Advertising

Sunday 25 April 2010

[wanita-muslimah] RE: [mediaumat] KH. Hasyim Asy'ari dan Liberalisasi Pemikiran

 



KH. Hasyim Asy'ari dan Liberalisasi Pemikiran

Kyai Hasyim Asy'ari dikenal pembela syariat Islam. Andai beliau masih hidup,
pasti berada di garda depan menolak pemikiran Liberal

Oleh: Kholili Hasib*

SUSUNAN Pengurus PBNU telah diumumkan, namun apakah sudah steril dari
orang-orang liberal? Tentunya, harapan itu besar bagi umat Islam Indonesia.
Sudah saatnya arus liberalisasi agama yang diusung oleh sebagian intelektual
muda NU belakangan ini ditanggapi serius dan tegas. Sebab, pemikiran
'nyeleneh' mereka sangat jauh dari ajaran-ajaran KH. Hasyim Asy'ari -pendiri
NU - yang dikenal tegas dan tidak kompromi terhadap tradisi-tradisi batil.

Ironinya, ketokohan Kyai Hasyim tidak hanya sudah ditinggalkan, akan tetapi
malah berusaha ditarik-tarik dengan mengatakan, Kyai Hasyim adalah tokoh
inklusif.

"KH. Hasyim adalah tokoh moderat, menghargai keberagamaan, dan terbuka,"
begitu ungkap seorang kader muda NU, dalam acara bedah bukunya berjudul
"Hadratussyaikh; Moderasi Keumatan dan Kebangsaan" pada 13 Maret 2010 di
Jombang.

Penulisnya yang juga aktivis Islam Liberal, tampaknya ingin menarik-narik
bahwa pemikiran Kyai Hasyim sesuai dengan pemikiran progresif anak-anak muda
NU saat ini.

Progresif dalam pemikirannya, adalah yang tak jauh dari pemikiran liberal
dan inklusif. Tentu, ini sebuah kesimpulan yang cenderung gegabah.
Kesimpulannya tersebut akan membawa dampak tidak sehat terhadap organisasi
NU ke depan. Sebab, ketokohan Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat jauh
dari ide-ide inklusifisme (keterbukaan) mereka. Pada zamannya, harap
dicatat, Kyai Hasyim adalah tokoh sangat concern membela syari'at Islam.

Dalam konteks dinamika pemikiran progresif anak-anak muda NU seperti
sekarang, cukup menarik bila kita mengkomparasikan dengan pemikiran founding
father Jam'iyah NU ini. Ada jarak yang cukup lebar ternyata antara ide-ide
Kyai Hasyim dengan wacana-wacana yang dikembangkan kader-kader muda NU yang
liberal itu.

Ketokohan KH. Hasyim Asy'ari yang sangat disegani, membuat orang NU ingin
diakui sebagai pengikut beliau. Akan tetapi, upaya pengakuan yang dilakukan
anak-anak muda liberal NU tidak dilakukan dengan mengaca pada perjuangan dan
ideologi Kyai Hasyim.

Sebaliknya, pemikiran Kyai Hasyim justru secara paksa disama-samakan dengan
pemikiran iklusivisme mereka. Padahal Kyai Hasyim pada zamannya terkenal
sebagai ulama' yang tegas dan tidak kompromi dengan tradisi-tradisi yang
tidak memiliki dasar.

Ketegasan Kyai Hasyim

Wajah pemikiran pendiri NU ini yang paling menonjol adalah dalam pendidikan
Islam, sosial politik, dan akidah. Akan tetapi pemikiran terakhir beliau ini
belum banyak dielaborasi. Padahal untuk bidang keyakinan yang prinsip,
beliau dikenal mengartikulasikan basicfaithnya secara ketat, tegas, dan
tidak kompromi.

Dalam kitabnya Al-Tasybihat al-Wajibat Li man Yashna' al-Maulid bi
al-Munkarat mengisahkan pengalamannya. Tepatnya pada Senin 25 Rabi'ul Awwal
1355 H, Kyai Hayim berjumpa dengan orang-orang yang merayakan Maulid Nabi
SAW. Mereka berkumpul membaca Al-Qur'an, dan sirah Nabi.

Akan tetapi, perayaan itu disertai aktivitas dan ritual-ritual yang tidak
sesuai syari'at. Misalnya, ikhtilath (laki-laki dan perempuan bercampur
dalam satu tempat tanpa hijab), menabuh alat-alat musik, tarian,
tertawa-tawa, dan permainanan yang tidak bermanfaat. Kenyataan ini membuat
Kyai Hasyim geram. Kyai Hasyim pun melarang dan membubarkan ritual
tersebut.

Dalam aspek keyakinan, Kyai Hasyim juga telah wanti-wanti warga Nadliyyin
agar menjaga basic-faith dengan kokoh. Pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936,
Kyai Hasyim dalam pidatonya menyampaikan nasihat-nasihat penting. Seakan
sudah mengetahui akan ada invasi Barat di masa-masa mendatang, dalam pidato
yang disampaikan dalam bahasa Arab, beliau mengingatkan, "Wahai kaum
muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir yang telah merambah
ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit
untuk.dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk."

Dalam pidato tersebut, warga NU diingatkan untuk bersatu merapatkan diri
melakukan pembelaan, saat ajaran Islam dinodai. "Belalah agama Islam.
Berjihadlah terhadap orang yang melecehkan Al-Qur'an dan sifat-sifat Allah
Yang Maha Kasih, juga terhadap penganut ilmu-ilmu batil dan akidah-akidah
sesat", lontar Kyai Hasyim. Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut
Kyai Hasyim, para ulama harus meninggalkan kefanatikan pada golongan,
terutama fanatik pada masalah furu'iyah. "Janganlah perbedaan itu (perbedaan
furu') kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,"
tegasnya.

Tegas, tidak kenal kompromi dengan tradisi-tradis batil, serta bijaksana,
inilah barangkali karakter yang bisa kita tangkap dari pidato beliau
tersebut. Bahkan pidato tersebut disampaikan kembali dengan isi yang sama
pada Muktamar ke-XV 9 Pebruari 1940 di Surabaya. Hal ini menunjukkan
kepedulian beliau terhadap masa depan warga Nadliyyin dan umat Islam
Indonesia umumnya, terutama masa depan agama mereka ke depannya - yang oleh
beliau telah diprediksi mengalami tantangan yang berat.

Situasi aktual yang akan dihadapi kaum muslim ke depan sudah menjadi bahan
renungan Kyai Hasyim. Dalam kitab Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama'ah, beliau
mengutip hadis dari kitab Fathul Baariy bahwa akan datang suatu masa bahwa
keburukannya melebihi keburukan zaman sebelumnya. Para ulama dan pakar hukum
telah banyak yang tiada. Yang tersisa adalah segolongan yang mengedepan
rasio dalam berfatwa. Mereka ini yang merusak Islam dan membinasakannya.

Dalam kitab yang sama, mbah Hasyim (demikian sering dipanggil) menyinggung
persoalan aliran-aliran pemikiran yang dikhawatirkan akan meluber ke dalam
umat Islam Indonesia. Misalnya, kelompok yang meyakini ada Nabi setelah Nabi
Muhammad, Rafidlah yang mencaci sahabat, kelompok Ibahiyyun - yaitu kelompok
sempalan sufi mulhid yang menggugurkan kewajiban bagi orang yang mencapai
maqam tertentu - , dan kelompok yang mengaku-ngaku pengikut sufi beraliran
wihdatul wujud, hulul, dan sebagainya.

Menurut Kyai Hasyim, term wihdatul wujud dan hulul dipahami secara keliru
oleh sebagian orang. Kalaupun term itu diamalkan oleh seorang tokoh sufi dan
para wali, maka maksudnya bukan penyatuan Tuhan dan manusia (manunggaling
kawula).

Seorang sufi yang mengatakan "Maa fi al-Jubbah Illa Allah", maksudnya adalah
bahwa sesuatu yang ada dalam jubbah atau benda-benda lainnya di alam ini
tidak akan wujud, kecuali karena kekuasaan-Nya. Artinya, menurut Kyai
Hasyim, jika istilah itu dimaknai manunggaling kawula, maka beliau secara
tegas menghukumi kafir.

Karakter pemikiran yang diproduk Kyai Hasyim memang terkenal berbasis pada
elemen-eleman fundamental. Dalam karya-karya kitabnya, ditemukan banyak
pandangan beliau yang menjurus pada penguatan basis akidah. Dalam kitabnya
Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama'ah itu misalnya, Kyai kelahiran Jombang ini
menulis banyak riwayat tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman.

Oleh sebab itu, Kyai Hasyim mewanti-wanti agar tidak fanatik pada golongan,
yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslim. Jika ditemukan
amalan orang lain yang memiliki dalil-dalik mu'tabarah, akan tetapi berbeda
dengan amalan syafi'iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras
menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan qath'i tidak
boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur'an, hadis, dan
pendapat para ulama terdahulu.

NU Tapi Liberal

Sayangnya, model pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tersebut tidak
menjadi kaca yang baik. Bahkan 'kaca' pemikiran Kyai Hasyim berusaha
diburamkan sedemikian rupa, terutama oleh anak-anak muda NU yang liberal.

Punggawa-punggawa Jaringan Islam Liberal (JIL) tak sedikit berlatar belakang
NU. Akan tetapi, yang diperjuangkan bukan lagi ke-NU-an sebagaimana ajaran
Kyai Hasyim, melainkan pluralisme, sekularisme, kesetaraan gender, dan civil
society.

Beberapa intelektual muda NU yang hanyut dalam arus liberalisme agama harus
ditanggapi serius. Pemikiran anak-anak muda itu cukup membahayakan. Tidak
hanya bagi NU, tapi juga keberagamaan di Indonesia secara umum.

KH. Hasyim Muzadi ketika masih menjabat ketua PBNU telah merasa gerah dengan
munculnya wacana liberalisasi agama yang melanda kalangan muda NU. Beliau
telah menyadari bahwa liberalisme telah menjadi tantangan di NU.

Sebab, liberalisasi agama jelas menyalahi tradisi NU, apalagi melawan
perjuangan KH. Hasyim Asy'ari. "Liberalisme ini mengancam akidah dan syariah
secara bertahap," ujar KH Hasyim Muzadi seperti dikutip www.nuonline.
<http://www.nuonline.com> com pada 7 Februari 2009.

Kekhawatiran tersebut memang perlu menjadi bahan muhasabah di kalangan warga
NU. Sebab, invasi anak-anak muda tersebut pelan-pelan akan menghujam ormas
Islam terbesar tersebut. Kasus Ulil yang memberanikan diri mencalonkan diri
sebagai ketua PBNU dalam muktamar kemarin adalah sebuah sinyal kuat,
bagaimana tokoh liberal bisa masuk bursa calon ketua. Harusnya, ada
ketegasan sikap dari elit-elit NU untuk mencegah.

Padahal, KH. Hasyim Asy'ari sangat menetang ide-ide pluralisme, dan
memerintahkan untuk melawan terhadap orang yang melecehkan Al-Qur'an, dan
menentang penggunaan ra'yu mendahului nash dalam berfatwa (lihat Risalah
Ahlu Sunnah wa al-Jama'ah). Dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam'iyati
Nadlatu al-'Ulama, Hadratusyekh mewanti agar berhati-hati jangan jatuh pada
fitnah - yakni orang yang tenggelam dalam laut fitnah, bid'ah, dan dakwah
mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Memang mestinya, nadliyyin yang liberal tidak mendapat tempat di dalam NU.
Sebab, perjuangan Kyai Hasyim pada zaman dahulu adalah menerapkan syariat
Islam. Untuk itulah beliau, sepulang dari belajar di Makkah mendirikan
jam'iyyah Nadlatul Ulama' - sebagai wadah perjuangan melanggengkan
tradisi-tradisi Islam berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Ketegasannya semoga tidak sekadar diwacanakan secara verbal. Tentu ini
tidaklah cukup dibanding dengan kuatnya arus liberalisme di tubuh ormas
Islam terbesar di Indonesia ini. Tindakan nyata dan tegas hukumnya fardlu
'ain bagi para ulama' yang memiliki otoritas dalam tubuh organisasi.

Ormas-ormas Islam terbesar di Indonesia seperti NU adalah aset bangsa yang
harus diselamatkan dari gempuran virus liberalisme. NU dan Muhammadiyah bagi
muslim Indonesia adalah dua kekuatan yang perlu terus di-backup. Jika dua
kekuatan ini lemah, tradisi keislaman Indonesia pun bisa punah. Maka, andai
Kyai Hasyim hidup saat ini, beliau pasti akan berada di garda depan menolak
pemikiran Liberal.

*)Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam
(ISID) Gontor - Ponorogo

Sumber: hidayatullah. <http://hidayatullah.com> com (22/4/2010)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Welcome to Mom Connection! Share stories, news and more with moms like you.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment