*Kolom IBRAHIM ISA *
*Selasa, 21 Mei 2013**
----------------------*
*15 Tahun Lalu SUHARTO DIGULINGKAN, . . . What Next?*
*<Setelah Runtuhnya Suatu Rezim Angkara Murka>*
* * *
Tanggal 22 Mei besok, pas 15 tahun yang lalu rezim otoriter Jendral
Suharto, *dipaksa turun panggung. *Jendral Suharto membangun Orde Baru
diatas lebih sejuta korban pembantaian warga tak-bersalah terdiri dari
PKI, diduga PKI atau simpatisan PKI dan orang-orang Kiri lainnya
pendukung Presiden Sukarno*. Setelah ditumbangkan, mantan Presiden
Suharto diajukan ke Pengadilan Negeri atas tuduhan korupsi. Lalu . . . ?
Tidak jelas kelanjutannya.*
Apakah peristiwa penggulingan Orde Baru itu, "mendadak"? Samasekali
tidak! Jatuhnya Presiden Suharto dan bubarnya rezim Orde Baru, adalah
akibat perlawanan masyarakat luas. Terdiri dari ribuan pelajar,
mahasiswa, buruh, cendekiawan, wartawan dan massa rakyat luas ratusan
ribu "wong cilik". Diantaranya terdapat sejumlah organisasi masyarakat,
seperti LSM-LSM. Antara lain yang dibangun dan dipimpin oleh almarhum
MUNIR, pejuang HAM dan Demokrasi. Mereka memainkan peranan penting
meningkatnya kesadaran serta kemarahan masyarakat terhadap
kesewenang-wenangan rezim Orba. Mereka mengungkap praktek korupsi
besar-besaran, kolusi dan nepotisme penguasa . Di lain fihak mereka
memberikan penerangan dan pencerahan pada masyarakat sekitar masalah
demokrasi dan HAM.
Gugatan dan kemarahan serta perlawanan rakyat terhadap Orde Baru sudah
dimulai tidak lama setelah lahirnya Orba. Ini tampak dari a.l
peristiwa-peristiwa seperti, "Malari", Tanjung Priok, Kedung Ombo,
Lampung Selatan, perlawanan PDI dibawah pimpinan Megawati Sukarnopuri
terhadap campur tangan penguasa dalam PDI, dll. Menonjol a.l.adalah
pernyataan terbuka Megawati, bahwa ia bersedia MENGANTIKAN SUHARTO
sebagai Presiden. Halmana sebelumnya tidak pernah ada politisi di bawah
Orba yang berani terang-terangan menantang Suharto.
Manifestasi perlawanan penting lainnya adalah *berdirinya Partai
Demokrat (PRD)*. Sebuah parpol terdiri terutama dari anak-anak muda,
yang tampil dengan program progresif dengan tujuan menggantikan rezim
Orba. PRD ketika itu ada dibawah pimpinan Budiman Sudjatmiko.
Semua itu adalah cetusan yang berkembang menjadi ledakan-ledakan yang
merupakan kekuatan utama penyebab tergulingnya rezim Orde Baru.
Gelombang kemarahan massa rakyat sekitar Mei 1998, yang menuntut turun
panggungnya Presiden Suharto dan bubarnya Orde Baru merupakan arus
gelombang besar kekuatan politik dahsyat gerakan Reformasi dan Demokrasi.
Kekuatan utama terbesar yang menggulingkan Suharto adalah perlawanan
masyarakat itu sendiri.
* * *
Faktor lainnya adalah perbedaan, pertentangan dan konflik yang semakin
gawat di kalangan penguasa. Masih terkesan dalam ingatan ketika di layar
TV tampil sejumlah menteri dan tokoh Orba yang dipandu oleh mantan ketua
Golkar (parpolnya Suharto) dan Menteri Penerangan Orde Baru, Harmoko.
Tampak Harmoko menghadap Presiden Suharto. Mereka itu "minta" agar
Presiden Suharto meletakkan jabatan. Aksi Harmoko cs tsb diikuti
pejabat-pejabat elit Orba lainnya, yang tadinya adalah pendukung setia
Presiden Suharto. Mengenai Harmoko mari lihat siapa dia: --
Terakhir, ia menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999. Harmoko
termasuk paling depan agar MPR mengangkat Suharto selaku presiden untuk
masa jabatannya yang ke-6. Namun dua bulan kemudian adalah Harmoko yang
sama itu, meminta Presiden Suharto -- turun takhta, -- ketika gerakan
rakyat dan mahasiswa yang menuntut reformasi tampaknya tidak lagi dapat
dikendalikan.
* * *
Salah satu gejala yang menjadi perhatian peneliti dan fokus pembicaraan
serta perdebatan di masyarakat, adalah sekitar terjadinya peristiwa
*"kerusuhan Mei 1998"*, yang bernuansa rasis anti-etnik-Tionghoa.
Peristiwa kekerasan itu telah menelan korban lebih 1000 jiwa manusia.
Pelbagai analisis dan tafsiran diajukan melalui penulisan maupun
diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh pelbagai stasiun TV dan Radio.
Cukup menarik "analisis" yang dikemukakan oleh*Fadli Zon*, Wakil Ketua
GERINDRA. Ia berpendapat bahwa *yang menjadi penyebab "kerusuhan Mei
1998"*, *ialah faktor luar*. Kita jangan hanya "inward looking". Harus
"outward looking", kata Fadli di sebuah diskusi TV dimana hadir
Komisioner KomnasHAM Zamrotin, dan Ester Jusuf dari *Tim Gabungan
Pencari Fakta (TGPF)* sekitar Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998.
Penyebab utama "kerusuhan Mei 1998", menurut Fadli Zon, adalah suatu
badan internasional --- International Monetary Fund", IMF. IMF adalah
pemberi "kredit" utama Barat/AS kepada pemerintahan Suharto. Dikatakan
Fadli, itu adalah cara IMF dimana-mana, khususnya didunia ketiga. Yaitu
menciptakan syarat untuk digantikannya suatu rezim yang tidak lagi
disokongnya. Sedangkan menurut Ester Jusuf dari TGPF, jelas adanya
kekuatan (militer) yang terlibat, paling tidak "membiarkan" terjadinya
kerusuhan Mei tsb. Demikian juga laporan KomnasHAM mengenai kerusuhan
Mei 1998, mengindikasikan terlibatnya aparat, serta menunjuk pada
tanggung jawab aparat dalam peristiwa kerusuhan tsb.
Fadli Zon berusaha menjelaskan bahwa laporan yang dikemukakan TGPF dan
KomnasHAM adalah dugaan dan tafsiran belaka, tanpa bukti. Namun, Estter
Jusuf maupun Zamrotin menandaskan bahwa laporan-laporan mereka bersumber
pada penelitian lapangan, saksi dan bukti-bukti.
Tampak sekali usaha Fadli Zon, mmengalihkan perhatian dari fihak yang
terlibat dan bertanggung jawab sekitar Kerusuhan Mei 1998. Yaitu fihak
aparat keamanan negara. Fadli Zon menuding FAKTOR LUAR, IMF. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa Fadli Zon yang menjabat Wakil Ketua Garindra itu,
berusaha membela Prabowo Subianto, yang ketika terjadinya peristisa
kerusuhan Mei 1998, menjabat sebagai Panglima Kostrad.
* * *
Sumber lain, saksi mata, menyatakan bahwa, aparat keamanan negeri
berpeluk tangan saja ketika para penjarah beraksi merampok dan membakar,
membunuh dan memperkosa warga, dengan sasaran utama etnis Tionghoa.
Jendral-Jendral Wiranto, Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono, tidak ada
di tempat. Ketika tejadi penjarahan toko-toko di daerah pertokoan Mangga
Besar, polisi dan tentara yang ada di situ '"nonton" saja.
Di dalam laporannya TGPF menjelaskan bahwa Tentara telah gagal
mengantisipasi akan terjadinya kerusuhan. Juga terdapat kekurangan pada
komunikasi antara komando yang bertanggung-jawab dengan pasukan di
lapangan. Sehingga TGPF tiba pada kesimpulan bahwa, --- kekerasan yang
terjadi itu, merupakan "usaha menciptakan situsai kritis sehingga
memerlukan dibentuknya kekuasaan in-skonstitusinil untuk menguasai
situasi. *Dalam bahasa sehari-hari: menciptakan situasi untuk melakukan
KUDETA.* Menurut TGPF, Jendral Prabowo Subianto adalah tokoh kunci dalam
keterlibatan tentara dengan kerusuhan Jakarta itu.
Ester Jusuf menekankan bahwa terjadinya kerusuhan adalah pada waktu yang
hampir bersamaan di Medan, Jakarta, Bandung, Makasar, Jogya, dll -- hal
mana tidak mungkin bila tidak ada pengaturan menurut rencana yang sudah
ditetapkan.
Fadli Zon dengan keras membantah tuduhan tsb. Dinyatakannya laporan TPGF
itu adalah fitnah terhadap Prabowo Subianto.
* * *
Yang parah ialah bahwa pemerintah yang sekarang ini, samasekali tidak
menunjukkan "political will" dan tindakan apapun untuk menangani kasus
Kerusuhan 13-15 Mei 1998, menghukum yang bertanggung-jawab, dan para
pelakunya serta mememberikan keadilan kepada para korban. Seperti
dinyatakan oleh Komisioner KomnasHAM, Zamrotin, dalam diskusi tsb: --
Pada tahun 2004 KomnasHAM mengajukan pertanyaan kepada Kejaksaan Agung
sekitar kerusuhan Mei 1998, tapi tidak menerima tanggapan.
* * *
Apa yang terjadi pada kerusuhan Mei 1998, jelas menuruti suatu pola
tertentu. Yaitu *KEKERASAN*. Yang disutradarai oleh aparat keamanan.
Pola ini persis sama dengan apa yang terjadi menjelang berdirinya Orde
Baru. Pola kekerasan mencirii Peristiwa Pelanggaran HAM berat yang
paling luas dalam sejarah Republik Indonesia. Yaitu Peristiwa
Pembantaian Masal 1965/66.
Sikap pemerintah dewasa ini terhadap Kerusuhan 13-15 Mei 1998, dan
terhadap Peristiwa Pembantaian Masal 1965 dengan keterlibatan aparat
keamanan negeri, adalah . . .*b u ng k a m !* "Let bygones be bygones".
. . . "Mari bersama melihat kedepan". . . . . kata mereka-mereka itu.
Bukankah sikap seperti itu merupakan usaha *UNTUK MELUPAKAN SEJARAH?*
* * *
Menanggapi sikap tidak bertanggung-jawab pemerintah ini seorang penulis,
AYANG UTRIZA NWAY, mahasiswa S-2 sejarah "Ecole des Hautes Etudes en
Sciences Sociales" (EHESS) Paris, tergugah dan menulis a.l :
Kini, pemerintahan yang baru ini, apakah punya niat baik untuk
merehabilitasi para korban PKI dan membuat tim pencari fakta korban
pembantaian 65-66? Kita tidak tahu. Kita hanya bisa mengharap bahwa
tragedi besar kemanusian ini segera diselesaikan. Kita hanya tak ingin
negara ini berdiri di atas piramida korban kemanusiaan. Paling tidak,
studi dan penelitian tentang korban pembantaian "65-66" harus terus
dilakukan agar semakin jelas sejarah kelabu bangsa ini.
Pertanyaan serupa harus ditanyakan kepada pemerintah sekarang ini
mngenai kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998:
Dan dengn tegas dan keras kita nyatakan: *Kita tidak ingin negara ini
ini berdiri di atas piramida korban kemanusiaan.*
*What Next . . . . ?*
Jawaban tegas dan adil sudah diberikan, oleh salah seorang dari generasi
muda: **
*Paling tidak, studi dan penelitian tentang korban pembantaian harus
terus dilakukan agar semakin jelas sejarah kelabu bangsa ini.*
** * * *
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment