/*Kolom IBRAHIM ISA*/
/*Kemis, 02 Mei 2013*//*
------------------------*/
/*BUKAN SEKADAR PEMEGANG PASPOR NEDERLAND . . . . . . .!*/
/*<Sebuah Refleksi Ketika Willem Alexander Jadi Raja>*/
Selasa pagi, 30 April 2013, . . . . . Cuaca cerah, langit ditaburi
kelompok-kelompok awan terang. Semua itu menghiasi sejauh mata memandang
cakrawala. . . Alam sepakat, hari itu melimpahkan keceriaan pada
penduduk negeri "Bawah" ini . . Nederland. Seperti ini bolehlah . . .
.setelah berhari-hari lamanya Belanda dirundung mendung dan dingin.
Tidak ada samasekali bau-baunya musim semi . . . .
Pada hari yang penting ini, sinar mentari membagi kehangatannya pada
insan penduduk belahan bagian Utara dari bumi. . . Angin musim semi
berhembus halus sepoi-sepoi basa, . . . .
Rakyat Belanda, khususnya di Amsterdam . . . . . . berpesta-ria.
Menyambut Willem Alexander sebagai Raja Belanda!
* * *
Catat ini: . . . Tidak semua rakyat Belanda menyambut Mahkota baru
Nederland. Perhatikan. Di Waterlooplein dan di Dam, beberapa laki-laki
dan wanita pengikut "Republikeinse Genootschap" , perkumpulan
republiken, berdemo. Membawa poster: Saya tidak mau! "Ik Willem niet" --
Saya bukan bawahan kalian!. Disebelah kata-kata itu ada gambar orang
membuang kertas di keranjang sampah. Kaum Republiken berharap Ratu
Beatrix adalah ratu Belanda yang terakhir. Mereka kecewa. Sang Ratu
turun takhta, namun, putra mahkota naik takhta!
Keberatan utama kaum Republiken ialah bahwa pada sistim kekuasaan
keluarga Oranje, . . . kepala negaranya tidak dipilih. Maka keluarga
Oranje itu tidak ada mandat dari rakyat Belanda.
Aksi demo anti-monarki di Dam ditangkap polisi. Tidak lama kemudian
dilepaskan. Kemudian Polisi minta maaf: Salah (tangkap), kata Polisi.
Tetapi pendemo menyatakan tindakan Polisi itu, adalah suatu cara licik
dari penguasa untuk meredam oposisi terhadap monarki.
Belakangan diberitakan bahwa keanggotaan "Republikeinse Genootschap",
pada bulan-bulan akhir-akhir ini meningkat menjadi kurang lebih 8.000 orang.
* * *
Beberapa saat kemudian Beatrix, yg selama 33 tahun terus-terusan jadi
Ratu Kerajaan Belanda, membubuhkan tandatangannya pada sebuah dokumen
kerajaan. Disitu dipastikan . . . . Ratu Beatrix turun tachta. Mahkota
Kerajaan Belanda diserahkan kepada putra sulungnya, WILLEM ALEXANDER.
Suatu momen historis bagi Belanda, karena hari ini, adalah pertama
kalinya negeri Belanda dikepalai (lagi) oleh seorang priya sebagai
Radja. Setelah lebih dari 123 tahun Mahkota Nederland terus-terusan
disandang oleh wanita.
* * *
Ada hal penting menggugah pemikiranku lebih lanjut. Putri Sulung kami,
Pratiwi, menilpun kami siang itu. Murti mengangkat gagang tilpun.
"Gefiliciteerd". . . terdengar suara Tiwi kepada ibunya. "Mabruk!", kata
Tiwi. Lima tahun kami berdomisili di Cairo, membuat Tiwi masih ingat,
bahwa orang-orang Mesir dalam suasana gembira, sering mengucapkan kata
MABRUK. Artinya SELAMAT!
Menoleh ke arahku, Murti menjawab Tiwi: "Jij ook gefeliciteerd!" (Juga
selamat untuk kamu). MABRUK! Terdengar tawa Tiwi riang di tilpun. Jangan
lupa sampaikan kepada Marcel (suami Tiwi yang Londo itu) ucapan
"SELAMAT" berhubung Willem Alexander dinobatkan jadi Koning (Raja) van
Nederland, dan istrinya Maxima, jadi Koningin (Ratu).
* * *
Pembicaraan tilpun dengan Tiwi tadi menggugah kembali fikiranku. Rupanya
Tiwi merasa wajar, bahwa "kami sekeluarga, yang sejak 1993 sudah jadi
warga-negara Nederland, seyogianya, pantas-pantasnya, mestinya
bergembira bersama masyarakat umum Belanda. Sebagai "orang Indonesia"
Tiwi selalu ingat bahwa pada hari raya 30 April ( Biasanya setiap
tanggal 30 April rakyat Belanda bersama Ratu Beatrix, merayakan
"Koninginnedag") Bangsa Belanda melakukannya dalam usaha memperkuat
semangat kesinambungan Belanda sebagai nasion budaya, dan semangat
persatuan berbangsa.
Tiwi mengingatkan: . . . "Kita ini kan warga-negara Belanda, merupakan
bagian dari penduduk Kerajaan Nederland!
Teringat pada saat-saat ketika sebagai orang yang "stateless", yang
tidak punya negara karena Orba telah dengan sewenang-wenang mencabut
paspor dan hak kewarnegaraan kami. Masih mengiang dalam telingaku,
tanggapan seorang kawan seperjuangan, pejuang kemerdekaan yang sudah
senior, aktivis serikatburuh yang juga pasposnya dicabut Orba. Ia juga
minta suaka di Nederland. Dengan santai tapi serius kawan itu
mengatakan: Pokoknya "mereka" Belanda pada kita itu, kan , semata-mata
sehubungan dengan paspor Belanda yang kita miliki. Ditambahkannya:
Jangan berilusi bahwa kita-kita ini bisa benar-benar jadi dan
diperlakukan sebagai warga-negara Belanda seperti mereka-mereka itu.
Maksudnya warga negara Belanda yang "Bulé", yang 'Londo asli".
Sementgara kawan berpendapat lain. Bahkan banyak yang menganggap hal itu
tidak penting untuk dibicarakan. Pokoknya kita berusaha menjadi warga
yang baik dari ngeri ini. Lakukan apa yang bisa dilakukan untuk
mendukung perjuangan di tanah air.
Seorang kawan lainnya, mantan mahasiswa yang paspornya juga dicabut,
cerita: Saya berterimakasih sekali pada Belanda dan tidak akan
melupakannya Bahwa Belanda telah menerima saya di sini dan melindungi
keamanan saya serta memperoleh kesempatan kerja . . . dsb. Meskipun
mereka (pemerintah Belanda) tahu siapa saya. Saya tegaskan bahwa saya
adalah seorang SUKARNOIS.
* * *
Ketika kami sekeluarga mengambil keputusan (1986) meninggalkan Tiongkok
menuju negeri Belanda. Disitu mengajukan permintaan suaka . . . .
pertimbangan utamanya ialah: Mencari tempat tinggal yang cocok untuk
melakukan kegiatan di luarnegeri selama belum bisa pulang ke tanah air.
Pilihan kami jatuh pada negeri Belanda. Berbagai pertimbangan. Yang
utama ialah: Selain mengenal kultur Belanda dan bahasanya, --- di
Belanda banyak sahabat kami orang-orang Belanda progresisf, yang simpati
pada perjuangan kita melawan rezim Orba. Serta bersedia membantu kami
dalam proses suaka tsb. Belanda adalah salah satu negeri yang
menandatangi sebuah konvensi inernasional yang mewajibkannya MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN POLITIK pada kaum disiden politik yang di negerinya
mengalami persekusi dan ancaman terhadap keamanan dirinya.
*Permintaan suaka kami diterima. Kemudian sekeluarga menjadi
warga-negara Belanda. Tak terkatakan betapa lega dan gembiranya kami
sekeluarga. Seakan-akan memperoleh kembali identitas, legitimasi dan
pengakuan bahwa kami-kami ini berhak hidup sewajarnya serta diperlakukan
sebagai manusia yang berhak azasi manusia, sesuai Deklarasi Universal
Hak-Hak Azasi Manusia, PBB.*
*Sebagai warga-negara Belanda, kami mendapat perlindungan yang wajar
dari pemerintah Belanda. Oleh karen itu bisa dan harus melakukan
kegiatan sosial dan politik di Belanda yang diabdikan pada perjuangan
untuk demokrasi dan HAM di tanah air. Dan hal itu memang kami laksanakan
sesuai maksud dan tujuan bermukim di Belanda. *
** * **
Hasrat yang didorong oleh rindu puluhan tahun, ingin berkunjung kembali
ke Indonesia sangat besar tak terbendungkan lagi. Diajukan masalah ini
ke keluarga di tanah-air yang kebetulan adalah seorang perwira tinggi
ALRI. Tanggapannya: Dengan paspor Belanda dan dengan menggunakan nama
lain, kalian bisa berkunjung ke Indonesia. Itu bisa dipastikan, kata
perwira tinggi ALRI itu. Betul . . . . kami bisa pulang dengan selamat
meskipun Orba masih berjaya dan Suharto masih Presiden Indonesia.
*Walhasil . . . . menjadi warganegra Belanda, bukanlah soal formalitas
semata. Bukan sekadar memiliki sebuah dokumen, dimana dinyatakan bahwa
pemiliknya adalah warganegara Kerajaan Belanda. Ada latar belakang dan
ada kelanjutannya. Yang, -- betapapun punya dampak positif dalam rangka
memberikan sumbangan semampunya pada perjuangan besar yang dilakukan
rakyat di Indonesia.*
* * *
Tidak sedikit warga Indonesia yang paspornya sewenang-wenang dicabut
oleh rezim Orba dan oleh karena itu terpaksa berkelana sebagai
orang-orang yang STATELESS, telah memanfaatkan secara positif
legitimasinya sebagai warganegra Belanda. Demkian pula kiranya keadaan
sahabat-sahabat yang telah memperoleh perlindungan politik serta
kewarganegaraan baru negeri dimana mereka tinggal dewasa ini.
* * *
Memang, sesungguhnya tidak perlu ada perasaan sungkan atau rendah diri.
Bahwa harus berterima kasih dan brhutang budi pada Belanda untuk segala
bantuan dan fasilitas yang diberikannya. Itu semua tidak terlepas dan
merupakan hasil perjuangan lama dari kaum pekerja dan masyarakat Belanda
umumnya.
Pada setiap hubungan antar-bangsa dan antar rakyat, selalu ada hubungan
solidaritas dan saling bantu. Terutama dalam hubungan dengan perjuangan
masyarakat demokratis dan progresif yang luas di negeri-negeri bersangkutan.
*Dalam sorotan ini kita saksikan dalam sejarah hubungan rakyat Indonesia
dan Belanda.Seperti dalam periode sejarah pada masa Nederland tertindas
dibawah pendudukan militer Nazi Jerman*. Barangkali tidak terlalu banyak
yang tahu. Betapa seriusnya solidaritas yang ditunjukkan putra-putri
mahasiswa dan pemukim orang-orang Indonesia di Belanda terhadap
perjuangan perlawanan Belanda demi bebas dari pendudukan Jerman. Padahal
sebagai pencinta dan pejuang kemerdekasan Indonesia, mereka-mereka itu
secara prinsip melawan kolonialisme Belanda. Tapi dalam situasi kongkrit
yang krusial yang dialamai rakyat Belanda., orang-orang Indonesia di
Belanda mampu dan tegas serta konsisten mengambil sikap prinsipil:
Orang-orang Indonesia, terutama yang tergabung dalam P.I -- Perhimpunan
Indonesia (Nederland) menyatakan: *"Eerst moest Nederland bevrijd
worden, daarna Indonesië. *
"*Belanda harus terlebih dulu dibebaskan, kemudian Indonesia. *Kejadian
ini adalah fakta sejarah yang tercatat dalam sejarah Belanda, hitam
diatas putih. *Betapa luhur dan mulyanya ssemangat solidaritas
orang-orang Indonesia terhadap Belanda!!*
* * *
Dari kira-kira 800 warga Indonesia yang ketika itu ada Holland, tidak
sedikit yang ambil bagian langsung dalam perjuangan perlawanan bawah
tanah dan bersenjata melawan pendudukan Jerman. 100 orang diantara telah
gugur dalam siksaan di kamp-kamp konsentrasi Jerman dan di hadapan regu
tembak Jerman Nazi. Mereka mencucurkan darah dan keringat demi
pembebasan Nederland
Antara lain pejuang bawah tanah Nederland melaan Nazi Jerman, yang telah
memberikan pengorbanan terbesar dengan jiwa-raganya, adalah pejuang
perlawanan Irawan Soejono. Ia tertangkap dalam aksi kegiatannya dan
dieksekusi setempat oleh serdadu Nazi Jerman. Untuk menghormat dan
mengenangnya, Salah sebuah jalan di Osdorp, oleh Kotapraja Amsterdam,
diberikan nama *IRAWAN SOEJONOSTRAAT.*
Diantara pejuang-perlawanan terdapat nama-nama a.l *P. Loebis,
Sidartawan, Djajeng Pratomo, Moen Soendaroe, Dradjat Doerma Keswara,
Poetiray, Kajat, Hamid dan Bhima Jodjana. *Seperi halnya nama-nama
*Makatita, Latuparisa, Mas Soemitro, Ds Max Wignyosoehardjo, dan Annie
Manusama. *
Juga kita dapati nama-nama seperti *Mr R.M. Soejono, ayah dari Irawan,
yang pernah menjabat menteri dalam pemerintahan Belanda dalam
pengaswingan di London. R.M. Setiadjit menjabat anggota de Grote
Adviescommissie der Illegaliteit. Soenito anggotade Nationale
Adviescommissie. Roestam Effendi anggota Parlemen Belanda,de Tweede
Kamer, sebagaimana halnya (1945) Setiadjit.*
** * **
Sehingga, pada hari Peringatan ke-37 Kebangkitan Nasional (Nationale
Herrijzenis, , 25 Mei 1982, ci Leiden, Prof Cleveringa , organisator
aksi-protes di Leiden ,Novemberf 1940, menyatakan a.l sbb: 'Waar er
sprake was hier in Nederland van verzet, behoefden wij niet te vragen:
Waar zijn de Indonesiërs? Zij waren er en stonden op hun post. Zij
hebben hun offers gebracht. Zij waren in de concentratiekampen, zij
waren in de gevangenissen, zij zij waren overal.'**
Dalam bahasa kita: ---- *"Apakah ada perlawanan di Belanda ketika itu,
tidak perlu kita tanyakan: Dimana orang-orang Indonesia? Mereka berada
di posnya masing-masing. Mereka telah memberikan pengorbanan mereka.
Mereka ada di kamp-kamp konsentrasi, mereka ada di penjara-penajra,
mereka ada dimana-mana". *Demikian Prof Cleveringa.
*( Sumber litratur **a.l : **Artikel Imam Sutoto, Sekretaris Stichting
"Rumah Kita";***/Officiële bescheiden betreffende de
Nederlands-Indonesische betrekkingen 1945-1950./*Vierde deel (Den Haag
1974); 'R.M. Sunito Djojowirono overleden' in**: */De Waarheid/*,
**15.8.1979; J. Morriën,***/Indonesië los van Holland/***(Amsterdam
1982); H.A. Poeze**, */In het land van de overheerser. Indonesiërs in
Nederland 1600-1950/*(Dordrecht 1986); L de****Jong,***/Het Koninkrijk
der Nederlanden in de tweede wereldoorlog./***Deel 12 (Leiden****1988)
203; J. Withuis,***/Opoffering en heroïek/*(Meppel 1990); J.
Morriën,***/Indonesië liet me nooit meer los. Vijftig jaar antikoloniale
strijd/***(Hoofddorp 1995).*
** * **
*Demikianlah renungan sekitar hubungan solidaritas Indonesia-Belanda
dalam sejarah dua negeri dan dua bangsa. *
*Jadi kiranya wajar kesimpulan diatas, soalnya . . . . . **/*BUKAN
SEKADAR PEMEGANG PASPOR NEDERLAND . . . . . . .!*/*
*/** * **/*
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment