membalik pernyataan abah. berita di tempo justru para pedagang banyak yang
menjadi industriawan setelah kena sentuhan china. berikut ini beritanya.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/04/26/LK/mbm.20100426.LK133352.id.html
26 April 2010
Berburu Fulus dari Negeri Utara
<http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/04/26/LK/mbm.20100426.LK133352.id.html#>
SEMBILAN tahun menjadi importir makanan kaleng membuat Rudy Haryanto
berhasil merebut kepercayaan perusahaan Cina. Berbekal kepercayaan itu, pria
asal Riau ini berikhtiar "naik kelas", dari agen penjual menjadi produsen.
Ia sedang menyusun rencana besar: mengajak Xiamen Gulong Group Corp. Ltd.,
produsen makanan kaleng yang selama ini menjadi mitranya, membangun pabrik
di Indonesia.
Tujuannya: mendekatkan produk makanan kaleng merek Gulong itu ke pasar
Indonesia, sekaligus mengekspornya ke mancanegara. "Jadi bisa menciptakan
lapangan kerja dan menyumbang devisa," ujar Rudy, Rabu pekan lalu. Bahan
baku toh tak jadi masalah. Ikan, daging, sayur, dan kacang-kacangan,
seluruhnya bisa dipasok dari Indonesia sendiri.
Gayung bersambut. Lampu hijau diberikan oleh perusahaan pelat merah asal
Provinsi Fujian itu. Rudy kini sibuk menimbang-nimbang lokasi pabrik di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, yang tidak jauh dari lokasi pelabuhan. Paling lambat,
pabrik ini beroperasi tiga tahun lagi. Investasi awalnya US$ 20 juta atau
sekitar Rp 180 miliar-sebagian besar bersumber dari kantong Xiamen Gulong.
Rudy yakin rencana ini bisa mendulang untung karena dari tahun ke tahun
pangsa pasar makanan kaleng merek Gulong di Indonesia cukup besar. "Terutama
pada tahun baru Imlek," katanya. Produk Gulong, kata dia, juga dikenal di
mancanegara dan dipasarkan di 54 negara. Pasar jumbo inilah yang dibidik
Rudy. Pada Oktober 2009, perusahaan yang berdiri sejak 1954 itu juga pernah
mendapat kontrak dari Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengadaan makanan
buat pengungsi di Kamboja.
Kongsi Rudy dan Gulong hanyalah satu dari sekian banyak "perkawinan" serupa
di Indonesia belakangan ini. Itu tentu kabar baik di tengah perayaan 60
tahun hubungan Indonesia-Cina, yang jatuh pada bulan ini. "*Sekarang lagi
tren, banyak pedagang beralih jadi produsen dengan menggandeng investor Cina
*," kata Adi Harsono, Chairman Indonesian Business Association of Shanghai.
"Dan pengusaha Cina serius membangun fasilitas produksinya di sini."
Salah satunya Midea Electric Co. Pte. Ltd. Dua pekan lalu, tersiar kabar,
perusahaan elektronik terbesar di Cina itu akan mendirikan pabrik di
Indonesia lewat anak usahanya, PT Midea Planet Indonesia. Di tahap awal,
investasinya US$ 2 juta. "Tapi kami siap berinvestasi lebih besar," kata
Steven Jiang, Vice President Asia Pacific The International Division Midea
Electric Co. Pte. Ltd.
Kesepakatan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China salah satu pemicu
perusahaan ini memompa kapasitas produksi di Asia Tenggara. Rencananya,
Midea akan membangun pabrik perakitan penyejuk udara berkapasitas 100 ribu
unit per tahun. Pabrik yang menelan biaya sekitar US$ 30 juta ini akan
melengkapi unit produksi Midea yang sudah lebih dulu ada di Vietnam.
Tak cuma melengkapi unit produksi yang sudah ada, perusahaan Cina juga
mendominasi pabrikan yang memindahkan basis produksinya ke Indonesia. Dari
US$ 540,7 juta nilai relokasi sejak 2009 hingga kuartal pertama 2010,
sebagian besar dilakukan perusahaan manufaktur Cina. Mereka bergerak di
sektor besi dan baja, elektronik, alas kaki dan barang kulit, serta tekstil
dan produk tekstil.
Di antaranya Panasonic Corporation, yang memindahkan pabrik audio digital ke
Indonesia. Di industri alas kaki dan barang kulit, ada New Balance dan
Mizuno, dengan nilai relokasi US$ 200 juta. Menurut Menteri Perindustrian
M.S. Hidayat, para pengusaha Cina itu bahkan berupaya mencari lahan 10 ribu
hektare untuk membangun kawasan ekonomi khusus.
Vice President Director PT Panasonic Gobel Indonesia Rinaldi Sjarif
mengatakan biaya produksi untuk pabrik audio digital di Indonesia lebih
kompetitif dibanding di Cina. Sedangkan Ketua Dewan Penasihat Asosiasi
Persepatuan Indonesia Harijanto berpendapat, industri alas kaki dan barang
kulit Cina mulai mengalami pertumbuhan cepat, tapi tidak diimbangi
ketersediaan buruh.
Hal itu diakui Adi Harsono. Ongkos produksi di sana, kata Adi, kian hari
makin mahal. Sedangkan pendapatan ekspornya tergerus akibat menguatnya nilai
tukar yuan terhadap dolar atau euro. Belum lagi imbas akibat kebijakan satu
anak, yang lahir pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. "Mereka sudah memasuki
usia dewasa dan menjadi tenaga kerja," ucap Adi. "Tapi, karena hidupnya
dimanja, mereka tidak setangguh orang tuanya."
Mereka tidak mau lagi bekerja lembur, dan menginginkan gaji yang lebih
besar. Banyak dari mereka yang memilih pulang kampung. Itu sebabnya, setelah
tahun baru Imlek, negeri itu kekurangan tenaga kerja. "Akibatnya, Guangzhou
dan Shanghai menaikkan upah minimum regional," kata Adi. Buntutnya, ya itu
tadi, biaya produksi naik. Gejala ini menjadi perhatian khusus di sana.
Cina juga membutuhkan sumber alam yang melimpah di Indonesia. Contohnya
habitat laut, minyak sawit, dan gas. Negeri itu bahkan membeli batu bara
dari Indonesia, meski memiliki deposit batu bara terbesar di dunia dengan
nilai kalori yang tinggi. "Tapi kandungan sulfurnya besar, sehingga harus
dicampur," kata Adi Harsono. Itu sebabnya sebagian mereka beli dari
Indonesia.
l l l
DI pertemuan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik di Singapura, November
lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Cina Hu Jintao sepakat
memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Cina. Keduanya menyebut
2010 sebagai tahun persahabatan Indonesia-Cina.
Meski sudah enam dekade, sejarah di masa lalu menunjukkan "persahabatan" itu
tidak berlangsung mulus. Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, hubungan
kedua negara begitu lengket, ditandai dengan poros Jakarta-Beijing. Tapi
hubungan itu berantakan setelah peristiwa Gerakan 30 September meletus.
Hubungan politik dibekukan. Semua hal yang berbau Cina dilarang. "Dari buku,
tulisan, sekolah, hingga kebudayaan yang berbau Cina," kata Sofjan Wanandi,
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia.
Hubungan diplomatik dibuka kembali pada Juli 1990. Sejak itu, hubungan
ekonomi dijajaki. Sukamdani Sahid Gitosardjono, pendiri Sahid Group, jalan
lebih dulu ke sana. Atas restu Soeharto, para pebisnis-termasuk
Sofjan-menyusul kemudian. Namun, jauh sebelum itu, pada 1980-an, Grup Sinar
Mas, Salim, dan Lippo menjadi pelopor menanam duit di sana.
Hubungan keduanya kian meningkat di era Presiden Abdurrahman Wahid. Di masa
Gus Dur inilah semua hal berbau Cina direhabilitasi. "Tahun baru Cina jadi
libur nasional, sekolah Cina dibuka, koran dan televisi boleh pakai bahasa
Mandarin," kata Sofjan.
Sempat terputusnya hubungan itu, kata Adi Harsono, menjadi pemicu rendahnya
realisasi investasi Cina di Indonesia. "Pengalaman pahit itu membuat kita
tidak mengerti Cina, begitu pula sebaliknya," kata Adi. Tahun lalu,
misalnya, realisasi investasi Cina di Indonesia US$ 65,4 juta, turun dari
tahun sebelumnya, yang mencapai US$ 139,5 juta. Meski begitu, Adi menilai
kepercayaan dan hubungan people to people antara warga Indonesia dan Cina
mulai meningkat.
Sofjan mengakui hal ini. "Dalam satu seminar di Beijing, mereka menyatakan,
di antara negara ASEAN, hanya Indonesia yang penting buat Cina," ujarnya.
Karena itu, mereka tidak mau kehilangan Indonesia. Sofjan meminta Cina
membuktikan pernyataannya bahwa kedua negara bersaudara dan hubungan
keduanya saling menguntungkan. Caranya dengan mendirikan industri
pengolahan, menyediakan pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur, dan
membantu manufaktur di Indonesia. "Jangan cuma beli bahan mentah atau jual
barang saja ke sini," kata Sofjan.
Pemerintah Cina sudah menyatakan komitmennya membantu Indonesia, terutama
menyediakan pembiayaan proyek infrastruktur. Hal ini tertuang dalam
kesepakatan rapat Komisi Bersama Indonesia-Cina di Yogyakarta awal April
lalu, yang dihadiri Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan Menteri
Perdagangan Cina Chen Deming. Betul tidaknya ikhtiar itu, kata Sofjan, harus
ditagih saat Perdana Menteri Wen Jiabao-yang kedatangannya pekan lalu
ditunda karena terjadi gempa di Yushu, Provinsi Qinghai-datang ke Indonesia.
Dengan pertumbuhan ekonomi 11,9 persen di kuartal pertama tahun ini, Cina
jelas lokomotif ekonomi dunia. Dengan pertumbuhan dua digit itu, Sofjan
yakin produk Indonesia bisa terserap di Cina. "Pasar Cina terlalu besar
untuk ditinggalkan begitu saja," katanya. Sedangkan Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa masih berkubang dengan sederet masalah.
Itu sebabnya Sofjan menilai kunjungan Wen Jiabao penting buat Indonesia.
Menjaga momentum kerja sama dengan Cina lebih menguntungkan ketimbang
ribut-ribut soal renegosiasi 228 pos tarif-terkait dengan berlakunya
kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-Cina awal tahun ini. "Buat apa kita baru
berkelahi sekarang untuk suatu hal yang belum tentu besar untungnya," ujar
Sofjan. "Apalagi karena kita tidak menyelesaikan pekerjaan rumah."
Meski begitu, ekonom Mirza Adityaswara mengingatkan, kerja sama dengan Cina
untuk jangka panjang harus menguntungkan Indonesia. "Kita harus bisa
menaikkan posisi tawar dalam menentukan kontrak," katanya. Dan keterlibatan
Cina dalam proyek di Indonesia tetap harus dikompetisikan dengan transparan
dan terbuka. "Jangan semuanya diberikan ke mereka," ujarnya.
Setumpuk pekerjaan rumah juga harus dibenahi, dari mengurangi penyelundupan,
memberlakukan pajak buat pemasok barang Cina, mengenakan antidumping, hingga
meningkatkan pemberlakuan Standar Nasional Indonesia. Itu semua, kata
Sofjan, yang bisa dikerjakan untuk mengurangi dampak perdagangan bebas
ASEAN-Cina.
Tahir, Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia-Tionghoa,
mengatakan pemerintah harus lebih serius bekerja sama dengan Cina bila
menganggap naga dunia itu penting buat Indonesia. Hingga saat ini, misalnya,
Indonesia tidak punya konsulat jenderal di Shanghai. Padahal Shanghai kini
menjelma menjadi salah satu pusat keuangan dunia. "Juga harus ada satu desk
sendiri yang khusus ngurusin Cina," kata pendiri Bank Mayapada ini.
Selain itu, masih ada masalah yang bisa mengganggu upaya Indonesia berburu
investasi ke Cina. Gara-gara tumpang-tindih birokrasi, ratusan nota
kesepahaman Indonesia-Cina yang sudah diteken jalan di tempat. Di antaranya
proyek rel kereta api 300 kilometer di Kalimantan Tengah senilai US$ 1
miliar dan pembangunan pabrik baja di Batulicin, Kalimantan Selatan. Bila
situasi ini berlanjut, bukan tidak mungkin Cina meninggalkan Indonesia.
Birokrasi yang rumit bisa menyebabkan Indonesia kehilangan momentum.
2010/2/28 H. M. Nur Abdurahman <mnur.abdurrahman@yahoo.co.id>
>
>
> BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
>
> WAHYU DAN AKAL - IMAN DAN ILMU
> [Kolom Tetap Harian Fajar]
>
> 912 Pasar Bebas ACFTA
>
> Firman Allah:
> -- FADzA FRGhT FANShB (S. ALANSyRAh, 94:7), dibaca: faidza- faraghta
> fanshab, artinya:
> -- Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), berupayalah
> dengan sungguh-sungguh (untuk urusan selanjutnya)
>
> Dalam Network Planning intinya yaitu kaitan dan urutan kegiatan.
>
> ***
>
> Terjadi debat kecil-kecilan di Cyber Space:
> HMNA: Pada pokoknya kalau produk dari Cina sudah membanjir, yang
> konsekwensinya pengusaha yang berbasiskan industri akan bergeser menjadi
> pedagang, para buruh kehilangan pekerjaan, pada tahun ini pengangguran akan
> bertambah sekitar 2,5 juta orang,ini data menurut Presiden Konfederasi
> Serikat Buruh Sejahtera Indonesia.
>
> WDS: bukankah profesi pedagang itu baik dan menurut Sunnah Nabi? Para buruh
> diajar saja bagaimana caranya jadi pedagang, biar ikut sunnah Nabi.
> Bukankah begitu?
>
> HMNA: Menjelang diangkat Nabi oleh Allah SWT dan setelah jadi Nabi, beliau
> telah berhenti berdagang. Menjelang diangkat Nabi, beliau lebih banyak ke
> Gua Hira di Jabal Al-Nur hingga Jibril datang membawakan Wahyu pertama
> S.Al-'Alaq 1-5. Jadi berdagang itu bukan sunnah Nabi. Walaupun bukan sunnah
> Nabi, berdagang itu suatu pekerjaan yang mulia, jauh lebih mulia ketimbang
> ketua KSSK atau gubernur BI atau marcus aurelius. Perdagangan dan industri
> pada hakekatnya hampir tidak ada bedanya, perbedaannya hanya secara gradual.
> Pedagang itu pengusaha yang beli barang langsung jual. Contoh: beli kain
> jual kain. Pengusaha yang berbasiskan industri itu pedagang yang beli
> barang, olah baru jual. Contoh beli kapas (bahan baku) olah jadi kain baru
> jual. Olah jadi kain itu namanya industri tekstil. Nah, dalam proses olah
> itu pakai banyak buruh (creating job). Dengan membanjirnya kain-kain Cina
> yang harganya jauh lebih murah, karena di Cina sono gaji buruh sangat murah,
> maka kain hasil dari pabrik tekstil dalam negeri kalah bersaing dengan kain
> Cina. Akibatnya pabrik tutup, pengusaha yang berbasiskan industri menjadi
> pedagang buka toko, beli kain jual kain. Jadi pengusaha yang punya pabrik
> menjadi pedagang kain, tidak ada masal ah. Nah, yang jadi masalah itu para
> buruh pabrik tekstil mau dikemanakan, jadi penganggur, berpotensi jadi
> kriminal, bagi mereka yang bingung karena anak isteri lapar tidak bisa
> diberi makan, pikiran jadi gelap, Nakana Turatea: "Bajikangngangi mate
> acceraka kala mate cipuruka" (orang Turata bilang: "Lebih baik mati
> berdarah, ketimbang mati kelaparan"). Kefakiran mendekatkan pada kekafiran.
> Kemiskinan mendekatkan pada kriminalitas.
>
> ***
>
> ACFTA adalah inisial dari ASEAN-China Free Trade Agreement. Menteri
> Perdagangan Mari Elka Pangestu yang penganut neolib menegaskan bahwa free
> trade agreement memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di
> Indonesia (Kompas, 5/1/2010). Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan
> Indonesia menyatakan: jumlah industri tekstil dari kelas industri kecil
> hingga besar bisa mencapai 2.000. Jika setiap industri tekstil mampu
> menyerap 12-50 orang tenaga kerja, maka bisa dibayangkan berkurangnya
> penyerapan tenaga kerja. (Republika, 4/1/2010). Pelaku pasar di sektor usaha
> kecil memahami dan merasakan betul risiko dan dampak dari perdagangan bebas
> ini. Sekitar 1.000 orang pelaku usaha kecil dan menengah yang tergabung
> dalam komunitas UMKM DI Yogyakarta mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
> DIY, Senin (11/1/2010). Mereka mendesak DPRD, DPR dan pemerintah pusat
> melindungi produk-produk UMKM yang terancam produk-produk Cina seperti
> batik, tekstil, kerajinan, jamu dan lainnya. Para petani di bagian Indonesia
> timur juga mengeluh dan mengkawatirkan dampak matinya produk beras mereka.
> (Antara, 11/1/2010).
>
> ***
>
> Kita akan jawab itu Mari Elka Pangestu yang penganut neolib yang fokus
> perhatiannya hanya pada penanaman modal asing di Indonesia. Modal asing itu
> menyebabkan karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan
> lemah. Segalanya bergantung pada asing. Bahkan produk "tetek bengek" seperti
> jarum saja harus diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor,
> sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan
> dikuasai asing, maka apalagi yang bisa diharapkan dari kekuatan ekonomi
> Indonesia?
>
> Dalam penjelasan ayat (94:7) telah kita nyatakan: Dalam Network Planning
> intinya yaitu kaitan dan urutan kegiatan. Kegiatan-kegiatan untuk
> membereskan pungutan liar, birokrasi berbelit, buruknya infrastruktur, dan
> pasokan energi, inilah yang patut didahulukan sebelum menanda-tangani itu
> ACFTA. Sudah sejak lama, sejak Fahmi Idris menjabat menteri perindustrian
> sudah mulai ada perbedaan pandangan dalam birokrasi departemen keuangan,
> departemen perdagangan dan perindustrian mengenai apakah ACFTA itu bisa
> dilaksanakan 1 januari 2010. WaLlahu a'lamu bisshawab.
>
> *** Makassar 28 Februari 2010
> [H.M.Nur Abdurrahman]
> http://waii-hmna.blogspot.com/2010/02/912-pasar-bebas-acfta.html
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
--
salam,
Ari
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment