http://www.suarakar
Pelanggaran HAM TKI Kian Terang
Oleh Fathullah
Selasa, 23 Februari 2010
Kalau tingkat pelanggaran hak asasi manusi (HAM) di Indonesia masih tinggi, barangkali penyumbang tingginya tingkat pelanggaran itu ada di bidang tenaga kerja Indonesia (TKI). Hampir setiap tahun sekitar satu juta orang mengalami pelanggaran HAM, baik yang berstatus calon TKI (CTKI) di dalam negeri maupun yang telah menjadi TKI di luar negeri tanpa perlindungan Pemerintah Indonesia.
Pelanggaran HAM yang dialami CTKI/TKI ini bervariasi, mulai dari pelanggaran HAM ringan, berat hingga sangat berat. Pelanggaran HAM ringan, misalnya, pada saat CTKI berada di tempat PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta), mereka sering dibentak-bentak dan dicaci maki dengan ucapan yang kasar dan tidak manusiawi oleh oknum tempat penampungan sementara TKI itu. Sedangkan pelanggaran HAM berat, CTKI disekap dan diperlakukan seperti tahanan di tempat-tempat penampungan, baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun pelanggaran HAM yang sangat berat, TKI dipekerjakan secara paksa tanpa upah, diperkosa dan dianiaya, bahkan ada pula yang sampai dibunuh oleh majikannya.
Pelanggaran HAM terhadap TKI, terutama TKW/pembantu rumah tangga (PRT) dari masa ke masa kian terang benderang. Lihat, betapa lemah dan sangat bodohnya bangsa ini menyerahkan harga diri, kehormatan dan bahkan nyawa anak-anak bangsa sendiri ke pangkuan warga bangsa lain. Tanpa mempunyai keterampilan kerja dan kemampuan bahasa yang cukup, mereka yang kelihatan polos-polos dan lugu nekat diberangkatkan ke luar negeri oleh oknum-oknum PPTKIS untuk kemudian dipekerjakan tanpa bayaran. Di negeri orang, mereka diperbudak, tidak saja tenaganya, tapi juga kehormatan kewanitaannya oleh oknum sang majikan. Sebagian di antaranya bahkan diperjualbelikan layaknya barang dagangan oleh agen-agen gelap yang beroperasi di luar negeri. Aneh bin ajaib, kasus-kasus macam ini telah banyak diketahui oleh para pejabat perwakilan Indonesia di negara-negara bersangkutan. Tetapi, kenyataannya tidak banyak yang direspons, Apalagi ditangani dan diselesaikan secara tuntas.
Para penjahat dan pelanggar HAM terhadap TKI hingga kini masih tetap melakukan operasi secara leluasa, tanpa merasa bersalah dan bermasalah sedikit pun. Mengapa bisa terjadi? Karena, kebijakan TKI dan para oknum pejabat pemerintah di negara ini telah banyak berpihak atau kongkolikong untuk melindungi para penjahat dan pelanggar HAM tersebut, tentunya, hanya karena demi uang, demi uang dan demi uang semata.
Percaloan
Rekrutmen TKI, khususnya untuk PRT yang selama ini dilakukan oleh oknum PPTKIS, kenyataannya lebih banyak atau hampir rata-rata bermasalah. Permasalahan utama dalam tahap rekrutmen ini terkait praktik percaloan yang sangat meresahkan. Apalagi, para calo langsung berhubungan dengan warga yang akan direkrut untuk menjadi CTKI. Pada tahap ini calo bisa sangat leluasa melakukan bujuk rayu dan memperdayai warga miskin untuk menjadi CTKI. Buntut-buntutnya, CTKI tertarik dan keluarganya hanya bisa pasrah mengikuti permintaan para calo TKI.
Dari berbagai temuan di lapangan, selama CTKI berada dalam jeratan para calo, mereka sama sekali tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan HAM secara konkret. Tak heran, dalam masa proses 'penantian' untuk menjadi TKI, para CTKI sangat rawan mengalami pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para calo. Ironisnya, pelanggaran HAM yang terjadi dalam masa pencaloan ini sering tidak terpantau atau lepas dari perhatian pemerintah serta para penegak hukum dan HAM. Padahal intensitas kerawanan dan kejadiannya sangat tinggi sekali, misalnya, seorang warga yang secara ekonomi tergolong miskin dirayu sedemikian rupa dan setelah itu baru diikat untuk menerima sejumlah uang terlebih dahulu dengan membuat pernyataan kesediaan menjadi TKI di luar negeri.
Sasarannya adalah terhadap siapa saja. Yang penting, CTKI itu adalah perempuan yang bisa diberangkatkan ke luar negeri. Tidak peduli apakah mereka itu sudah cukup umur atau masih tergolong anak di bawah umur. Atau, apakah mereka itu punya kemampuan dan keterampilan untuk bekerja ke luar negeri atau sebaliknya tidak punya skill sama sekali.
Bagi para calo TKI, masalah-masalah demikian bukan menjadi urusannya. Bagi mereka, yang penting dokumen administrasi CTKI beres dan selanjutnya diserahkan ke PPTKIS yang akan menugaskannya untuk menjadi pekerja di luar negeri. Di sinilah keterangan dan identitas CTKI dalam dokumen kdangkala sengaja dipalsukan sesuai permintaan. Tidak aneh, bila banyak ditemukan kasus anak-anak di bawah umur tetapi di dalam KTP-nya berstatus dewasa, bahkan ada yang berstatus sudah kawin atau janda.
Pelanggaran HAM juga terjadi pada CTKI dalam proses percaloan manakala calo dengan beberapa CTKI berdokumen lengkap kemudian menawarkan ke sejumlah PPTKIS. Perusahaan PPTKIS yang bersedia untuk membayar lebih tinggi akan mendapatkan CTKI dari calo.
Bentuk kejahatan dan pelanggaran HAM lainnya yang sering terjadi, misalnya, dalam kasus CTKI diajak pergi begitu saja oleh calo dengan alasan menemui bosnya yang akan memberangkatkannya ke luar negeri. Dalam hal ini, keluarganya sering diperdaya dengan rayuan dan tipuan hingga dengan mudah memercayai dan memberikan izin kepada calo itu untuk membawa pergi anggota keluarganya itu. Padahal, si calo ternyata penjahat yang bekerja dalam jaringan mafia perdagangan manusia. Inilah bentuk-bentuk pelanggaran dan kejahatan HAM yang nyata-nyata terjadi dalam proses rekrutmen CTKI.
Dari beberapa kasus, mestinya Pemerintah Indonesia menindak tegas semua oknum penjahat atau pelanggar HAM CTKI/TKI. Apakah oknum itu berasal dari pejabat pemerintah sendiri atau oknum PPTKIS, jika terbukti melakukan kejahatan atau pelanggaran HAM terhadap CTKI/TKI, mereka harus dikenai sanksi administratif dan diproses secara hukum. Pemerintah cq Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) sesuai kewenangannya harus berani mengikis habis jaringan mafia CTKI/TKI yang telah berlansung cukup lama.
Khusus untuk PPTKIS yang terbukti terlibat dalam kejahatan dan pelanggaran HAM terhadap CTKI/TKI pun harus segera dicabut surat izin operasionalnya. Di lain pihak, oknum-oknum yang terlibat harus segera diserahkan ke proses hukum untuk ditindaklanjuti.
Begitu pula dengan perusahaan konsorsium asuransi yang terlibat pelanggaran HAM terhadap TKI dan keluarganya. Bukan rahasia lagi, sejumlah konsorsium asuransi tidak mau membayar asuransinya kepada TKI atau keluarganya yang berhak mendapatkannya. Oknum-oknum perusahaan bahkan suka mempermainkan TKI dan keluarganya yang menuntut klaim asuransi tersebut.
Dalam hal ini, Menakertrans perlu segera menindak tegas dengan memberikan peringatan keras atau langsung mencabut surat izin operasional perusahaan konsorsium asuransi tersebut. ***
Penulis adalah peneliti CIDES
[Non-text portions of this message have been removed]
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment