BEDAH BUKU
DIMANA BUMI DIPIJAK DI SANA LANGIT DIBANGUN
TRANSFORMASI SOSIAL PEMBEBASAN MELALUI RE-HUMANISASI
Oleh Mgr. DR. A. M. Sutrisnaatmaka, MSF
1. Topik yang Sangat Menarik
Dari kearifan lokal yang berbunyi " dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung", dua kata terakhir diubah menjadi "langit dibangun". Tentu ini penemuan yang kreatif dan menarik, memelesetkan ke arah pemikiran yang menantang. Keingintahuan langsung muncul: membangun pencakar langit, gedung-gedung bertingkat tinggi: hotel, apartemen, tower atau menara-menara untuk provider seluler, pemancar radio, TV, dan lain-lain.
"Langit" bisa menjadi simbol "yang di atas", bisa memberi cakarawala, sekaligus tempat terletaknya sesuatu yang ideal yang perlu diraih. Ada bulan dan bintang di langit. Manusia yang ada di bumi memandang ke atas dan bisa melihat dari kejauhan benda-benda yang menarik, mengundang rasa ingin tahu, dan mungkin karena jauhnya itulah, ada segumpal misteri yang perlu dipecahkan. Justru karena terletak di tempat yang jauh, kelihatan indah dan menarik, namun penuh misteri, segala sesuatu yang ada di langit menjadi obyek pengetahuan dan penelitian. Manusia penasaran akan apa yang dilihatnya di langit itu. Dalam konteks dan wacana refleksi seperti ini kiranya "di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung", bisa menjadi dasar pembangunan dan berkonotasi yang bisa dilanjutkan menjadi "bumi dan langit dibangun" (untuk lebih jelasnya sekaligus menjawab pertanyaan sentral pertama, beberapa paparan di bawah bisa dipertimbangkan).
Lalu bagaimana dengan pembangunan? "Membangun adalah mencipta" (Goenawan Mohamad, hlm. 4). Tak bisa dipungkiri, pembangunan mengarahkan manusia untuk berkreasi mencapai sesuatu yang lebih, entah lebih banyak, lebih baik, atau lebih bermakna untuk hidupnya. Usaha untuk memaknai hiudp itulah yang menjadikan manusia berusaha sekuat tenaga dan dengan budi dayanya meraih apa yang diinginkannya, baik untuk dinikmati pada masa sekarang ini maupun untuk masa yang akan datang. Dengan menyertakan dimensi masa datang, maka pembangunan perlu direncanakan dan ditata sedemikian rupa, sehingga hasilnya tidak justru kontra produktif, misalnya: bisa menghasilkan sesuatu yang di masa sekarang bisa dinikmati dengan sepuas-puasnya, namun ternyata di kemudian hari menjadi malapetaka.
Contoh usaha pertambangan bisa menjadi ilustrasi yang jelas. Investor pertambangan membawa, manfaat ekonomi untuk sebagian warga tertentu, apakah warga setempat atau warga pendatang, itu bisa didiskusikan. Namun pengelolaan usaha pertambangan yang tidak memperhatikan lingkungan, pastilah akan menimbulkan kerugian besar dan bahkan malapetaka untuk masa yang akan datang. Dalam kondisi hutan dibabat dan tanah dimanfaatkan untuk diambil bahan tambangnya, maka terjadi banjir dimana-mana. Ada sebagian pertambangan yang menggunakan bahan merkuri, maka air tercemar. Apakah usaha semacam ini dapat dikatakan membanguna atau malah sebaliknya; menghancurkan bumi dan semua yang hidup di atasnya.
Itulah dua ide dasar bertolak dari dua unsur utama dari judul buku: langit dan bumi. Pastilah masih bisa dikembangkan ide-ide berbasis dua komponen utama itu, kita masih bisa meneliti dan mengembangkan lebih jauh pemikiran-pemikiran lebih mendalam terkait dengan soal pembangunan.
2. Pembangunan Multi Dimensi
Bicara soal pembangunan memang ada sekian dimensi yang harus dicermati. Ada banyak bidang yang terkait di dalamnya. Dalam buku tersebut kita bisa mendapatkan panorama yang bermacam-macam. Ada analisis kebudayaan yang mendalam berkaitan dengan soal pembangunan dengan mencari perbandingan seperti Jawa, padang, atau tempat-tempat lainnya. Ada paparan yang mengupas soal kebudayaan Dayak dalam kaitan dengan segi kemanusiaan pada umumnya dengan perlbagai kutipan dari tokoh barat: John Pamberton (GM, hlm. 6), Karl Marx (Frans lake, hlm. 16), Frederick H. Butler (hlm. 22), pemikir Descartes, thomas Hobbes, John Locke (hlm. 38) dan lain-lain. Ada tiga artikel dari Frans Lake yang mendasari pemikiran tentang kebudayaan dari pemikiran segi-segi kemanusiaannya.
Selain para pemikir yang bergerak baik dibidang studi teoritis maupun empiris dan praksis lapangan, adapula tulisan-tulisan dari kalangan eksekutif. Kardinal Tarung menyumbangkan beberapa tulisannya ketika beliau mnejabat kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (hlm. 43-55: dua artikel "Mengerti Orang Lain Bangun Komunikasi" dan "Dayak yang Belajar dari Kehidupan"). Sumbangan tulisan ini pasti sangat berarti mengingat beliau adalah orang setempat yang bergulat dengan masalah-masalah konkrit seperti dilihat oleh pemerintah. Pada awal buku, ada pengantar dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Palangka Raya yaitu DR. (Cand.) Trecy E. Anden, M.Pd. yang memberikan penghargaannya pada buku yang mengupas soal kebudayaan dan pembangunan ini (hlm. 15-18).
Kejelian pembahasan dalam buku ini juga ditunjukkan dari tampilnya penulis yang berusia matang dengan penglaman yang sangat luas sampai mereka yang baru mulai menapakkan pemikirannya pada masalah kebudayaan dan pembangunan ini. Kusni Sulang yang sudah malang-melintang di dunia internasional dengan bekal pendidikan sampai S3 dan pengalaman panjang memberikan pemikiran-pemikirannya melalui beberapa artikel berkaitan dengan kebudayaan dan kongresnya (hlm. 97-114). Dari tokoh senior ini tentu muncul banyak pemikiran yang sungguh matang dan dan dalam.
Seterusnya ada beberapa penulis penerus dan relatif lebuh muda; Iman Budhi Santosa yang mengungkapkan tentang "Kalimantan yang Resah" (hlm. 57-71), Heyronimus Tumimomor "Merajut Kebersamaan Melintasi Ketertinggalan" (hlm. 89-96), Yanedi Jagau mewakili generasi muda yang juga ikut berpikir budaya Dayak (hlm. 73-88). Pemikir dari luar yang juga turut dengan kritis merefleksikan kebudayaan di Kalimantan Tengah adalah Andriani S. Kusni. Pemikiran-pemikirannya diuntai dalam 3 judul; "Identitas Uluh Kalimantan Tengah", "Apakah Betang Mempunyai Filosofi?" dan "Kebudayaan Pembebasan" (hlm. 111-125). Itulah inti paparan Bab I yang merupakan isi pokok. Selanjutnya dicantumkan Bab II: Notulensi; Bab III: Catatan Akhir Prof. Dr. Bambang Garang, M. Pd.; IV: Annexes; V: Dokumentasi; VI; Notulis dan Penulis; ditutup dengan additional.
Menurut hemat saya, tulisan-tulisan yang ada dalam buku ini mencoba dengan perlbagai sudut pandang dan caranya sendiri mengungkapkan sikap yang diterjemahkan dalam perilaku uluh itah Kalimantan Tengah di Kalimantan Tengah. Dengan kata lain, pertanyaan sentral ke-2 dengan satu dan lain cara mendapatkan jawabannya.
3. Berbasis Kebudayaan
Tentulah pemahaman dan permenungan tentang pembangunan bisa dikaitkan dengan soal-soal kebudayaan. Kebanyakan penulis memberikan kontribusi dari sudut pandangnya, mengingat kebudayaan juga merupakan bahan kajian yang sangat luas untuk dicermati. Segi-seginya bisa mencakup dari pemikiran yang sangat spekulatif sampai pemikiran dan penelitian empiris yang sangat kongkrit. Yang tidak mudah untuk ditemukan kiranya benang merah seluruh rangkain pemikiran dan paparan itu. Justru karena begitu luasnya bidang kebudayaan itu, kadang sulit untuk menemukan pangkal, awal pemikiran, proses yang ditempuh, dan akhir yang bisa dicapai.
Kebudayaan yang menyangkut segi antropologis akan menarik minat banyak pihak untuk lebih menghubungkannya dengan pembangunan yang berdimensi fisik, pembenahan infrastruktur, penampilan budaya dan segi-segi yang menyangkut bidang kemanusiaan ragawi lainnya. Sementara, kebudayaan yang lebih berkaitandengan segi filosofis, menyangkut pandangan hidup, soal etika dan moral, mengarah kepada perilaku dan latar belakang yang menjadi acuan setiap tindakan. Pembedaan ini sebenarnya tidak sangat riil, sebab dalam kenyataan hidup sehari-hari, segi antropologis dan filosofis bersatu erat tanpa bisa dipisahkan dalam rangka pembangunan secara keseluruhan. Namun juga perlu disadari bahwa masing-masing segi dapat mempertajam aspek kebudayaan dan pembangunan sehingga dengan menggunakan kedua segi itulah fokus usaha pembangunan bisa ditindaklanjuti.
Filosofi budaya huma betang memberi ruang untuk semua pihak berbagi dan berpartisipasi dalam membangun kalimantan Tengah, apabila prinsip-prinsip dasar hidup bersama itu dijunjung tinggi, sekaligus secara dinamis dan bersama-sama diteruskan dalam meningkatkan usaha pembangunan yang tidak merusak budaya, identitas dan suasana harmonis yang ada. Dinamika filosofi sendiri memberi ruang yang mencukupi untuk arah, koordinasi dan fasilitasi dalam pembangunan dengan memperhatikan segi-segi kebudayaan. (tanggapan umum atas pertanyaan sentral ketiga).
4. Pembangunan: Prasyarat dan Partisipasi
Usaha pembangunan tak pelak lagi memerlukan macam-macam persyaratan agar hasilnya maksimal. Sebagai prasyarat awal dan mendasar tentulah suasana yang aman, tentram, tanpa gangguan dari pihak manapun. Itulah prasyarat yang akan memberikan semacam jaminan untuk terlaksananya pembangunan. Kalau masih ada gangguan, keresahan, ketidaktenangan, maka segala potensi pembangunan pasti tidak akan bisa dimanfaatkan secara maksimal. Malahan kalau terjadi kerusuhan, ketidakpastian bertindak, kurang terjaminnya pelaksanaan hukum yang konsisten, orang akan menjadi ragu untuk berinvestasi dan melaksanakan pembangunannya. Jadi, kalau terjadi kerusuhan dan tindak anarkis, dapat dipastikan hal tersebut sungguh menjadi kontra produktif untuk pembangunan. Tindakan anrkis yang merusak dan mengobrak-abrik ketenangan dan ketentraman memang selayaknya harus dihindari kalau pembangunan itu mau digalakkan secara mnyeluruh. Dengan kata lain, perlu ditolak semua kelompok organisasi atau perorangan yang tidak taat hukum, main hakim sendiri, dan berbuat anarki yang meresahkan masyarakat. (Diharapkan paparan ini mengarah kepada pertanyaan sentral ke empat).
Selain itu pembangunan yang bisa berhasil maksimal hanya dimungkinkan kalau ada partisipasi semua pihak, seluruh lapisan masyarakat. Pada dasarnya pembangunan itu untuk kemajuan dan kesejahteraan semua orang. Maka kalau semua lapisan masyarakat ikut dalam gerak dan derap pembangunan dengan koordinasi yang tepat dan perencanaan yang matang, tak ayal hasilnya bisa maksimal.
Dinamika pembangunan masyarakat memang perlu dimulai dari tokoh-tokoh atau pribadi-pribadi yang memiliki pemikiran dan wawasan lebih dari rata-rata, bisa melihat jauh ke depan sekaligus merencanakan untuk sampai ke sana. Juga diperlukan sosok-sosok yang lebih "altruistik" tidak memikirkan kepentingan diri atau kelompok yang sempit, tetapi berani berkorban meninggalkan "egoisme sektoral" dan berjuang untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Apabila Kalimantan Tengah mau membangun, memang diperlukan visi dan misi kepemimpinan yang mantap. Juga harus ada SDM dengan kemampuan dan ketrampilan yang memadai untuk bisa dikoordinasikan dan disinergikan secara padu. Memang semua itu tak serta merta bisa dicapai dalam sesaat. Melalui tulisan, diskusi, urun rembug, dan pemikiran satu sama lain, lama-lama akan menjadikan situasi dan suasana menjadi sungguh diharapkan oleh warga, utamanya yang masih dalam keadaan memprihatinkan dari banyak seginya: sosial-ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
5. Peranan Agama untuk Transformasi dan Re-humanisasi
Tentu tidak mudah untuk menegaskan secara mutlak filosofi mana yang paling memungkinkan untuk membawa Kalimantan Tengah maju melesat dalam pembangunan. Tidak ada filosofi lengkap dan sempurna yang sudah memenuhi segala unsur dan tuntutan untuk menjadi dasar yang paling kokoh untuk mendapatkan hasil paling baik dalam pembangunan. Masing-masing acuan dan bentuk filosofi bisa menyumbangkan seginya paling baik. Sebagai penggiat dalam bidang agama, saya berpikir bahwa filosofi perlu mengakui keterbatasannya, bentuk dan peranannya, sehingga diperlukan agama yang bisa menyumbang dan melengkapai pelbagai pandangan hidup yang cukup terbatas, kadang sangat relatif peranannya. Maka peranan agama bisa disampaikans sebagai sumber,modal, dan fasilitasi yang patut dipertimbangkan dalam pembangunan. Segi keagamaan melengkapi dengan iman, etika, dan moral yang tentu ada dalam setiap filosofi, namun akan menjadi lebih terintegrasi dalam seluruh kehidupan manusia yang beriman.
Kadang agama dimengerti secara terbatas yaitu dalam ungkapan iman yang dilaksanakan di tempat ibadah. Memang benar, bahwa kegiatan agama di tempat ibadah menjadi awal dan dasar untuk kegiatan kemanusiaan yang didasari oleh iman dari agama yang dianutnya.namun harus segera ditegaskan bahwa kegiatan peribadatan itu tidak boleh berhenti di dalam ruang atau gedung peribadatan semata-mata. Pesan iman dan keagamaan harus dibawa keluar dan diteruskan keluar kepada seluruh umat dan masyarakat melalui kesaksian dan perbuatan-perbuatan baik yang diwujudnyatakan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam bahasa gereja, "altar" tidak boleh terpisah dari "pasar", kehidupan rohani keagamaan tak boleh terpisah dari kegiatan kemanusiaan yang nyata, kegiatan kemasyarakatan tenpat kehidupan semua orang disatukan.
Dengan latar belakang pengertian seperti di atas, maka peranan agama dan hidup beriman untuk mengadakan transformasi kehidupan terbuka lebar-lebar. Dari mimbar keagamaan itulah, umat didorong untuk menghidupi pesan-pesan perbaikan kehidupan (isitlah lain "pertobatan"), yang menyangkut pribadi atau kelompok. Isitlah lain dari perbaikan kehidupan, tidak lain adalah pembangunan. Di sini pesan keagamaan dan kebudayaan menemui titik temu, membawa pribadi dan seluruh masyarakat kepada martabat yang lebih tinggi, yang lebih manusiawi. Semua segi-segi kemanusiaan perlu mendapat perhatian dari masing-masing sektor dan aspek kehidupan sosial, ekonomi, budaya, edukasi, politik, keamanan, dan lain-lain.
Dengan pengandaian bahwa sudah banyak usaha untuk melibatkan semua orang menurut kemampuan dan bidangnya masing-masing dalam segi pembangunan kemanusiaan, maka setiap kali ada usaha baru ke arah itu, kita bisa menyebutnya sebagai re-humanisasi atau peningkatan martabat kemanusiaan terus-menerus tanpa henti, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Yang Maha Tinggi, yang baru bisa dicapai oleh manusia apabila ia telah bersatu dengan-NYA.
Keuskupan sebagai lembaga gerejawi memiliki visi-misi dan arah dasar yang ingin menyentuh dan memberi kontribusi pada pembangunan kemanusiaan dengan transformasi sedikit demi sedikit, terprogram, terstruktur, dan dalam koordinasi yang rapi agar mendapatkan hasil maksimal. Visi misi Keuskupan Palangka Raya adalah gereja yang hidup dalam karunia Allah mewujudkan imannya akan Tuhan dalam keterlibatannya meningkatkan harkat-martabat manusia dan dalam melestarikan alam.
Sebagai salah satu lembaga keagamaan yang ada bersama dengan lembaga-lembaga keagamaan lainnya, dialog dan kerjasama dari semua pihak bisa sangat bermanfaat untuk "menghasilkan" manusia-manusia pembangun yang dibekali yang dibekali dengan iman, moral, dan etika yang baik, sehingga usaha pembangunan tidak dihambat oleh tindakan-tindakan koruptif yang sudah sangat menderita di bumi nusantara kita ini. Semoga pemanfaatan lembaga keagamaan dengan perlbagai unsurnya (pendidikan, ibadat, pesan moral, dan lain-lain) bisa memaksimalkan pembangunan di Kalimantan Tengah.
Keuskupan, 21 Februari 2012
Mgr. DR. A. M. Sutrisnaatmaka, MSF
Uskup Palangka Raya, Kalimantan Tengah
__._,_.___
=======================
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Twitter: http://twitter.com/wanita_muslimah
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:wanita-muslimah-unsubscribe@yahoogroups.com
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com
Milis ini tidak menerima attachment.
.
__,_._,___
0 comments:
Post a Comment