Advertising

Tuesday 19 January 2010

Re: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

 


----- Original Message -----
From: "Ary Setijadi Prihatmanto" <ary.setijadi@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 19, 2010 19:33
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

lha makanya Eyang,

sudah tahu konotasinya NEGATIP(pake P tebel),
katanya "irhab" bermakna positif,
kok "irhab" = "lakukan teror", ini kan tidak artinya TIDAK SAMA.
Kontradiktif kan?
####################################################
HMNA:
Tidak kontradiktif, sebab yang bilang "kok "irhab" = "lakukan teror", itu ente, bukan saya. Sekali lagi saya ulangi: teror itu netral, bisa berkonotasi positif, bisa berkonotasi negatif.
Irhab itu bermakna terror yang terpuji dan dibenarkan agama
Saya beri contoh kata fundamentalis, walaupun berkonotasi negatif, tetapi saya tidak keberatan dibilangin fundamentalis, karena menurut saya fundamentalis itukan sinonim dengan Ahlus Sunnah.
*******************************
BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM

WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
[Kolom Tetap Harian Fajar]
092. Arus Informasi Tentang Isu Demokrasi, Fundamentalisme dan Terrorisme
Antara Prasangka, Teori dan yang Empiris

Masih ingat ancaman Presiden Bosnia Alija Izetbegovic beberapa waktu yang lalu? Jika dunia internasional meninggalkannya sendirian melawan Serbia dan Kroasia, ia akan melancarkan terrorisme di Eropa bahkan di mana saja. Pengungsi Bosnia yang ditaksir sekitar 2,5 juta yang tersebar di Eropa memang sangat potensial untuk itu. Rupanya ancaman Alija ini ada juga hasilnya. Sejak itu negara-negara Eoropa yang enggan mendukung Clinton untuk bertindak keras terhadap Serbia, mulai serius. NATO sudah mau juga bertindak keras.

Namun bukan itu yang menjadi pokok pembicaraan, melainkan dari segi informasi. Tata-komunikasi barat ibarat santet yang tukang sirap berita, menyebabkan para konsumen berita terpukau olehnya, lalu melahap bulat-bulat istilah terrorisme dalam berita itu.

Arus informasi yang didominasi oleh tata-komunikasi barat yang memiliki sarana, peralatan dan jaringan organisasi yang unggul, hampir berhasil membentuk opini sebagian besar konsumen berita. Penggunaan ungkapan hampir dan sebagian besar dalam kalimat di atas menunjukkan secercah optimisme, bahwa tidak semua konsumen melahap berita itu bulat-bulat. Ada juga, walaupun sebagian kecil, yang tidak hanyut oleh arus informasi tersebut, yaitu yang mengunyah dan mencerna berita itu secara selektif dan cermat. Saya teringat sebuah film yang berjudul Le Corsaire Noir, Si Bajak Laut Hitam sebuah film asal Perancis. Sepintas lalu film itu isinya sangat sederhana, menceritakan hubungan asmara antara Si Bajak Laut dengan seorang "Lady" teras bangsawan penguasa sebuah puri di daratan Brittania. Namun ada yang menarik untuk disimak dari dialog di antara keduanya. Sang Lady menanyai mengapa kekasihnya itu menjadi bajak laut. Si Bajak Laut menjelaskan bahwa ia seorang raja dari kerajaan yang berwilayahkan kapalnya. Saling bunuh dan rampas-merampas diperbolehkan oleh tata-dunia di antara dua kerajaan yang sedang berperang. Sebagai seorang raja yang berdaulat atas wilayahnya ia berhak menentukan sendiri, kerajaan mana lawannya dan yang mana sekutunya.

Maka dalam tata-komunikasi kontemporer bajak laut tersebut adalah terroris. Akan tetapi andaikata Bosnia ditinggalkan sendirian lalu mereka itu membentuk kelompok-kelompok perlawanan dalam wilayah yang lebih luas, dapatkah mereka itu disebut terroris?

Tunggu dahulu!
Dalam S.Al Hajj 39 dan 40 Allah berfirman:
-- Udzina lilladziena yuqataluwna biannahum dzhulimuw wa inna Llaha 'ala nashrihim laqadier. Alladziena ukhrijuw min diyarihim bi qhayri haqqin illa an yaquwluwna rabbuna Llah, artinya:
-- diizinkan berperang bagi mereka yang dizalimi dan sesungguhnya Allah berkuasa memenangkan mereka. Yaitu mereka yang diusir dari tanah airnya dengan tidak semena-mena, hanya karena mereka berkata Maha Pengatur kami adalah Allah.

Orang-orang Bosnia itu dizalimi, dzulimuw, diusir dari tanah airnya, ukhrijuw min diyarihim, karena apa? Karena mereka mengatakan rabbuna Llah, Maha Pengatur kami adalah Allah, kami adalah orang-orang Muslim yang menyembah Allah. Pantaskah orang-orang Bosnia itu apabila ditinggalkan sendirian oleh dunia internasional disebut terroris, kaum fundamentalis yang berkonotif negatif dalam tata-komunikasi barat, jika mereka membentuk kelompok-kelompok perlawanan di pelosok-pelosok Eropa?

Mereka tidak pantas disebut terroris yang berkonotasi negatif. Mareka itu adalah kelompok-kelompok pejuang, regu-regu jihad, bukan teroris! Kita tidak boleh terkicuh oleh tata-komunikasi barat. Maka alangkah sumbangnya omongan Prof Dr Samuel Huntington dalam majallah Time, terbitan 28 Juni 1993. Huntington ini atas dasar prasangka terhadap dunia Islam melalui jalur tata-komunikasi barat menyalurkan sangkaan yang dibungkus dengan teori ilmiyah perihal Islam mengancam demokrasi barat. Dalam Time tersebut dapat kita lihat bagaimana kacamata guru besar ilmu politik dari Harvard University ini melihat Islam. Bahwa musuh barat dewasa ini adalah Islam, karena kehadiran Islam akan mengancam keberadaan demokrasi barat, demikian Huntington, yang konon kabarnya di Indonesia ini salah seorang tokoh narasumber yang buku-bukunya menjadi rujukan para mahasiswa dan dosen dalam ilmu sosial dan politik. Oleh karena itu, demikian Huntington, barat harus mewaspadai gerakan-gerakan kaum fundamentalis Islam.

Kalau saya tidak salah dalam sebuah acara sejenis tangkas cerdas di televisi, yang juru omongnya (MC) adalah Rano Karno, ada pertanyaan tentang sebuah negara fundamental Islam, theokrasi, dan dikatator. Remaja kita peserta tangkas cerdas itu tidak ada yang dapat menjawab. Maka dengan rasa bangga Rano Karno membacakan, bahwa itu adalah negara Iran.

Itulah prasangka yang dibungkus kemasan teori ilmiyah disalurkan melalui jalur tata-komunikasi barat. Benarkah Iran itu sebagai suatu negara, ataupun kelompok-kelompok pejuang Islam adalah kaum fundamentalis, yang berbahaya bagi demokrasi barat, menurut Huntington?

Kantor Berita Reuter, yang dimuat di Fajar 10 Agustus 1993 yang lalu, menyiarkan seperti berikut: "Rafsanjani yang dilantik Rabu lalu untuk menduduki kursi kepresidenan selama empat tahun untuk yang kedua kalinya, menunjuk tim pemerintahannya yang beranggotakan 23 orang. Dia mengajukan nama-nama tersebut melalui sepucuk surat yang dibacakan dalam majelis. Sedemikian jauh tidak segera ada indikasi dari kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka akan menerima seluruh menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut."

Ada pepatah, nilai warisan budaya moyang kita yang masih relevan hingga kini: Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu gamang jua. Ini berlaku pula bagi Huntington. Huntington, sang Tupai ini akhirnya gamang juga, oleh berita yang dikutip di atas itu. Apabila kita sedikit jeli, berita tersebut mengungkapkan bahwa teori tentang ancaman fundamentalisme Islam yang membahayakan demokrasi barat, tidak membumi. Teori tersebut ditolak oleh realitas dari dunia empiris.
Selama ini saya menyangka bahwa sistem pemerintahan negara yang berbentuk republik hanya dua jenis: Kabinet persidensial dan kabinet parlementer. Itulah demokrasi barat. Lalu bagaimana dengan sistem pemerintahan Republik Islam Iran? Cobalah baca penggalan berita: Sedemikian jauh tidak segera ada indikasi dari kalangan konservatif (dalam majelis) apakah mereka akan menerima seluruh menteri yang diusulkan oleh Rafsanjani tersebut.

Rafsanjani mengusulkan menteri ke majelis. Apa artinya itu? Proses pembentukan pemerintahan dilakukan presiden bersama-sama dengan majelis. Terus terang belum pernah saya dengar sebelumnya proses pembentukan pemerintahan seperti itu dalam ilmu tatanegara. Demikian pula melalalui berita itu dapat kia lihat bagaimana Syari'at Islam "wa amruhum syura baynahum", dan urusan mereka dimusyawarakan di antara mereka, dijabarkan ke dalam Ilmu Fiqh dalam ruang lingkup ketatanegaraan oleh ummat Islam yang Syi'ah. Sebelum membaca berita itu saya belum tahu tentang penjabaran Syari'at ke dalam Fiqh di kalangan Syi'ah itu, karena saya bukan Syi'ah, namun saya sangat berterima kasih kepada Syi'ah oleh karena ilmu saya bertambah (terlepas dari perbedaan theologi antara Ahlu sSunnah dengan Syi'ah).

Semestinya pers kita merengguk keluar menjadi milik kita istilah fundamentalis Islam dari tata-komunikasi barat dengan memberikannya konotasi yang positif. Sebab bukankah fundamentalis berarti Ahlu sSunnah? Fundamentalis Islam adalah ahlu sunnah, bukan teokrasi dan bukan pula diktator, terlebih-lebih lagi bukan terroris yang berkonotasi negatif. Huntington perlu belajar dari fundamentalis Islam tentang proses yang sangat demokratis dalam pembentukan kabinet. Bagaimana tuan Huntington dan para pengagumnya yang ada di kampus-kampus Perguruan Tinggi di Indonesia? WaLlahu a'lamu bishsshawab.

*** Makassar, 22 Agustus 1993
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
http://waii-hmna.blogspot.com/2007/06/092-arus-informasi-tentang-isu.html

####################################################

Lha biasanya gigih bilang,
- "shaum" != "puasa"
- "sholat" != "sembahyang"
- dst.
Kok tumben, sekarang bilangnya sekarang begitu?

istiqamah itu gak mudah Mbak Lina!

----- Original Message -----
From: H. M. Nur Abdurahman
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 19, 2010 7:36 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

----- Original Message -----
From: "Ary Setijadi Prihatmanto" <ary.setijadi@gmail.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, January 19, 2010 08:04
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

:-) gayanya sangat liberal kalo sudah gini... hihihihi
gimana kalo gaya berargumen yang sama dilakukan lawan diskusinya?
Lalu kalo ada orang barat bilang Islam mendukung Terorisme, marah-marah...
Lha wong sendirinya yang bilang...

Tentu saja pemadanan istilah antara satu bahasa dengan bahasa lain,
harus memperhatikan konteks kekinian dan RASA bahasa.

Jumhur ulama sepakat "Irhab" (buat gentar) dalam Islam tidak pernah
dimaksudkan bukanlah irhab dalam kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini, dan
bukan pula irhab dalam kejadian mencekam yang problematis sekarang ini JADI
TIDAK pernah dimaksudkan untuk menjustifikasi aksi TERORISME.
#########################################################################
HMNA:
Sekarang ini istilah teror / terorisme selalu berkonotasi negatif karena selalu
dikatkan pada politik.
Dr. F. Budi Hardiman dalam artikel " Terorisme : Paradigma dan Definisi"
menulis :
Teror adalah fenomena yang cukup tua dalam sejarah. Menakut-nakuti,
mengancam, memberi kejutan kekerasan atau mem¬bunuh dengan maksud
menyebarkan rasa takut adalah taktik-taktik yang sudah melekat dalam
perjuangan kekuasaan, jauh sebelum hal-hal itu dinamai "teror" atau
"terorisme".
Kata "assassin" mengacu pada gerakan dalam Perang Salib abad ke-11
Masehi yang mengantisipasi terorisme internasional di era globalisasi
ini. Kata "teror" masuk ke dalam kosakata politis baru pada Revolusi
Prancis (Pada waktu Maximilien François Marie Isidore de Robespierre
memegang tampuk kekuasaan dalam Revolusi Perancis, dikenal sebagai
periode teror -HMNA-).

Di akhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang PD II,
"terorisme" menjadi teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim
Stalin pada 1930-an yang juga disebut "pemerintahan teror". Di era
Perang Dingin "teror" dikaitkan dengan ancam¬an senjata nuklir.
Istilah "terorisme" sendiri pada 1970-an dikenakan pada beragam
fenomena: dari bom yang meletus di tempat-tempat publik sampai dengan
kemiskinan dan kelaparan. Beberapa pemerintah bahkan menstigma
musuh-musuhnya sebagai "teroris" dan aksi-aksi mereka disebut
"terorisme". Istilah "terorisme" jelas berko¬notasi peyoratif, seperti
juga istilah "genosida" atau "tirani". Karena itu istilah ini juga
rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang
penyalahguna-an. Namun pendefinisian juga tak lepas dari keputusan
politis."
Mengutip dari Juliet Lodge dalam The Threat of Terrorism (Westview
Press, Colorado, 1988), "teror" itu sendiri sesungguhnya merupakan
pengalaman subjektif, karena setiap orang memiliki "ambang
ketakutannya" masing-masing. Ada orang yang bertahan, meski lama
dianiaya. Ada yang cepat panik hanya karena ketidaktahuan. Di dalam
dimensi subjektif inilah terdapat peluang untuk "kesewenangan"
stigmatisasi atas pelaku terorisme.

Alhasil, sebenarnya istilah terorisme adalah sebuah istilah yang
netral, bisa bermakna negatif atau positif, tergantung kepada siapa,
kapan, dan untuk tujuan apa teror tersebut digunakan. Karena itu, teror
dan terorisme bisa dikelompokkan dalam dua kategori : (i) terror yang
terpuji dan dibenarkan agama, serta (ii) teror tercela yang dilarang
agama.
###############################################################

Buat Gentar musuh-musuh Allah!!
dengan menjadi pembeda antara yang haq dan batil,
dengan menjadi hakim yang adil
dengan menjadi muslim dengan kompetensi tinggi dan berbudaya
dengan menjadi negara yang BERSIH, KUAT dan ADIL

----- Original Message -----
From: H. M. Nur Abdurahman
To: wanita-muslimah@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 19, 2010 12:12 AM
Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

----- Original Message -----
From: "aldiy" <aldiy@yahoo.com>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Monday, January 18, 2010 19:51
Subject: [wanita-muslimah] Re: Teror yang bermanfaat

Itu karena Abah HMNA berpikiran sempit atau menyempit2kan pikirannya
sendiri. Nggak sadar bahwa dia jadi menghina hukum kuno Yahudi yang juga
diadopsi oleh Arab di permulaan Islam. Secara nggak langsung Abah jadi
menghina nabi juga. Masak hukum qishas dibilang teror yang bermanfaat?
#####################################################################################################
HMNA:
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu)
kamu turhibuwna musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. (QS. Al-Anfal 8:60).

turhibuwna, tidak diterjemahkan, fi'il /verb dalam tasrif'konyugasi orang
kedua jamak, dari akar kata [Ra-Ha-Ba, rahiba = membuat orang lain
ketakutan, menteror], bentuk isim/nounn) irhab = teror. Setiap orang yang
membuat orang yang ia inginkan berada dalam keadaan ketakutan adalah seorang
teroris. Teroris bisa berwujud orang, bisa berwujud peraturan
perundang-undangan. Terorisme adalah sebuah ungkapan yang netral, bisa
bermakna negatif atau positif, tergantung kepada siapa, kapan, dan untuk
tujuan apa teror tersebut digunakan. Karena itu, teror dan terorisme bisa
dikelompokkan dalam dua kategori : (i) terror yang terpuji dan dibenarkan
agama, serta (ii) teror tercela yang dilarang agama.

===============================
Teror Terpuji dan Diperintahan Agama
===============================
Yaitu teror yang menyebabkan ketakutan di kalangan pelaku kebatilan dan
kemaksiatan, sehingga membuat mereka yang belum berbuat kebatilan dan
kemaksiatan tidak berani melakukan kebatilan dan kemaksiatan, atau membuat
jera orang-orang yang terlanjur berbuat kebatilan dan kemaksiatan sehingga
menghentikan perbuatannya dan tidak melanjutkanya.
Teror jenis ini adalah sesuatu yang terpuji dan diperintahkan oleh agama. Di
antara dalilnya adalah ayat (8:60) di atas itu

=====================================
Teror yang negatif, tercela dan dilarang Agama
=====================================
Yaitu menempatkan teror tidak pada tempat yang sebenarnya, dengan tujuan
membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar. Al-Furqan adalah standar
yang dipakai untuk menilai apakah sebuah teror termasuk kategori teror
positif atau negatif.
Al-Quran petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan Al-Furqan ((QS. Al-Baqarah, 2:185).
Al-Furqan dari akar kata [Fa-Ra-Qaf = membelah), membelah antara yang
bernilai (baik dan benar) dengan tidak bernilai (jahat dan salah)

Nilai ada yang utama ada yang tidak utama atau pendukung, instrumental.
Nilai utama bersumber dari wahyu dan nilai yang instrumental berasal dari
akar yang historis, yaitu produk akal-budi manusia. Dengan perkataan lain,
nilai utama adalah nilai agama dan nilai yang instrumental adalah nilai
budaya. Nilai agama adalah mutlak, tidak bergeser dan nilai budaya tidak
mutlak dapat bergeser. Nilai budaya dapat saja tidak bergeser, jika nilai
budaya itu larut dalam nilai agama. Hukum Allah itu mutlak adanya.
##########################################################################################.

Hukum qishas itu hukum kuno
##################################################################################################
HMNA:
Saya ulangi di copy paste dari bawah
Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah,2:179)

Bila seorang yang membunuh tanpa alasan yang dibenarkan agama dihukum
setimpal, alias dibunuh.nyawa si pembunuh ini akan melayang. Namun, ratusan
dan bahkan ribuan nyawa-nyawa lain akan terselamatkan, karena "calon-calon
pembunuh" lainnya akan gentar, dan mengurungkan niatnya untuk membunuh, demi
menyelamatkan nyawanya sendiri. Irhab/teror ini mungkin tidak bisa diraih,
kecuali dengan Hukum Qishaash ini. Hal yang serupa juga terjadi paada
Hukum--hukum Hudud lainnya, seperti hukuman bagi pencuri, perampok,
pembegal, peminum minuman keras, pezina dan lain
sebagainya. Penegakkan Hukum Hudud kepada mereka akan menyebabkan mereka
jera, dan yarhibuwa = menteror "calon-ccalon kriminil" lainnya agar
mengurungkan niat kejahatannya.
Hukum Allah itu mtlak, bukan hukum kuno. Liaht uraian singkat ttg sistem
nilai di atas.
######################################################################################################

yang berlandaskan keadilan. Jadi asasnya tetep seperti hukum jaman sekarang
juga, asas keadilan BUKAN TEROR! Ini ulama macem apa, kalo orang betawi udah
dicabein mulutmu tuh.
Wong udah tua, banyaklah nyebut dan introspeksi diri, kapan lagi dong?
############################################################################################
HMNA:
Saya itu tua-tua kelapa makin tua makin berminyak. Justru Mialah yang mesti
tobat karena menyatakan: Hukum qishas itu hukum kuno. Hukum Qishaas itu
Hukum Allah, lihat ayat (2:179) di atas. Kalau Mia tidak bertobat dari
sekarng, insya-Allah Mia itu niscaya menjadi tua-tua keladi, makin tua makin
menjadi.
###########################################################################################
>
> salam
> Mia
>
>
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Wikan Danar Sunindyo
> <wikan.danar@...> wrote:
>>
>> saya nggak habis pikir dengan soal teror meneror ini
>> karena justru dalam islam, diajarkan untuk islah, damai
>> pendekatannya adalah saling memaafkan, bukan sekedar qisas
>> di jaman nabi atau khalifah ada shahabat yang sampai membatalkan hukum
>> qisas karena keluarga memaafkan pembunuhnya
>> saya bayangkan seandainya semua orang yang merasa terluka terus
>> mengqisas yang terjadi adalah dendam yang tak berkesudahan
>> misal anak seorang pembunuh yang bapaknya dibunuh walaupun dengan
>> jalan yang adil, bisa berkembang pula jadi pembunuh
>>
>> salam,
>> --
>> wikan
>>
>> 2010/1/18 donnie damana <donnie.damana@...>:
>> > Berarti Abah menjustifikasi Amerika yang melakukan pembunuhan terhadap
>> > siapa yang dianggap sebagai orang2 yang berjiwa kotor i.e. al qaedah
>> > dan orang-orang yang ingin menteror kehidupan mereka?
>> > Toh menurut mereka ini teror yang bermanfaat untuk deterence bagi
>> > orang2 yang mereka anggap jahat tersebut.
>> >
>> > Salim,
>> > :D
>>
>> Teror yang bermanfaat
>>
>> Tidak semua teror itu tercela. Qisash merupakan sebuah bentuk teror
>> kepada
> orang-orang yang berjiwa kotor, agar mereka tidak berani mencelakakan
> orang
> lain, terlebih menghilangkan nyawa orang lain. Dengan adanya "terror"
> qisash,
> orang tidak akan berani membunuh orang lain dengan semena-mena dan tanpa
> alasan
> yang dibenarkan. Masyarakat akan merasakan keamanan dan nyawa mereka
> terjaga.
> Allah berfirman :
>> ?????????: ??? ?????????? ??????? ??? ?????? ???????????? ???????????
> ?????????? ?
>> Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
> orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa. (S. Al-Baqarah, 2:179)
>>
>> Bila seorang yang membunuh tanpa alasan yang dibenarkan agama dihukum
> setimpal, alias dibunuh.nyawa si pembunuh ini akan melayang. Namun,
> ratusan dan
> bahkan ribuan nyawa-nyawa lain akan terselamatkan, karena "calon-calon
> pembunuh"
> lainnya akan gentar, dan mengurungkan niatnya untuk membunuh, demi
> menyelamatkan
> nyawanya sendiri. Teror ini mungkin tidak bisa diraih, kecuali dengan
> sanksi
> hukum qisash ini. Hal yang serupa juga terjadi pada hukum-hukum hudud
> lainnya,
> seperti hukuman bagi pencuri, perampok, pembegal, peminum minuman keras,
> pezina
> dan lain sebagainya. Penegakkan hukuman hudud kepada mereka akan
> menyebabkan
> mereka jera, dan menerror "calon-ccalon kriminil" lainnya agar
> mengurungkan niat
> kejahatannya.
>>
>> Karena korupsi dan perzinaan sudah sangat mewabah di negeri kita ini,
>> maka
> perlu sekali sanksi potong tangan dan sanksi rajam / cambuk dijadikan
> hukum
> positif untuk menteror masing-masing para koruptor kakap dan para pezina
> yang
> sudah kawin / bujangan dan gadis belia itu.
>>
>> Salam
>> HMNA

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment