Advertising

Wednesday 20 January 2010

Re: [wanita-muslimah] Re: PELAJARAN BERHARGA

 

BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
640 Perang Unta dan Kepemimpinan Perempuan

Saat Nabi Muhammad SAW mendengar kabar suksesi kekaisaran Persia kepada putri Kaisar, beliau bersabda:
-- Lan Yufliha Qawmun Wallaw Amrahumu Mraatan [H.R. Bukhariy], artinya: Sekali-kali tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. Hadits ini, seperti dinyatakan oleh Imam Ibn Hajar, diungkapkan berkaitan dengan hadits-hadits lain tentang kisah kesewenang-wenangan Kaisar Persia. Ia kemudian di kudeta dan dibunuh, dan kemudian terjadi pelimpahan kekuasaan ketangan puteri Kaisar. Dalam pandangan Muhammad al-Syawaribi, hadits tersebut tidak bisa dijadikan rujukan untuk hal yang ilzamiyah (normatif), karena diriwayatkan secara ahad (individual). Hadits ahad hanya bersifat ikhbariyah (informatif), sehingga tidak memiliki konsekwensi hukum apapun. Dalam kaidah Ushul Fiqh untuk hal-hal yang sangat prinsip yaitu ilzamiyah, haruslah berlandaskan kepada teks yang diriwayatkan secara mutawatir (kolektif).

Dalam penelusuran DR. Wahbah al-Zuhaili, tak ditemukan satupun ulama terdahulu yang membenarkan kepemimpinan perempuan dalam konteks di bidang politik. Dikatakan bahwa ulama Islam telah konsensus (ijma') dengan pernyataan bahwa kelelakian merupakan salah satu syarat utama bagi kepemimpinan tertinggi dalam lapangan politik (alFiqh alIslami, VII: 6179). Sementara pemikir Islam kontemporer juga tidak sedikit yang menyuarakan hal yang sama. Sebutlah misalnya Syah Waliyullah alDahlawi, alMawdudi dan yang lain. Dengan demikian, berarti bahwa perempuan dalam pandangan Syari'ah tidak dibenarkan untuk menduduki kepemimpinan politik tertinggi. Jamaluddin Al Afghani dalam bukunya yang berjudul 'Aisyah wa alSiyasah, menulis secara lengkap tentang biografi St Aisyah dan mencoba memberikan nasehat bagi generasi mendatang tentang keberadaan perempuan dalam politik praktis.

Itu dalam wacana. Bagaimana di lapangan?
1. Kenyataan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak menyerahkan kepemimpinan beliau kepada puteri beliau, Siti Fathimah, ataupun kepada Ummu lMu'minin St 'Aisyah yang keduanya-duanya adalah cerdas dan bijak. Keduanya memang cerdas dan bijak dalam konteks ukuran keseharian, namun bukan dalam konteks bidang siyasah (politik).
2. Siti 'Aisyah, walaupun sukses dapat memimpin puluhan ribu pasukan perang di bawah kendali perintahnya, tetapi ujung-ujungnya beliau kalah, karena tidak matang menterjemahkan situasi politik sebagai dasar untuk bertindak. St 'Aisyah menunjukkan terpuruknya peran perempuan di wilayah politik, yaitu menarik sekelompok orang untuk membangkang dan terjun ke dalam perang memimpin sebuah pasukan yang menentang keabsahan khalifah keempat, 'Ali bin Abu Thalib. Peperangan ini terjadi di Basrah pada hari Ahad 12 Jumadil Akhir 36 H / 4 Desember 656 M. menentang khalifah 'Ali bin Abi Thalib.

Ketika Khalifah 'Utsman bin Affan wafat, warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan Kufah bersepakat memilih 'Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Sebermula beliau menolak penunjukan itu. Namun semua mendesak untuk memimpin ummat. Pembaiatan beliaupun berlangsung di Masjid Nabawi. Sebagai Khalifah beliau mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Khalifah ketiga, 'Utsman bin Affan. Keluarga Umayyah menguasai hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur Iraq yaitu Abu Musa Al Asyari yang bukan keluarga Umayyah. Mereka menuntut Khalifah 'Ali bin Abu Thalib untuk mengadili pembunuh Khalifah 'Utsman. Tuntutan demikian juga diajukan St 'Aisyah. Namun Khalifah berpandangan bahwa pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Khalifah bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, beliau mendesak Muawiyah bin Abu Sofyan, Gubernur Syam, yang juga pimpinan keluarga Umayyah untuk segera berbaiat kepadanya.

Muawiyyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Khalifah 'Ustman dihukum. Bahkan Muawwiyah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar untuk menentang Khalifah. Maka Khalifah segera menyusun pasukan. Khalifah berangkat ke Kufah, wilayah yang masyarakatnya mendukung Khalifah. Beliau tinggalkan ibu kota Madinah sepenuhnya. Sementara itu St 'Aisyah, telah bergerak memimpin 30 ribu pasukan dari Makkah. Pasukan Khalifah yang semula diarahkan ke Syam terpaksa dibelokkan untuk menghadapi pasukan St 'Aisyah, yang memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas unta. Banyak pasukan juga mengendarai unta, sehingga pasukan itu dari pihak St 'Aisyah disebut Ashhab alJamal (Pasukan Unta). Maka perang itu disebut Perang Unta. St 'Aisyah tertawan setelah tandunya penuh dengan anak panah. Adapun dari pihak Khalifah 'Ali pasukan 'Aisyah disebutnya An Nakits (N-K-TS), yang diambil dari Firman Allah:
-- FMN NKTS FANMA YNKTS 'ALY NFSH (S. ALFTh, 48:10), dibaca: faman nakatsa fainnama- yankutsu 'ala- nafsihi-, artinya barangsiapa yang menebas (bai'ah), maka (bahaya) penebasannya atas dirinya sendiri.

Kerugian peperangan itu sangat besar.
-- Pertama, kerugian jiwa, yaitu dari pihak St 'Aisyah sejumlah 16,796 orang terbunuh, dan dari pihak Khalifah 1,070 orang.
-- Kedua, perpecahan mazdhab, mereka para penyokong St 'Aisyah dan Muawiyah disebut Ahlussunnah, dan para penyokong Khalifah disebut Syi'ah (partai) 'Ali, dan yang menyedihkan ialah yang pada mulanya hanya berupa mdzhab politik, namun ujung-ujungnya menjadi madzhab theologi, yaitu Madzhab Ahlussunnah dan Madzhab Syi'ah (tanpa menyebutkan 'Ali lagi).

***

Ala kulli hal, dalam Hadits yang telah dikutip di atas, ungkapan "urusan mereka" (Amruhum), adalah urusan dalam konteks kancah politik. Alhasil, tidak akan beruntung kaum yang mendiami sebuah negeri, tidak terkecuali Indonesia ini, jika dipimpin oleh perempuan dalam urusan politik. Sedangkan St 'Aisyah yang begitu cerdas dan bijak dalam kehidupan keseharian, akan tetapi gagal dalam kepemimpinan politik, maka betapa pula oleh perempuan yang biasa-biasa saja. WaLlahu a'lamu bisshwab.

*** Makassar, 29 Agusutus 2004
http://waii-hmna.blogspot.com/2004/08/640-perang-unta-dan-kepemimpinan.html

----- Original Message -----
From: "4N17R4 UP4ND4 H4F45" <nitra_hafas@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, January 20, 2010 21:59
Subject: Re: [wanita-muslimah] Kepemimpinan Perempuan, Mengapa Tidak?

Mari kita bahas diawali dari makna katanya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menetapkan kata Pimpin memiliki arti memimpin (verba).

"Memimpin"
memiliki arti :
(1) mengetuai atau mengepalai;

(2) memenangi paling
banyak;

(3) memegang tangan seseorang sambil berjalan, membimbing;
(5) melatih (mendidik, mengajari) agar (seseorang) dapat mengerjakan
sendiri.

Pemimpin berarti orang yang memimpin; arti
lainnya petunjuk. Sementara Pimpinan berarti hasil memimpin;
bimbingan; tuntunan.

Kata kepemimpinan (nomina) berarti perihal pemimpin; cara memimpin.

Berkaitan dengan judul posting Kepemimpinan Perempuan berarti Perihal Pemimpin Perempuan dus bagaimana seorang perempuan memimpin.

Kalau kita cermati makna kata, maka tidak ada salah dengan Kepemimpinan Perempuan atau jawaban dari judul postingan ini adalah Sangat Bisa dan tidak ada nash yang bisa membatalkannya.
Tapi nanti dulu, kepemimpinan seperti apa dan level apa dulu. Semua kita adalah pemimpin minimal pemimpin untuk diri kita sendiri.

Rasanya tidak perlu ada diskusi soal pemimpin tertinggi kaum muslimin bahwa Khalifah adalah frame mutlak dari seorang laki2. Kalaupun ada contoh2 pada jaman pra kenabian SAW itulah pada tataran skup dan lingkup sejarah yang diluar masa kenabian SAW.

Seorang pemimpin tertinggi kaum muslimin sangat logis jadi ranah mutlak seorang laki2 karena sifat dasar perempuan tidak memungkinkan secara fitroh untuk bisa berada di garda terdepan kalau diharuskan qital atau perang terbuka / fisik.
Kalaupun ada alasan bahwa jaman sekarang perang fisik memungkin seorang pemimpin duduk di belakang meja dengan hanya memegang tombol kendali dan tidak perlu harus menghunus pedang menghadapi musuh, itu juga bisa dimentahkan. Karena tidak masuk akal apabila dari kalangan laki2 tidak ada yang lebih mampu dari dia.

Mari kita berbicara fakta. Ratu Bulqis sekalipun tidak sanggup menghadapi Raja Sulaiman AS pada masanya karena faktanya Raja Sulaiman memang jauh lebih cerdik dan agung kekuasaannya.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment