Advertising

Wednesday 4 June 2014

RE: [wanita-muslimah] Mahfud MD: Pilihlah yang Terbaik

 

Mas Aman, ada yang dilupakan Pak Mahfud, yaitu untuk memilih tidak memilih itu juga memenuhi hak politik. Salah bila diartikan hanya mereka yang memilih capres-cawapres yang disebut sebagai orang yang menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang berpolitik. Sebenarnya yang tidak memilih pun itu menjalankan kewajibannya berpolitik. Lho, koq bisa? Beginilah alasannya: jika yang memilih golput itu besar bahkan lebih dari separuh, maka yang terpilih itu tak dikehendaki oleh sebagian besar rakyat. Jika demikian, harus disusun kembali aturan main yang lebih kredible dan lebih patut, sehingga bisa disaring calon pemimpin alternatif yang lebih layak, yang legitimit. Misalnya, MPR harus merumuskan kembali siapa yang berhak mencalonkan calon presidennya, seperti partai politik, orgtanisasi massa, dan perorangan. Calon-calon ini harus dipilih oleh team MPR yang menangani perekrutan pemimpin (seperti head hunter). Mereka harus diuji kelayakannya dalam menjalankan UUD 1945. Dari sini MPR memperoleh beberapa calon yang bisa dipilih rakyat. Jika ini yang dilakukan bangsa ini, maka rakyat memilih pemimpinnya tidak seperti memilih kucing dalam karung.

 

A.Chodjim

 

From: wanita-muslimah@yahoogroups.com [mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com]
Sent: 05 June, 2014 07:59
To: kmnu2000@yahoogroups.com
Subject: [wanita-muslimah] Mahfud MD: Pilihlah yang Terbaik

 

 

Pilihlah yang Terbaik

Oleh: Moh Mahfud MD

 

Masih banyak yang berpendapat bahwa politik itu kotor dan harus dijauhi. Padahal, politik itu keharusan yang tak bisa dihindari.

 

Tak ada orang yang bisa menghindari politik karena setiap orang pasti hidup di suatu negara, sedangkan negara adalah organisasi politik tertinggi. Orang yang ingin memengaruhi kebijakan negara haruslah merebut kekuasaan politik. Orang yang menyatakan tidak mau terlibat dalam politik dan membiarkan kekuasaan politik diambil orang, maka dia terikat pada kebijakan-kebijakan pemenang kontes politik, betapa pun tak sukanya dia pada kebijakan itu. Karena itu, dapat dikatakan bahwa politik itu adalah fitrah atau sesuatu yang tak bisa dihindari.

 

Di dalam Islam pun, politik mendapat tempat yang hukumnya bisa menjadi wajib. Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa memperjuangkan nilai kebaikan agama itu takkan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Memperjuangkan agama adalah saudara kembar dari memperjuangkan kekuasaan politik (al-din wa al-sulthan tawamaan).

 

Agak lengkapnya Al- Ghazali mengatakan: "Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan politik adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak didasari (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal akan sia-sia." Dari pandangan Al-Ghazali itu bisa disimpulkan bahwa berpolitik itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat dari beragama dengan baik dan nyaman.

 

Karena paraktiknya politik itu banyak diwarnai oleh perilaku jahat, kotor, bohong, dan korup, timbullah kesan umum bahwa politik (pada situasi tertentu) adalah kotor dan harus dihindari. Jangankan kita, mujaddid Islam, Muhammad Abduh, pun pernah marah kepada politik dan politisi karena berdasarkan pengalaman dan pengamatannya waktu itu beliau melihat di dalam politik itu banyak yang melanggar akhlak, banyak korupsi, kebohongan, dan kecurangan-kecurangan.

 

Muhammad Abduh pernah mengungkapkan doa taawwudz yang biasanya hanya untuk menghujat setan, yaitu, "audzu billahi minassyaythaanirrajim" (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk) dispesifikkan oleh Muhammad Abduh ke dalam kegiatan politik menjadi "audzu billahi minassiyaasati wassiyaasiyyien", (Aku berlindung kepada Allah dari godaan politik dan politisi). Tetapi dengan mengacu pada filosofi Al-Ghazali menjadi jelas bahwa berpolitik itu bagian dari kewajiban syarsyari karena tugas-tugas syarsyari hanya bisa direalisasikan di dalam dan melalui kekuasaan politik (organisasi negara).

 

Dalam kaitan inilah ada kaidah ushul fiqh yang menyebutkan "Ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib" (Jika ada satu kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain wajib juga diadakan/dipenuhi). Dengan kata lain, "jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam tak bisa efektif kalau tidak berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula hukumnya." Inilah yang menjadi dasar, mengapa sejak awal turunnya Islam, muslimin itu sudah berpolitik, ikut dalam kegiatan bernegara, bahkan mendirikan negara.

 

Dalam konteks keindonesiaan sekarang ini kaum muslimin tidak boleh apatis terhadap pemilihan presiden dan calon presiden. Kita tidak boleh bersikap "tidak akan memilih" pasangan capres/cawapres yang mana pun hanya dengan alasan tidak ada pasangan yang ideal. Kita tetap harus memilih karena siapa pun yang terpilih akan menentukan arah kebijakan negara yang juga mengikat kita.

 

Dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing pasangan capres/cawapres: Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sudah disaring melalui proses konstitusional yang sah. Semuanya sama baiknya, atau, sama tak baiknya. Tak ada yang boleh mengatakan bahwa secara mutlak pasangan yang satu lebih baik dari pasangan yang lain. Semua tergantung penilaian kita masing-masing. Kata sekelompok orang pasangan Prabowo-Hatta lebih baik karena ini dan itu, sedangkan pasangan Jokowi-JK lebih jelek karena ini dan itu. Tetapi kata sekelompok orang lainnya pasangan Jokowi-JK lebih baik karena bla-bla-bla, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta lebih jelek karena bla-bla-bla. Jadi kedua pasangan ada kelebihan dan kekurangannya serta ada pendukung dan penolaknya masing-masing.

 

Menghadapi alternatif seperti itu kita harus tetap memilih dengan kesadaran penuh bahwa takkan pernah ada alternatif yang ideal untuk dipilih. Bahkan, mungkin saja, semua alternatif yang tersedia semuanya sangat tidak ideal. Jika demikian halnya, maka ada kaidah akhaff al-dhararain, yaitu memilih yang paling sedikit jeleknya di antara alternatif-alternatif yang sama-sama jelek.

 

Dalam hal prinsip dan sistem pemerintahan, misalnya, tidak ada yang betul-betul baik dari antara sistem-sistem yang tersedia. Baik teokrasi, demokrasi, monarki, aristokrasi, oligarki, maupun tirani semuanya sama-sama tidak ideal dan mengandung segi-segi kelemahan.

 

Tetapi, sebagian terbesar negara-negara di dunia memilih prinsip dan sistem demokrasi, bukan karena sistem itu bagus melainkan karena ia mengandung kelemahan yang paling sedikit jika dibanding dengan sistem yang lain. Maka itu, pilihlah yang terbaik dari yang ada, meskipun tidak ideal. []

 

KORAN SINDO, 24 Mei 2014

Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi

__._,_.___

Posted by: "Achmad Chodjim" <chodjima@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (2)
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment