Advertising

Tuesday 13 July 2010

[wanita-muslimah] Menghargai Pendapat Orang Lain

 



MENGHARGAI PENDAPAT ORANG LAIN

 

Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin
Abdillah Al-Fauzan

 

Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah Azza wa Jalla, Dzat yang telah mengangkat kedudukan para ulama yang
bertakwa. Shalawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam penutup para nabi. Juga kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikuti
mereka sampai hari kiamat

Amma ba'du.

 

Slogan "menghargai pendapat orang
lain", berulang kali disampaikan melalui media audio maupun media cetak, dan
ungkapan ini, seolah-olah sudah menjadi sebuah peraturan mengikat. Padahal
ungkapan ini tidak mutlak, tidak sepenuhnya benar. Karena masalah-masalah yang
berkaitan dengan din (agama), pijakannya ialah Al-Qur'an dan As-Sunnah, bukan
berdasarkan pendapat. Sehingga siapapun yang salah dalam permasalahan din, maka
pendapatnya tidak boleh dihargai dan tidak boleh didiamkan. Karena menghargai
atau diam merupakan pengkhianatan terhadap Islam dan kaum muslimin ; juga
berarti menyembunyikan al-haq (kebenaran), padahal Allah Azza wa Jalla
berfirman.

 

"(Dan (ingatlah), ketika
Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu) :
"Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kalian
menyembunyikannya…)" [Ali-Imran : 187]

 

Meskipun yang keliru itu adalah
orang terbaik atau orang yang paling tinggi martabatnya (dia tetap tidak boleh
didiamkan, -red) karena kedudukan al-haq lebih tinggi dari dirinya.

 

Lihatlah ! Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu 'anhu membantah pendapat Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'anhuma
ketika mereka menyelisihi dalil tentang pembatalan haji ke umrah. Dan Abdullah
bin Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata : "Hampir saja ada batu yang jatuh dari
langit menimpa kalian. Aku mengatakan Rasulullah bersabda, sedangkan kalian
mengatakan Abu Bakar dan Umar mengatakan". Karena tidak boleh berijtihad, jika
ada nash atau dalil.

 

Oleh karena itu, tidak boleh
menghargai pendapat orang lain dengan mengorbankan agama. Membantah kesalahan,
bukan berarti merendahkan atau menurunkan derajat orang yang dibantah. Kecuali
jika yang dibantah itu bukan ahli ilmu, maka keadaan orang ini harus
dijelaskan, supaya ia tidak dianggap sebagai ulama, karena ia bukan ulama. Para
ulama tidak membolehkan umat mendiamkan kesalahan-kesalahan mereka (jika ada,
red), dan mereka juga tidak merasa berat menerima kebenaran dari orang yang
membawakannya.

 

Contohlah Imam Abu Hanifah
rahimahullah, beliau berkata : "Jika ada hadits yang datang dari Rasulullah
Shallallahu 'alaihi was allam, maka kami taat sepenuhnya. Jika ada ucapan yang
datang dari para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami
taat sepenuhnya. Jika ada ucapan yang datang dari selain mereka, maka mereka
adalah tokoh, dan kami juga tokoh". Maksudnya, sama-sama ulama, selama itu
merupakan masalah ijtihadiy

 

Masalah ijtihadiy, yang belum
jelas kebenarannya, tidak bisa diingkari apabila yang berpendapat itu seseorang
yang berhak untuk berijtihad. Yaitu yang memenuhi persyaratan sebagaimana
disebutkan dalam kitab-kitab ushul, bukan seorang yang merasa berilmu, padahal
bodoh. Jadi, berijtihad bukan hak semua orang.

 

Imam Malik rahimahullah juga
berkata : "Kita semua bisa membantah dan bisa dibantah, kecuali penghuni kubur
ini". Maksudnya, ialah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, tidak ada
seorangpun yang tidak boleh dibantah jika salah, dan ia tidak boleh fanatik
dengan pendapatnya.

 

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah
berkata : "Jika ucapanku bertentangan dengan sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, maka benturkanlah pendapatku dengan tembok". Maksud beliau,
tinggalkanlah pendapatku

 

Imam Ahmad rahimahullah berkata :
"Aku heran dengan sebagian manusia yang sudah mengetahui sanad dan keshahihan
sanad, namun mereka mengikuti pendapat Sufyan. Padahal Allah Azza wa Jalla
berfirman.

 

"(Maka hendaklah
orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih)" [An-Nur : 63]

 

Kemudian, untuk diketahui,
orang-orang yang mempropagandakan slogan "menghargai pendapat orang lain",
mereka ini hanya akan menghormati dan menghargai pendapat-pendapat yang sesuai
dengan nafsu dan sejalan dengan ambisi mereka, meskipun pendapat itu
bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Mereka tidak akan menghargai pendapat yang sesuai dengan Al-Qur'an dan
As-Sunnah, jika pendapat ini berseberangan dengan nafsu dan ambisi mereka.
Bahkan kemudian, mereka menyematkan gelar jumud (beku, tidak fleksibel),
ekstrim, dangkal, dan berbagai gelar buruk lainnya terhadap pendapat yang
sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

 

Juga dalam memberikan bantahan,
tidak harus menyebutkan kebaikan orang yang dibantah, sebagaimana dikatakan
para pengusung pendapat muwazanah (keseimbangan)[1]. Karena tujuannya bukan
mengoreksi orang itu, namun hanya menjelaskan kesalahan-kesalahannya supaya
orang lain tidak terpedaya. Sekali lagi bukan meluruskan orang itu.

 

Membantah orang yang
menyimpang dalam urusan din (agama) merupakan perkara wajib, supaya al-haq
tidak bercampur dengan yang bathil. Allah Azza wa Jalla telah membantah
perkataan orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dalam kitab-Nya yang mulia.

 

Ketika Abu Sufyan mengatakan
kepada kaum muslimin saat perang Uhud, "kami memiliki Uzza, sedangkan kalian
tidak memiliki Uzza", maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
kepada para sahabat.

 

"Tidakkah kalian membalasnya?"
Para sahabat berkata ; "Wahai Rasulullah, apa yang harus kami ucapkan ?"
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab : "Allah Azza wa Jalla adalah
maula (pelindung) kami, sedangkan kalian tidak memilki maula" [2]

 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam juga pernah menyuruh Hassan bin Tsabit Radhiyallahu 'anhu membantah kaum
musyrikin dengan menggunakan syair-syairnya Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

 

"Jawablah untukku, dan semoga
Ruhul-Qudus (Malaikat Jibril) bersamamu" [3]

 

Lalu Hassan membantah kaum
musyrikin dengan bantahan yang lebih menyakitkan dari hujaman anak panah dan
tombak. Dan para ulama terus melakukan bantahan terhadap orang-orang yang
menyimpang. Kitab-kitab mereka, dalam masalah ini sudah ma'ruf (dikenal).

 

Hanya saja (yang perlu
diperhatikan, red) dalam membantah harus tetap dengan menggunakan adab-adab
yang disyari'atkan. Dan tujuan melakukan bantahan ialah membela kebenaran, bukan
membela diri dan menghabisi orang yang dibantah.

 

Hendaklah tidak menyinggung
pribadi orang yang dibantah, (misalnya) dengan menjarh atau merendahkannya,
kecuali jika orang yang dibantah itu sesat, atau ahli bid'ah, atau orang yang
sok tahu dengan berbicara atas nama Allah dan Rasulullah tanpa dasar ilmu.
Kalau keadaannya seperti ini, maka si pembantah wajib menjelaskan keadaan ilmu
dan din (agama) seorang yang dibantahnya, sehingga ucapan orang yang dibantah
itu tidak dipercaya, dan pendapat yang datang darinya tidak diambil, karena
sarana yang bisa menyempurnakan suatu yang wajib, maka hukumnya wajib.

 

Allah Azza wa Jalla berfirman
tentang ahli kitab yang mencela kaum muslimin, mengejek dan menyematkan gelar
buruk pada mereka.

 

"Katakanlah (wahai Muhammad)
: "Apakah akan aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang lebih buruk
pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang
yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan
babi (dan orang yang) menyembah Taghut". Mereka itu lebih buruk tempatnya di
lebih tersesat dari jalan yang lurus" [Al-Maidah : 60]

 

Ringkasnya, dalam keadaan
bagaimana pun, seorang ahli ilmu tidak boleh mendiamkan perkataan orang-orang
yang menyimpang dan perkataan orang-orang sok tahu yang terus mengatakan
sesuatu yang tidak mereka ketahui (hakikatnya, red). Seorang ahli ilmu, wajib
menjelaskan al-haq dan membantah kebathilan, sebagai bentuk pembelaan terhadap
Allah Azza wa Jalla, Rasul-Nya, Kitab-Nya, dan pembelaan terhadap seluruh kaum
muslimin. Allah Azza wa Jalla berfirman.

 

"Dan Allah mengatakan yang
sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)" [Al-Ahzab : 4]

 

Dalam mukaddimah (pembukaan)
bantahan terhadap Jahmiyah, Imam Ahmad rahimahullah mengatakan.

 

"Segala puji milik Allah Azza wa
Jalla yang telah menjadikan pada setiap masa, sekelompok ahli ilmu yang
membersihkan penyimpangan orang-orang yang berbuat ghuluw terhadap Kitabullah,
pengakuan orang-orang yang menolak sifat-sifat Allah, serta menghilangkan penakwilan-penakwilan
orang jahil.

 

Para ahli ilmu ini mendakwahi
orang yang sesat menuju petunjuk. Mereka bersabar dari gangguan orang-orang
yang sesat. Betapa banyak orang-orang sesat itu telah mendapatkan petunjuk
dengan perantaraan para ahli ilmu. Dan betapa banyak menusia yang dimatikan
(hatinya, red) oleh iblis telah dihidupkan kembali melalui para ahli ilmu.
Alangkah baiknya pengaruh mereka kepada manusia, dan alangkah buruk balasan
manusia kepada mereka".

 

Demikian, kita memohon kepada
Allah Azza wa Jalla agar diberi ilmu yang bermanfaat dan amalan shalih. Kita
memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memperbaiki para penguasa kita, dan
para penguasa kaum muslimin dimanapun berada ; agar Allah memenangkan din
(agama)-Nya dan meninggikan kalimat-Nya, memberikan petunjuk kepada kaum
muslimin yang tersesat.

 

Kita memohon kepada Allah Azza wa
Jalla agar memperlihatkan al-haq itu sebagai kebenaran dan memberikan kekuatan
kepada kita untuk mengikutinya ; serta memperlihatkan kebathilan itu sebagai
kebathilan dan memberikan kekuatan kepada kita untuk menjauhinya.

 

Kita memohon kepada Allah agar
tidak menjadikan suatu kebathilan itu menjadi samara-samar, sehingga
mengakibatkan kita tersesat.

 

[Al-Bayan Li Akhta'i Ba'dhil
Kuttab, 2/62-64]

 

[Disalin dari Majalah As-Sunnah
Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp.
0271-5891016]

__________

Foote Note

[1]. Pendapat yang mengharuskan
penyebutan kebaikan seseorang yang dinilai memiliki kekeliruan dan kesalahan,
red

[2]. HR Al-Bukhari, red

[3]. Dalam riwayat Imam
Al-Bukhari, Kitab Bad'il Khalqi, Bab Dzikril Malaikah, juga dalam riwayat Imam
Muslim, Kitab Fadha'ilish Shahabah, Bab : Fadha'il Hassan bin Tsabit no. 6334.

 

http://www.almanhaj.or.id/content/2385/slash/0

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Get great advice about dogs and cats. Visit the Dog & Cat Answers Center.


Hobbies & Activities Zone: Find others who share your passions! Explore new interests.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment