MBAH DULLAH
28 Juli 2011 04:27:39
Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri
Berkenaan dengan haul Simbah KH. Abdullah Salam Kajen, rahimahuLlah, aku
turunkan kembali tulisanku saat itu. Saat kudengar kepulangan orang hebat
ini ke hadirat Ilahi 25 Sya'ban 1422. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
MBAH DULLAH
Di Surabaya, dalam perjalanan pulang dari Jember, saya mendapat telpon dari
anak saya bahwa Mbah Dullah, KH. Abdullah Salam Kajen, telah pulang ke
rahamtuLlah. Innaa liLlahi wainnaa ilaiHi raaji'uun!
Dikabarkan juga, berdasarkan wasiat almarhum walmaghfurlah, jenazah beliau
akan langsung dikebumikan sore hari itu juga.
SubhanaLlah! Selalu saja setiap kali ada tokoh langka yang dicintai banyak
orang meninggal, saya merasa seperti anak-anak yang terpukul, lalu hati
kecil bicara yang tidak-tidak. Seperti kemarin itu ketika mendengar Mbah
Dullah wafat, secara spontan hati kecil saya 'gerundel': "Mengapa bukan
koruptor dan tokoh-tokoh jahat yang sibuk pamer gagah tanpa mempedulikan
kepentingan orang banyak itu yang dicabut nyawanya? Mengapa justru orang
baik yang dicintai masyarakat seperti mbah Dullah yang dipanggil?"
Astaghfirullah!
Sepanjang perjalanan itu pun saya terus diam dengan pikiran mengembara.
Kenangan demi kenangan tentang pribadi mulia mbah Dullah, kembali melela
bagai gambar hidup.
Berperawakan gagah. Hidung mancung. Mata menyorot tajam. Kumis dan
jenggotnya yang putih perak, menambah wibawanya. Hampir selalu tampil dengan
pakaian putih-putih bersih, menyempurnakan kebersihan raut mukanya yang
sedap dipandang.
Melihat penampilan dan rumahnya yang tidak lebih baik dari gotakan tempat
tinggal santri-santrinya, mungkin orang akan menganggapnya miskin; atau
minimal tidak kaya. Tapi tengoklah; setiap minggu sekali pengajiannya
diikuti oleh ribuan orang dari berbagai penjuru dan … semuanya disuguh
makan.
Selain pengajian-pengajian itu, setiap hari beliau menerima tamu dari
berbagai kalangan yang rata-rata membawa masalah untuk dimintakan
pemecahannya. Mulai dari persoalan keluarga, ekonomi, hingga yang berkaitan
dengan politik. Bahkan pedagang akik dan minyak pun beliau terima dan beliau
'beri berkah' dengan membeli dagangan mereka.
Ketika beliau masih menjadi pengurus (Syuriah) NU, aktifnya melebihi yang
muda-muda. Seingat saya, beliau tidak pernah absen menghadiri musyawarah
semacam Bahtsul masaail, pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan
agama, yang diselenggarakan wilayah maupun cabang. Pada saat pembukaan
muktamar ke 28 di Situbondo, panitia meminta beliau –atas usul kiai Syahid
Kemadu—untuk membuka Muktamar dengan memimpin membaca Fatihah 41 kali. Dan
beliau jalan kaki dari tempat parkir yang begitu jauh ke tempat sidang,
semata-mata agar tidak menyusahkan panitia.
Semasa kondisi tubuh beliau masih kuat, beliau juga melayani undangan dari
berbagai daerah untuk memimpin khataman Quran, menikahkan orang, memimpin
doa, dsb.
Ketika kondisi beliau sudah tidak begitu kuat, orang-orang pun
menyelenggarakan acaranya di rumah beliau. Saya pernah kebetulan sowan, agak
kaget di rumah beliau ternyata banyak sekali orang. Belakangan saya ketahui
bahwa Mbah Dullah sedang punya gawe. Menikahkan tiga pasang calon pengantin
dari berbagai daerah.
Mbah Dullah, begitu orang memanggil kiai sepuh haamilul Qur'an ini, meskipun
sangat disegani dan dihormati termasuk oleh kalangan ulama sendiri, beliau
termasuk kiai yang menyukai musyawarah. Beliau bersedia mendengarkan bahkan
tak segan-segan meminta pendapat orang, termasuk dari kalangan yang lebih
muda. Beliau rela meminjamkan telinganya hingga untuk sekedar menampung
pembicaraan-pembicaraan sepele orang awam. Ini adalah bagian dari sifat
tawaduk dan kedermawanan beliau yang sudah diketahui banyak orang.
Tawaduk atau rendah hati dan kedermawanan adalah sikap yang hanya bisa
dijalani oleh mereka yang kuat lahir batin, seperti Mbah Dullah. Mereka yang
mempunyai (sedikit) kelebihan, jarang yang mampu melakukannya. Mempunyai
sedikit kelebihan, apakah itu berupa kekuatan, kekuasaan, kekayaan, atau
ilmu pengetahuan, biasanya membuat orang cenderung arogan atau minimal tak
mau direndahkan.
Rendah hati berbeda dengan rendah diri. Berbeda dengan rendah hati yang
muncul dari pribadi yang kuat, rendah diri muncul dari kelemahan. Mbah
Dullah adalah pribadi yang kuat dan gagah luar dalam. Kekuatan beliau
ditopang oleh kekayaan lahir dan terutama batin. Itu sebabnya, disamping
dermawan dan suka memberi, Mbah Dullah termasuk salah satu –kalau tidak
malah satu-satunya – kiai yang tidak mudah menerima bantuan atau pemberian
orang, apalagi sampai meminta. Pantangan. Seolah-olah beliau memang tidak
membutuhkan apa-apa dari orang lain. Bukankah ini yang namanya kaya?
Ya, mbah Dullah adalah tokoh yang mulai langka di zaman ini. Tokoh yang
hidupnya seolah-olah diwakafkan untuk masyarakat. Bukan saja karena beliau
punya pesantren dan madrasah yang sangat berkualitas; lebih dari itu
sepanjang hidupnya, mbah Dullah tidak berhenti melayani umat secara langsung
maupun melalui organisasi (Nahdlatul Ulama).
Mungkin banyak orang yang melayani umat, melalui organanisi atau langsung;
tetapi yang dalam hal itu, tidak mengharap dan tidak mendapat imbalan
sebagaimana mbah Dullah, saya rasa sangat langka saat ini. Melayani bagi
mbah Dullah adalah bagian dari memberi. Dan memberi seolah merupakan
kewajiban bagi beliau, sebagaimana meminta –bahkan sekedar menerima imbalan
jasa-- merupakan salah satu pantangan utama beliau.
Beliau tidak hanya memberikan waktunya untuk santri-santrinya, tapi juga
untuk orang-orang awam. Beliau mempunyai pengajian umum rutin untuk kaum
pria dan untuk kaum perempuan yang beliau sebut dengan tawadluk sebagai
'belajar bersana'. Mereka yang mengaji tidak hanya beliau beri ilmu dan
hikmah, tapi juga makan setelah mengaji.
Pernah ada seorang kaya yang ikut mengaji, berbisik-bisik: "Orang sekian
banyaknya yang mengaji kok dikasi makan semua, kan kasihan kiai." Dan orang
ini pun sehabis mengaji menyalami mbah Dullah dengan salam tempel,
bersalaman dengan menyelipkan uang. Spontan mbah Dullah minta untuk
diumumkan, agar jamaah yang mengaji tidak usah bersalaman dengan beliau
sehabis mengaji. "Cukup bersalaman dalam hati saja!" kata beliau. Konon
orang kaya itu kemudian diajak beliau ke rumahnya yang sederhana dan
diperlihatkan tumpukan karung beras yang nyaris menyentuh atap rumah,
"Lihatlah, saya ini kaya!" kata beliau kepada tamunya itu.
Memang hanya hamba yang fakir ilaLlah-lah, seperti mbah Dullah, yang
sebenar-benar kaya.
Kisah lain; pernah suatu hari datang menghadap beliau, seseorang dari luar
daerah dengan membawa segepok uang ratusan ribu. Uang itu disodorkan kepada
mbah Dullah sambil berkata: "Terimalah ini, mbah, sedekah kami ala
kadarnya."
"Di tempat Sampeyan apa sudah tak ada lagi orang faqir?" tanya mbah Dullah
tanpa sedikit pun melihat tumpukan uang yang disodorkan tamunya, "kok
Sampeyan repot-repot membawa sedekah kemari?"
"Orang-orang faqir di tempat saya sudah kebagian semua, mbah; semua sudah
saya beri."
"Apa Sampeyan menganggap saya ini orang faqir?" tanya mbah Dullah.
"Ya enggak, mbah …" jawab si tamu terbata-bata. Belum lagi selesai
bicaranya, mbah Dullah sudah menukas dengan suara penuh wibawa: "Kalau
begitu, Sampeyan bawa kembali uang Sampeyan.
Berikan kepada orang faqir yang memerlukannya!"
Kisah yang beredar tentang 'sikap kaya' mbah Dullah semacam itu sangat
banyak dan masyhur di kalangan masyarakat daerahnya.
Mbah Dullah 'memiliki', di samping pesantren, madrasah yang didirikan
bersama rekan-rekannya para kiai setempat. Madrasah ini sangat terkenal dan
berpengaruh; termasuk –kalau tidak satu-satunya— madrasah yang benar-benar
mandiri dengan pengertian yang sesungguhnya dalam segala hal.
32 tahun pemerintah orde baru tak mampu menyentuhkan bantuan apa pun ke
madrasah ini. Orientasi keilmuan madrasah ini pun tak tergoyahkan hingga
kini. Mereka yang akan sekolah dengan niat mencari ijazah atau
kepentingan-kepentingan di luar 'menghilangkan kebodohan', jangan coba-coba
memasuki madrasah ini.
Ini bukan berarti madrasahnya itu tidak menerima pembaruan dan melawan
perkembangan zaman. Sama sekali. Seperti umumnya ulama pesantren, beliau
berpegang kepada 'Al-Muhaafadhatu 'alal qadiemis shaalih wal akhdzu bil
jadiedil ashlah', Memelihara yang lama yang relevan dan mengambil yang baru
yang lebih relevan. Hal ini bisa dilihat dari kurikulum, sylabus, dan
matapelajaran-matapelajaran yang diajarkan yang disesuaikan dengan kebutuhan
zaman.
Singkat kata, sebagai madrasah tempat belajar, madrasah mbah Dullah mungkin
sama saja dengan yang lain. Yang membedakan ialah karakternya.
Agaknya mbah Dullah –rahimahuLlah — melalui teladan dan sentuhannya kepada
pesantren dan madrasahnya, ingin mencetak manusia-manusia yang kuat 'dari
dalam'; yang gagah 'dari dalam'; yang kaya 'dari dalam'; sebagaimana beliau
sendiri. Manusia yang berani berdiri sendiri sebagai khalifah dan hanya
tunduk menyerah sebagai hamba kepada Allah SWT.
Bila benar; inilah perjuang yang luar biasa berat. Betapa tidak?
Kecenderungan manusia di akhir zaman ini justru kebalikan dari yang mungkin
menjadi obsesi mbah Dullah. Manusia masa kini justru seperti cenderung ingin
menjadi orang kuat 'dari luar'; gagah 'dari luar'; kaya 'dari luar', meski
terus miskin di dalam.
Orang menganggap dirinya kuat bila memiliki sarana-sarana dan orang-orang di
luar dirinya yang memperkuat; meski bila dilucuti dari semua itu menjadi
lebih lemah dari makhluk yang paling lemah. Orang menganggap dirinya gagah
bila mengenakan baju gagah; meski bila ditelanjangi tak lebih dari kucing
kurap. Orang menganggap dirinya kaya karena merasa memiliki harta berlimpah;
meski setiap saat terus merasa kekurangan.
Waba'du; sayang sekali jarang orang yang dapat menangkap kelebihan mbah
Dullah yang langka itu. Bahkan yang banyak justru mereka yang menganggap dan
memujanya sebagai wali yang memiliki keistimewaan khariqul 'aadah. Dapat
melihat hal-hal yang ghaib; dapat bicara dengan orang-orang yang sudah
meninggal; dapat menyembuhkan segala penyakit; dsb. dst. Lalu karenanya,
memperlakukan orang mulia itu sekedar semacam dukun saja. Masya Allah!
Ke-'wali'-an Mbah Dullah –waLlahu a'lam-- justru karena sepanjang hidupnya,
beliau berusaha --dan membuktikan sejauh mungkin-- melaksanakan ajaran dan
keteladanan pemimpin agungnya, Muhammad SAW, terutama dalam sikap, perilaku,
dan kegiatan-kegiatan beliau; baik yang berhubungan dengan Allah maupun
dengan sesama hambaNya.
Begitulah; Mbah Dullah yang selalu memberikan keteduhan itu telah
meninggalkan kita di dunia yang semakin panas ini. Beliau sengaja berwasiat
untuk segera dimakamkan apabila meninggal. Agaknya beliau, seperti saat
hidup, tidak ingin menyusahkan atau merepotkan orang. Atau, siapa tahu,
kerinduannya sudah tak tertahankan untuk menghadap Khaliqnya.
Dan Ahad, 25 Sya'ban 1422 / 11 November 2001 sore, ketika Mbah Dullah
dipanggil ke rahmatuLlah, wasiat beliau pun dilaksanakan. Beliau dikebumikan
sore itu juga di dekat surau sederhananya di Polgarut Kajen Pati.
"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai,
masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-sejatiKu, dan masuklah ke dalam
sorgaKu!"
Selamat jalan, Mbah Dullah! AnnasakumuLlah ilaa yaumi yub'atsuun!
KH. Dr. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar
Raudlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment