Refleksi : Apa komentar Anda? Apakah Islam kompatibel dengan demokrasi?
http://www.surabaya
Membayangkan Demokrasi Islam
Jumat, 26 Maret 2010 | 13:02 WIB
Oleh: Jocelyne Cesari
Direktur program Islam di Barat pada Harvard University
Islam sering dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap demokratisasi, dan pembenaran atas pandangan ini cenderung mengulang gagasan ad nauseam (berlebihan) bahwa dalam Islam, politik dan agama tak terpisahkan.
Di Barat, politik yang didasarkan pada hak-hak pribadi (yang dioposisikan dengan kepentingan bersama) dan agama sebagai sesuatu yang berdiri sendiri terlepas dari negara telah menandai kemenangan pandangan liberal tentang diri dalam sebuah arena publik yang tersekularisasi.
Tidak ada gerakan yang sama terjadi di dunia Muslim. Karena itu, mungkin merupakan sebuah godaan untuk mempertimbangkan ketiadaan perkembangan ini sebagai bukti bahwa pemikiran Muslim juga menentang sekularisasi secara keseluruhan (in toto).
Dewasa ini tidak ada satu bangsapun di dunia Muslim yang tidak menyatakan Islam sebagai elemen dasar kesatuan nasional. Di dalam dunia Muslim, Islam jika bukan merupakan agama negara, maka ia berada di bawah kendali negara, bahkan di negara yang kelihatannya sekuler seperti Turki atau Irak pada zaman Saddam Hussein. Karena itu, negara hampir selalu menjadi agen utama yang bertanggung jawab terhadap kewenangan penafsiran tradisi.
Sebagai hasilnya, pemikiran Islam telah kehilangan vitalitas tertentu, tidak hanya dalam dalam masalah pemerintahan, tetapi juga dalam permasalahan budaya dan masyarakat. Jadi bukan karena apa yang disebut pemikiran Muslim itu secara alami menolak pemikiran kritis, tetapi lebih karena analisis dan penilaian lebih sering menjadi hak prerogatif khusus pihak berwenang politik.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara Islam dan demokrasi sekuler adalah pandangan yang berlaku dalam hubungan internasional, yang menggambarkan Islam dan Barat sebagai kekuatan yang bertentangan. Hal ini menciptakan suatu mentalitas terkepung di kalangan umat Muslim, dan mengubah Islam menjadi sebuah alat perlawanan politik. Karena itu, wacana keagamaan menjadi sebuah elemen kunci dalam retorika masa perang, sebuah kenyataan yang terlukis dalam tuntutan-tuntutan keagamaan yang dibuat oleh Saddam Hussein yang sebenarnya sekuler selama Perang Teluk 1990.
Hal tersebut kelihatannya seperti sebuah paradoks, tetapi umat Muslim kenyataannya memuji demokrasi sebagai sistem politik terbaik. Dalam beberapa tahun terakhir, begitu banyak jajak pendapat yang telah menunjukkan bahwa umat Muslim ingin hidup di sebuah masyarakat demokratis: mereka memuji pemilihan umum yang bebas, kebebasan berpendapat, dan hak-hak asasi manusia.
Di saat bersamaan, umat Muslim mengakui pentingnya peran yang dimainkan syariah, atau hukum Islam, dalam kehidupan mereka. Di sinilah letak perbedaan pengertian yang sering terjadi antara umat Muslim dan non-Muslim dalam pembahasan tentang demokrasi. Syariah di sini tidak mengacu kepada hukum sesungguhnya, tetapi lebih pada sekumpulan prinsip dan norma yang membimbing umat Muslim dalam pilihan-pilihan pribadi dan sosial mereka.
Paradoks serupa muncul di kalangan umat Muslim yang hidup di rezim-rezim sekuler demokratis barat. Umat Muslim beremigrasi ke Eropa dan Amerika Serikat yang memberikan kebebasan dari cengkeraman besi negara-negara Muslim atas tradisi Islam. Kebebasan ini dapat mengambil beragam bentuk dan memberikan dua hasil yang mengejutkan.
Pertama, kebanyakan umat Muslim yang tinggal di Eropa dan Amerika Serikat mengetahui dan menghargai sifat demokratis dan sekuler dari negara-negara tempat mereka bermukim. Dengan pengecualian kelompok-kelompok marjinal, seperti al-muhajirun di Inggris, tidak ada usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dari umat Muslim di Barat untuk mengubah rezim politik Barat dan mendirikan negara Islam. Kedua, umat Muslim di Barat semakin lama semakin mengkonseptualisasi
Namun ini tidak berarti bahwa semua ketegangan telah lenyap. Berbagai wilayah konflik yang terus berlangsung antara penafsiran syariah dan norma-norma sosial demokrasi-demokrasi sekuler termasuk keluarga, kedudukan perempuan dalam perkawinan dan perceraian, dan pendidikan anak-anak. Pengadilan perdata sekarang ini merupakan kebijakan paling penting sebagai pijakan umat Muslim menuntut pengakuan atas kekhususan "ke-Muslim-an" mereka yang tidak diperhatikan dalam hukum perdata yang dominan di Barat.
Gerakan ganda yang berupa kesetiaan kepada negara demokratis dan sekuler, dan secara bersamaan mempertahankan pentingnya agama pada tingkat pribadi dicerminkan dalam jajak pendapat terakhir Gallup di kalangan umat Muslim di Paris, London, dan Berlin. Mayoritas Muslim yang diwawancarai memuji bangsa dan negara tempat mereka tinggal sambil secara bersamaan menyatakan bahwa agama sangat penting artinya bagi mereka. Dalam hal ini, mereka berbeda dari mayoritas sesama warga negara lain yang non-Muslim, yang menjawab bahwa agama sama sekali tidak penting.
Keadaan ini mungkin mengganggu para pengamat Barat. Yang lebih penting, ia mencerminkan sebuah kecenderungan yang perlu dipertimbangkan para pembuat kebijakan dan cendikiawan: tidak mungkin mewujudkan sebuah model demokrasi Barat yang berdasarkan marjinalisasi atau penolakan agama di dalam masyarakat Muslim.
Umat Muslim ingin menjadi demokratis dengan cara mereka sendiri, dan bagi umat Muslim, baik yang tinggal di masyarakat Barat maupun Mayoritas Muslim, ini berarti bahwa mereka ingin norma-norma keagamaan nyata terlihat dalam kehidupan pribadi dan keseharian mereka. Lebih jauh, ini berarti bahwa para anggota masyarakat-masyarak
Ini membangkitkan kepedulian-kepeduli
Penting artinya bahwa para politikus dan intelektual Barat mengakui keberadaan proses modernisasi dan demokratisasi yang mengikutsertakan referensi-referensi Islam, sambil berjuang melindungi kelompok minoritas agama dan kebudayaan, serta menjamin kebebasan berpendapat. Tanpa batasan-batasan ini, sulit untuk membayangkan demokrasi dalam bentuk apapun, Islam atau lainnya.
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment