Kolom IBRHIM ISA
Rabu, 31 Juli 2013
------------------------- MARAKNYA JURU-RAMAL "AMBRUKNYA" TIONGKOK
Belakangan ini semakin marak, – – – asyik sendiri dan ramaiya penulis yang profesional maupun yang amatiran, jurnalis dan para "pakar" Tiongkok menulis tentang situasi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Diantaranya, dengan menampilkan dirin sebagai "pemantau", "pemerhati", "pengenal" Tiongkok, -- bahkan sebagai komentator kawakan "Marxis". Mereka seolah-olah berlomba meramalkan, memprediksi dan "menganalisis", untuk jadi yang paling dulu, yang nomor wahid, menunjukkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok semakin menunjukkan sudah mencapai taraf "jenuh".
Ekonomi Tiongkok, yang mereka akui sebagai kekuatan ekonomi dunia -- nomor dua -- sesudah AS, menurut "analisisis" mereka, kini memasuki taraf "krisis".
Padahal, media Barat itu sendiri memberitakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2013, ada pada taraf 7-7,5%. Yang itu, merupakan taraf pertumbuhan termasuk paling tinggi di dunia dewasa ini. Tapi, mereka lalu menambahkan, bahwa , "angka-angka statistik Tiongkok, pada umumnya tak bisa dipercaya". Sehingga sulitlah pembaca mengikuti "logika ekonomi" mereka-mereka itu.
Bagaimanakah pembaca harus memahami "ribut-ribut" tentang akan ambruknya ekonomi Tiongkok di bawah kebijakan "reform dan keterbukaan". Apakah maksud mereka-mereka itu sesungguhnya? Karena, di satu fihak mereka meramalkan dengan antusias dan gembira, bahwa ekonomi Tiongkok benar-benar mulai dilanda kesulitan dan kendala, macet dan krisis . . . . kemudian ambruk . . . . Tapi di lain fihak, mereka juga merasa khawatir akan dampak ambruknya ekonomi Tiongkok pada kehidupan ekonomi dunia. Karena, mereka sendiri bilang bahwa, seperti pernah dikatakan oleh salah seorang pejabat pelabuhan Bremen di Jerman. Ia menyatakan bahwa selama ekonomi Tiongkok berkembang terus, selama itu bisnis pelabuhan Bremen perspektifnya bagus, akan terus brkembang. Hubungan ekonomi Jerman-Tiongkok, adalah baik, – – – begitu pernah pejabat pimpinan pelabuhan Bremen mengungkapkan.
Sepertinya logika ekonomi mereka tentang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi iongkok itu kusut dan kacau . . . . . Dalam benaknya mengharapkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok macet, jenuh, krisis dan ambruk . .. Dilain fihak mengharapkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok berlangsug terus, karena punya dampak positif pada ekonomi dunia, termasuk pada ekonomi negerinya sendiri. Sehingga pantaslah jika muncul pertanyaan: . . . Lalu kalian itu, maunya apa sih??
* * *
Mari lihat salah satu "analisis" Barat serperti yang dikemaukakan dalam sebuah artikel di "Geopolitical Weekly",23 Juli, 2013, -- berjudul:
"Recognizing the End of the Chinese Economic Miracle", (diterjemahkan secara bebas) . . "Mengakui Berakhirnya Keajaiban Ekonomi Tiongkok", (oleh George Friedman) , a.l.:
"Last week, the crisis was announced with a flourish. First, The New York Times columnist and Nobel Prize-recipient Paul Krugman penned a piece titled "Hitting China's Wall." He wrote, "The signs are now unmistakable: China is in big trouble. We're not talking about some minor setback along the way, but something more fundamental. The country's whole way of doing business, the economic system that has driven three decades of incredible growth, has reached its limits. You could say that the Chinese model is about to hit its Great Wall, and the only question now is just how bad the crash will be." "
Bahasa Indonesianya, secara bebas diterjemahkan, kira-kira begini:
"Pekan lalu, krisis tsb diumumkan dengan (gembira). Pertama, kolumnis The New York Times, dan pemenang Hadiah Nobel, Paul Krugman, menulis sebuah artikel berjudul "Menabrak Tembok Tiongkok". Tulisnya, "Dewaa ini , tanda-tanda, tidak salah lagi, menunjukkan bahwa Tiongkok berada dalam kesulitan besar. Kita bukan bicara tentang sementara kemunduran kecil, tapi sesuatu yang lebih fundamentil. Keseluruhan cara melakukan bisnis, sistim eknomi yang telah mendorong pertumbuhan luar bisa selama puluhan tahun, telah mencapai batasnya. Bisa dikatakan bahwa model Tiongkok sebentar lagi akan menabrak Tembok Besarnya., dan masalahnya kini, ialah, akan seberapa besar ambruknya itu".
* * *
Selama dua minggu berkunjung ke Tiongkok (26 Mei – 9 Juni, 2013), mengadakan pembicaraan cukup luas dan mendalam dengan kalangan universitas – khususnya para profesor dan dosen-dosennya serta mahasiswa-mahasiwanya, dengan kader-kader organisasi massa dan lembaga kemasyarakatan, --- pemerintahan dan ormas, termasuk dengan "orang-orang biasa", serta pembicaran dengan sementara orang-orang Indonesia yang sudah setengah abad lebih bermukim di Tiongkok, dan orang Indonesia yang sudah menjadi orang Hongkong, yg setengah abad lebih memantau perkembangan politik dan ekonomi Tiongkok, membaca kora-koran, mendengar dan menyaksikan radio/TV, - - -
Namun, . . . .kami sama sekali tidak menyaksikan dan tidak memperoleh kesan bahwa Tiongkok ada diambang pintu krisis ekonomi yang dikatakan akan "MENABRAK TEMBOK BESAR TIONGKOK".
Hanyalah perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam tahun-tahun mendatang ini, yang akan membuktikan apakah prediksi dan ramalan kiamat atau tabrakan dengan Tembok Besar Tiongkok, apakah semua itu merupakan ramalan dan analisis yang benar. Ataukah itu semata-mata merupakan "wishful thinking","impian di siang hari bolong" dari mereka-mereka yang tidak suka, tidak rela dan merasa dirugikan dengan kemajuan dan kemakmuran rakyat Tiongkok.
* * *
Kiranya akan beguna sekali menelususri sedikit latar belakar konsepsi, atau katakanlah, "teori" yang mendasari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok di bawah kebijakan Reform dan Keterbukaan Keluar, selama kurang lebih tiga dasawarsa belakangan ini.
Suka atau tidak suka, tak bisa lain seyogianya ditelusuri pokok fikiran / konsepsi yang diutarakan pemimpin utama Tiongkok dibelakang kebijakan Reform dan Keterbukaan tsb, yaitu Deng Xiaobing. Dengan demikian mengenal konsep Deng Xiaoping, tidak hanya dari ucapannya mengenai "Tidak peduli kucing hitam atau putih - - - - - dsb`.
* * *
Di sedikit uraian di bawah ini dicoba menelusuri ide-ide dan kosep pokok yang bagaimana yang mendorong dan menjadi landasan idiil atau teori, dari kebijakan REFORM DAN KETERBUKAAN selama tigapuluh tahun belakangan ini.
Deng Xiaoping juga bicara tentang saling hubungan antara Reform dan Kekuatan Produktif. Bahwa dalam arti tertentu, karena reform yang dimaksud adalah pembebasan dari kekuatan produktif, maka REFORM dalam pengertian ini, ADALAH JUGA SUATU REVOLUSI.
Di segi lain Deng Xiaoping bicara tentang pemahamannya sendiri, apa inti sari, hakikat dari Marxisme. Dan bahwa baik dahulu, maupun sekarang dan selanjutnya, Tiongkok akan selalu mendasarkan politik dan tindakannya pada Marxisme.
Untuk menyatakan benar salahnya, -- apa yang dikemukakan oleh Deng Xioping diatas tentu tidak hanya dari beberapa kalimat dari pernyataan atau tulisannya. Diperlukan bahan-bahan lebih banyak lagi. Agar tidak terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan, seperti halnya sementara orang di Barat melakukannya,
Apa yang dikutip dari pernyataan Deng Xioping dalam tulisan ini, sekadar untuk memperoleh gambaran "cekak-aos", dan untuk menggugah pembaca melakukan pembacaan, penelitian dan analisis sendiri. Untuk mengetahui apakah kata-kata Deng Xiaoping itu sesuai dengan kenyataan yang ada di Tiongkok dewasa ini.
* * *
Dasar teorinya mengapa melakukan REFORM.
"Revolution means the emancipation of the productive forces, and so does reform. The overthrow of the reactionary rule of imperialism, feudalism and bureaucreatic capitalism helped release the productive force of the Chinese people. This was revolution, so revolution means the emansipation of the productive force. After the basic socialist system has been established, it is necessary to fundamentally change the economic structure that has hampered the development of the productive forces and to establish a vigorous socialist economic strucure that will pomote their development. This is reform, so reform means also the emancipation of the productive forces. In the pasts we only stressed expansion of the productive forces under socialism, without mentioning the need to liberate them through reform. The conception was incomplete. Both the liberation and expansion of the productive forces are essential. (Excerpt from Talks given in Wuchang, Shenzhen, Zhuhai and Shanghai. January 18 - Febuary 21, 1982).
Terjemahan bebas:
Revolusi berarti pembebasan kekuatan produktif, demikian juga halnya Reform. Digulingkannya kekuasaan reaksioner imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrat telah membantu membebaskan kekuatan prpduktif rakyat Tiongkok. Itu adalah revolusi, jadi revolusi berarti emansipasi kekuatan produktif. Sesudah didirikannya dasar sistim sosialis, adalah perlu secara fundamentil mengubah struktur ekonomi, yang telah merintangi pengembangan kekuatan produktif dan mendirikan struktur ekionmi sosialis yang hebat yang yang mendorong maju perkembangannya. Ini adalah reform, maka reform juga berarti emansipasi kekuatan produktif. Di masa lampa kita hanya menekankan perluasan kekuatan produktif di bawah sosialisme, tanpa menyebut perlunya membebaskan kekuatan produktif melalui reform. Konsepsinya tidak lengkap. Baik pembebasan maupun perluasan kekuatan produktif adalah perlu. ( Ekserp Pemicaraan di Wuchang....... )
* * *
Pandangan terhadap Marxisme:
"In studying Marxism-Leninism we must grasp the essence and learn what we need to know. Weighty tomes are for a number of specialists; how can the masses read them? It is formalistic and inpracticable to require that everyeone should read such works. It was from The Communist Manifesto and The ABC of Communism that I learned the rudiments of Marxism. Recently, some foreigners said that Marxism cannot be defeated. That is so not because there are so many big books, but because Marxisn is the irrefutable truth.The essence of Marxism is seeking truth from facts.That is what we should not book worship.The reform and opening up policy has been successful not because we relied on books, but because we relied on practice, and sought truth frpm facts. It was the peaxants who invented the household contract responsibility system with renumeration linked to output. Many of the good ideas linked to the rural reform came from people at the grass root level. We processed them and raised them to the level of guidelines for the whole country. Practicw is the sole criterin for testing truth.I havn't read too many books, but there is one thing I believe in: Chairman Mao's principle of saeeking truth from facts.That is the prisncile we relied on, when we were fighting wars, and we continue to rely on it in construction and reform. We have advocated Marxim all our live. Actually Marxims is not absstruse.It is a plain thing, A very plain truth.
Terjemahan bebas:
Dalam menstudi Marxisme-Leninisme kita harus mencengkam inti-sarinya, dan harus mempelajari apa yang kita perlukan. Buku-buku yang berat adalah untuk sejumlah spesialis; bagaiamana massa bisa membacanya? Adalah formalisme dan tidak praktis untuk mengharuskan semua orang membaca karya-karya demikian itu. Adalah dari Manifes Parai Komunis dan ABC Marxisme saya belajar dasar-daar Marxisme. Baru-baru ini, sementara orang asing mengatakan bahwa Marxisme tidak bisa dikalahkan. Ini bukan disebabkan karena terdapat begitu banyak buku-buku besar, tetapi adalah karena Marsime itu merupakan kebenaran yang tak terbantahkan. Hakikat dari Marxisme adalah mencari kebenaran dari kenyataan. Itulah yang kita harus bela, bukan pemujaan terhadap buku-buku. Politik Reform dan Keterbukaan telah mencapai sukses bukan karena kita bersandar pada buku-buku, tetapi karena kita bersandar pada praktek, dan mencari kebenaran dari kenyataan. Adalah kaum tani itu sendiri yang menemukan sistim kontrak tanggungjawab keluarga dengan upah terkait hasil. Banyak ide-ide bagus berkenaan dengan reform pedesaan bersumber dari tingkat akar-rumput. Kita memprosesnya dan meningkatkannya ke taraf garis-pembimbing bagi seluruh negeri. Praktek adalah batu-ujian satu-satunya untuk menguji kebenaran.. Saya belum membaca banyak sekali buku, tetapi ada satu hal yang saya percayai: Prinsip Ketua Mapo mencari kebenaran dari kenyataan. Prinsip itulah yang menjadi sandaran kita, ketika sedang melancarkan perang, dan kita terus bersandar padanya dalam pembangunan dan reform. Kita telah membela Marxisme seluruh hidup kita. Sesungguhnya Marxisme itu bukanlah hal yang sulit dimengerti. Ia merupakan sesuatu yang sederhana. Suatu kebenaran yang sederhana sekali.
* * *