ADA KESEWENANG-WENANGAN DI KALTENG
''Desa Runggu Diancam Blacklist'', demikian sebuah berita kecil di Harian
Tabengan, Palangka Raya 29 Juli 2011. Berita pendek dan menempati kolom tidak
menonjol itu lebih lanjut mengatakan bahwa "Warga Desa Runggu, Kecamatan Paku,
Kabupaten Barito Timur (Bartim) resah. Mereka mendapat informasi bahwa Pemkab
Bartim mengancam akan mem-blacklist (daftar hitam) semua akses pembangunan yang
masuk ke wilyah itu, karena warga menolak investor kelapa sawit yang hendak
berkebun di wilayah Runggu. "Pemerinth akan mem-blacklist pembangunan sebagai
dampak dari penolakan warga terhadap investor sawit", kata Randu melalui pesan
singkat yang dikirimkan ke Tabengan, Kamis, 28 Juli 2011 (Harian Tabengan, 29
Juli 2011).
Merasa bingung dan tidak tahu lagi harus ke mana mengadu, Selasa, 26 Juli 2011,
sebanyak 19 orang warga Desa Runggu Raya, Kecamatan Paku dan Desa Dayy,
Kecamatan Karusen Janang, Kabupaten Bartim, telah mendatangi DPRD Provinsi
Kalteng di Palangka Raya. Tujuan kedatangan mereka untuk meminta fasilitasi
wakil rakyat tingkat provinsi dalam mengatasi masalah yang mereka anggap sangat
penting. Kedatangan rombongan yang dikoordinir oleh Yanceh Tieh disambut oleh
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalteng Walter S.Penyang didampingi oleh sejumlah
anggota DPRD seperti Kamaruddin Hadi , Rahmat Nasution, Puding LH Bangkan,
Syarfani, dan Saidah. Yanceh, tokoh masyarakat Desa Dayu, sekaligus jurubicara
rombongan memaparkan, saat masyarakat di dua desa itu merasa sangat terganggu
dan terusik ltaran ùasuknya dua perusahaan yang berencana berinvestasi do daerah
itu. Kedua perusahaan itu, PT Ketapng Subur Lestari (PT.KSL) yang bergerak di
bidang perkebunan sawit dan PT Sumber Surya gemilang (PT. DDG) yang bergerak di
bidang tambang. Menurut wrga perusahaan yangmengaku sudah mengantongi izin
usaha dari Pemkab Bartim ini memaksa masuk dan menggarap lahan kendati sudah
mendapat penolakan tegs dari masyarakat. Alasan penolakan msyarakat ini sangat
logis, sudah tidak tersedia lahan kosong, sebab daerah tersebut sudah dikelola
menjadi perkebunan karet besar-besaran milik masyarakat dan sawah padi. "Sudah
tidak ada lahan kosong tersedia untuk dikelola perusahaan, penuhdengn kebun
karet dan padi sawh milik masyarakat. Kalau mereka memaksa masuk, artinya
menggrap lahan kami yang ada , dan kami tentu keberatan", kata Yanceh yang
diamini oleh seluruh anggota rombongan (Tabengan, 27 Juli 2011). Masyarakat dari
desa-desa itu juga sudah berusaha menyampaikan penolakan mereka kepada Pemkab
tapi sampai sekarang belum mendapat tanggapan apapun. Pihak masyarakat juga
mengajak pihak dua perusahaan tersebut untuk berbicara tetapi dijawab dengan
terus melnjutkan tindakan penggarapan lahan masyarakat. Bahkan mematok-matok
areal sekali pun tanpa mendapat persetujuan masyarakat. Dalam keadaan buntu
demikian, maka masyarakat mengirimkan wakil mereka untuk mengadu dan mencari
jalan pemecahan atas soal yang mengusik dan mengancam kehidupan mereka. "Kami
ingin menghentikan kegiatan kedua perusahaan itu yang lebih banyak merugikan
kami ketimbang membaw keuntungn", tegas Yanceh yang selanjutnya menuturkan
bahwa PT KSL yang berada di wilayah Sugai Karusen yag menjadi sumber air minl
(PDAM) masyrakat sekitar. PT.KSL membuka lahan (land clearing) menggunakan zat
kimia besar-besaran,.Tindakan ini berdampak langsung terhadap kesehatan
masuarakt yang menggantungkankan kebutuhan air dari sungai tersebut.
Tokoh masyarakat dari Desa Runggu Raya, Hamberkat menambahkan bhwa silayah Desa
Runggu Raya terdiri dari areal perkebunan karet warga yang merupakan mata
pencaharian utama masyarakat secara turun-temurun, jadi sangat sulit bagi
masyarakat untuk mengubah pola usaha mereka. Di samping itu perkebunan sawit
justru dinilai menjadi tanaman inang bagi pathogen hama dan penyakit yang
merugikan bagi pertanian local, sert sawit berdampak negatif terhadap populasi
mahluk hidup dan pencemaran lingkungan akibt penggunaan pestisida. Karena itu
seperti halnya dengan masyarkat Des Dayu, Desa Runggu Raya juga menolak keras
masuknya kedua Perusahaan Besar Swsta (PBS) perkebunan dan tambang itu ke
wilayah mereka. Dikhawatirkan dengan masuknya kedua PBS tersebut mereka akan
membabat habis kebun karet dan padi swh yang sudah berpuluh-puluh tahun
memberikan hasil dan menghidupi masyarakat. Runggu Raya merupakan salah satu
lumbung padi andalan bagi Kalteng. Dengan alasan-alasan di atas maka masyrakat
kedua desa menolak kehadiran PT.KSL dan PT SSG serta menuntut agar izin bagi
kedua PBS itu sergera dicabut oleh penentu kebijakan, karena tidak memiliki
itikad baik terhadap masyarakat, bahkan menggunakan car-cara tidk layak untuk
mencapai tujuannya. Masyarakat kedua desa itu juga menuntut agar PT.KSL dan PT
SSD jika tetap ingin operasional dan membuka lahan, masih dipersilahkan namun
harus di wilayah lain, jauh dri Sungai Karusen di bagian timur Desa Dayu.
Menanggapi tuntutan-tuntutan tersebut, Walter S.Penyang, Wakil Ketua Komisi B
DPRD Kalteng berjanji akan segera menelusuri dan menindaklanjutinya. Langkah
pertama akan menggundang kedua PBS terkait untuk didengrkan pendapat mereka.
Sedangkan anggota Komisi B DPRD Kalteng, Punding LH Bangkan menambahkan kendati
perusahaan sudah memegang izin dari Bupati, bukan berarti dapat seenaknya
mematok atau menggarap lahan masyarakat. "Izin ini kan bisa dikaji kembali. Izin
bukan surat sakti perusahaan sehingga bisa semena-mena dengan masyarakat".
Sementara itu dari Muara Teweh, Barito Utara , rakyat juga telah mengadu kepada
DPRD Kabupaten tentang pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Harfa Taruna
Mandiri (PT.HTM). PT.HTM dilaporkan oleh masyarakat Desa Lemo Kecmtan Teweh
Tegah terkait digan pencemran air yng mengalir di sejumlah anak sungai tidak
dapat dikonsumsi lantaran tercemar. Komisi C DPRD Kabupaten sudah menindak
lanjuti laporan masyarakat ini dengan mengunjungi lokasi tambang dan melihat
titik dugaan pencemran lingkunan. Namun sayang, ketika berkunjung ke sana ,
pihak perusahaan menolak DPRD dengan alasan belum mendapat persetujuan dari
manajemen PT HTM. Padahal "kunjungan kami ke sana (lokasi tambang PT.HTM resmi
dan ada surt tugs, tetapi tetap saja ditolak, Karena itu , kami aka panggil
ulang mereka ke Gedung Dewan", ujar Purman Jaya, S.Sos, Ketua Komisi C. (Harian
Kalteng Pos, 30 Juli 2011). Patut dicatat bahwa penolakan pihak PBS terhadap
kunjungan anggota-anggota DPR ke perusahaan-perusahan terjadi bukan hanya kali
ini.
Kenyataan ini memperlihatkan bahwa PBS jauh lebih berkuasa dari pemerintah .
Pemerintah dikendalikan oleh PBS, bukan PBS yang diatur oleh pemerintah.
Sehingga untuk berkunjung ke sebuah PBS, pemerintah harus mendapat persetujuan
dari manajer PBS. Demikian lemahnya posisi pemerintah di hadapan PBS.Pemerintah
pun demikian kuatnya membela kepentingan-kepentingan PBS sehingga sanggup
mengancam akan mem-blacklist (daftar hitam) semua akses pembangunan yang masuk
ke wilayah yang berani menolak investor kelapa sawit yang hendak berkebun di
wilayah.Demi membela kepentingan –kepentingan PBS, pemerintah tidak segan
mengkonsumsi air yang tercemar oleh racun-racun kimia karena ulah PBS. Tidak
perduli kebun karet dan sawah rakyat , sumber kehidupan turun-temurun dibabat.
Sambil mengatakan investor masuk demi kesejahteraan rakyat, tapi senyatanya
rakyat dipariahkan. Sambil berucap tentang pengembangan ekonomi kerakyatan yang
dipraktekkan adalah ekonomi neo-liberal yang menguntungkan para pemilik kapital
besar. Dalam konflik lahan dengan PBS sawit, rakyt selalu dikriminalisasikan.
Kalteng dijual obral seperti barang loakan, dilayani dan dilindungi mati-matian.
Menurut Gubernur Kalteng A.TerasNarang, ada 457 pemegang izi pertambangan yang
beroperasi meliputi Kuasa Pertambangan (KP) , Perjanjian Karya Pengusahaan Batu
Bara, dan Kontrak Karya, namun potensinya belum maksimal memberikan masukan bagi
daerah. Sedangkan primadona investor adalah sektor pertambangan. Tapi ternyata
belum memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan asli daerah (Harian
Tabengan. 27 Juli 2011). Dengan kebijakan dan praktek-praktek membela
habis-habisan PBS, pemerintah telah menunjukan jenisnya yang bukan pemerintah
pro rakyat, pro poor, dan betapa kotornya birokrasi sudah pengelola kekuasaan di
daerah ini, ditunjukkan oleh laporan Badan Pemeriksa Keuangan Pusat
(BPKP)melalui auditnya terhadap kabupaten-kabupaten di Kalteng. Kepala BPKP
Mardiasmo menunjukkan bahwa "pada tahun 2009 hampir seluruh pemda di Kalteng
memperoleh opini adverse (Tidak Wajar –TW). Bahkan ada yang dapatdisclaimer
(tidak memberikan pendapat). Tapi ada juga yang memperoleh opini Wajar dengan
Pengecualian (WDP)". Sehingga seperti disimpulkan oleh Harian Kalteng Pos,
"Dalam lima tahun terakhir, belum ada satu pun laporan keuangan pemerintah
kabupaten/kota di Kalteng opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Sebaliknya
justru seluruhnya mendapat rapor merah atau opini tidak wajar (Harian Kalteng
Pos,30 Juli 2011). Keadaan demikian memperlihatkan bahwa birokrasi dan
perangkat Republik Indonesia (RI) sedang menohok RI sendiri. Kebijakan dan
praktek pengelola kekekuasaan seperti yang ditunjukkan di atas, mengatakan juga
bahwa negara telah meninggalkan warganegaranya. Dalam kondisi demikian,
bagaimana penduduk Kalteng yang berjumlah cuma 2,3 juta jiwa mungkin sejahtera?
Yang terjadi kekayaan alam Kalteng diangkut keluar, rakyat dimiskinkan secara
sistematik. 60,009 persen desanya masih dalam status desa tertinggal. Penduduk
Kalteng terancam menjadi the landless people, jika menggunakan istilah Poerwanto
dan Cornelis Ley dari Universitas Gadjah Mada. Akibatnya Kalteng menjadi daerah
yang sangat rawan konflik, sekalipun sekrang perlawanan-perlawanan beladiri dan
membela hak-hak sah mereka masih bersifat spontan dan relatif damai. Tapi bukan
tidak mungkin pada masa mendatang jika keadaan begini terus berlanjut, konflik
akan mengambil bentuk lain dengan skala yang berbeda pula. Sebab kepahitan
derita dan kesewenang-wenangan itu pasti membangkitkan sebagaimana sekarang
sudah diisyaratkan. Dengan kebijakan dan praktek-praktek seperti sekarang,
pengelola kekuasaan sebenarnya sedang bermain api di tengah lahan kering di
musim kemarau. Rakyat sudah mulai mencari jalan menyelamatkan diri sendiri.
Pengelola kekuasaan dan organisasi-organisasi yang kolusif dan koruptif akan
mereka tinggalkan. Kata Dayak sudah mulai kehilangan makna mobilisasi bahkan
terhadap orang Dayak sendiri ketika pengelola kekuasaan sinonim dari
kesewenang-wenangan. ***
Kusni Sulang
Anggota Lembaga Kebudayaan Dayak Kalimantan Tengah, Palangka Raya.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment