Advertising

Friday 26 November 2010

[wanita-muslimah] Majikan Kejam atau Pemerintah Loyo?

 



http://www.hidayatullah.com/kolom/opini/opini/14335-majikan-kejam-atau-pemerintah-loyo

 Majikan Kejam atau Pemerintah Loyo?



Wednesday, 24 November 2010 15:30






 




Migrant Care mencatat, 11 bulan terakhir ada 908 TKI meninggal secara tidak wajar. Apa yang dilakukan pemerintah kita? Oleh: Ama Farah*

 Sumiati
dan Kikim Komalasari adalah dua nama terbaru dalam daftar korban
kekerasan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang mencuat ke
publik. Migrant Care (JPNN 24/11) mencatat, dalam 11 bulan
terakhir ada 908 TKI yang meninggal secara tidak wajar. Ini berarti
setiap bulan sekitar 82 TKI kehilangan nyawa. Sementara khusus di Arab
Saudi, selama 11 bulan tahun 2011 ini ada 5.636 TKI yang mengalami kasus
serius. Jika ini benar, sungguh menyedihkan. Majikan
kejam yang tidak berperikemanusiaan kerap mengemuka sebagai latar
belakang rentetan musibah yang dialami TKI. Apakah penyebab nasib buruk
TKI hanya karena majikan mereka bertabiat kejam, atau ada masalah lain
yang sebenarnya lebih mendasar? Bagaimana dengan latar belakang TKI itu
sendiri dan bagaimana dengan pemerintah yang berkewajiban melindungi
warga negaranya, apakah mereka layak untuk bebas dari tudingan penyebab
masalah? Antara Majikan dan Pekerja Anies
Hidayah dari Migrant Care di acara televisi Democrazy pernah mengatakan
bahwa masalah bahasa bukan alasan orang lantas bisa berbuat kejam
terhadap TKI. Pernyataan tersebut benar, namun demikian tidak berarti
masalah bahasa yang sangat vital untuk komunikasi antar personal itu
dikesampingkan begitu saja dari lingkup permasalahan TKI kita. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan "be aware of the other person's body language and tone of voice",
karena dapat menyebabkan masalah pelik. Bisa kita bayangkan betapa
besar dan banyak potensi masalah antara TKI yang berbahasa Indonesia
(atau mungkin bahasa Indonesia saja juga tidak fasih karena mereka
banyak yang berasal dari daerah pelosok) dengan majikan yang berbahasa
asing dan memiliki budaya yang jauh berbeda. Belum lagi masalah
menyangkut keterampilan dan kualitas kerja. Sangat
mungkin ketika majikan menyuruh ke kanan, si pekerja malah ke kiri.
Disuruh melakukan A dengan cara ini, si pekerja malah melakukan B dengan
cara itu. Harus kita akui, bahwa sebagian besar
TKI Indonesia yang bekerja di sektor rumah tangga, sangat minim
keterampilannya. Kebanyakan berasal dari desa dengan pendidikan menengah
ke bawah, yang tidak familiar dengan peralatan rumah tangga moderen.
Sementara PJTKI, sebagai agen mereka paling-paling hanya memberikan
pelatihan sekedarnya saja dan dalam waktu singkat. Sekedar tahu kompor
gas, mesin cuci dan seterika dianggap sudah cukup. Kualitas hasil
pekerjaan pun tidak bisa dipertanggungjawabkan. Semua
majikan pasti ingin mendapatkan kualitas pekerjaan yang baik sebagai
imbal balik dari gaji yang diberikannya. Di Indonesia saja, yang
kebanyakan rumah tangga hanya memiliki peralatan standar, PRTnya banyak
yang tidak terampil bekerja. Majikan dibuat kesal karena peralatan rusak
akibat kesalahan pembantu. Tidak sedikit juga di antara mereka lantas
naik pitam dan menghajar pekerjanya dengan panci, yang ujung-ujungnya si
pembantu berakhir di rumah sakit atau kuburan. Jadi, TKI sebagai pekerja yang tidak punya keterampilan sebagaimana mestinya, juga menjadi pangkal masalah. Disamping
fenomena penyiksaan TKI, ada fenomena "hubungan badan haram", yang
menghasilkan anak-anak di luar nikah. Kasus ini sering kali
diasosiasikan dengan kasus perkosaan. Jika kita
amati dan selidiki lebih jauh, sebenarnya tidak jarang anak-anak yang
"tidak berbapak" itu merupakan hasil hubungan konsensus, suka sama suka.
Sayangnya tidak ada data resmi mengenai hal ini. Namun, jika Anda
memiliki kesempatan untuk berdialog dengan para TKI yang memiliki anak
diluar nikah, pasti akan Anda dapati sebuah kenyataan bahwa mereka tidak
selalu menjadi korban perkosaan. Sebagai
perempuan normal yang memiliki ketertarikan dengan lawan jenis, berada
jauh dari suami yang dapat memberikannya nafkah batin, bukanlah perkara
mudah untuk menahan hasrat seksual. Demikian pula para TKW lajang yang
pastinya memiliki perasaan suka dengan laki-laki. Terlebih lagi mereka
didorong dengan motif ekonomi. Jika kasus hubungan
haram antara lawan jenis TKW dengan keluarga majikan sering dilabeli
sebagai "kasus pemerkosaan" dan muncul di media massa, maka kasus
hubungan haram antara PRT di dalam negeri dengan keluarga majikan sering
dilabeli sebagai "kasus selingkuh" dan tidak selalu mencuat ke publik
atau di media massa, jauh lebih banyak. Beda Indonedia dan Filipina  Awal Mei 2009 Gulf News
pernah menulis, "Kebanyakan masalah yang ditangani Philippine Overseas
Labour Office (POLO) di Dubai, menyangkut para PRT yang melarikan diri
karena gajinya tidak dibayar, kekerasan fisik, pekerjaan berlebih dan
masalah-masalah terkait kontrak." Antonio
Curameng, Konsul General Filipina, ketika itu juga mengatakan bahwa
negaranya berupaya untuk mencegah orang Filipina bekerja di luar negeri
sebagai PRT, sebagai bagian dari tindakan perlindungan terhadap
pekerjanya. Karena pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga sangat rentan
eksploitasi. Sama dengan masalah TKI bukan? Tidak
ada bedanya sama sekali. Namun perbedaan cukup mencolok antara
pemerintah Filipina dengan Indonesia adalah mereka punya kebijakan yang
tegas dalam masalah pengiriman tenaga kerja. Pemerintah Filipina tidak
segan melakukan negosiasi ulang untuk menaikkan batas minimum gaji bagi
pekerjanya.  Ambil contoh, pada April tahun lalu
Filipina berhasil mencapai kesepakatan dengan pemerintah Uni Emirat Arab
untuk menaikkan upah minimum PRT dari $200 menjadi $400. Philippine Overseas Employment Administration
berupaya agar tenaga kerjanya mau belajar bahasa asing, minimal Inggris
dasar. Ketika pekerja banyak yang merasa keberatan karena harus
membayar uang kursus, maka mereka mencari jalan untuk memberikan
pelatihan gratis. Ribuan TKI menderita dan tewas,
namun sejauh ini upaya pemerintah baru sampai pada kebijakan KTKLN
(Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) yang diklaim sebagai instrumen
pelindung utama TKI di luar negeri. Entah seberapa besar keajaiban kartu
itu, sehingga dinilai mampu menekan masalah pelik ini. Bagaimana jika
kartu berisi 60 jenis data TKI itu hanyut, terselip, terbuang, database
rusak, tidak dapat diakses dan lain sebagainya? Kiranya
sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan yang lebih masuk akal untuk
menanggulangi masalah TKI di luar negeri. Pemerintah dan swasta dalam
hal ini PJTKI harus membuka pusat latihan kerja dan aneka kursus. Jika
tidak mungkin diberikan secara gratis, maka kenakan biaya yang murah dan
terjangkau. Akan lebih mulia lagi jika pemerintah
mampu membuka lapangan kerja diberbagai sektor baik formal maupun
informal, yang ditunjang dengan regulasi yang jelas dan tegas. Berikan
edukasi pada seluruh rakyat, bahwa pekerjaan yang terhormat bukan melulu
bekerja sebagai PNS atau staf kantor di gedung bertingkat. Bahwa
pekerjaan terhormat adalah pekerjaan halal yang bisa dilakukan dengan
baik dengan keterampilan yang cukup. Figur Jo
Frost di reality show Supernanny dan Mr. Belvedere yang populer dalam
sebuah serial komedi situasi pada tahun 1980an, tidak mustahil
diwujudkan oleh para TKI jika mereka memiliki keterampilan yang cukup.
Mereka memang muncul di televisi, tapi banyak figur seperti mereka bukan
fiksi dan bisa ditemui di dunia nyata. Ada banyak pengasuh yang
dihormati karena kecakapannya. Ada banyak tukang masak yang pandai
menyajikan aneka ragam hidangan, sehingga majikan mereka tidak ragu
memperpanjang kontrak dengan upah yang layak. Memberikan perlindungan kepada TKI, tidak cukup hanya dengan selembar kartu pengenal dan sebuah telepon genggam tanpa pulsa. Bukan berita baru, TKW Filipina di Malaysia digaji 2 kali lipat dari gaji TKW kita. Masih
ingat ketika 16 September 1995, Sarah Balabagan divonis mati oleh
aparat hukum Uni Emirat Arab (UEA). TKW asal Filipina ini hamper maju ke
tiang gantungan karena dituduh membunuh majikan yang berupaya
memerkosanya. Akibat pembelaan pemerintahnya yang
luar biasa, gadis berusia 16 tahun itu bisa luput dari hukuman mati.
Presiden Filipina kala itu, Fidel Ramos, sampai memerlukan datang ke Uni
Emirat Arab, untuk menyelesaikan kasus ini. Pemerintah Filipina bahkan
tak tanggung-tanggung, menyewa pengacara internasional terkemuka untuk
Balabagan. Pembelaan masyarakat Filipina juga
mengharukan. Demonstrasi dan penggalangan opini publik, menyebabkan
kasus Sarah Balabagan naik derajatnya menjadi urusan yang bisa
mengganggu hubungan diplomatik antara Filipina dan Uni Emirat Arab.
Kasus Sarah Balagan sangat terkenal di Filipina bahkan kisahnya
difilmkan. Lantas, di mana diplomat, DPR, pejabat dan pemerintah kita dalam hal ini?
*)Penulis adalah peminat masalah sosial yang tinggal di Depok 

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Find useful articles and helpful tips on living with Fibromyalgia. Visit the Fibromyalgia Zone today!


Be a homeroom hero � help Yahoo! donate up to $350K to classrooms!


Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment