============ ========= ========= ========= ========= ========= ========= ====
Perlu dibaca buat mommy2 nih.... Kayaknya resep anak2
kita banyak yg
mengandung antibiotik n morphin tuh....
Itulah sebabnya, Pak di negeri ini kita juga harus punya
tambahan
keahlian, yaitu ahli ttg personal medic. Ini bukan berarti
kita
belajar menyaingi para dokter yg sekolah 5 tahun, tapi
kita menguasai
basic-basic dari ilmu kesehatan itu sendiri.
Diantaranya :
- kita mengerti apa itu virus dan bakteri,
- bagaimana mekanisme tubuh melalui demam mengatasi serangan
virus/bakteri tsb,
- apa yg harus dilakukan jika kita mengalami tanda2 infeksi,
- apa2 saja tanda2 klinis yg harus diobservasi jika terjadi
infeksi
- apa tanda kegawatan yg harus dicermati shg kita harus
ke dokter,
- apa home treatment yg tepat utk infeksi yg dialami
- apa yg harus anda tanyakan ke dokter anda jika anda
terinfeksi
- bagaimana cara anda mendapatkan informasi yg dibutuhkan
ttg penyakit
yg anda derita
- komunitas yg bisa saling sharing ttg hal ini
Saya juga sebelumnya awam ttg medis. Anak saya flu akibat
virus, atau
demam krn virus sdh panik tergopoh2 ke dokter. Sudah itu
dikasih pula
berbagai antibiotik, kortikosteroid, bronkodilator, bahkan
obat2an
golongan morphin ke dalam puyer yg diminum anak saya!
(coba lihat kalo
ada codein di puyer anak anda- di Eropa itu terlarang
utk anak <12 th)
Oh ya, puyer hanya dikenal dinegeri sketsa ini lho, dan
sangat rawan
polifarmasi (penyimpangan obat / IRUD). Puyer tidak diresepkan
di
negara2 Barat karena resiko kontaminasi dan polyfarmasi
tsb.
Itu sebabnya saya terbuka pemikiran saya saat Medical
Group kami
mengundang dr. Purnamawati, ahli hepatolog yg juga pendiri
Komite
Rational Use on Drugs (RUD) di UI, sekaligus wakil WHO
utk
pemberantasan TBC, disamping beliau sbg pengajar di fakultas
kedokteran UI dan pengasuh web dan milis SEHAT.
Sejak itu saya berubah. Saya lebih banyak membaca ttg
guideline medis.
Saya tdk gampang panik ke dokter. Sebelum ke dokter, saya
selalu
browsing diagnosa apa yg mungkin terjadi, dan kami bawa
print artikel
tsb utk dialog dgn dokter. Hasilnya? Saya berganti 3x
DSA anak saya,
sampai kami bertemu dgn DSA yg mau berdialog yg setara.
Bahkan saat
anak kami terdiagnosa ISK, kami berdialog dgn dokter kami
ttg hasil
lab tsb, apa tafsirannya, tes apa yg dibutuhkan utk mengconfirm
diagnosa tsb, dan bahkan kami mendiskusikan terapi Antibiotik
apa yg
tepat berdasarkan uji resistensi bakteri!
Kenapa mayoritas dokter kita irasional? Ada banyak hal.
Pertama, dokter kita cenderung mengikuti kebiasaan senior
mereka dalam
memberikan obat, dan bukan mengikuti SOP kedokteran.. .
Chief Medical Officer kami cerita waktu dia pertama kali
kerja sbg
dokter perusahaan di sebuah MNC, dia pernah dapat pasien
common cold
dan diresepi obat aneka rasa. Dia cerita betapa bangga-nya
dia saat
melihat resep yg penuh tulisan tangannya tsb. Namun saat
dia
berdiskusi dgn dokter senior expat dari luar negri, dia
justru
ditertawakan oleh dokter expat tsb. Dia bilang, "orang
ini memang
sakit apa? Anda mau mengobati sakitnya atau gejalanya?".
Dan si CMO
saya tsb merasa sangat malu krn-nya.
Kedua, industri obat kita tidak diregulasi oleh Pemerintah.
Karenanya
dgn bebas ditawarkanlah komisi 30% kpd dokter yg sering
pakai obat2
keluaran mereka. Ini pengakuan dari dokter yg aktif di
milis SEHAT.
Di luar negri tidak begitu. Di US, jika dokter mau kasih
antibiotik
level 3, maka dia harus telpon ke Komite Pengawas Antibiotik,
dan dia
harus menjelaskan kenapa dia memberikan AB level 3 tsb.
Kenapa tdk
diberi yg level 1 atau 2. Sudah uji kultur dan resistensi
belum?
Dsb..dsb...
Disini, anak saya waktu batuk-pilek diresepin obat Cefat,
yg isinya
cefixim,AB level 3. Bahkan dr. Waty cerita di sebuah RS
seorang anak
diberi Vancomycin, AB level 4. Apa bahayanya?
Nah kalo bakteri baik jadi ganas krn AB yg tdk pada tempatnya
dan
resistensi di AB level 4 ini, trus obat apa lagi yg bisa
kita pakai
utk membunuhnya? Ini istilahnya 'Super Bug'. Di Singapura,
kasus Super
Bug pernah terjadi di ICU sebuah RS, dan ICU tsb terpaksa
harus
disterilkan selama 4 hari utk mencegah penularan Super
Bug ke dunia luar.
Ketiga, Pasien kita yg tidak rasional, karena tidak tahu.
Dulu saya
kalo berobat selalu minta AB yg tokcer. Kalo ke dokter
pulangnya harus
bawa obat. Akibatnya dokter takut kalo tdk kasih obat
pasien bakal
lari. Begitu juga pengakuan seorang dokter tetangga saya,
yg waktu
bertugas di pedalaman Lampung biasa pakai obat yg disuntikkan,
padahal
dia tahu menyuntik obat beresiko sangat tinggi, krn begitu
kejadian
alergi thd obat tsb, maka obat yg dimasukkan tdk bisa
ditarik lagi.
Skrg, saya ke dokter lebih banyak utk konsultasi. Beberapa
minggu lalu
saya konsultasi ke Ahli Gizi, bayar 130rb, pulang tanpa
bawa obat.
Kita diskusi ttg grow chart dan minta periksa fisik si
anak, anamnesa,
cek kemungkinan kelainan di paru-paru, hati, atau phimosis.
Pulangnya
Cuma dikasih rekomendasi jadwal pemberian makanan, krn
anak saya yg
ini tergolong kurus (BB di persentil 25 di GC-nya...)
Saya eager mempelajari masalah medis bukan karena saya
suka, tapi
karena saya HARUS.
Saya mulai merasa HARUS menguasai ini begitu kenal dr.
Wati.
Sebelumnya, saya juga sangat awam dgn medis dan PERCAYA
alias give
blanket policy ke para dokter yg kita datangi. Namun begitu
selesai
sessi pertama beliau, saya betul2 shock dgn fakta malpraktek
yg
ada.Kalau anak anda pernah dikasih puyer (ini isinya bisa
rame sekali:
ada antibiotik, kortikosteroid, bronkodilator alias obat
asma, obat
kejang, kadang dicampur morfin!), Imboost, antibiotik,
obat TBC
(TB-Vit, pyrafit, etc), dsb maka anda kemungkinan besar
sudah menjadi
korban malpraktek tanpa sadar. Bayangkan obat beginian
dikasih ke anak
anda yg masih dibawah 5 tahun, bahkan waktu anak pertama
saya pilek di
usia 4 bulan!
Karenanya saya sbg yang kebetulan sedikit dapat ilmu SEHAT,
merasa
mendapat beban amanah utk sharing ke siapapun disekitar
saya ttg ini.
Karena kalau gerakan SEHAT ini tidak segera menyebar oleh
kita, maka
siapa lagi yg akan mengubah dunia medis kita? Saya sendiri
khawatir
kalau dr. Waty wafat, apa ada dokter lain yg mau meneruskan
usaha
luar biasa beliau sebagai martir? Saya sungguh-sungguh
sedih dan
khawatir...
Mohon maaf jika saya kebanyakan ngomong..:)
Hendarwin
-yglagiprihatinsama nasiborang2neger iiniygselalujadi objekpenderita. .ohkasihandehkit a:)
.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment