*Kolom IBRAHIM ISA*
*Senin, 13 Mei 2013**
---------------------*
*Nama AHOK, Memang COCOK Dengan Julukan: *
*-- "(A)was (H)antu (O)rang (K)omunis" – *
*-- AHOK Jadi KALAP, Arogan Dan Provokatif *
* * *
Kasus seperti ini bisa terjadi di mana saja. Pada banyak gejala dalam
kehidupan masyarakat yang sarat dengan berita-berita sensasi … sering di
belakang ucapan, pernyataan, tulisan . .. . tersembunyi suata "permainan
politik". Para elite politik sipil dan militer, yang kuasa atau pernah
ikut kuasa sering menggunakan cara ini. Mereka ada maksud tertentu yang
menjadi motif sesungguhnya.
Mereka melemparkan sesuatu yang 'sensasionil' ke masyarakat. Seperti
yang terjadi baru-baru ini. Suatu kelompok warga atau individu
distigmtisasi, sebagai komunis, oleh seorang pejabat, Wagub, Ahok. Jika
diteliti dan dianalisa lebih lanjut, bisa terungkap hakikatnya. Bahkan
tidak jarang yang bersangkutan membuka dirinya sendiri dalam proses
pembicaraan, kritik-kontra-kritik dan munculnya pengungkapan baru.
Apakah hal yang disinyalir diatas, seperti yang dilakukan AHOK itu ---
"ngototnya" Ahok menggunakan cara "stigmatisasi komunis" terhdap
penduduk Pluit yang "bandel" dan "berani" menyanggah sang Wagub, . . . .
apakah karena mengandung motif lain di belakang pernyataan stigma itu?
Perhatikan: --- Ahok kemudian memperluas sasaran ujung tombaknya ke
KomnasHAM . . . apakah ulah Ahok itu semua, merupakan cara saja untuk
sesuatu tujuan yang sebenarnya.? Menyangkut dua kasus diatas sikap Ahok,
menampakkan watak pejabat yang kalap, arogan dan provokatif.
* * *
Ahok terus saja menuding para penghuni lahan di daerah Pluit, sebagai
Komunis. Sikap Wagub DKI Ahok ini sekarang jelas!. Bukan karena ia
latah, atau ngomong "kebablasan". Bukan kebetulan! Itu memang sikap dan
'taktik politik"Ahok dalam "bernegosiasi." *Bisakah diartikan Ahok
begitu itu, adalah untuk "cari muka" pada jendral-jendral dan sementara
elite politik di kekuasaan sekarang ini. Di peti arsenal mereka masih
tersimpan rapi senjata stigma "hantu komunis" untuk mengintimidasi dan
memojokkan lawannya. *
Dan tidak mustahil merupakan suatu pengungkapan sikap politiknya kepada
kekuatan warisan politik Orba yang sekarang masih bercokol di eksekutif,
legeslatif, yudikatif , media dan ekonomi. Ahok tampak getol menepuk dada:
*Sesungguhnya Ahok hendak memaklumkan: "– – – SAYA (Ahok) ANTI-KOMUNIS!" *
* * *
Dari sini bisa disimpulkan bahwa:
1.
Ahok tidak akan berhenti dengan cara menstigmatisasi sekelompopk
warga, bila diperlukannya, ia akan lagi-lagi menaku-nakuti warga
Pluit tsb (dan siapa saja yang dianggapnya lawan politiknya) dengan
stigma "hantu-Komunis" !
2.
Sudah dipastikan dalam benak Ahok. bahwa Komunis itu 'perampas
tanah'. Kata Ahok: "Kalau merebut lahan negara, itu namanya otak
orang komunis. Itu ingetin kita ke cerita komunis yang merampok
tanah orang. Kita harus tegas. Saya tidak menuduh Anda komunis loh
tapi kalau Anda meminta begitu, berarti Anda otak komunis
** * **
Benarlah jadinya canang banyak orang ketika itu, bahwa Ahok menggunakan
cara Orba. Yaitu suatu cara kotor, cara stigmatisasi, memburukkan,
menjadikan komunis itu sebagai penjahat,
kemudian menuduh warga Pluit yang berani menggugat kemauan Ahok, sebagai
pengikut ide Komunis.
Ulah Ahok menggunakan stigma "hantu-Komunis" dalam urusannya dengan
penduduk Pluit yang akan digusur rumahnya, tidak berhenti di situ saja.
Di satu fihak Ahok bersikeras, "ngotot", meneruskan cara stigma Komunis
untuk meredam kritik lawannya. Di lain fihak ia menngambil sikap
provpokatif, arogan dan "berlagak pembesar" yang punya kuasa untuk
bertindak sewenang-wenang. Telusuri saja tanggapannya terhadap undangan
KomnasHAM pada Jokowi untuk membicarakan masalah penggusuran terkait.
* * *
Ahok 'mencak-mencak' menuding KomnasHAM, seperti dibritakan a.l oleh
Indopos, sbb:
Sikap tidak bersahabat ditunjukkan Wakil Gubernur DKI Jakarta
mengungkapkan ketidak senangannya pada lembaga negara yang telah
memanggil Gubernur DKI Joko Widodo terkait rencana penggusuran warga di
bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara.
''KomnasHAM tak seharusnya memanggil Jokowi karena masalah ini. Kalau
gitu tolong dudukin Monas sekalian. Iya dong, jadi nanti kalau saya
kirim orang dari Belitung dudukin Monas nih, kalau diusir saya lapor
Komnas HAM, melanggar HAM. Boleh gak? Terus minta ganti rugi dan bagi
hasil tanah. Gimana?'' Ujar Ahok, di Balai Kota Jakarta, kemarin (10/5).
''Kami tidak peduli, lagipula sejak Februari lalu pihak Pemprov DKI
telah meletakkan alat berat di sekitaran Waduk Pluit,'' tegas Ahok.
* * *
Ikuti sura-suara yang mengecam sikap dan pernyataan Ahok:
*Rudin Akbar Lubis, anggota DPRD DKI Jakarta*, menyayangkan sikap Ahok
yang tidak menghormati Komnas HAM. Juga disayangkannya ketidak hadiran
Jokowi memenuhi panggilam Komnas HAM.
Sebagai pemimpin yang dikenal taat hukum, harusnya mereka menghormati
lembaga Komnas HAM. "Lagipula dengan memenuhi panggilan Komnas HAM,
bukan berarti mereka melanggar HAM. Justru seharusnya mereka datang dan
menjelaskan duduk persoalan penggusuran tersebut pada Komnas HAM."
* * *
*Seorang penulis berkomentar di FB* (12/5):
Wagub Jakarta Ahok masih hidup di abad lalu, dia kena sindrom Orde Baru.
Istilah "komunis" digunakan oleh moralis kelas penguasa-penindas Orde
Baru untuk pembenaran-diri dan penghancuran lawan politik... Jadi,
"Komunisme Ahok" tidak ada kaitan dengan pemahaman terkini tentang
tatakelola/governance lahan kota Global Selatan, termasuk Jakarta, yang
mengakui istilah lahan "formal-informal" bagi kaum miskin kota BUKAN
"legal-ilegal" karena, ternyata... warga miskin juga berhak akan kota!
* * *
*Bowo dari Indopos berreaks*i sbb:
Sikap Ahok yang sinis dan arogan itu seperti yang dikatakannya di |Balai
Kota Jakarta (10/5), a.l.sbb:
''Komnas HAM tak seharusnya memanggil Jokowi karena masalah ini. Kalau
gitu tolong dudukin Monas sekalian. Iya dong, jadi nanti kalau saya
kirim orang dari Belitung dudukin Monas nih, kalau diusir saya lapor
Komnas HAM, melanggar HAM. Boleh gak? Terus minta ganti rugi dan bagi
hasil tanah. Gimana?''
Sebelumnya *Komisioner KomnasHAM Siane Indriani*mengatakan sekitar 30-an
warga bantaran Waduk Pluit, Muara Baru, Jakarta Utara, mendatangi Komnas
HAM untuk mengadukan penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI.
Menurut warga, selama ini belum ada pembicaraan mengenai rencana
penggusuran tersebut sebelumnya. Pada Rabu (8/5) lalu Jokowi pun
dipanggil oleh Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus warga Muara Baru.
Namun, Jokowi mangkir dari panggilan dengan alasan belum menerima surat
panggilan dari Komnas HAM. Padahal, pihak Komnas HAM sejak 2 Mei lalu
sudah melayangkan surat tersebut kepada mantan wali kota Solo tersebut.
*Menanggapi hal ini, anggota DPRD DKI Jakarta Rudin Akbar Lubis,
*menyayangkan sikap Wagub Ahok yang tidak menghormati Komnas HAM. Ia
juga menyayangkan ketidak hadiran Jokowi memenuhi panggilam Komnas HAM.
Menurut Lubis, sebagai pemimpin yang dikenal taat hukum, harusnya mereka
menghormati lembaga KomnasHAM. "Lagipula dengan memenuhi panggilan
KomnasHAM, bukan berarti mereka melanggar HAM. Justru seharusnya mereka
datang dan menjelaskan duduk persoalan penggusuran tersebut pada
KomnasHAM," tandasnya. (wok)
* * *
Sebagai penutup di bawah ini dilampirkan sebuah tulisan yang serius dan
berargumentasi sekitar pernyataan Ahok tentang Koannya mengenai
Komunisme. Sebagai pejabat pilihan penduduk Jakarta, ada baiknya Ahok
membaca dan memperluas sedikit pengetahuannya tentang Komunis. Tulisan
Coen tsb ada baiknya dipertimbangkannya secara serius.
Tulisan *Coen Husain Pontoh *di bawah ini baik dijadikan bahan pemikiran
kembali oleh Ahok, dan mereka-mereka yang pandangannya kurang lebih sama
dengan pandangan Ahok.
* * *
*COEN HUSAIN PONTOH : *
*M*/*ahasiswa Ilmu Politik di City University of New York (CUNY), a.l
menulis sbb (4 /5):*/
DALAM beberapa waktu terakhir ini, media Indonesia memberitakan kasus
tentang kemarahan warga Bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara, terhadap
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thahaja Purnama alias Ahok, karena
menuduh warga tersebut sebagai komunis.
Di zaman Orde Baru, tuduhan komunis jelas bukan perkara main-main,
karena itu bisa berarti kematian hak-hak sipil dan politik serta hak
ekonomi, sosial dan budaya bagi si tertuduh. Karena itu, setelah
kejatuhan rezim orba, seluruh elemen pro-demokrasi berusaha sekuat
mungkin untuk tidak menggunakan kata komunis sebagai alat untuk
memojokkan lawan-lawan politiknya.
/*Pertama*//,/karena faktor kesejarahannya yang berdarah dan brutal
tersebut; dan/,/karena memang telah terjadi pemutarbalikkan dan
penjungkirbalikkan yang luar biasa terhadap sejarah gerakan dan
pemikiran komunis itu sendiri.
Tentu saja tetap ada yang getol menggunakan kata komunis untuk menyerang
atau menyingkirkan lawan politiknya. Siapa mereka? Tidak lain adalah
tentara dan kalangan Islam Politik. Tapi, sejauh ini tuduhan-tuduhan
komunis itu sudah dianggap sebagai lelucon belaka, sebuah cara
berpolitik yang tak beradab. *Mereka yang menuduh lawan politiknya
sebagai komunis, pasti si penuduh dianggap sebagai politisi yang goblok
dan tukang konspirasi.*
Karena itu, saya heran mengapa Ahok berani sekali mengumbar kata-kata
komunis dalam pertemuan-pertemuan resminya. Apalagi, pemahaman Ahok akan
komunisme itu sepenuhnya salah. Ia mendefinisikan komunis bukan
berdasarkan pada sebuah telaah teoritik yang mendalam, melainkan hasil
dari logika /utak atik gathuk-/nya. Logika /ngawur /Ahok itu begini:
A: Tanah milik negara (legal).
B: Warga menduduki tanah negara (legal) tersebut secara illegal.
A+B: Karena warga yang digusur menuntut ganti rugi atas tanah negara
yang didudukinya secara illegal tersebut, maka warga (oknum, dalam
bahasa Ahok) tersebut adalah komunis.
Kalau pinjam bahasa gaulnya Ahok, saya mau bilang, '/komunis nenekmu
yang definisinya seperti itu.'/
Darimana Ahok belajar atau membaca buku bahwa komunis itu adalah seperti
yang disebutkannya itu? Kalau melihat usianya, yang kira-kira sekitar
40an tahun, maka bisa dipastikan pemahaman Ahok akan komunisme itu hasil
didikan rezim orba. Ia mungkin masih hapal betul buku-buku Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) produk sejarawan ABRI atau sejarawan
yang bersekutu dengan rezim orba. Dan karena Ahok sudah tak punya waktu
lagi membaca secara serius (sesuai pengakuannya), maka pemahaman yang
salah itu tetap melekat di kepalanya. Omongan Ahok yang keliru ini
menjadi masalah karena ia adalah pejabat publik yang kini lagi
digandrungi oleh banyak orang, sehingga walaupun omongan itu salah
secara akademik maupun politik, bisa dianggap benar oleh publik.
Lalu apa makna komunis menurut Karl Marx dan Friedrich Engels? Saya
menggunakan definisi kedua orang ini, karena mereka adalah pendiri
sekaligus teoritikus utama gerakan komunisme. Engels mengatakan,
komunisme adalah sebuah doktrin mengenai kondisi-kondisi pembebasan
proletarian (kelas pekerja). Artinya, ini doktrin yang secara sengaja
diperuntukkan buat kelas pekerja, bukan buat seluruh kelas. Dengan kata
lain, tidak mungkin kelas kapitalis akan menggunakan doktrin komunis ini
dalam upayanya melindungi dan memenangkan kepentingannya sebagai sebuah
kelas. Kenapa demikian?
Di sini, kita mesti lihat bagaimana Marx dan Engels menganalisa corak
produksi kapitalisme. Menurut keduanya, esensi kapitalisme itu adalah
adanya dua kelas yang sangat dominan dalam masyarakat, yakni kelas yang
memiliki (mengontrol dan menguasai) alat-alat produksi yang disebut
sebagai kelas kapitalis; serta kelas yang hanya bisa hidup jika ia
menjual tenaga kerja (alat produksi satu-satunya) kepada kelas
kapitalis. Intinya, masyarakat kapitalis itu adalah masyarakat yang
dicirikan oleh sistem kerja upahan. Tentu saja masyarakat kapitalis
tidak hanya terdiri dari dua kelas ini. Yang dikatakan Marx dan Engels
bahwa dua kelas inilah yang paling dominan untuk mengatakan bahwa inilah
ciri dari corak produksi kapitalisme.
Dengan demikian, selama kedua kelas ini eksis maka kapitalisme tetap
eksis. Tetapi, walaupun keduanya berhubungan satu sama lain, tetapi
hubungannya yang paling mendasar bersifat konfliktual. Si kapitalis
ingin terus menindas buruh, sementara si buruh ingin bebas dari
penindasan tersebut. Nah, dalam konteks itulah maka komunisme memberikan
panduan teoritik kepada kelas buruh untuk membebaskan dirinya dari
penindasan kelas kapitalis. Tujuan dari perjuangan kelas buruh itu
adalah terwujudnya masyarakat komunis, yakni masyarakat tanpa kelas,
dimana tidak ada lagi kelas buruh dan kelas kapitalis. Karena ciri
masyarakat berkelas adalah adanya kepemilikan pribadi atas alat-alat
produksi, maka dalam komunisme kepemilikan pribadi atas alat-alat
produksi harus dihapuskan. Mengapa harus dihapuskan? Karena kepemilikan
pribadi itulah sumber dari tegaknya masyarakat berkelas.
Ketika dalam perjuangan itu kelas pekerja berhasil menang, maka mereka
harus membangun sebuah sistem kekuasaan yang bisa menjawab permasalahan
sosial, politik, ekonomi, dan budaya pada zamannya masing-masing. Marx
dan Engels tidak berpretensi membangun sebuah sistem pemikiran yang
telah lengkap dan sempurna dari A – Z, yang tidak boleh diubah oleh para
pengikutnya. Yang dikemukakan keduanya bahwa dalam masyarakat
pasca-kapitalis ini, hal pertama yang harus dilakukan oleh negara adalah
menyediakan hak-hak paling mendasar bagi seluruh warga negaranya,
seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan gratis; dan tidak boleh ada
lagi orang atau kelompok orang menjadi kaya karena menindas orang atau
kelompok lainnya. Namun, karena masyarakat baru ini lahir dari
reruntuhan masyarakat kapitalis, maka pada tahap ini insentif berbasis
pasar tetap berlangsung, dimana 'setiap orang dihargai sesuai dengan
hasil kerjanya//to each according their work.' /
Sebagai contoh jika ada dua perempuan buruh, yang satu memiliki lima
orang anak dan yang lain hanya dua orang anak, jika keduanya sama-sama
bekerja delapan jam sehari, maka pada setiap akhir bulan keduanya akan
mendapatkan gaji yang sama. Jika perempuan buruh dua anak itu bekerja 9
jam, maka ia digaji satu jam lebih banyak dari perempuan buruh dengan 5
anak tadi. Tetapi, ketika kerja bukan hanya sekadar alat untuk hidup,
tapi telah menjadi medium realisasi potensi kemanusiaannya secara bebas,
sehingga konsekuensinya level produksi menjadi meningkat, maka adalah
mungkin masyarakat diorganisir melampaui mekanisme penghargaan pasar,
dimana penghargaan//reward/ tidak lagi berbasis pada kerjanya (berapa
lama dan apa jenis kerjanya), tetapi sesuai dengan kebutuhannya (/from
each according their needs). /
Kembali menggunakan contoh kedua perempuan buruh tersebut, maka pada
tahap lanjut masyarakat komunis perempuan yang memiliki lima anak harus
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dari perempuan buruh yang hanya
memiliki dua orang anak, walaupun jam kerja keduanya sama. Bukankah ini
diskriminasi? Benar, ini diskriminasi dalam pengertian yang positif,
bahwa penghargaan harus diberikan kepada mereka yang kebutuhannya lebih
besar. Bagaimana jika seorang perempuan dokter dengan satu anak, apakah
penghargaannya harus lebih kecil dari perempuan sopir bis dengan lima
orang anak? Jawabannya adalah ya.
Dari prinsip inilah kemudian muncul kesalahpahaman yang luar biasa,
bahwa komunisme itu bersifat totaliter karena tidak menghargai
pencapaian individual; berprinsip sama rata sama rasa, karena semua
orang, tanpa peduli kemampuan personalnya diperlakukan sama, yang
artinya juga adalah totaliter. Saya mau menjawab kesalahpahaman ini:
/pertama/ tudingan itu keliru karena setiap orang kebutuhan mendasarnya
telah disediakan oleh negara secara gratis pada masa-masa awal
pengorganisiran masyarakat pasca-kapitalis;
* * *
*Kedua*/*,*/**tidak ada lagi orang menjadi kaya karena menindas orang
lain, yang berarti orang bekerja sesuai dengan keputusan personal yang
bebas, karena kebutuhan dasarnya sudah sepenuhnya tersedia. Ia mau jadi
dokter bukan karena adanya iming-iming uang segudang yang bakal
diperolehnya, tapi karena ia memang senang menjadi dokter. Ini berbeda
dengan masyarakat kapitalis, dimana keputusan untuk bekerja itu bersifat
terpaksa karena suplai tenaga kerja jauh melampui kebutuhan pasar tenaga
kerja, atau karena mimpi akan uang sekoper, sehingga orang bersedia
kerja apa saja yang penting bisa punya uang untuk makan, bayar kuliah,
bayar kontrakan, dsb.
*Ketiga*/,/ masyarakat komunis ini bukan sesuatu yang bisa dipaksakan
keberadaannya sejak awal masyarakat pasca-kapitalis terbentuk. Tidak ada
satu kalimat pun dari Marx-Engels bicara soal ini. Bagi keduanya,
masyarakat komunis itu adalah sebuah proses historis, yang akan
berkembang sesuai dengan kondisi-kondisi historis pada masanya, seperti
tingkat perkembangan teknologi, tingkat perkembangan ekonomi, sosial dan
budaya, perjuangan kelasnya, serta kebijakan pemerintah yang berkuasa.
Tidak ada /sim salabim, abracadabra /di sini.
* * *
------------------------------------
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
wanita-muslimah-digest@yahoogroups.com
wanita-muslimah-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
0 comments:
Post a Comment