Advertising

Sunday 9 March 2014

[wanita-muslimah] Gus Mus dan Khitah Kemandirian NU

 

Gus Mus dan Khitah Kemandirian NU

Oleh: Ahmad Khoirul Umam

 

TERPILIHNYA KH A. Mustofa Bisri sebagai rais am syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) menggantikan (alm) KH Sahal Mahfudz yang wafat pada akhir Januari 2014 seolah menjadi angin segar yang mencerahkan bagi NU, baik secara jamaah maupun jam'iyyah. Sosok, integritas, dan independensi Gus Mus telah diakui berbagai kalangan. Mereka menilai Gus Mus sebagai figur yang kuat menahan berbagai godaan para penguasa dan pengusaha yang hendak memanfaatkan NU secara institusional sebagai alat kepentingan meraih kekuasaan.

 

Sejak era reformasi, ketika pimpinan NU yang saat itu dikomandani (alm) KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur berikhtiar untuk turun tangan memperbaiki bangsa melalui kerja-kerja politik praktis yang diaktualisasikan melalui partai politik, NU sebagai primadona selalu diperebutkan para aktor politik lintas ideologi.

 

Besarnya godaan politik tersebut tidak lepas dari besarnya jumlah warga NU yang kini diperkirakan mencapai 60 juta orang. Angka populasi yang fantastis itu tentu menjadi sasaran empuk bagi para makelar kekuasaan.

 

Terlebih, perilaku politik warga NU ditengarai cenderung mudah dikendalikan karena kuatnya nilai ketaatan warga (civil obedience) terhadap entitas kekiaian. Dalam tradisi NU, kiai dipercaya mampu memainkan peran sosial yang sangat beragam. Cliffordz Greetz (1965), misalnya, mengidentifikasi kiai sebagai cultural broker yang memerankan diri sebagai guru, cendekiawan, dan penerjemah problematika kebangsaan bagi masyarakatnya. Kiai juga dianggap Pranowo (1989) sebagai salah satu benteng kekuatan bangsa untuk mempertahankan otentisitas kebudayaan lokal (defender of culture), pelestari kebudayaan (transmitter of culture), dan penyaring budaya (filter of culture).

 

Namun, dalam konteks demokratisasi di tengah turbulensi politik nasional, kiai sering diposisikan sebagai the potential vote getter atau alat pencari suara yang efisien. Alhasil, terjadi mobilisasi kiai memasuki wilayah politik praktis yang pada derajat tertentu memunculkan fenomena ''desakralisasi kiai'' (Fealy, 2004; Umam, 2006).

 

Gus Mus sering tampil sebagai sesepuh NU yang berusaha sekuat tenaga untuk istiqamah menjaga khitah independensi NU. Dalam berbagai pidatonya, Gus Mus sering berpesan bahwa dirinya tidak melarang para kader NU untuk berpolitik. Tetapi, garis tegas tetap harus dibuat agar NU secara institusi tidak terseret kepentingan individu-individu yang sering mengatasnamakan lembaga NU. Kendati mendukung NU bersikap netral, Gus Mus juga tetap mengharapkan warga NU menjadi agen perubahan sosial dengan senantiasa bersikap kritis sebagai bentuk counter hegemony terhadap berbagai model kepemimpinan yang korup, otoriter, serta menindas.

 

Secara individu, Gus Mus juga termasuk sosok kiai sepuh yang tegas dan berani. Tidak cenderung memilih diam atau mendiamkan ketika ada persoalan di tingkat kader, melainkan berani menyatakan sikap dan kritiknya kepada pihak-pihak yang dituju. Belum lekang dari memori kita bagaimana Gus Mus ''menyemprot'' sejumlah pihak dalam acara Mukernas dan Munas PKB Kubu Alwi Shihab di Surabaya pada 2005.

 

Dalam wejangan yang disampaikan, saat itu Gus Mus secara terbuka melontarkan kritik pedas terhadap faksionalisme, konflik saudara, dan perilaku sejumlah elite partai yang dianggap tidak sesuai lagi dengan fatsoen politik, saling menelikung, dan lebih bersandar pada kepentingan sempit daripada problem umat secara mendasar.

 

Yang dilakukan Gus Mus itu merupakan upaya untuk kembali meletakkan entitas moral etik masyarakat nahdliyin di tempat yang seharusnya dengan memisahkan secara tegas antara kerja politik dan kerja keumatan. Sikap Gus Mus yang juga bergeming dari rayuan sejumlah pihak yang berusaha menariknya ke posisi struktural politik, di level dewan syura sekalipun, bisa dimaknai sebagai ajakan untuk meletakkan entitas kekiaian sebagai benteng penjaga moral umat.

 

Seruan independensi nahdliyin itu sebaiknya tidak hanya diterjemahkan dalam ranah politik, melainkan juga sosial ekonomi. Hal itu penting mengingat nahdliyin didominasi rural communities yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.

 

Gerakan NU ke depan, mereka yang berada di ranah politik maupun di ranah keumatan harus bersinergi dan benar-benar memfokuskan diri pada persoalan mendasar (ashbabul masa'il) terkait dengan kesejahteraan umat. Dengan demikian, peran NU dalam menjalankan gagasan ''Islam transformatif'' bisa benar-benar dilakukan dengan bersentuhan langsung dengan mereka yang tertindas (mustad'afin) secara sosial dan ekonomi.

 

Terkait dengan itu, Gus Mus juga pernah menyampaikan sindiran dan otokritik mendasar dengan mengatakan, ''Saya tidak habis pikir, NU itu tidak punya banyak uang, tapi pengurusnya kaya-kaya.'' Sindiran tersebut hendaknya dapat dijadikan refleksi bersama terkait dengan prinsip keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya warga nahdliyin di level grassroots, untuk memperoleh akses kesejahteraan dan merasakan hadirnya peran negara dalam mengangkat hajat hidup dan martabat mereka sebagai warga negara.

 

Singkat kata, terpilihnya KH Mustofa Bisri atau Gus Mus sebagai rais am syuriah PB NU diharapkan bisa menjadi dorongan moral sekaligus memberikan warna baru yang lebih baik untuk pembangunan jamaah dan jam'iyah NU dalam mewujudkan cita-cita Islam rahmatan lil alamin. Sekaligus, menjadi penggerak kerja-kerja keumatan, bersama seluruh elemen dan lembaga-lembaga sosial keagamaan yang lain, menuju negara kesatuan Republik Indonesia yang sejahtera, adil, dan bermartabat di mata dunia. []

 

JAWA POS, 07 Maret 2014

Ahmad Khoirul Umam ; Kandidat Doktor Ilmu Politik di School of Political Science & International Studies, The University of Queensland, Australia

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment