungan. Merekalah yang bisa kita sebut `politisi baru'. Selain itu, `Indonesia baru' membutuhkan `politisi baru' semacam itu.

Bagaimana dengan dagang sapi dalam pembentukan pemerintah pascapilpres?

 

Pertanyaan ini lebih mudah dijawab. Pembentukan pemerintahan--berupa penunjukan para menteri--adalah hak prerogatif presiden. Jika dalam Pemilu 2014 ini kita berhasil memilih presiden (dan wakil presiden) dari spesies `politisi baru', jalan bagi minimalisasi politik dagang sapi akan terbuka.

 

`Politisi baru' akan lebih mudah kita tuntut untuk meluruskan dua kaprah koalisi yang berjalan selama ini. Bahwa memenangi pilpres tak harus dimulai dengan `membeli' sebanyak mungkin partai politik. Bahwa menjaga dan menyelamatkan pemerintahan tidak perlu dengan membangun koalisi tambun yang di dalamnya sang presiden sibuk beradaptasi.

 

`Politisi baru' akan lebih mudah kita tuntut untuk berlaku di luar kelaziman lapuk yang terbukti memancing banyak persoalan itu. Bersama-sama dengan `politisi baru' kita perangi politik dagang sapi. []

 

MEDIA INDONESIA, 21 April 2014

Eep Saefulloh Fatah ; Pendiri dan CEO Polmark Indonesia Inc. Pusat Riset Dan Konsultasi Political Marketing

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___