Advertising

Monday, 31 October 2011

[wanita-muslimah] Kasus Korupsi Tak Terungkap Tuntas....

 



Sumber: http://www.majanews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2190:kpk-tak-hadir-praperadilan-nazar-ditunda-lagi&catid=28:nasional&Itemid=30

Senin, 31 Oktober 2011 16:24  Ditulis oleh Fikri Ariansyah., SM.

KPK Tak Hadir Praperadilan Nazar Ditunda Lagi

MAJAnews - Sidang praperadilan Muhammad Nazaruddin yang menggugat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali ditunda. Pasalnya, pihak tergugat,
KPK, tidak menghadiri sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan ini.

Menurut Ketua Majelis Hakim, Dimyati, sidang gugatan praperadilan ini harus
dihadiri kedua belah pihak, baik pemohon (pihak Nazaruddin) dan termohon (KPK). "Kedua belah pihak harus hadir maka kita panggil lagi termohon," kata Dimyati saat memimpin sidang, Senin, 31 Oktober 2011.

Dimyati mengatakan, sesuai
undang-undang, pengadilan berhak  memanggil termohon dalam waktu minimal 7 hari, dan kedua belah pihak wajib menghadiri persidangan. "Ini
panggilan sah dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin, 7 November 2011," ujar Dimyati.

Pengacara Nazaruddin, Boy Afrian
Bondjol, menyayangkan ketidakhadiran KPK pada sidang gugatan
praperadilan yang kedua ini. Pasalnya, tidak ada alasan yang disampaikan KPK sebelumnya untuk tidak menghadiri persidangan ini. Padahal, kata
dia, sidang praperadilan penting agar kedua belah pihak bisa menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.

"Kenapa harus takut untuk hadir.
Kalau memang dia (KPK) merasa penyitaan sah, hadir saja. Tanggapi sesuai dengan proses hukum berlaku," ujar Afrian.

Saat dikonfirmasi, pihak KPK belum
ada yang bisa memberikan penjelasan terkait alasan ketidakhadiran dalam
sidang gugatan pra peradilan Nazaruddin ke KPK di PN Jakarta Selatan.

Sidang ini diajukan Nazaruddin
karena tidak terima dengan penyitaan sejumlah barang di tas hitam
miliknya oleh KPK. Selain KPK, Nazaruddin juga menggugat bekas Duta
Besar Indonesia untuk Kolombia, Michael Menufandu.

Kubu Nazaruddin meminta agar Hakim
mengatakan bahwa penyitaan yang dilakukan KPK dan Menufandu dinyatakan
tidak sah. Hal ini karena proses penyitaan tak sesuai dengan prosedur
berdasarkan KUHP yaitu pasal 38, 39, 128, 129, dan 130 KUHP.

Nazaruddin juga meminta agar tas
hitam beserta isinya dikembalikan. Tas hitam itu antara lain berisi, dua BlackBerry warna hitam lengkap dengan pin dan email serta charger, satu buah Nokia tipe C5 beserta charger, satu buah Nokia tipe E7, satu buah
flashdisk merk Vaio, dan satu jam tangan merek Patek Philippe.

Ada pula satu buah tiket elektronik dari Cartagena ke Bogota, uang senilai US$20,000, satu dompet merk LV,
satu compact disk berisi rekaman CCTV rumah Nazaruddin, dua buah
flashdisk dan empat lembar print out laporan keuangan partai Demokrat
yang berhubungan dengan kongres di Bandung dikembalikan kepada
Nazaruddin.

Sebelumnya, pada Senin 10 Oktober
2011, sidang ini juga ditunda. Karena Michael Menufandu sebagai turut
termohon tidak hadir dalam persidangan.(viva-team)

***
Sumber: https://gorontalonews.wordpress.com/2011/09/09/tangkap-lagi-koruptor-kpk-tahan-dua-auditor-bpk-sulut/

Tangkap Lagi Koruptor, KPK Tahan Dua Auditor BPK Sulut

Posted by gorontalo news on September 9, 2011 · Leave a Comment
 
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Utara (Sulut), yaitu B (Bahar) dan MM (Munzir). Keduanya, ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Penahanan tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan perkara tindak pidana korupsi penerimaan sesuatu atau hadiah berupa uang dari JSMR (Jefferson Rumajar) selaku Walikota Tomohon periode 2005-2010. Dimana, terkait dengan pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah Kota Tomohon Tahun Anggaran 2007 yang diiduga dibuat menjadi lebih baik, yaitu dari yang seharusnya Tidak Memberikan Pendapat (TMP-Disclaimer) menjadi Wajar Dengan Pengecualian.

"Demi kepentingan penyidikan tersangka B dan MM ditahan selama 20 hari ke depan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam siaran pers, Kamis (8/9).

Kemudian, Bahar dititipkan di rumah tahanan Mabes Polri dan Munzir dibawa ke rumah tahanan Polda Metro Jaya. Saat digelandang ke dalam mobil tahanan, kedua tersangka menutupi wajahnya dengan secarik kertas. Mereka enggan berkomentar mengenai penahanannya.

Diketahui, pada pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Tomohon tahun anggaran 2007, Bahar bertindak sebagai ketua tim pemeriksa. Sedangkan, Munzir menjabat sebagai anggota tim. Dimana, keduanya diduga menerima uang senilai Rp 600 juta dari Jefferson Rumajar yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Dengan maksud merubah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Tomohon Tahun Anggaran 2007.

Selain itu, keduanya juga diduga mendapatkan fasilitas berupa hotel dan sewa kendaraan yang pembayarannya dibebankan atau menggunakan dana Pemkot Tomohon sekitar Rp7,5 juta.

Atas perbuatannya, Bahar dan Munzir disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(sp/IAN/rima)

***
Sumber: http://hukum.kompasiana.com/2011/02/22/artikel-tua-seputar-kasus-korupsi-tak-terungkap-tuntas/

Hukum

Arsil

Reporter
Artikel Tua Seputar Kasus Korupsi Tak Terungkap Tuntas

REP | 22 February 2011 | 21:16 509 1 Nihil

Anda yakin Anda ingin membaca posting ini ? Bila iya maka Selamat Membaca.

Vonis Bebas, Surga Bagi Koruptor

JUMLAH kasus tindak pidana korupsi yang divonis bebas di Sulsel, khususnya di Pengadilan Negeri (PN) Makassar sungguh mencengangkan. Dari puluhan kasus yang bergulir di pengadilan, hampir semuanya divonis bebas. Kalau pun ada yang tidak divonis bebas, itu hanya "mencari" tumbal.

Sederetan kasus dugaan korupsi sejak 2006 silam tak mampu memenjarakan terdakwa. Mulai dari kasus pengadaan dan pengoperasian armada penyeberangan KM Takabonerate Pamatata-Bira tahun anggaran 2002 di Selayar yang menyeret Ince Langke dan HM Akib Patta yang kasusnya di sidangkan di PN Selayar, kasus RPU Soppeng yang menyeret Park Kye Soon dan Harta Sanjaya, serta kasus pelepasan aset gudang farmasi di Makassar yang membawa HB Amiruddin Maula ke kursi pesakitan.

Bukan hanya itu. Kasus tanah Pasar Tanete yang menyeret M Arief (Ketua DPRD Bulukumba), kasus Korupsi PT Telkom senilai Rp 44,9 miliar yang menyeret tiga terdakwa yakni mantan Kepala Divisi Regional (Divre) VII PT Telkom, Koesprawoto, mantan ketua Koperasi Karyawan Siporennu R Heru Suyanto dan mantan Deputi Kadivre VII Eddy Sarwono, juga berakhir dengan bebas.

Kasus lainnya, seperti kasus korupsi dana APBD Tator 2003-2004 Rp 630 juta yang melibatkan CL Palimbong, pun divonis bebas 9 September 2008 di PN Makassar. Terakhir adalah vonis bebas mantan bupati Luwu, Basmin Mattayang, mantan sekda Luwu, Baso Gani, serta 27 anggota dewan dalam kasus dana APBD 2004 sebesar Rp 1 miliar lebih.

Yang mengherankan, sebab menurut praktisi hukum, Abraham Samad, data dan bukti persidangan sesuai pemahaman hukumnya, layak dihukum. Harusnya divonis bersalah. "Ending kasus korupsi di Sulsel ini, khususnya di PN Makassar sangat memprihatinkan. PN Makassar paling gampang memvonis bebas para koruptor," katanya, Minggu, 5 April di kediamannya.

Menurut dia, vonis bebas ini disebabkan sebagian besar hakim, khususnya di PN Makassar diintervensi oleh kekuasaan dan duit. "Jika vonis bebas menuai protes, itu wajar. Terus terang, dibandingkan daerah lain, PN Makassar adalah surga bagi koruptor. Begitu koruptor masuk, dia bisa memprediksi bebas dengan duit.

Beda ketika mereka diperhadapkan atau disidang di peradilan Tipikor. Pasti diprediksi hukumannya berat. Di Makassar hampir seratus persen bebas. Khusus kasus terakhir, yakni memvonis bebas Basmin, itu melukai perasaan keadilan masyarakat. Tidak pantas bebas.

Makanya, kalau hakim masih punya nurani, ke depan, termasuk kasus Zain Katoe, itu tidak ada lagi vonis bebas. Puncuri ayam tidak ada yang lolos, kok korupsi bisa lolos," ujarnya. Untuk hakim yang "rajin" memvonis bebas terdakwa, ia juga berharap diperiksa Komisi Yudisial dan hakim pengawas di MA. Tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya.

Kalau ternyata terbukti hakim ini menerima suap, menurutnya, harus disanksi berat. Harus dipecat. Juga harus bertanggung jawab secara pidana. Diajukan ke persidangan karena menerima suap. Tidak boleh hanya sanksi administrasi.

Terkait jaksa, ia menilai memang bukan rahasia umum jika kerap terjadi tawar menawar tuntutan. Terdakwa bisa membayar sehingga tak dituntut berat. Mulai proses penyidikan atau tingkat awal hingga penuntutan disetting sehingga banyak celah di pengadilan hakim memvonis bebas. "Saya melihat hakim begitu mudah melepas pejabat dan para koruptor berduit banyak," katanya.

Soal banyaknya vonis bebas di Sulsel dan PN Makassar secara khusus, Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas juga mengakui sangat mengejutkan. "Kalau sampai 90 persen, itu angka mengejutkan. Itu menjadi cerminan putusan itu profesional atau tidak. Itu perlu dilakukan eksaminasi mulai dari BAP hingga proses peradilan," katanya.

Sementara Direktur LP Sibuk, Djusman AR mengatakan, vonis bebas hampir seluruh kasus memunculkan tanda tanya besar. Ia malah menyebut adanya indikasi jaksa asal-asalan membuat dakwaan. Hanya mengejar kuantitas kasus, bukan kualitas. "Jadi sama saja buang-buang uang negara. Makanya kita desak Kajati memeriksa JPU yang tidak dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya. Harus ditelusuri, kenapa banyak vonis bebas," katanya.

"Harapan terakhir kita adalah kasus Zain Katoe. Kalau lolos lagi berarti proses peradilan kita sakit. Sebab dibandingkan kasus lain, modus operandi kasus ini sangat jelas. Baik perbuatan melawan hukum maupun upaya memperkaya diri dan merugikan negara. Ini akan menjadi barometer terakhir melihat komitmen jaksa dan hakim," tambahnya.

Tak hanya vonis bebas, ia juga mengkritisi kelambanan dan tidak jelasnya proses sejumlah kasus. Ia menyebut kasus PDAM, mulai asuransi Rp 9 miliar hingga biaya tamu Rp 6,2 miliar. Khusus untuk dua kasus ini, Kajati Sulsel, Mahfud Mannang menyebut sudah dihentikan penyidikannya. (Fajar)
================================================================

Barang Bukti Kasus Korupsi KMF.Takabonerate Selayar,Raib Entah Kemana

OPINI
Arsil Ihsan
| 30 Juni 2010 | 15:01

Program Pemberantasan Korupsi Yang Di Dengungkan Oleh Presiden Sby Setidaknya Telah Membuat Para Pelaku Korupsi Seperti Cacing Kepanasan , Di Mana Dalam Pengungkapan Kasus Korupsi Sejumlah Elemen Di Beri Ruang Untuk Ikut Berpartisipasi Dalam Pengungkapannya. Namun Sayang, Karena Di Kabupaten Selayar Sulawesi-Selatan Hal Ini Tidak Berjalan Seperti Wilayah Lain Di Indonesia,

Sebutlah Sebuah Kasus Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Eksekutif Dan Legislatif Kabupaten Selayar, Hal Mana Ke Dua Lembaga Tersebut Di Duga Telah Merugikan Daerah Dalam Penyimpangan Anggaran Apbd Selayar Ta.2002, Terkait Pembelian Kapal Feri Km.Takabonerate Sebesar 5,5 M Rupiah , Yang Di Duga Terjadi Mark Up Dalam Pembeliannya,

Dalam Proses Penanganan Kasusnya, Hakim Telah Menvonis Mantan Bupati Selayar Periode 1999/2004, Akib Patta Dan Ketua Dprd Selayar Periode 1999/2004,Ince Langke.Yang Di Laksanakan Di Dua Tempat Persidangan Yang Berbeda, Akib Patta Di Pengadilan Negeri Makassar Dan Ince Langke Ia Di Pengadilan Negeri Selayar.

Selain Tempat Sidang Yang Berbeda, Proses Penanganan Terhadap Ke Duanya Juga Berbeda, Yakni Akib Patta Di Tahan Selama Proses Penyidikan Jaksa Dari Pengadilan Tinggi Makassar Sementara Ince Langke Tidak Di Tahan Oleh Jaksa Dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain Penanganan Yang Berbeda Putusan Hakim Yang Menangani Juga Berbeda, Di Mana Hakim Pengadilan Negeri Makassar Memvonis Penjara 1 Tahun Penjara Kepada Akib Patta, Selanjutnya Di Bebaskan Oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, Dibanding Ince Langke Yang Langsung Di Bebaskan Oleh Putusan Hakim Pengadilan Negeri Selayar.

Selain Ke Dua Petinggi Kabupaten Selayar Yang Telah Mendapat Vonis Hakim , Tiga Pejabat Pemerintah Kabupaten Selayar Telah Duluan Mendapat Vonis Hakim Pn.Selayar , Ke Tiganya Masing-Masing Mendapatkan Putusan Tiga Tahun Penjara, Namun Hanya 3 Bulan Yang Di Jalani Di Rutan Selayar, Selanjutnya Melakukan Upaya Hukum Untuk Di Tahan Di Luar Rutan Alias Tahanan Kota,Dan Hingga Saat Ini Belum Mendapat Kepastian Hukum Dalam Kasus Dugaan Korupsi Ini . Ke Tiganya Adalah , Jenewali Rahim,S.Sos, Kepala Dinas Perindustrian Selayar, Rosman Se, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Selayar Dan Direktur Pt.Suc ,Perusahaan Investor Pelaksana Proyek Pembelian Dan Pengoperasian Kapal Feri Km.Takabonerate.

Setelah Sejumlah Proses Hukum Di Laksanakan Untuk Mengungkap Fakta Dari Dugaan Kasus Korupsi 5,5 Miliar Dana Apbd Selayar Ta.2002 , Saat Ini 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Merupakan Panitia Anggaran Dalam Pengadaan Kapal Tersebut , Juga Di Dudukkan Sebagai Terdakwa, Namun Sayang Sekali Dalam Proses Hukum Yang Di Laksanakan Terkesan Hanya Sandiwara Belaka, Bisa Di Bayangkan Ketika 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Menjadi Terdakwa Dalam Kasus Ini , Saat Ini Kembali Menduduki Pantia Anggaran Periode 2004/2009, Malahj Di Antaranya Ada Yang Mendududki Ketua Komisi Di Dprd Selayar. Akibatnya Proses Persidangan Pun Tersendat. Hal Ini Di Buktikan Dengan Panjangnya Proses Persidangan Di Pengadilan Negeri Selayar, Hingga Mencapai 35 Kali Sidang , Di Mana Sebagaian Besar Persidangan Hanya Di Agendakan Sebagai Sidang Tertunda Yang Tentu Saja Sangat Tidak Sesuai Dengan Peradilan Di Negeri Ini. Yang Menjadi Pertanyaan Kenapa Aparat Penegak
Hukum Kita Tidak Tegas Kepada Sembilan Terdakwa Dengan Memberikan Penahanan Atau Memberikan Sangsi Jika Tidak Mengikuti Persidangan. Malah Dari Fakta Hukum Yang Ada Di Setiap Proses Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Apbd Selayar Ini , Barang Bukti Sebuah Kapal Feri Km Takabonerate Tidak Pernah Di Hadirkan Atau Tercatat Dalam Pengananan Hakim , Namun Kapal Milik Pemerintah Dan Masyarakat Ini , Di Kontrakkan Dan Di Operasikan Tanpa Di Ketahui Kemana Hasil Dan Siapa Yang Mengoperasikannya. Ketika Penulis Menanyakan Kepada Jpu, Aji Sukartaji Sh. Malah Berkelit Dan Membanarkan Namun Menurutnya Hal Ini Adalah Kebijakan Dari Atas.

Proses Persidangan Dari Dugaan Kasus Korupsi Dana Apbd Selayar Sebesar 5,5 Rupiah Dari Pembelian Kapal Feri Km Takabonerate Hingga Saat Ini Masih Berlanjut, Namun Hasil Persidangannya Boleh Di Kata Telah Di Ketahui Oleh Masyarakat Kabupaten Selayar , Yakni Tidak Ada Persoalan"" , Baik Yang Telah Menjadi Terdakwa" Tidak Berupaya Hukum Untuk Pengembalian Nama Baiknya Setelah Mendapat Vonis Bebas Dari Segala Tuntutan , Di Kaitkan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Publik Yang Telah Rusak Namanya Karena Di Duga Melakukan Korupsi Maupun Upaya Lainnya Untuk Meluruskan Persoalan Yang Sebenarnya, Agar Masyarakat Tidak Merasa Di Bohongi Dengan Apa Yang Mereka Dengar Dan Lihat Selama Ini. Yang Paling Penting Adalah " Kemana Kapal Km Taka Bonerate Yang Selayar Telah Beli Di Pulau Jawa" Dan Kalau Memang Kapal Itu Bukan Milik Selayar , Lantas Kemana Dan Siapa Yang Menggunakan Dana Apbd Selayar Ta.2002 Sebesar 5,5 M, Tersebut ??

Penulis Kemudian Berusaha Menghubungi Kepala Kejaksaan Negeri Selayar Sejak Tahun 2006 Yang Telah Berganti Sebanyak 2 Kali, Namun Jawaban Yang Sama Di Lontarkan Oleh Kepala Kejaksaan Lama Dan Baru, Begitupun Dengan Sejumlah Hakim Yang Lama Dan Yang Baru , Atau Mungkin Karena Mereka Tidak Merasakan Beban Utang Daerah Yang Harus Di Bayarkan Dari Apbd Selayar Hingga Saat Ini .

Mungkin Dengan Di Muatnya Tulisan Ini, Semua Yang Terkait Dan Yang Berwenang Bisa Memberikan Masukan Dan Dorongan Serta Bantuan Agar Kiranya Penegak Hukum Di Bumi Tanadoang Selayar Dapat Lebih Tegas Dalam Menjalankan Amanah Undang-Undang. Bukan Malah Sebaliknya Ketika Membaca Tulisan Ini Kemudian Mendapat Celah Untuk Mendapatkan Kesempatan. Arsil Ihsan

- Sent using Google Toolbar"
=================================================================
Kasus Korupsi
Akib Patta Divonis Tiga Tahun Penjara

Makassar, 9 Maret 2006 15:32
Drs HM Akib Patta, mantan Bupati Selayar, dinyatakan terbukti melakukan korupsi pengadaan kapal motor penyeberangan (KMP) Takabonerate senilai Rp 5,5 miliar. Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, memvonisnya tiga tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta.

Seusai pembacaan putusan tersebut, majelis hakim, yang dipimpin Andi Haedar, SH, langsung memerintahkan penahanan terhadap Akib Patta. Terpidana sebelumnya pernah ditahan di Rutan Makassar pada 12 Desember 2005 hingga 14 Januari 2006.

Majelis hakim, dalam amar putusannya menyatakan bahwa Akib Patta terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a,b UU No31 Tahun 1999, yang telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider.

Akib juga terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya sebagai Bupati Selayar.

Terhukum, kata majelis hakim, terbukti melakukan berbagai tindakan atau kebijakan yang menyimpang atau tidak sesuai dengan ketentuan yang ada terkait penyertaan saham Pemda pada pihak ketiga sebesar Rp2,5 miliar yang diambil dari APBD tahun 2001 dan pemberian pinjaman kepada pihak ketiga (PT-SUC) sebesar Rp3,5 miliar pada tahun anggaran 2002.

Kasus ini bermula dari rencana pengadaan kapal motor penyeberangan (fery) yang akan menghubungkan Kabupaten Selayar dengan Kabupaten Bulukumba. Pemkab setempat kemudian meminta kepada pihak ketiga untuk mengadakan kapal tersebut.

Pada bulan Maret 2001, Akib yang saat itu menjabat Bupati Selayar, menerima proposal kerjasama dari salah seorang pengusaha angkutan yang bernama Salewang Syamsualang, yang menawarkan proposal kerjasama pendirian perusahaan terbatas (PT) dengan modal sekitar Rp 2,5 miliar dan proposal pengadaan feri dengan modal Rp5,5 miliar kepada Akib.

Penawaran ini langsung disetujui Akib dimana rencana pengadaan kapal feri tersebut tidak melalui panitia lelang dan tanpa melibatkan instansi terkait.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Pemkab Selayar akan menyertakan modalnya ke dalam PT Selayar Utama Corporation (PT SUC), perusahaan yang didirikan untuk mengadakan dan mengoperasikan kapal Feri Takabonerate tersebut.

Tindakan yang ditempuh Akib ini berdasarkan Perda Kabupaten Selayar No.7/1997 tentang penyertaan modal daerah.

Sebagai tindak lanjut perusahaan tersebut, proposal pengadaan KMF Takabonerate kemudian diusulkan ke DPRD Selayar. Akib Patta pun meminta kepada Ketua DPRD Selayar, Ince Langke untuk merevisi APBD Kabupaten Selayar TA.2001.

Namun permintaan pengadaan KMP Takabonerate ini tidak dilampiri berita acara pembahasan intern/ekstern, studi kelayakan, dan bukti pendukung lainnya.

Selain itu, KMF Takabonerate yang dibeli itu tidak senilai dengan harga yang sesungguhnya kondisi kapal sudah tidak berfungsi lagi atau bekas.

Menanggapi permintaan revisi anggaran, Ketua DPRD Selayar, Ince Langke kemudian menerbitkan SK DPRD Selayar Nomor 22/2001 tentang revisi atau perubahan anggaran tahun 2001.

Atas dasar tersebut, Akib mengeluarkan surat nomor 333/2001 yang memerintahkan pimpinan proyek, Rosman menyetor ke kas daerah Rp 2,5 miliar. Pada 4 Agustus 2001, Akib mengajukan pinjaman daerah ke BPD Sulsel sebesar Rp 3,5 miliar untuk pengadaan armada lintas penyeberangan Pamatata (Kabupaten Selayar)-Bira (Kab. Bulukumba).

Akibat perbuatan itu, Akib dinyatakan terbukti merugika keuangan negara sekitar Rp5,5 miliar.

Mendengar putusan hakim, Akib Pata langsung menyatakan banding.

"Saya akan ajukan banding, seumur hidup, saya tidak pernah mencuri apalagi bila mencuri uang negara. Apa yang saya lakukan itu hanya untuk kepentingan rakyat, bagaimana memudahkan jalur transportasi yang menghubungkan Kabupatren Selayar dengan Bulukumba," ujarnya yang didampingi kuasa hukumnya Aspah A. Bau, dkk.

Vonis majelis hakim ini lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum, Joko Budi dan Yenny Andriyani selama empat tahun penjara. [TMA, Ant] URL: http://gatra.com/2006-03-09/versi_cetak.php?id=92871
=================================================================

Kamis, 09/03/2006 16:37 WIB
Mantan Bupati Selayar Divonis 3 Tahun Penjara
Gunawan Mashar - detikNews

Makassar - Mantan Bupati Selayar, Akib Fatta, divonis 3 tahun penjara dengan denda hukuman Rp 50 juta di Pengadilan Negeri Makassar, Jl Kartini, Kamis (9/3/2006). Akib oleh majelis hakim yang diketuai Andi Haedar dinilai terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar UU No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi. Hakim juga memerintahkan Akib segera ditahan. Mendengar putusan hakim, Akib Fatta yang duduk di kursi pesakitan dengan memakai beju batik berwarna coklat terlihat menampakkan muka kecewa. "Saya akan mengajukan banding. Dalam karir saya, saya tidak pernah mencuri," ucap Akib sebelum meninggalkan ruang sidang ketika dihadang oleh sejumlah wartawan. Hukuman 3 tahun penjara ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Akib Fattra dengan penjara 4 tahun. Akib Fatta disidangkan lantaran diduga terlibat dalam mark up pembelian kapal Takabenoerate saat ia menjabat sebagai Bupati Selayar, Sulsel pada tahun 2001 lalu.
Saat itu pembelian kapal Takabonerate yang menghabiskan duit APBD 2001 sebanyak Rp 5,5 miliar dinilai bermasalah. Pasalnya, jenis kapal yang seharusnya adalah jenis kapal angkutan untuk transportasi antar-pulau, namun kenyataannya kapal yang dibeli adalah jenis angkutan sungai. (nrl/)
================================================================
FPS Desak Penarikan Kembali KM. Takabonerate

Ketua Forum Peduli Selayar kembali mempertanyakan hasil pemeriksaan sejumlah dugaan kasus korupsi ke pihak Kepolisian Resort Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan. Pertanyaan diajukannya melalui telepon selular Kapolres setempat hari Selasa (6/10).

Usai mempertanyakan pertanyaan tersebut kepada jajaran aparat Kepolisian, Ketua FPS bersama sejumlah anggotanya, kembali mempertanyakan hal serupa kepada jajaran Kejaksaan Negeri Selayar, Sulsel yang diterima langsung Kepala Kejaksaan Negeri Selayar di ruang kerjanya.

Dalam pertemuan itu, Ketua FPS mendesak Kejari Selayar untuk segera melakukan Eksekusi terhadap barang bukti kapal feri KM.Takabonberate yang terakhir kali disebut-sebut berada di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Pada kesempatan yang sama Kejari Selayar menjelaskan, "surat perintah eksekusi terhadap obyek yang barang bukti dimaksud, sebelumnya telah disampaikan kepada JPU untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah koordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar.

Namun sayang sekali, selama ini aparat Kejaksaan Negeri Selayar terbentur pada kendala pembiayaan untuk pelaksanaan eksekusi barang bukti KM. Takabonerate. "Sementara ini, kami masih menunggu harus menantikan turunnya kucuran dana dari atas",tandasnya.

Ditemui wartawan terkait hasil perbincangannya dengan Kejari Kepulauan Selayar, Ketua FPS mengungkapkan, pertemuan ini berlatar belakang rasa keprihatinan FPS, bila Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar akan kembali mengucurkan anggaran bernilai besar dari APBD kabupaten untuk kemudian bisa mengembalikan kapal yang hingga saat ini tidak pernah di nikmati manfaatnya oleh masyarakat Selayar.

Padahal, pembelian kapal ini telah berimbas menimbulkan beban utang terhadap pemerintah kabupaten yang harus ditalangi melalui dana APBD Selayar, terhitung sejak tahun 2003 hingga saat ini dengan nilai kurang lebih dari 5,5 M rupiah.

Selain mendesak eksekusi terhadap barang bukti KM. Takabonerate, Ketua FPS, Arsil Ihsan, juga turut mempertanyakan hasil pemeriksaan dugaan mark up atas proyek pengadaan tiang listrik di daerah berjuluk Bumi Tanadoang tersebut.

Menjawab pertanyaan ini, Kejari Selayar melontarkan, "pemeriksaan kasus pengadaan tiang listrik yang turut melibatkan putra Bupati Kepulauan Selayar, Ir. Kadafi Syahrir sebagai saksi ini, tidak dilakukan di Selayar. Akan tetapi, kasusnya digulirkan di Kejati Sulselbar.

Lebih jauh, mantan jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan pelecehan nama baik Mantan Kapolda Sulselbar, yang mendudukkan Upi Asmaranda itu menjelaskan, dirinya baru menjabat Kejari Selayar.

Tak heran, kalau sejumlah dugaan korupsi dalam penggunaan APBD Selayar yang di pertanyakan FPS belum banyak yang di ketahuinya. Termasuk, dugaan penyimpangan dalam Proyek DAK Pendidikan 2005,sampai tahun 2008. Berikut, Dugaan kasus korupsi pada proyek Alkes tahun 2008.

Disusul, proyek pengadaan tiang listrik dan proyek percetakan sawah baru di Pulau Jampea, Kecamatan Pasimasunggu Timur, yang total anggrannnya hampir mencapai 30 Miliar Rupiah. Belum lagi kalau persoalan ini harus dipertambahkan dengan kasus dugaan penyimpangan dana APBD sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 yang telah di laporkan ke pihak kepolisian.

Arsyil menandaskan, dengan banyaknya dugaan kebocoran keuangan Negara di Kabupaten Kepulauan Selayar, terhitung sejak tahun 2003 hingga saat ini, maka kerugian Negara dipastikan mencapai puluhan bahkan ratusan Miliar Rupiah.

Terlebih lagi, saat penyidikan diarahkan pada sejumlah proyek APBN dibidang perhubungan, sebut saja diantaranya, kasus pembangunan dermaga, pelabuhan rakyat dan bandara. Termasuk didalamnya, proyek penyaluran dana BOS dan dugaan penyimpangan pada pengadaan buku DAK tahun 2007 sampai tahun 2008.

Terakhir, Arsyil juga menyebut-nyebut adanya indikasi korupsi pada penganggaran proyek jembatan metro dan jalan lingkar di Pulau Jampea serta pengadaan kendaraan dinas DPRD Selayar, pengadaan kapal dinas perikanan dan dugaan penyimpangan anggaran dalam pembukaan areal lahan sawah baru di Pulau Jampea.(tim)
============================================================================
FPS : Desak Kejari Selayar Eksekusi Takabonerate Dan Pertanyakan Dugaan Mark Up Pengadaan Tiang Listrik Selayar PDF Print E-mail
Written by Contrend Indonesia
Wednesday, 06 October 2010 08:19

Kajari Selayar : Kami Masih Kesulitan Pembiayaan Dan Tiang Listrik Wewenang Kejati Sul-Selbar

MC-I Setelah mempertanyakan sejumlah hasil pemeriksaan dugaan kasus korupsi ke pihak Kepolisian Selayar melalui telepon selular Kapolres Selasa 6/10, Ketua FPS bersama sejumlah tim investigasi FPS kemudian menuju kantor Kejaksaan negeri Selayar. Ketua FPS, Arsil Ihsan menemui langsung kepala Kejaksaan negeri selayar di ruang kerjanya. FPS mendesak kejari selayar untuk segera melakukan Eksekusi terhadap barang bukti kapal feri Km.Takabonberate yang di informasikan berada di probolinggo jatim. Sejumlah pertanyaan di luncurkan ke kejari selayar yang kemudian menjawab, bahwa surat perintah eksekusi terhadap obyek yang di pertanyakan oleh FPS telah di lakukan kepada JPU dan telah melakukan upaya koordinasi dengan pihak pemerintah kabupaten selayar terkait hal ini. Namun yang di pertegas oleh kepala kejaksaan negeri selayar, adalah hal pembiayaan untuk pelaksanaan eksekusi tersebut. Kami masih menunggu dana Ujar Kejari Selayar kepada Ketua FPS di Ruang
kerjanya. Mengenai adanya pembiayaan, ketua FPS sangat prihatin karena pemerintah kabupaten kepulauan selayar tentu akan mengeluarkan anggaran daerah lagi untuk kapal yang hingga saat ini tidak di nikmati oleh masyarakat selayar padahal pembelian kapal ini, telah menanggung beban utang bagi APB Selayar sejak tahun 2003 hingga saat ini lebih dari 5,5 M rupiah.

FPS,melalui ketuanya Arsil Ihsan, kemudian meminta hasil pemeriksaan dugaan mark up atas proyek pengadaan tiang listrik, namun mendapat jawaban dari kajari selayar, bahwa pemeriksaannya, bukan di selayar tapi di kejati sulselbar, termasuk memberikan penjelasan bahwa dirinya menjabat kejari selayar, baru menjabat kejari selayar, sehingga kasus kasus dugaan korupsi apbd selayar yang di pertanyakan FPS belum di ketahuinya. Diantaranya, Dugaan penyimpangan dalam Proyek DAK Pendidikan 2007, 2008, Dugaan Kasus Korupsi dalam Proyek Alkes 2008, Proyek Pengadaan Tiang Listrik dan Proyek Pembuatan Sawah Jampea yang bila di total anggrannnya maka dari semua proyek ini mencapai 30 Miliar Rupiah. Belum lagi informasi mengenai kasus dugaan penyimpangan dana APBD sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 yang telah di laporkan ke pihak kepolisian.

Di perkirakan kebocoran keuangan Negara di kabupaten selayar sejak tahun 2003 hingga saat ini mencapai puluhan bahkan seratusan Miliar Rupiah termasuk sejumlah proyek proyek APBN dibidang perhubungan, diantaranya Dermaga dan Bandara, di bidang pendidikan adalah penyaluran dana BOS dan penyimpangan pengadaan buku DAK 2007 dan 2008, penggaran proyek jembatan metro dan jalan lingkar jampea serta pengadaan kendaraan dinas DPRD Selayar, pengadaan kapal dinas perikanan dan dugaan penyimpangan anggaran dalam pembuakaan lahan sawah baru jampea.

===============================================================================================================================
Rabu, 15-03-2006
Pernyataan Sikap Atas Vonis Akib Patta

Kisahnya berawal dari aksi unjuk rasa ratusan masyarakat Kabupaten Selayar yang sempat menduduki Kantor DPRD dan Kantor Bupati Selayar beberapa tahun lalu (sekitar Tahun 1996/1997) yang menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Selayar yang waktu itu dijabat HM Akib Patta memasuki masa-masa akhir jabatannya.

Sebagai Bupati, Akib Patta yang merasa prihatin dengan nasib masyarakatnya akibat tidak adanya alat transportasi Laut yang memadai untuk memperlancar arus tranportasi dari Selayar ke Makassar membuat bupati dan DPRD mengambil sikap untuk menyetujui desakan masyarakat mengadakan Kapal Motor berupa Ferry.
Dari pertemuan yang cukup alot di DPRD disepakatilah untuk medirikan Perusahaan Daerah yang bisa mengakomodir rencana pengadaan Fery tersebut. Maka ditunjuklah Kepala Kantor Penanaman Modal Selayar, Jenewali Rahim dan Kabag. Perekonomian Pemkab Selayar, Rosman SE mewakili Pemkab. Selayar untuk bersama-sama PT Selayar Utama Corporation (PT SUC) yang dipimpin Salewang Syamsu Alam untuk menjajaki alat transportasi yang diinginkan.

Namun demikian, dalam perjalanannya, bukan hanya mereka bertiga (Jenewali, Rosman, dan Salewang, red) yang pergi mensurvey rencana pengadaan Fery tersebut, karena ternyata di DPRD disepakati sekitar delapan orang wakil rakyat ikut serta mensurvey Alat Transportasi tersebut. Akhirnya, jadilah KMP. Takabonerate yang ternyata kapal bekas yang pernah karam kemudian direnovasi dengan biaya yang cukup tinggi untuk bisa dijadikan KMP.Takabonerate.
Namun demikian karena kebutuhan masyarakat yang mendesak adanya alat transportasi Selayar-Makassar, maka tidak ada jalan lain bagi Pemkab. selayar untuk menolak keberadaan KMP. Takabonerate yang diadakan PT.SUC dari hasil pinjaman Pemkab. Selayar di BPD Selayar sekitar Rp3,5 milyar ditambah Rp1,5 milyar dari APBD Selayar sebagai penyertaan saham Pemkab. Selayar ditambah rencana modal dari PT SUC (Salewang, red) sekitar Rp500 juta.
Tapi ternyata desakan masyarakat Selayar demi kemudahan tranbsportasi tersebut berdampak pada terjadinya tindak pidana korupsi oleh pengelola PT SUC, yang justeru menjerumuskan Sang Bupati Bersih tersebut menurut penilaian sebagian besar masyarakat Selayar dan hampir se-Sulsel itu terpaksa harus merasakan getirnya hidup di dalam bui, meskipun tidak se-sen-pun dari dana pengadaan KMP. Takabonerate itu yang dinikmatinya.
Sebagai putera Selayar, dan juga Mantan Pengurus Gerakan Mahasiswa Pelajar Tanadoang (GEMPITA) Selayar, Agus Patra, SH, yang sekarang menjadi Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) GEMPITA SULSEL, ketika datang langsung ke Kantor Redaksi Upeks Hari Minggu (12/3), merasa apa yang telah dilakukan Pihak Kejaksaan Maupun Pengadilan yang telah memasukkan Akib Patta ke Sel dan menjatuhkan Vonis selama tiga tahun sebagai tindakan yang diskriminatif dan kurang mempertimbangkan aspek hukum yang lain.

Agus juga merasa yakin rencana banding yang akan dilakukan HM Akib Patta, akan dimenangkannya. Karena apapun alasannya, dan siapa pun pejabat saat itu, pasti akan melakukan hal yang sama untuk membuktikan kecintaan dan kedekatannya pada masyarakat yang dipimpinnya. Hanya saja, memang kebaikan Pak Akib Patta ternyata telah disalahgunakan oknum tertentu yang membuat beliau jadi korban Takabonerate.
Oleh karena itu, Agus berharap agar JPU dan Hakim dan menangani Kasus ini bisa lebih memperluas aspek hukum yang menjadi kajian dalam melakukan putusan sehingga tidak terjadi penganiayaan terhadap orang-orang sbenarnya tidak layak dikenai sanksi hukum, apatah lagi dalam kasus korupsi.
Selain itu, makna korupsi yang sesungguhnya harus tepat diarahkan pada sasaran yang tepat, bukannya pada orang yang hanya karena kelengahannya memperkaya orang lain, kemudian ditetapkan atau dijadikan tersangka sebagai pelaku korupsi, sementara tidak sepeser-pun uang kerugian negara yang dinikmatinya. Seharusnya konteks korupsi harus jelas bahwa yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan telah menikmati uang atau apapun yang menyebabkan adanya kerugian negara. (Zulkarnain Hamson)
==============================================================
======================================================

Kamis, 03-07-2008
KPK Diminta Periksa Kasus KM Takabonerate
-Arzil Ihsan: Kapal Sudah Raib

MAKASSAR, Upeks—Forum Peduli Selayar (FPS) telah resmi melaporkan dugaan penyimpangan anggaran APBD Kabupaten Selayar 2003, dalam pembelian Kapal Ferry KM Takabonerate senilai Rp5,5 miliar yang melibatkan pihak eksekutif dan legislatif periode 1999-2004.Laporan FPS, 1 Juli 2008, diterima oleh Bagian Penerimaan Laporan dan Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Romo, yang diserahkan H Didik Daryanto.

Menurut Ketua Forum Peduli Selayar, Arzil Ihsan, saat jumpa pers di Restoran Miramar Jl Boulevard Rabu (2/7) dugaan tentang adanya penyimpangan dalam pengadaan Kapal Takabonerate, memunculkan sebuah proses hukum 2004 lalu, yang menjadikan mantan Bupati selayar HM Akib Patta, menjadi tersangka di Kejaksaan Tinggi Sulsel, yang persidangannya digelar di Pengadilan Negeri Makassar. Selama menjadi tersangka HM Akib Patta, sempat ditahan di Rutan Makassar selama 20 hari, kemudian dikeluarkan Kejaksaan Tinggi dengan status tahanan kota Makassar. Selanjutnya menjalani persidangan di PN Makassar dengan mendapat putusan hakim, terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang atas jabatannya sebagai Bupati dengan putusan dua tahun penjara, kemudian pengacara HM Akib mengajukan banding, sampai saat ini, belum mendapat keputusan hukum pasti dari Mahkamah Agung RI.
Bersamaan dengan sidang mantan Bupati di PN Makassar, di PN Selayar juga digelar sidang yang sama, yakni sidang penyalahgunaan wewenang terhadap Kabag Ekonomi Pemkab Selayar Rosman SE, yang diduga terlibat dalam proyek investasi penanaman modal Kabupaten Selayar Djenewali Rahim yang juga dijadikan tersangka JPU dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain pejabat juga Direktur PT Selayar Utama Coorp (SUC) Drs Salewan Samsualam dijadikan tersangka dan ditahan di Rutan Selayar oleh pihak penyidik. Hakim Pemgadilan selayar juga mendudukkan mantan anggota DPRD periode 1999/2004 sebanyak 14 orang, mereka dijadikan tersangka oleh JPU Kejaksaan Negeri Selayar.
Lanjut dia, Kapal Takabonerate, hingga saat ini, tidak diketahui rimbanya, harga pembelian, proyek investasi pengadaan Kapal Ferry dengan penyertaan modal Pemkab Selayar, tapi melakukan akad kredit di Bank BPD Sulsel, jaminannya tidak diketahui sama sekali. Persoalannya disini, proses hukum sudah berjalan, namun semuanya diputuskan tidak ada yang terbukti, kapal hilang, miliaran uang masyarakat Selayar dalam APBD lenyap, lantas siapa yang paling bertanggungjawab.
Kian berlarut-larutnya persoalan Kapal Takabonerate, yang dinilai tidak ada kejelasan sama sekali, maka Forum Peduli Selayar, secara resmi melaporkan ke KPK.Oleh karena itu, pihaknya meminta KPK untuk menindak lanjuti kasus itu yang kerugian negaranya mencapai Rp5,5 miliar.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Selayar, A Hamka SH, saat dihubungi ponselnya mengatakan, tidak tahu menahu persoalan itu, dengan alasan yang menangani kasusnya Kejaksaan Tinggi Sulsel, "Jadi silahkan tanyakan di Kejati," unjarnya. (Al Ullah Ashar)

================================================================================================================================
Bupati Selayar Sulawesi Selatan Ditahan
Kamis, 16 Desember 2004 | 04:29 WIB

TEMPO Interaktif, Makassar: Akib Patta, Bupati Selayar, Sulawesi Selatan ditahan. Penahanan dalam rangka menjalani pemeriksaan itu, lantaran bupati tersebut diduga akan menghilangkan bukti dalam kasus korupsi.

Akib menjalani pemeriksaan hampir sembilan. Ia disangka terlibat kasus korupsi pembelian kapal feri Takabonerate senilai Rp 5,5 miliar. Kabupaten Selayar berjarak sekitar 130 km dari Makassar.

Usai diperiksa, Akib dijemput aparat Kepolisian Resort Kota Makassar Timur untuk dibawa ke rutan. Di dampingi pengacara Ali Abbas, ia kemudian dititipkan di blok D penjara. "Saya tidak mengambil uang," ujarnya pendek.

Akib menumpang mobil Kijang. Ia diantar Kepala Asisten Intelijen Kejati Sulawesi Selatan Mahfud Mannan. Seluruh tim penyidik juga ikut mengantarnya, antara lain Nurny Farahyanti, Muhammad Yusuf.

Akib dituduh terlibat dalam pembelian kapal feri Takabonerate pada 2002. Dalam APBD Selayar, pembelian feri dianggarkan sebesar Rp 5,5 miliar. Belakangan terungkap, Pemerintah Kabupaten Selayar ternyata membeli kapal jenis landing craft tank buatan 1994, bukan kapal feri.
Irmawati-Tempo News Room

==============================================================================================================================

FPS : KPK Tidak Serius Tangani Laporan Korupsi Kapal Feri KMF. Takabonerate Selayar
MC-I. Hingga saat ini kami belum melihat adanya perkembangan hasil klarifikasi KPK terkait laporan Forum Peduli Selayar sejak tahun 2008 lalu. Padahal semua data pendukung telah kami lampirkan termasuk kami telah melakukan upaya menanyakan ke KPK setiap saat, termasuk media di Sulawesi-selatan ini mengangkat judul kasus korupsi dana apbd Selayar tahun 2002/2003 senilai 5,5 Miliar rupiah dalam proyek pengadaan kapal feri kmf.takabonerate yang terjadi mark up dan pemalsuan jeis kapal. Pasalnya yang didatangkan bukan sebuah kapal feri akan tetapi sebuah kapal lct yang telah tenggelam yang diubah wujudnya menjadi kapal feri ,ujar ketua Forum Peduli Selayar.
Lebih lanjut disebutkan bahwa KPK seharusnya mendahulukan laporan kami tersebut, pasalnya imbas dari penyimpangan anggaran yang dilakukan para tersangka dalam hal ini telah menjadi beban utang pada masyarakat selayar dalam hal ini APBD selayar yang menjadi jaminan pelunasan utang dari pembelian kapal feri takabonerate selama hamper 10 tahun anggaran lamanya, sehingga kerugian Negara semakin bertambah hingga kami perkirakan mencapai 12 M.
Dalam keputusan kasasi di MA terhadap tiga tersangka dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun namun hingga saat ini belum menjalani putusan tersebut akibat belum di eksekusi oleh Jaksanya. Sementara kapal feri KMF Takabonerate hingga saat ini belum di kembalikan oleh pihak penegak hokum kepada pemerintah Selayar yang juga telah menggugat hal ini secara perdata di PN makasar.
Sangat jelas ini perbuatan korupsi berjamaah oleh penentu kebijakan saat anggaran proyek senilai miliaran ini di gelontorkan. Malah dalam paket pelaksanaan kegiatan ini ada pengalihan fungsi keuangan Negara dalam pembangunan pabrik es dan pembangunan cootage matalalang yang juga menjadi temuan BPK tahun 2004. Kami telah kirimkan ke KPK melalui email hal ini. Kemungkinan kami salah prosudure pelaporan atau memang KPK tidak merespon laporan kami ini, dengan alasan tidak cukup kuat bukti. Entahlah ujar Arsil.
FPS berharap laporan korupsi pengadaan kapal feri kmf.takabonerate yang telah melewati 2 ketua kpk mendapat perhatian serius. (R.22)
====================================================================================================================================
2 Bebas, 3 Ngambang , 9 Menunggu
Kamis, 10 Juni 2010 18:51 Arsil Ihsan
Email Cetak PDF

KM Takabonerate entah di mana, KPK mana gigimu?

Pewarta-Indonesia, Program pemberantasan korupsi yang didengungkan oleh Presiden SBY setidaknya telah membuat para pelaku korupsi seperti cacing kepanasan, dimana dalam pengungkapan kasus korupsi sejumlah elemen diberi ruang untuk ikut berpartisipasi dalam pengungkapannya. Namun sayang, karena di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan hal ini tidak berjalan seperti wilayah lain di Indonesia.

Sebutlah sebuah kasus dugaan korupsi yang melibatkan eksekutif dan legislatif Kabupaten Selayar, hal mana kedua lembaga tersebut diduga telah merugikan daerah dalam penyimpangan anggaran APBD Selayar TA.2002, terkait pembelian kapal feri KM Takabonerate sebesar 5,5 m rupiah, yang diduga terjadi mark up dalam pembeliannya,

Dalam proses penanganan kasusnya, hakim telah menvonis mantan Bupati Selayar periode 1999/2004, Akib Patta dan ketua DPRD Selayar periode 1999/2004, Ince Langke.yang di laksanakan di dua tempat persidangan yang berbeda, Akib Patta di Pengadilan Negeri Makassar dan Ince Langke di Pengadilan Negeri Selayar.

Selain tempat sidang yang berbeda, proses penanganan terhadap keduanya juga berbeda, yakni Akib Patta ditahan selama proses penyidikan jaksa dari Pengadilan Tinggi Makassar sementara Ince Langke tidak ditahan oleh jaksa dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain penanganan yang berbeda putusan hakim yang menangani juga berbeda, dimana hakim Pengadilan Negeri Makassar memvonis penjara 1 tahun penjara kepada Akib Patta, selanjutnya dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, dibanding Ince Langke yang langsung dibebaskan oleh putusan hakim Pengadilan Negeri Selayar.

Selain kedua petinggi Kabupaten Selayar yang telah mendapat vonis hakim, tiga pejabat pemerintah Kabupaten Selayar telah duluan mendapat vonis hakim pPN Selayar, ketiganya masing-masing mendapatkan putusan tiga tahun penjara, namun hanya 3 bulan yang dijalani di Rutan Selayar, selanjutnya melakukan upaya hukum untuk ditahan di luar rutan alias tahanan kota, dan hingga saat ini belum mendapat kepastian hukum dalam kasus dugaan korupsi ini. Ketiganya adalah: Jenewali Rahim, S.Sos, Kepala Dinas Perindustrian Selayar, Rosman, SE, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Selayar dan Direktur PT. SUC, perusahaan investor pelaksana proyek pembelian dan pengoperasian kapal feri KM Takabonerate.

Setelah sejumlah proses hukum dilaksanakan untuk mengungkap fakta dari dugaan kasus korupsi 5,5 miliar dana APBD Selayar TA.2002, saat ini 9 anggota DPRD Selayar periode 1999/2004 yang merupakan panitia anggaran dalam pengadaan kapal tersebut, juga didudukkan sebagai terdakwa, namun sayang sekali dalam proses hukum yang dilaksanakan terkesan hanya sandiwara belaka. Bisa dibayangkan ketika 9 anggota DPRD Selayar periode 1999/2004 yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, saat ini kembali menduduki pantia anggaran periode 2004/2009, malah diantaranya ada yang menduduki ketua komisi di Dprd Selayar. Akibatnya proses persidangan pun tersendat. Hal ini dibuktikan dengan panjangnya proses persidangan di Pengadilan Negeri Selayar, hingga mencapai 35 kali sidang, dimana sebagaian besar persidangan hanya diagendakan sebagai sidang tertunda yang tentu saja sangat tidak sesuai dengan peradilan di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan kenapa aparat penegak hukum kita
tidak tegas.

Kepada sembilan terdakwa dengan memberikan penahanan atau memberikan sangsi jika tidak mengikuti persidangan. Malah dari fakta hukum yang ada di setiap proses persidangan kasus dugaan korupsi APBD Selayar ini, barang bukti sebuah kapal feri KM Takabonerate tidak pernah dihadirkan atau tercatat dalam pengamanan hakim, namun kapal milik pemerintah dan masyarakat ini dikontrakkan dan dioperasikan tanpa diketahui kemana hasil dan siapa yang mengoperasikannya. Ketika penulis menanyakan kepada JPU, Aji Sukartaji, SH, malah berkelit dan membenarkan namun menurutnya hal ini adalah kebijakan dari atas.

Proses persidangan dari dugaan kasus korupsi dana APBD Slayar sebesar 5,5 rupiah dari pembelian kapal feri KM Takabonerate hingga saat ini masih berlanjut, namun hasil persidangannya boleh dikata telah diketahui oleh masyarakat kabupaten selayar, yakni tidak ada persoalan, baik yang telah menjadi terdakwa tidak berupaya hukum untuk pengembalian nama baiknya setelah mendapat vonis bebas dari segala tuntutan, dikaitkan dengan kedudukannya sebagai pejabat publik yang telah rusak namanya karena diduga melakukan korupsi maupun upaya lainnya untuk meluruskan persoalan yang sebenarnya, agar masyarakat tidak merasa dibohongi dengan apa yang mereka dengar dan lihat selama ini. Yang paling penting adalah "kemana kapal KM Takabonerate yang Selayar telah beli di Pulau Jawa," dan kalau memang kapal itu bukan milik Selayar, lantas kemana dan siapa yang menggunakan dana APBD Selayar TA. 2002 sebesar 5,5 m, tersebut?

Penulis kemudian berusaha menghubungi Kepala Kejaksaan Negeri Selayar sejak tahun 2006 yang telah berganti sebanyak 2 kali, namun jawaban yang sama dilontarkan oleh kepala kejaksaan lama dan baru, begitupun dengan sejumlah hakim yang lama dan yang baru, atau mungkin karena mereka tidak merasakan beban utang daerah yang harus dibayarkan dari APBD Selayar hingga saat ini.

Mungkin dengan dimuatnya tulisan ini, semua yang terkait dan yang berwenang bisa memberikan masukan dan dorongan serta bantuan agar kiranya penegak hukum di bumi Tanadoang Selayar dapat lebih tegas dalam menjalankan amanah undang-undang. Bukan malah sebaliknya ketika membaca tulisan ini kemudian mendapat celah untuk mendapatkan kesempatan.
=======================================================================

FPS Desak Penarikan Kembali KM. Takabonerate & Penuntasan Dugaan Kasus Korupsi Di Bumi Tanadoang Selayar
Posted: Oktober 6, 2010 by anakkukang in Uncategorized
0

Ketua Forum Peduli Selayar kembali mempertanyakan hasil pemeriksaan sejumlah dugaan kasus korupsi ke pihak Kepolisian Resort Kepulauan Selayar, Sulawesi-Selatan. Pertanyaan diajukannya melalui telepon selular Kapolres setempat hari Selasa (6/10).

Usai mempertanyakan pertanyaan tersebut kepada jajaran aparat Kepolisian, Ketua FPS bersama sejumlah anggotanya, kembali mempertanyakan hal serupa kepada jajaran Kejaksaan Negeri Selayar, Sulsel yang diterima langsung Kepala Kejaksaan Negeri Selayar di ruang kerjanya.

Dalam pertemuan itu, Ketua FPS mendesak Kejari Selayar untuk segera melakukan Eksekusi terhadap barang bukti kapal feri KM.Takabonberate yang terakhir kali disebut-sebut berada di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Pada kesempatan yang sama Kejari Selayar menjelaskan, "surat perintah eksekusi terhadap obyek yang barang bukti dimaksud, sebelumnya telah disampaikan kepada JPU untuk selanjutnya dilakukan langkah-langkah koordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar.

Namun sayang sekali, selama ini aparat Kejaksaan Negeri Selayar terbentur pada kendala pembiayaan untuk pelaksanaan eksekusi barang bukti KM. Takabonerate. "Sementara ini, kami masih menunggu harus menantikan turunnya kucuran dana dari atas",tandasnya.

Ditemui wartawan terkait hasil perbincangannya dengan Kejari Kepulauan Selayar, Ketua FPS mengungkapkan, pertemuan ini berlatar belakang rasa keprihatinan FPS, bila Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar akan kembali mengucurkan anggaran bernilai besar dari APBD kabupaten untuk kemudian bisa mengembalikan kapal yang hingga saat ini tidak pernah di nikmati manfaatnya oleh masyarakat Selayar.

Padahal, pembelian kapal ini telah berimbas menimbulkan beban utang terhadap pemerintah kabupaten yang harus ditalangi melalui dana APBD Selayar, terhitung sejak tahun 2003 hingga saat ini dengan nilai kurang lebih dari 5,5 M rupiah.

Selain mendesak eksekusi terhadap barang bukti KM. Takabonerate, Ketua FPS, Arsil Ihsan, juga turut mempertanyakan hasil pemeriksaan dugaan mark up atas proyek pengadaan tiang listrik di daerah berjuluk Bumi Tanadoang tersebut.

Menjawab pertanyaan ini, Kejari Selayar melontarkan, "pemeriksaan kasus pengadaan tiang listrik yang turut melibatkan putra Bupati Kepulauan Selayar, Ir. Kadafi Syahrir sebagai saksi ini, tidak dilakukan di Selayar. Akan tetapi, kasusnya digulirkan di Kejati Sulselbar.

Lebih jauh, mantan jaksa penuntut umum dalam kasus dugaan pelecehan nama baik Mantan Kapolda Sulselbar, yang mendudukkan Upi Asmaranda itu menjelaskan, dirinya baru menjabat Kejari Selayar.

Tak heran, kalau sejumlah dugaan korupsi dalam penggunaan APBD Selayar yang di pertanyakan FPS belum banyak yang di ketahuinya. Termasuk, dugaan penyimpangan dalam Proyek DAK Pendidikan 2005,sampai tahun 2008. Berikut, Dugaan kasus korupsi pada proyek Alkes tahun 2008.

Disusul, proyek pengadaan tiang listrik dan proyek percetakan sawah baru di Pulau Jampea, Kecamatan Pasimasunggu Timur, yang total anggrannnya hampir mencapai 30 Miliar Rupiah. Belum lagi kalau persoalan ini harus dipertambahkan dengan kasus dugaan penyimpangan dana APBD sejak tahun 2003 hingga tahun 2009 yang telah di laporkan ke pihak kepolisian.

Arsyil menandaskan, dengan banyaknya dugaan kebocoran keuangan Negara di Kabupaten Kepulauan Selayar, terhitung sejak tahun 2003 hingga saat ini, maka kerugian Negara dipastikan mencapai puluhan bahkan ratusan Miliar Rupiah.

Terlebih lagi, saat penyidikan diarahkan pada sejumlah proyek APBN dibidang perhubungan, sebut saja diantaranya, kasus pembangunan dermaga, pelabuhan rakyat dan bandara. Termasuk didalamnya, proyek penyaluran dana BOS dan dugaan penyimpangan pada pengadaan buku DAK tahun 2007 sampai tahun 2008.

Terakhir, Arsyil juga menyebut-nyebut adanya indikasi korupsi pada penganggaran proyek jembatan metro dan jalan lingkar di Pulau Jampea serta pengadaan kendaraan dinas DPRD Selayar, pengadaan kapal dinas perikanan dan dugaan penyimpangan anggaran dalam pembukaan areal lahan sawah baru di Pulau Jampea.(tim)
=====================================================
=============================================================
KPK Diminta Periksa Kasus KM Takabonerate
-Arzil Ihsan: Kapal Sudah Raib

MAKASSAR, Upeks—Forum Peduli Selayar (FPS) telah resmi melaporkan dugaan penyimpangan anggaran APBD Kabupaten Selayar 2003, dalam pembelian Kapal Ferry KM Takabonerate senilai Rp5,5 miliar yang melibatkan pihak eksekutif dan legislatif periode 1999-2004.Laporan FPS, 1 Juli 2008, diterima oleh Bagian Penerimaan Laporan dan Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Romo, yang diserahkan H Didik Daryanto.

Menurut Ketua Forum Peduli Selayar, Arzil Ihsan, saat jumpa pers di Restoran Miramar Jl Boulevard Rabu (2/7) dugaan tentang adanya penyimpangan dalam pengadaan Kapal Takabonerate, memunculkan sebuah proses hukum 2004 lalu, yang menjadikan mantan Bupati selayar HM Akib Patta, menjadi tersangka di Kejaksaan Tinggi Sulsel, yang persidangannya digelar di Pengadilan Negeri Makassar. Selama menjadi tersangka HM Akib Patta, sempat ditahan di Rutan Makassar selama 20 hari, kemudian dikeluarkan Kejaksaan Tinggi dengan status tahanan kota Makassar. Selanjutnya menjalani persidangan di PN Makassar dengan mendapat putusan hakim, terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang atas jabatannya sebagai Bupati dengan putusan dua tahun penjara, kemudian pengacara HM Akib mengajukan banding, sampai saat ini, belum mendapat keputusan hukum pasti dari Mahkamah Agung RI.
Bersamaan dengan sidang mantan Bupati di PN Makassar, di PN Selayar juga digelar sidang yang sama, yakni sidang penyalahgunaan wewenang terhadap Kabag Ekonomi Pemkab Selayar Rosman SE, yang diduga terlibat dalam proyek investasi penanaman modal Kabupaten Selayar Djenewali Rahim yang juga dijadikan tersangka JPU dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain pejabat juga Direktur PT Selayar Utama Coorp (SUC) Drs Salewan Samsualam dijadikan tersangka dan ditahan di Rutan Selayar oleh pihak penyidik. Hakim Pemgadilan selayar juga mendudukkan mantan anggota DPRD periode 1999/2004 sebanyak 14 orang, mereka dijadikan tersangka oleh JPU Kejaksaan Negeri Selayar.
Lanjut dia, Kapal Takabonerate, hingga saat ini, tidak diketahui rimbanya, harga pembelian, proyek investasi pengadaan Kapal Ferry dengan penyertaan modal Pemkab Selayar, tapi melakukan akad kredit di Bank BPD Sulsel, jaminannya tidak diketahui sama sekali. Persoalannya disini, proses hukum sudah berjalan, namun semuanya diputuskan tidak ada yang terbukti, kapal hilang, miliaran uang masyarakat Selayar dalam APBD lenyap, lantas siapa yang paling bertanggungjawab.
Kian berlarut-larutnya persoalan Kapal Takabonerate, yang dinilai tidak ada kejelasan sama sekali, maka Forum Peduli Selayar, secara resmi melaporkan ke KPK.Oleh karena itu, pihaknya meminta KPK untuk menindak lanjuti kasus itu yang kerugian negaranya mencapai Rp5,5 miliar.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Selayar, A Hamka SH, saat dihubungi ponselnya mengatakan, tidak tahu menahu persoalan itu, dengan alasan yang menangani kasusnya Kejaksaan Tinggi Sulsel, "Jadi silahkan tanyakan di Kejati," unjarnya. (Al Ullah Ashar)
====================================================================
Rabu, 15-03-2006
Pernyataan Sikap Atas Vonis Akib Patta
Kisahnya berawal dari aksi unjuk rasa ratusan masyarakat Kabupaten Selayar yang sempat menduduki Kantor DPRD dan Kantor Bupati Selayar beberapa tahun lalu (sekitar Tahun 1996/1997) yang menuntut kepada Pemerintah Kabupaten Selayar yang waktu itu dijabat HM Akib Patta memasuki masa-masa akhir jabatannya.

Sebagai Bupati, Akib Patta yang merasa prihatin dengan nasib masyarakatnya akibat tidak adanya alat transportasi Laut yang memadai untuk memperlancar arus tranportasi dari Selayar ke Makassar membuat bupati dan DPRD mengambil sikap untuk menyetujui desakan masyarakat mengadakan Kapal Motor berupa Ferry.
Dari pertemuan yang cukup alot di DPRD disepakatilah untuk medirikan Perusahaan Daerah yang bisa mengakomodir rencana pengadaan Fery tersebut. Maka ditunjuklah Kepala Kantor Penanaman Modal Selayar, Jenewali Rahim dan Kabag. Perekonomian Pemkab Selayar, Rosman SE mewakili Pemkab. Selayar untuk bersama-sama PT Selayar Utama Corporation (PT SUC) yang dipimpin Salewang Syamsu Alam untuk menjajaki alat transportasi yang diinginkan.
Namun demikian, dalam perjalanannya, bukan hanya mereka bertiga (Jenewali, Rosman, dan Salewang, red) yang pergi mensurvey rencana pengadaan Fery tersebut, karena ternyata di DPRD disepakati sekitar delapan orang wakil rakyat ikut serta mensurvey Alat Transportasi tersebut. Akhirnya, jadilah KMP. Takabonerate yang ternyata kapal bekas yang pernah karam kemudian direnovasi dengan biaya yang cukup tinggi untuk bisa dijadikan KMP.Takabonerate.
Namun demikian karena kebutuhan masyarakat yang mendesak adanya alat transportasi Selayar-Makassar, maka tidak ada jalan lain bagi Pemkab. selayar untuk menolak keberadaan KMP. Takabonerate yang diadakan PT.SUC dari hasil pinjaman Pemkab. Selayar di BPD Selayar sekitar Rp3,5 milyar ditambah Rp1,5 milyar dari APBD Selayar sebagai penyertaan saham Pemkab. Selayar ditambah rencana modal dari PT SUC (Salewang, red) sekitar Rp500 juta.
Tapi ternyata desakan masyarakat Selayar demi kemudahan tranbsportasi tersebut berdampak pada terjadinya tindak pidana korupsi oleh pengelola PT SUC, yang justeru menjerumuskan Sang Bupati Bersih tersebut menurut penilaian sebagian besar masyarakat Selayar dan hampir se-Sulsel itu terpaksa harus merasakan getirnya hidup di dalam bui, meskipun tidak se-sen-pun dari dana pengadaan KMP. Takabonerate itu yang dinikmatinya.
Sebagai putera Selayar, dan juga Mantan Pengurus Gerakan Mahasiswa Pelajar Tanadoang (GEMPITA) Selayar, Agus Patra, SH, yang sekarang menjadi Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) GEMPITA SULSEL, ketika datang langsung ke Kantor Redaksi Upeks Hari Minggu (12/3), merasa apa yang telah dilakukan Pihak Kejaksaan Maupun Pengadilan yang telah memasukkan Akib Patta ke Sel dan menjatuhkan Vonis selama tiga tahun sebagai tindakan yang diskriminatif dan kurang mempertimbangkan aspek hukum yang lain.
Agus juga merasa yakin rencana banding yang akan dilakukan HM Akib Patta, akan dimenangkannya. Karena apapun alasannya, dan siapa pun pejabat saat itu, pasti akan melakukan hal yang sama untuk membuktikan kecintaan dan kedekatannya pada masyarakat yang dipimpinnya. Hanya saja, memang kebaikan Pak Akib Patta ternyata telah disalahgunakan oknum tertentu yang membuat beliau jadi korban Takabonerate.
Oleh karena itu, Agus berharap agar JPU dan Hakim dan menangani Kasus ini bisa lebih memperluas aspek hukum yang menjadi kajian dalam melakukan putusan sehingga tidak terjadi penganiayaan terhadap orang-orang sbenarnya tidak layak dikenai sanksi hukum, apatah lagi dalam kasus korupsi.
Selain itu, makna korupsi yang sesungguhnya harus tepat diarahkan pada sasaran yang tepat, bukannya pada orang yang hanya karena kelengahannya memperkaya orang lain, kemudian ditetapkan atau dijadikan tersangka sebagai pelaku korupsi, sementara tidak sepeser-pun uang kerugian negara yang dinikmatinya. Seharusnya konteks korupsi harus jelas bahwa yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan telah menikmati uang atau apapun yang menyebabkan adanya kerugian negara. (Zulkarnain Hamson)
===================================================================================================
Calon Terkait Kasus Korupsi Ikut Daftar
Tanggal : 21 Apr 2005
Sumber : Kompas.com

Prakarsa Rakyat - Makasar, Proses pendaftaran pemilihan kepala

daerah di beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan diramaikan dengan pendaftar yang sedang dalam

penyidikan terkait dugaan korupsi dan juga anggota TNI dan polisi aktif.

Hal itu dikatakan Ketua

Komisi Pemilihan Umum Sulsel Aidir Amin Daud, anggota KPU Sulsel M Darwis, dan Ketua KPU Bulukumba

Sahruni Haris yang dihubungi terpisah di Makassar, Selasa (19/4). Ketiganya mengatakan, sejauh ini tak ada

masalah dengan hal tersebut.

Di Sulsel, 10 kabupaten melaksanakan pilkada 27 Juni sudah

diramaikan dengan pendaftaran kandidat. Di Kabupaten Gowa, Selayar, dan Bulukumba, ada pendaftar yang

sedang dalam proses penyidikan kejaksaan karena terkait dugaan korupsi dan lainnya berstatus anggota

TNI/polisi aktif.

Di Kabupaten Selayar, Ince Langke, mantan Ketua DPRD Selayar, sedang dalam

penyidikan Kejaksaan Negeri Selayar dalam kasus dugaan korupsi KM Takabonerate. Ince Langke mendaftar

sebagai calon bupati yang diusung Partai Golkar. Di Kabupaten Gowa, Ikhsan Yasin Limpo, anggota DPRD Sulsel

yang terkait dugaan korupsi DPRD Sulsel Rp 18,3 miliar, juga mendaftar sebagai calon bupati melalui Partai

Persatuan Demokrasi Kebangsaan.

Di Bulukumba, A Muttamar Mattotorang, mantan Wakil Ketua DPRD

Bulukumba yang juga Ketua Partai Golkar Bulukumba, dalam proses penyidikan di Kejaksaan Negeri Bulukumba

atas dugaan korupsi asuransi anggota DPRD Bulukumba sebesar Rp 1,2 miliar.

Untuk TNI dan polisi

aktif, Kabupaten Bulukumba sudah menerima pendaftaran Kolonel TNI M Syukri Sappewali, Kepala Perbekalan

dan Angkutan Kodam VII/Wirabuana. Syukri diusung PDI-P, PKB, dan PBB. Sementara di Tana Toraja, kandidat

yang merupakan anggota polisi aktif dicalonkan oleh PDI-P untuk jabatan bupati adalah Jeremia SP.

"Untuk tersangka atau orang yang terlibat kasus apa pun, ada aturan yang mengatakan bahwa yang

tidak boleh mendaftar adalah orang yang sedang dituntut atau yang menerima putusan penjara di atas lima

tahun. Jadi sepanjang masih tersangka atau putusannya di bawah lima tahun, tidak ada masalah. Sementara

untuk anggota TNI aktif atau PNS, itu kewenangan KPU masing-masing kota atau kabupaten," kata M Darwis.

(ren)
==========================================================================================================================

2 Bebas, 3 Ngambang , 9 Menunggu
Km Taka Bonerate Entah Di Mana, Kpk Mana Gigimu ?

Program Pemberantasan Korupsi Yang Di Dengungkan Oleh Presiden Sby Setidaknya Telah Membuat Para Pelaku Korupsi Seperti Cacing Kepanasan , Di Mana Dalam Pengungkapan Kasus Korupsi Sejumlah Elemen Di Beri Ruang Untuk Ikut Berpartisipasi Dalam Pengungkapannya. Namun Sayang, Karena Di Kabupaten Selayar Sulawesi-Selatan Hal Ini Tidak Berjalan Seperti Wilayah Lain Di Indonesia,
Sebutlah Sebuah Kasus Dugaan Korupsi Yang Melibatkan Eksekutif Dan Legislatif Kabupaten Selayar, Hal Mana Ke Dua Lembaga Tersebut Di Duga Telah Merugikan Daerah Dalam Penyimpangan Anggaran Apbd Selayar Ta.2002, Terkait Pembelian Kapal Feri Km.Takabonerate Sebesar 5,5 M Rupiah , Yang Di Duga Terjadi Mark Up Dalam Pembeliannya,

Dalam Proses Penanganan Kasusnya, Hakim Telah Menvonis Mantan Bupati Selayar Periode 1999/2004, Akib Patta Dan Ketua Dprd Selayar Periode 1999/2004,Ince Langke.Yang Di Laksanakan Di Dua Tempat Persidangan Yang Berbeda, Akib Patta Di Pengadilan Negeri Makassar Dan Ince Langke Ia Di Pengadilan Negeri Selayar.
Selain Tempat Sidang Yang Berbeda, Proses Penanganan Terhadap Ke Duanya Juga Berbeda, Yakni Akib Patta Di Tahan Selama Proses Penyidikan Jaksa Dari Pengadilan Tinggi Makassar Sementara Ince Langke Tidak Di Tahan Oleh Jaksa Dari Kejaksaan Negeri Selayar. Selain Penanganan Yang Berbeda Putusan Hakim Yang Menangani Juga Berbeda, Di Mana Hakim Pengadilan Negeri Makassar Memvonis Penjara 1 Tahun Penjara Kepada Akib Patta, Selanjutnya Di Bebaskan Oleh Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, Dibanding Ince Langke Yang Langsung Di Bebaskan Oleh Putusan Hakim Pengadilan Negeri Selayar.

Selain Ke Dua Petinggi Kabupaten Selayar Yang Telah Mendapat Vonis Hakim , Tiga Pejabat Pemerintah Kabupaten Selayar Telah Duluan Mendapat Vonis Hakim Pn.Selayar , Ke Tiganya Masing-Masing Mendapatkan Putusan Tiga Tahun Penjara, Namun Hanya 3 Bulan Yang Di Jalani Di Rutan Selayar, Selanjutnya Melakukan Upaya Hukum Untuk Di Tahan Di Luar Rutan Alias Tahanan Kota,Dan Hingga Saat Ini Belum Mendapat Kepastian Hukum Dalam Kasus Dugaan Korupsi Ini . Ke Tiganya Adalah , Jenewali Rahim,S.Sos, Kepala Dinas Perindustrian Selayar, Rosman Se, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab Selayar Dan Direktur Pt.Suc ,Perusahaan Investor Pelaksana Proyek Pembelian Dan Pengoperasian Kapal Feri Km.Takabonerate.
Setelah Sejumlah Proses Hukum Di Laksanakan Untuk Mengungkap Fakta Dari Dugaan Kasus Korupsi 5,5 Miliar Dana Apbd Selayar Ta.2002 , Saat Ini 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Merupakan Panitia Anggaran Dalam Pengadaan Kapal Tersebut , Juga Di Dudukkan Sebagai Terdakwa, Namun Sayang Sekali Dalam Proses Hukum Yang Di Laksanakan Terkesan Hanya Sandiwara Belaka, Bisa Di Bayangkan Ketika 9 Anggota Dprd Selayar Periode 1999/2004 Yang Menjadi Terdakwa Dalam Kasus Ini , Saat Ini Kembali Menduduki Pantia Anggaran Periode 2004/2009, Malahj Di Antaranya Ada Yang Mendududki Ketua Komisi Di Dprd Selayar. Akibatnya Proses Persidangan Pun Tersendat. Hal Ini Di Buktikan Dengan Panjangnya Proses Persidangan Di Pengadilan Negeri Selayar, Hingga Mencapai 35 Kali Sidang , Di Mana Sebagaian Besar Persidangan Hanya Di Agendakan Sebagai Sidang Tertunda Yang Tentu Saja Sangat Tidak Sesuai Dengan Peradilan Di Negeri Ini. Yang Menjadi Pertanyaan Kenapa Aparat Penegak
Hukum Kita Tidak Tegas Kepada Sembilan Terdakwa Dengan Memberikan Penahanan Atau Memberikan Sangsi Jika Tidak Mengikuti Persidangan. Malah Dari Fakta Hukum Yang Ada Di Setiap Proses Persidangan Kasus Dugaan Korupsi Apbd Selayar Ini , Barang Bukti Sebuah Kapal Feri Km Takabonerate Tidak Pernah Di Hadirkan Atau Tercatat Dalam Pengananan Hakim , Namun Kapal Milik Pemerintah Dan Masyarakat Ini , Di Kontrakkan Dan Di Operasikan Tanpa Di Ketahui Kemana Hasil Dan Siapa Yang Mengoperasikannya. Ketika Penulis Menanyakan Kepada Jpu, Aji Sukartaji Sh. Malah Berkelit Dan Membanarkan Namun Menurutnya Hal Ini Adalah Kebijakan Dari Atas.

Proses Persidangan Dari Dugaan Kasus Korupsi Dana Apbd Selayar Sebesar 5,5 Rupiah Dari Pembelian Kapal Feri Km Takabonerate Hingga Saat Ini Masih Berlanjut, Namun Hasil Persidangannya Boleh Di Kata Telah Di Ketahui Oleh Masyarakat Kabupaten Selayar , Yakni Tidak Ada Persoalan"" , Baik Yang Telah Menjadi Terdakwa" Tidak Berupaya Hukum Untuk Pengembalian Nama Baiknya Setelah Mendapat Vonis Bebas Dari Segala Tuntutan , Di Kaitkan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Publik Yang Telah Rusak Namanya Karena Di Duga Melakukan Korupsi Maupun Upaya Lainnya Untuk Meluruskan Persoalan Yang Sebenarnya, Agar Masyarakat Tidak Merasa Di Bohongi Dengan Apa Yang Mereka Dengar Dan Lihat Selama Ini. Yang Paling Penting Adalah " Kemana Kapal Km Taka Bonerate Yang Selayar Telah Beli Di Pulau Jawa" Dan Kalau Memang Kapal Itu Bukan Milik Selayar , Lantas Kemana Dan Siapa Yang Menggunakan Dana Apbd Selayar Ta.2002 Sebesar 5,5 M, Tersebut ??
Penulis Kemudian Berusaha Menghubungi Kepala Kejaksaan Negeri Selayar Sejak Tahun 2006 Yang Telah Berganti Sebanyak 2 Kali, Namun Jawaban Yang Sama Di Lontarkan Oleh Kepala Kejaksaan Lama Dan Baru, Begitupun Dengan Sejumlah Hakim Yang Lama Dan Yang Baru , Atau Mungkin Karena Mereka Tidak Merasakan Beban Utang Daerah Yang Harus Di Bayarkan Dari Apbd Selayar Hingga Saat Ini .

Mungkin Dengan Di Muatnya Tulisan Ini, Semua Yang Terkait Dan Yang Berwenang Bisa Memberikan Masukan Dan Dorongan Serta Bantuan Agar Kiranya Penegak Hukum Di Bumi Tanadoang Selayar Dapat Lebih Tegas Dalam Menjalankan Amanah Undang-Undang. Bukan Malah Sebaliknya Ketika Membaca Tulisan Ini Kemudian Mendapat Celah Untuk Mendapatkan Kesempatan.
Penulis . :Arsil Ihsan .
Alamat : Jln. Mkr Bonto.No 20 Benteng Selayar.
No.Contac : 085242097000.
Telepon : 0414.22376
E-Mail : lolo.jago@gmail.com

============================================================================================================================

Penangan Korupsi Berjalan Pincang: 28 Kasus Bebas dalam Kurun Waktu 17 Bulan

Sulawesi Selatan (Fajar Online). Tidak terlalu berlebih kalau ada pameo yang mengatakan Sulawesi Selatan (Sulsel) dan pecahannya; Sulawesi Barat (Sulbar) adalah surganya para koruptor. Betapa tidak, dalam kurun waktu 17 bulan, total kasus korupsi yang bergulir di persidangan di kedua provinsi ini, semuanya berujung bebas. Wajar jika Nurni Farahyanti, kepala seksi Penyidikan Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel, mengaku kapok dan angkat tangan mengurusi kasus korupsi. Bukan apa-apa, begitu pengakuannya kepada Tim Fajar, pihaknya sudah "berdarah-darah" mengumpulkan bukti akurat, bahkan harus bekerja hingga subuh, namun akhirnya sang terdakwa dinyatakan bebas. Lihat kolom Pengakuan.

Untuk diketahui, total kasus dugaan korupsi yang digodok Kejati Sulsel dalam satu setengah tahun terakhir cukup banyak. Angkanya mencapai 30 kasus dalam satu tahun. Sayangnya, kasus yang sampai ke pengadilan dan diputus bebas mendekati 90 persen dari jumlah kasus yang diproses.

Tahun 2006 misalnya, data yang diperoleh Fajar, terdapat 22 kasus korupsi yang diputus bebas di Pengadilan Negeri maupun putusan banding di Pengadilan Tinggi.

Kasus-kasus dugaan korupsi itu, di antaranya terdapat beberapa mantan pejabat, seperti mantan kepala daerah dan ketua DPRD. Sebut misalnya, mantan Bupati Selayar, HM Akib Patta yang divonis bebas 3 Desember 2006 lalu di tingkat banding Pengadilan Tinggi.

Putusan bebas juga diberikan kepada mantan Ketua DPRD Selayar, Ince Langke IA, di PN Selayar, 14 Agustus 2006. Akib maupun Ince sama-sama disangkakan terkait dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan pengoperasian armada penyeberangan KM Takabonerate melalui penyeberangan Pamatata-Bira, Tahun Anggaran 2002.

Kasus dugaan korupsi lainnya yang juga mendapat vonis bebas adalah penjualan gudang farmasi di Makassar dengan tersangka mantan Walikota HB Amiruddin Maula. Dugaan korupsi yang sebelumnya mendudukkan Maula sebagai terdakwa itu, terkait pelepasan aset gudang farmasi.

Nasib Maula sama persis dengan koleganya di Kahmi, Akib Patta, sama-sama dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi. Putusannya diampaikan pada 28 Desember 2006.

Dengan demikian, sepanjang tahun 2006 lalu, kasus korupsi yang diputus bebas mencapai 23 kasus. Jelas dan rincinya, lihat grafis.

"Sulit diketahui apa penyebab sehingga kasus dugaan korupsi sangat mudah diputus bebas. Apa karena dakwaan jaksa yang lemah, ataukah karena pihak pengadilan kurang mendukung pemberantasan korupsi," duga Direktur LP Sibuk, Djusman AR.

Fenomena putus bebas kasus korupsi tidak hanya terjadi sepanjang tahun 2006. Dalam kurun waktu lima bulan pertama di tahun 2007 ini, juga tidak terjadi perubahan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di Sulsel. Buktinya, hingga 25 Mei lalu, tercatat sudah lima kasus korupsi yang diputus bebas. Jelasnya lihat grafis.

Satu di antara sekian kasus yang mendapat vonis bebas adalah yang melibatkan mantan orang nomor satu di Tanah Soppeng, Andi Harta Sanjaya. Fungsionaris Partai Golkar ini dinyatakan tidak terlibat dalam dugaan korupsi proyek pengadaan Rice Processing Unit (RPU) Soppeng.

Selain Harta, ada juga Anggota DPRD Bulukumba, M Idrus (ketua KPUD Polman), Akmal Ibrahim (PPs Unhas), dan lainnya. Mereka kini sudah menghirup udara bebas, dan menjadi penonton pada pengusutan kasus serupa yang melibatkan, boleh jadi, rekannya.

Dengan demikian, kasus korupsi yang diputus bebas sudah mencapai 28 kasus dalam satu setengah tahun ini. Rinciannya, itu tadi, 23 kasus di tahun 2006, dan lima (5) kasus lainnya pada kurun waktu lima bulan pertama di tahun 2007.

Semua itu belum termasuk dua kasus lain yang juga sudah bergulir di persidangan, walau sifatnya praperadilan, terkait penahanan dua tersangka kasus dugaan korupsi, yakni Achmad Ali, dan Johanis Amping Situru.

Pada kasus Achmad Ali, proses persidangannya sudah berlangsung beberapa kali. Dan naga-naganya, bakal mendapat vonis bebas seperti pada kasus Akmal Ibrahim. Benarkah demikian, ditunggu bersama. (syn-id)

Kasus Tipikor yang Ditangani Polda:
1. DPRD Sulsel
2. Bupati Luwu,
3. Walikota Parepare

Sumber: http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=36097
======================================================================================================================================

2 BEBAS, 3 NGAMBANG , 9 MENUNGGU
KM TAKA BONERATE ENTAH DI MANA ?

PROGRAM PEMBERANTASAN KORUPSI YANG DI DENGUNGKAN OLEH PRESIDEN SBY SETIDAKNYA TELAH MEMBUAT PARA PELAKU KORUPSI SEPERTI CACING KEPANASAN , DI MANA DALAM PENGUNGKAPAN KASUS KORUPSI SEJUMLAH ELEMEN DI BERI RUANG UNTUK IKUT BERPARTISIPASI DALAM PENGUNGKAPANNYA. NAMUN SAYANG, KARENA DI KABUPATEN SELAYAR SULAWESI-SELATAN HAL INI TIDAK BERJALAN SEPERTI WILAYAH LAIN DI INDONESIA,
SEBUTLAH SEBUAH KASUS DUGAAN KORUPSI YANG MELIBATKAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF KABUPATEN SELAYAR, HAL MANA KE DUA LEMBAGA TERSEBUT DI DUGA TELAH MERUGIKAN DAERAH DALAM PENYIMPANGAN ANGGARAN APBD SELAYAR TA.2002, TERKAIT PEMBELIAN KAPAL FERI KM.TAKABONERATE SEBESAR 5,5 M RUPIAH , YANG DI DUGA TERJADI MARK UP DALAM PEMBELANNYA,

DALAM PROSES PENANGANAN KASUSNYA, HAKIM TELAH MENVONIS MANTAN BUPATI SELAYAR PERIODE 1999/2004, AKIB PATTA DAN KETUA DPRD SELAYAR PERIODE 1999/2004,INCE LANGKE.YANG DI LAKSANAKAN DI DUA TEMPAT PERSIDANGAN YANG BERBEDA, AKIB PATTA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR DAN INCE LANGKE IA DI PENGADILAN NEGERI SELAYAR.
SELAIN TEMPAT SIDANG YANG BERBEDA, PROSES PENANGANAN TERHADAP KE DUANYA JUGA BERBEDA, YAKNI AKIB PATTA DI TAHAN SELAMA PROSES PENYIDIKAN JAKSA DARI PENGADILAN TINGGI MAKASSAR SEMENTARA INCE LANGKE TIDAK DI TAHAN OLEH JAKSA DARI KEJAKSAAN NEGERI SELAYAR. SELAIN PENANGANAN YANG BERBEDA PUTUSAN HAKIM YANG MENANGANI JUGA BERBEDA, DI MANA HAKIM PENGADILAN NEGERI MAKASSAR MEMVONIS PENJARA 1 TAHUN PENJARA KEPADA AKIB PATTA, SELANJUTNYA DI BEBASKAN OLEH PENGADILAN TINGGI SULAWESI SELATAN, DIBANDING INCE LANGKE YANG LANGSUNG DI BEBASKAN OLEH PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SELAYAR.

SELAIN KE DUA PETINGGI KABUPATEN SELAYAR YANG TELAH MENDAPAT VONIS HAKIM , TIGA PEJABAT PEMERINTAH KABUPATEN SELAYAR TELAH DULUAN MENDAPAT VONIS HAKIM PN.SELAYAR , KE TIGANYA MASING-MASING MENDAPATKAN PUTUSAN TIGA TAHUN PENJARA, NAMUN HANYA 3 BULAN YANG DI JALANI DI RUTAN SELAYAR, SELANJUTNYA MELAKUKAN UPAYA HUKUM UNTUK DI TAHAN DI LUAR RUTAN ALIAS TAHANAN KOTA,DAN HINGGA SAAT INI BELUM MENDAPAT KEPASTIAN HUKUM DALAM KASUS DUGAAN KORUPSI INI . KE TIGANYA ADALAH , JENEWALI RAHIM,S.SOS, KEPALA DINAS PERINDUSTRIAN SELAYAR, ROSMAN SE, KEPALA BAGIAN EKONOMI PEMKAB SELAYAR DAN DIREKTUR PT.SUC ,PERUSAHAAN INVESTOR PELAKSANA PROYEK PEMBELIAN DAN PENGOPERASIAN KAPAL FERI KM.TAKABONERATE.

SETELAH SEJUMLAH PROSES HUKUM DI LAKSANAKAN UNTUK MENGUNGKAP FAKTA DARI DUGAAN KASUS KORUPSI 5,5 MILIAR DANA APBD SELAYAR TA.2002 , SAAT INI 9 ANGGOTA DPRD SELAYAR PERIODE 1999/2004 YANG MERUPAKAN PANITIA ANGGARAN DALAM PENGADAAN KAPAL TERSEBUT , JUGA DI DUDUKKAN SEBAGAI TERDAKWA, NAMUN SAYANG SEKALI DALAM PROSES HUKUM YANG DI LAKSANAKAN TERKESAN HANYA SANDIWARA BELAKA, BISA DI BAYANGKAN KETIKA 9 ANGGOTA DPRD SELAYAR PERIODE 1999/2004 YANG MENJADI TERDAKWA DALAM KASUS INI , SAAT INI KEMBALI MENDUDUKI PANTIA ANGGARAN PERIODE 2004/2009, MALAHJ DI ANTARANYA ADA YANG MENDUDUDKI KETUA KOMISI DI DPRD SELAYAR. AKIBATNYA PROSES PERSIDANGAN PUN TERSENDAT. HAL INI DI BUKTIKAN DENGAN PANJANGNYA PROSES PERSIDANGAN DI PENGADILAN NEGERI SELAYAR, HINGGA MENCAPAI 35 KALI SIDANG , DI MANA SEBAGAIAN BESAR PERSIDANGAN HANYA DI AGENDAKAN SEBAGAI SIDANG TERTUNDA YANG TENTU SAJA SANGAT TIDAK SESUAI DENGAN PERADILAN DI NEGERI INI. YANG MENJADI PERTANYAAN KENAPA APARAT PENEGAK
HUKUM KITA TIDAK TEGAS KEPADA SEMBILAN TERDAKWA DENGAN MEMBERIKAN PENAHANAN ATAU MEMBERIKAN SANGSI JIKA TIDAK MENGIKUTI PERSIDANGAN. MALAH DARI FAKTA HUKUM YANG ADA DI SETIAP PROSES PERSIDANGAN KASUS DUGAAN KORUPSI APBD SELAYAR INI , BARANG BUKTI SEBUAH KAPAL FERI KM TAKABONERATE TIDAK PERNAH DI HADIRKAN ATAU TERCATAT DALAM PENGANANAN HAKIM , NAMUN KAPAL MILIK PEMERINTAH DAN MASYARAKAT INI , DI KONTRAKKAN DAN DI OPERASIKAN TANPA DI KETAHUI KEMANA HASIL DAN SIAPA YANG MENGOPERASIKANNYA. KETIKA PENULIS MENANYAKAN KEPADA JPU, AJI SUKARTAJI SH. MALAH BERKELIT DAN MEMBANARKAN NAMUN MENURUTNYA HAL INI ADALAH KEBIJAKAN DARI ATAS.

PROSES PERSIDANGAN DARI DUGAAN KASUS KORUPSI DANA APBD SELAYAR SEBESAR 5,5 RUPIAH DARI PEMBELIAN KAPAL FERI KM TAKABONERATE HINGGA SAAT INI MASIH BERLANJUT, NAMUN HASIL PERSIDANGANNYA BOLEH DI KATA TELAH DI KETAHUI OLEH MASYARAKAT KABUPATEN SELAYAR , YAKNI TIDAK ADA PERSOALAN"" , BAIK YANG TELAH MENJADI TERDAKWA" TIDAK BERUPAYA HUKUM UNTUK PENGEMBALIAN NAMA BAIKNYA SETELAH MENDAPAT VONIS BEBAS DARI SEGALA TUNTUTAN , DI KAITKAN DENGAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK YANG TELAH RUSAK NAMANYA KARENA DI DUGA MELAKUKAN KORUPSI MAUPUN UPAYA LAINNYA UNTUK MELURUSKAN PERSOALAN YANG SEBENARNYA, AGAR MASYARAKAT TIDAK MERASA DI BOHONGI DENGAN APA YANG MEREKA DENGAR DAN LIHAT SELAMA INI. YANG PALING PENTING ADALAH " KEMANA KAPAL KM TAKA BONERATE YANG SELAYAR TELAH BELI DI PULAU JAWA" DAN KALAU MEMANG KAPAL ITU BUKAN MILIK SELAYAR , LANTAS KEMANA DAN SIAPA YANG MENGGUNAKAN DANA APBD SELAYAR TA.2002 SEBESAR 5,5 M, TERSEBUT ??
PENULIS KEMUDIAN BERUSAHA MENGHUBUNGI KEPALA KEJAKSAAN NEGERI SELAYAR SEJAK TAHUN 2006 YANG TELAH BERGANTI SEBANYAK 2 KALI, NAMUN JAWABAN YANG SAMA DI LONTARKAN OLEH KEPALA KEJAKSAAN LAMA DAN BARU, BEGITUPUN DENGAN SEJUMLAH HAKIM YANG LAMA DAN YANG BARU , ATAU MUNGKIN KARENA MEREKA TIDAK MERASAKAN BEBAN UTANG DAERAH YANG HARUS DI BAYARKAN DARI APBD SELAYAR HINGGA SAAT INI .

MUNGKIN DENGAN DI MUATNYA TULISAN INI, SEMUA YANG TERKAIT DAN YANG BERWENANG BISA MEMBERIKAN MASUKAN DAN DORONGAN SERTA BANTUAN AGAR KIRANYA PENEGAK HUKUM DI BUMI TANADOANG SELAYAR DAPAT LEBIH TEGAS DALAM MENJALANKAN AMANAH UNDANG-UNDANG. BUKAN MALAH SEBALIKNYA KETIKA MEMBACA TULISAN INI KEMUDIAN MENDAPAT CELAH UNTUK MENDAPATKAN KESEMPATAN.

==============================================================================================================================
Kasus Korupsi
Akib Patta Divonis Tiga Tahun Penjara

Makassar, 9 Maret 2006 15:32
Drs HM Akib Patta, mantan Bupati Selayar, dinyatakan terbukti melakukan korupsi pengadaan kapal motor penyeberangan (KMP) Takabonerate senilai Rp 5,5 miliar. Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, memvonisnya tiga tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta.

Seusai pembacaan putusan tersebut, majelis hakim, yang dipimpin Andi Haedar, SH, langsung memerintahkan penahanan terhadap Akib Patta. Terpidana sebelumnya pernah ditahan di Rutan Makassar pada 12 Desember 2005 hingga 14 Januari 2006.

Majelis hakim, dalam amar putusannya menyatakan bahwa Akib Patta terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a,b UU No31 Tahun 1999, yang telah diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsider.

Akib juga terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya sebagai Bupati Selayar.

Terhukum, kata majelis hakim, terbukti melakukan berbagai tindakan atau kebijakan yang menyimpang atau tidak sesuai dengan ketentuan yang ada terkait penyertaan saham Pemda pada pihak ketiga sebesar Rp2,5 miliar yang diambil dari APBD tahun 2001 dan pemberian pinjaman kepada pihak ketiga (PT-SUC) sebesar Rp3,5 miliar pada tahun anggaran 2002.

Kasus ini bermula dari rencana pengadaan kapal motor penyeberangan (fery) yang akan menghubungkan Kabupaten Selayar dengan Kabupaten Bulukumba. Pemkab setempat kemudian meminta kepada pihak ketiga untuk mengadakan kapal tersebut.

Pada bulan Maret 2001, Akib yang saat itu menjabat Bupati Selayar, menerima proposal kerjasama dari salah seorang pengusaha angkutan yang bernama Salewang Syamsualang, yang menawarkan proposal kerjasama pendirian perusahaan terbatas (PT) dengan modal sekitar Rp 2,5 miliar dan proposal pengadaan feri dengan modal Rp5,5 miliar kepada Akib.

Penawaran ini langsung disetujui Akib dimana rencana pengadaan kapal feri tersebut tidak melalui panitia lelang dan tanpa melibatkan instansi terkait.

Untuk merealisasikan rencana tersebut, Pemkab Selayar akan menyertakan modalnya ke dalam PT Selayar Utama Corporation (PT SUC), perusahaan yang didirikan untuk mengadakan dan mengoperasikan kapal Feri Takabonerate tersebut.

Tindakan yang ditempuh Akib ini berdasarkan Perda Kabupaten Selayar No.7/1997 tentang penyertaan modal daerah.

Sebagai tindak lanjut perusahaan tersebut, proposal pengadaan KMF Takabonerate kemudian diusulkan ke DPRD Selayar. Akib Patta pun meminta kepada Ketua DPRD Selayar, Ince Langke untuk merevisi APBD Kabupaten Selayar TA.2001.

Namun permintaan pengadaan KMP Takabonerate ini tidak dilampiri berita acara pembahasan intern/ekstern, studi kelayakan, dan bukti pendukung lainnya.

Selain itu, KMF Takabonerate yang dibeli itu tidak senilai dengan harga yang sesungguhnya kondisi kapal sudah tidak berfungsi lagi atau bekas.

Menanggapi permintaan revisi anggaran, Ketua DPRD Selayar, Ince Langke kemudian menerbitkan SK DPRD Selayar Nomor 22/2001 tentang revisi atau perubahan anggaran tahun 2001.

Atas dasar tersebut, Akib mengeluarkan surat nomor 333/2001 yang memerintahkan pimpinan proyek, Rosman menyetor ke kas daerah Rp 2,5 miliar. Pada 4 Agustus 2001, Akib mengajukan pinjaman daerah ke BPD Sulsel sebesar Rp 3,5 miliar untuk pengadaan armada lintas penyeberangan Pamatata (Kabupaten Selayar)-Bira (Kab. Bulukumba).

Akibat perbuatan itu, Akib dinyatakan terbukti merugikan keuangan negara sekitar Rp5,5 miliar.

Mendengar putusan hakim, Akib Pata langsung menyatakan banding.

"Saya akan ajukan banding, seumur hidup, saya tidak pernah mencuri apalagi bila mencuri uang negara. Apa yang saya lakukan itu hanya untuk kepentingan rakyat, bagaimana memudahkan jalur transportasi yang menghubungkan Kabupatren Selayar dengan Bulukumba," ujarnya yang didampingi kuasa hukumnya Aspah A. Bau, dkk.

Vonis majelis hakim ini lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum, Joko Budi dan Yenny Andriyani selama empat tahun penjara. [TMA, Ant]

http://groups.yahoo.com/group/sastra-pembebasan/post

Senin, 31 Oktober 2011 15:47 |Ditulis oleh Moch. Suhadak

Satu Pleton Polres Mojokerto Kirim ke Polres Sidoarjo

Mojokerto - Sebanyak satu pleton anggota Sabhara Polres Mojokerto diberangkatkan ke Sidoarjo, Senin (31/10/2011). Mereka akan diperbantukan ke Polres Sidoarjo.

Kasat Sabhara Polres Mojokerto, AKP Sulkan mengatakan, ada sekitar 30 anggota Sabhara Polres Mojoketo yang diberangkatkan ke Polres Sidoarjo. "Untuk pagi ini 20 anggota diberangkatkan terlebih dulu," ungkapnya.

Masih menurut Kasat, ke-20 anggota Sabhara tersebut diberangkatkan lengkap dengan perlengkapan. Sementara itu, sebanyak 10 anggota Sabhara lainnya akan diberangkatkan menyusul atau siang harinya.

"Kita tidak jelasnya, kita hanya diminta untuk memberikan bantuan keamanan kesana dan kita sudah menyampaikan kepada anggota kami yang diberangkatkan ini untuk mematuhi semua perintah disana," jelasnya.

Pantauan MAJAnews.com, pengiriman bantuan itu sehubungan dengan ditembaknya Guru Ngaji Raiyadhus Sholikhin (40). Akibat kejadian itu, unjuk rasa di wilayah sidoarjo terus berdatangan, baik dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa dan juga Ulama.

Kejadian naas yang menimpa Raiyadhus pada hari Kamis malam sekitar 02.30 WIB, korban yang pengemudi Suzuki Carry W-1499-NW menyerempet pengendara motor yang diduga polisi, di depan GOR Delta Sidoarjo. Raiyadhus dikejar, kemudian, di Jalan Taman Pinang ditembak sehingga mengenai bodi mobil dan ban belakang. Saat berhenti korban kemudian ditembak di bagian lengan kanan tembus dada kanan dan akhirnya Raiyadhus tewas.(team)

***
http://www.indopos.co.id/index.php/berita-indo-rewiew/17295-9-pejabat-kebal-hukum.html

9 Pejabat Kebal HukumPemeriksaan Mandeg karena Izin Presiden
JAKARTA–Masih banyak kepala daerah di Indonesia yang ter indikasi terkena korupsi tetapi sulit tersentuh hukum. Aturan yang menyebut penyidik harus mengantongi izin presiden dulu sebelum memeriksa kepala daerah dianggap membuat langkah penegak hukum kesulitan. Selain prosedur lama, penyidik juga dilanda rasa 'sungkan' dalam mengajukan permohonan izin pemeriksaan ke presiden. Itu sebabnya, banyak pihak meminta judicial review UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerinta han daerah yang diajukan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch) supaya segera dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Dalam pasal 36 UU tentang ke pala daerah tersebut, meminta penyidikan bagi kepala dae rah harus melalui izin presiden. Akibatnya banyak penyidik di daerah yang terhambat melanjutkan proses penyidikan dugaan korupsi itu. "Kami ICW sudah mengajukan uji materi pasal 36 UU 32/2004 itu," terang peneliti senior ICW, Febri Diansyah, Minggu (30/10) Pasal 36 itu, menurut dia, memang
sangat menghambat bagi para penyidik kejaksaan di daerah. Apalagi tahapan prosedur mengajukan izin penyidikan tidaklah mudah. Ditambah pula proses terbitnya izin yang juga tidak cepat.

Dengan kondisi tersebut, Febri meyakini butuh terobosan hukum. Pasal 36 UU 32 Tahun 2004 yang dianggap bertentangan dengan pasal 24, 27 dan 28 UUD 1945 itu perlu dibatalkan. Paling tidak menjadikan kejelasan dalam pasal 36 tersebut. "Yang diharapkan percepatan pemberantasan korupsi. Kalau ada indikasi kepala daerah terlibat korupsi maka harus segera diperiksa, tak perlu izin lagi," jelasnya. Febri meyakini, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan itu dapat dipastikan tidak ada lagi hambatan regulasi dalam penyidikan kepala daerah. Para penyidik kejaksaan daerah pun dapat segera menuntaskan perkara yang melibatkan kepala daerah. Senada dengan Febry, Wakil Koordinator ICW, Emerson Junto mengatakan, lambatnya pemeriksaan terhadap kepala daerah baik sebagai saksi maupun tersangka lantaran penyidik diwajibkan mengantongi surat izin dari Presiden sebagai atasan para pejabat di daerah bersangkutan.

Karena itu, ia mendesak agar presiden segera memberikan izin kepada para koruptor itu, agar penegakan hukum dalam rangka membersihkan bangsa terhadap praktik korupsi segera tuntas. "Kita mendesak pemerintah, dalam hal ini SBY selaku presiden untuk secepatnya memberikan izin penyidikan kepada para koruptor yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah," katanya. Berdasarkan data yang dimiliki ICW, setidaknya ada sembilan kepala daerah yang sampai saat ini belum bisa disidik lantaran terkendala izin Presiden (selengkapnya baca grais). Sementara itu, pengamat hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar mengatakan, uji materi yang dilakukan ICW merupakan bentuk proaktif masyarakat atas persoalan korupsi. Permohonan uji materi itu dianggap sangat baik. Hanya saja, menurut dia, persoalan izin Presiden bagi pemeriksaan kepala daerah tidaklah menjadi persoalan.

Karena ada fungsi koordinasi dan supervisi yang dimiliki Komisi Pem berantasan Korupsi. Dalam kewenangannya KPK dapat memeriksa kepala daerah, pejabat negara dan lainnya tanpa izin Presiden. "Jadi kalau kejaksaan ada kesulitan itu, serahkan saja pada KPK. Jelaskan perkaranya dan serahkan bukti-bukti ke KPK, biar ditindak lanjuti," ungkapnya. Dalam berbagai kasus, menurut dia, ada contoh menarik terkait penyidikan kepala daerah itu. Di mana penyidik di daerah menyerahkan perkara korupsi kepala daerah ke KPK. Sedangkan tersangka lain yang bisa ditangani kejaksaan dilakukan secara mandiri. "Ini kan namanya koordinasi yang baik. Harusnya itu yang dilakukan.

Jika ada kesulitan, serahkan langsung ke KPK. Pasti selesai," ucapnya. Meski demikian, dia menilai uji materi itu perlu didukung. Dengan dikabulkannya permohonan itu dapat membuka celah lebih baik bagi Kejaksaan di daerah melakukan penyidikan bagi kepala daerah. Dihubungi terpisah, Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw mengatakan, tertundanya pemeriksaan sembilan kepala daerah yang diduga tersangkut korupsi tersebut bukan semata kartena izin presiden. Menurutnya, pihaknya masih harus mencari alat bukti sebelum mengajukan izin pemeriksaan kepada Presiden SBY. "Izin kepala daerah tidak bisa sembarangan. Kami perlu pembuktian yang kuat, jangan ujukujuk (tiba-tiba) minta izin pemeriksaan ke presiden," kata Arnold. Ini berarti kasus dugaan korupsi kepala daerah tak banyak berkembang. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada akhir 2010 lalu, para kepala daerah belum diperiksa. Bahkan, hingga jabatan Dirdik
berpindah tangan dari Jasman Panjaitan ke Arnold Angkouw pun pengusutan kasusnya masih jalan di tempat. Untuk memeriksa mereka, kejaksaan harus mendapat izin dari presiden.

Namun, jika izin tak keluar selama 60 hari, pemeriksaan tetap bisa dilakukan. Namun, Arnold bersikukuh bahwa kejaksaan tak bisa sembarangan memeriksa. Alasannya, tim penyidik harus lebih dulu menyeleksi kasus-kasus tersebut baru mengajukan surat permohonan pemeriksaan. ''Sebelum kejaksaan negeri (kejari) menyampaikan kasus dugaan korupsi itu, kami harus menyeleksi dulu. Apakah alat buktinya kuat atau tidak, baru diajukan izin pemeriksaannya ke presiden,'' dalihnya. Arnold memastikan hambatan teknis penyidikan bagi tersangka kepala daerah memang kerap dialami. Namun jika segala persyaratannya sudah mencukupi tidak ada hambatan dari Presiden. "Yang saya alami selama berada di Kejaksaan, tidak ada kesulitan meminta izin Presiden. Buktinya banyak kok," ujar dia. Menurutnya, persoalan yang paling penting adalah kualitas para penyidik kejaksaan yang perlu ditingkatkan. Agar penetapan tersangka yang berkaitan dengan kepala daerah dapat dipastikan
kebenarannya.

Itu berarti, sambung dia fakta dan data yang diajukan untuk meminta permohonan izin Presiden harus meyakinkan. Tidak sebatas data-data mentah saja. Berdasarkan data yang dimiliki Kejaksaan Agung, Arnold Angkouw membeberkan jumlah kepala daerah yang telah dinyatakan tersangka. Terhitung 2004-2011 sudah 44 kepala daerah atau wakil kepala daerah yang ditetapkan tersangka. Dari jumlah itu, lanjut dia terdapat pula 15 kepala daerah atau wakil kepala daerah yang menjadi saksi. Jumlah itu bisa teurs bertambah seiring dengan bukti dan fakta penyidikan yang ditemukan. "Ini bukti kalau Presiden tak pernah mempersulit izin pemeriksaan bagi kepala daerah," pungkasnya. Arnold menegaskan pelatihan khusus terus diberikan bagi para jaksa yang fokus pada kasus pidana khusus. Dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan asset trcing, legal audit, forensic accounting dan public relation. "Kami pun berusaha mengimplementasikan standar profesi dan
kode etik bagi penyidik," ujarnya. (ris/dms/rko)
 

http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://tamanmiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/  

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

Milis ini tidak menerima attachment.
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

0 comments:

Post a Comment