Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumut BOTB Sihombing di Medan, Minggu (4/3) mengatakan jumlah itu sama dengan data pemberangkatan TKI pada tahun-tahun sebelumnya.
Dikatakan Sihombing, TKI yang akan diberangkatkan ke Malaysia tersebut masih akan dipekerjakan di sektor formal, seperti perkebunan, manufaktur, dan perusahaan elektronik.
"Untuk pekerjaan sektor non formal, seperti pembantu rumah tangga, jumlahnya relatif sedikit karena warga Sumut kurang berminat menjadi PRT," katanya.
Biasanya, kata dia, TKI yang berkerja sebagai PRT yang diberangkatkan dari Sumut berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan menjadi PRT tersebut menjadikan Sumut sebagai lokasi transit untuk berangkat ke Malaysia karena biayanya pemberangkatannya relatif lebih murah. "Biaya pemberangkatan TKI dari Sumut lebih murah dan lebih cepat," katanya.
Berdasarkan kebijakan pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI), lanjut dia, calon pekerja sektor formal itu harus memiliki sertifikat.
Untuk itu, kata dia, Pelaksana Penempatan TKI Swasta yang merekrut TKI harus melatih calon pekerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang akan menampungnya. "TKI yang diberangkatkan itu harus jelas profesi dan keahliannya," kata Sihombing menegaskan. (Ant/OL-04)
Uang Sandar TKI Rp 200 Ribu
Laporan Tim Wartawan Tribun Batam
TRIBUNPEKANBARU.COM, BATAM-Sejak bulan Desember lalu, ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Malaysia masuk Batam dan Kepri pada umumnya. Para pekerja yang kebanyakan mencari pengahasilan di perkebunan-perkebunan, proyek bangunan, dan pekerja serabutan itu memilih kabur dari Negeri Jiran karena sedang ada razia besar-besaran.
Razia atau yang biasa disebut dengan istilah 'pemutihan' itu dilakukan otoritas setempat biasanya untuk pengecekan paspor, visa, maupun permit kerja.
Di samping itu ribuan TKI telah dipulangkan paksa, setelah sebelumnya dirazia dan ditahan secara sewenang-wenang oleh pemerintah Malaysia. Ada yang dicambuk, ada juga yang ditahan berhari-hari sebelum akhirnya diserahkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) maupun Konsulat Jenderal (Konjen) setempat.
Para TKI ini tidak lebih baik nasibnya dibandingkan dengan mereka yang lolos dari kejaran petugas. Bagi yang berhasil melarikan diri, para TKI pun mesti bergelut dengan maut karena berhari-hari kabur ke tengah hutan tanpa arah pasti.
Pemerintah Indonesia, termasuk pemerintah daerah di wilayah perbatasan, seperti halnya Pemprov Kepulauan Riau maupun Pemko Batam, baru mengetahui nasib mereka ketika para TKI dipulangkan. Pihak-pihak berkompeten mengaku tidak mengetahui ketika para TKI menyeberang secara ilegal.
Lantas bagaimana modus para calo TKI menjalankan modus menyelundupkan para TKI? Adakah pihak yang bermain? Berdasarkan penelusuran tim Tribun, ratusan pelabuhan tikus yang tersebar di Batam menjadi tempat favorit jalur penyelundupan maupun pemulangan ribuan TKI ilegal itu.
Meskipun sudah puluhan tahun beroperasi, keberadaan pintu-pintu penyelundupan tersebut belum tertangani sebagaimana mestinya. Disinyalir jalur ini tetap beroperasi karena adanya jaminan keamanan yang dilakukan oleh lembaga tertentu, bahkan ada permainan oknum aparat.
Pantauan Tribun di beberapa pelabuhan tikus yang masih tetap eksis, antara lain pelabuhan di Tanjung Sengkuang, Teluk Mata Ikan, Teluk Mergong, Tanjung Memban, Batu Merah, Dapur 12 dan pelabuhan tikus Batam Lestari, Sekupang. Selain menerima TKI yang pulang secara ilegal, ada juga sebagian oknum penyalur tenaga kerja ke luar negeri yang nekat menggunakan jalur tikus tersebut untuk menjalankan aktivitas usahanya.
Bahkan, jalur tikus ini konon juga menjadi lokasi paling aman bagi penyelundup minuman keras (miras) impor dari beberapa negara tetangga.
Mengenai teknis pengiriman para TKI itu sendiri sangat sederhana. Para agen TKI ilegal mengumpulkan para TKI di sebuah tempat di Batam. Setelah mendapatkan penjelasan dan persiapan, para calon TKI langsung dibawa ke pelabuhan tikus untuk diseberangkan menggunakan perahu-perahu atau kapal yang jauh dari layak. Karena pemberangkatannya yang sembarangan itu tak heran jika pengiriman maupun penjemputan TKI ini kerap mengalami kecelakaan laut.
"Kita diseberangkan menggunakan perahu kayu. Kita dari darat tersamar karena penjemputan dilakukan menggunakan perahu yang menunggu di lautan, beberapa puluh meter dari pantai. Kita berbasah-basah hingga menggapai perahu. Untuk menyeberang pokoknya asal bisa naik, berapa pun diangkut," kata Eva, salah seorang TKI ilegal yang kini tengah berada di Batam, kepada Tribun, pekan lalu.
Eva menuturkan, untuk menyeberang ke Sekupang dari Malaysia dirinya bagaikan dijejal di dalam kapal. Nakhoda kapal juga tak mempedulikan kecepatan dan cuaca buruk di lautan.
"Ampun...seperti mau mati di laut. Kita semua saling bergandengan agar tak terlempar ke laut. Kita semua, ada 17 orang berdoa kalau memang akan tenggelam, kita tenggelam bersama-sama," katanya. Menurutnya, proses penjemputan oleh sang tekong atau calo yang membawanya, sama saat ia dan rombongannya diselundupkan ke Malaysia beberapa bulan lalu.
Kisah duka perjuangan untuk keluar masuk Malaysia juga didapatkan Tribun dari sejumlah TKI ilegal. Menurutnya, TKI selalu siap main kucing-kucingan untuk bisa mencari nafkah di negeri orang. Jika sial, mereka pun sadar pasti tidak selamat.
Namun, ibarat sudah jatuh, masih tertimpa tangga pula ketika para TKI keluar dari Malaysia. Seperti halnya ketika hendak diselundupkan, pada saat datang pun para TKI mengaku masih dikenai pungutan tak jelas oleh lembaga yang tak berkompeten.
"Ada pemungutan liar dengan mengatas-namakan biaya keamanan bagi TKI yang pulang secara gelap. Siapa yang menarik saya lupa, tapi hanya aku ingat oleh salah satu lembaga gitu," kata Udin, TKI yang baru pulang dari Johor. Ia memastikan pungutan itu ada di beberapa pelabuhan tikus, terutama yang ia ketahui di wilayah Nongsa.
Berdasarkan penelusuran Tribun, para buruh bangunan, buruh perkebunan, maupun pekerja serabutan antar negara ilegal juga dikenai pungutan yang diistilahkan uang sandar. Nilainya berkisar Rp 200 ribu per orang. Tak jelas maksud istilah uang sandar tersebut, kecuali dikatakan sebagai uang keamanan.
Cerita masuk
Ironisnya ratusan TKI ilegal luar Batam yang tidak memiliki dokumen ini, banyak yang masuk ke Batam lewat jalur normal, yakni melalui Bandara Hang Nadim. Namun kedatangan mereka untuk transit tanpa ada pengawasan dari petugas di Pos Perdaduk Pemko Batam--yakni pos petugas Dinas Kependudukan yang semula diplot untuk menjalankan tugas sesuai amanat Perda Kependudukan di Batam. Setiba di Batam, koordinator (agen) para TKI ilegal bisa langsung menjemput ke ruangan kedatangan yang bersebelahan dengan pos perdaduk bandara.
Salah seorang sumber di jajaran petugas pengamanan Dit Pengamanan BP Batam bahkan menginformasikan, untuk meloloskan ratusan TKI ilegal tersebut setiap kordinator TKI itu sudah bekerja sama dengan petugas Perdaduk Bandara. Sehingga para TKI ilegal tersebut tidak diperiksa lagi dokumennya. Setiap TKI dikenakan biaya Rp 50 ribu per orang untuk bisa lolos dari pemeriksaan petugas Perdaduk Bandara Hang Nadim.
"Rata-rata ratusan TKI ilegal yang datang melalui Bandara ini tidak memiliki dokumen yang lengkap. Tapi, mana pernah diperiksa petugas? Sebenarnya jika hendak dicegah, kita yakin semua tak akan bisa lolos dari Bandara Hang Nadim," ujar petugas Ditpam BP Batam itu.
Selain adanya kelonggaran di pintu kedatangan di Batam, sikap tutup mata juga ditunjukkan aparat di Batam, terutama di pintu-pintu penyelundupan. Kalaupun para calon TKI lolos dari bandara, mereka bisa dijaring di pelabuhan-pelabuhan tikus yang ada.
Hingga kini fenomena penyelundupan pekerja seakan menjadi hal biasa di Batam. Banyak pihak baru meributkan ketika muncul kasus tertentu, terutama menyangkut perlakuan terhadap para TKI. Sikap tak mau peduli barangkali sikap paling aman, alih-alih bisa mengeruk keuntungan dari cerita duka ini.
Terkait siapa yang harus bertanggungjawab menangani masalah tersebut, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan pihaknya tidak berkewajiban mengawasi masalah ini, termasuk kinerja perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang ada di Batam. Menurutnya tugas Disnakertrans dalam masalah ini hanyalah mengeluarkan rekomendasi untuk pembukaan cabang PJTKI.
"Itu pun hanya berupa rekomendasi. Izin tetap dari pusat," kata Rudi melalui sambungan telepon, Minggu (29/1/2012).
Selain itu, terhadap TKI legal yang akan diberangkatkan Disnaker hanya memberikan surat rekomendasi paspor, jika ada yang diberangkatkan dari Batam. Sedangkan yang lebih berwenang mengawasi kerja PJTKI, menurut Rudi, hanya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Batam Udin P Sihaloho mengatakan meski tidak ada tugasnya di situ, Dinas Tenaga Kerja Kota Batam tetap harus melakukan koordinasi dengan badan terkait untuk permasalahan TKI ini.
"Karena kalau ada permasalahan dengan TKI, Batam mau tidak mau harus terlibat. Koordinasi ini penting, karena bagaimanapun juga TKI yang dikirim juga WNI," kata Udin.
Legislator PDI Perjuangan tersebut melihat, warga Indonesia yang hendak mencari penghidupan di luar negeri tetap harus dilindungi. Sebab, alasan mereka memilih kerja ke luar negeri bisa jadi karena faktor ekonomi. Ketika cara mereka tak sesuai prosedur, bahkan membahayakan, maka sudah seharusnya pemerintah ikut mencegahnya. (tribunbatam/apr/tik/pwk)
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
0 comments:
Post a Comment